BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Juneta Zebua tahun 2009 yang berjudul ”Pengaruh budaya
organisasi dan insentif terhadap kinerja staf dalam pengembalian berkas rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan”, yang sampelnya 80 orang tenaga staf rekam medis pada Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik yang tersebar di 6 bagian/urusan unit rekam medis RSUP H.Adam Malik Medan. Terdapat adanya pengaruh signifikan budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja staf rekam medis di RSUP H.Adam Malik secara parsial, demikian juga secara simultan juga ditemukan pengaruh signifikan budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja staf rekam medis RSUP H.Adam Malik. Kekuatan budaya organisasi dan insentif didalam mengestimasi kinerja rekam medis RSUP H.Adam Malik Medan sebesar 96,10% yang artinya kinerja staf rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model estimasi penelitian sebesar 3,90%
2.2.
Teori Budaya Organisasi.
2.2.1.
Pengertian Budaya Organisasi Kata budaya organisasi (organisation culture) sebagai suatu konsep berakar
dari kajian atau disiplin ilmu antropologi kilmann, Saxton dan Serpa yang dikutip Suwandi (2005) diartikan sebagai ” the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, believes, expectation, attitudes, and norms that knit a community
Universitas Sumatera Utara
together (falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting dalam literatur ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai rubrik budaya organisasi. Budaya berasal dari bahasa sansekerta ”budhayah” sebagai bentuk jamak dari dasar ”budhi” yang artinya akal segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental, dan ”daya” yang artinya segala sesuatu mengenai kegiatan, perilaku, kemampuan sehingga budaya adalah cara hidup manusia yang didasari pandangan hidup yang bertumpu pada nilai perilaku terpuji yang berlaku umum dan telah menjadi sifat, kebiasaan serta kekuatan pendorong yang memberikan daya positif pada manusia untuk senantiasa berhasil. Robbin (2001) menyatakan budaya organisasi merupakan suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota suatu organisasi yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Budaya organisasi merupakan pengendalian arah dalam membentuk sikap dan perilaku para anggota didalam suatu organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya organisasi dan pada umumnya anggota organisasi dipengaruhi oleh beraneka ragamnya sumber daya yang ada. Gibson et al (2003), budaya organisasi adalah ”what the employes perceives and how this perception creates a pattern of believies, values, and expectation”. Maknanya bahwa budaya organisasi adalah apa yang ditanggapi oleh pegawai dan bagaimana persepsi tersebut menimbulkan bentuk kepercayaan, nilai dan harapan.
Universitas Sumatera Utara
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi, dikemukakan lebih sederhana, budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini. Budaya organisasi merupakan aspek subyektif dari apa yang terjadi didalam organisasi. Schein (dalam Ivancevich et al, 2005) mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Definisi Schein menunjukkan bahwa budaya melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa budaya organisasi memiliki tiga lapisan, lapisan pertama mencakup artifak dan ciptaan yang tampak nyata tetapi seringkali tidak dapat di interpretasikan. Di lapisan kedua terdapat nilai atau berbagai hal yang penting bagi orang. Nilai merupakan kesadaran, hasrat afektif, atau keinginan. Pada lapisan ketiga merupakan asumsi dasar yang diciptakan orang untuk memandu perilaku mereka. Termasuk dalam lapisan ini adalah asumsi yang mengatakan kepada individu bagaimana berpersepsi, berpikir, dan berperasaan mengenai pekerjaan, tujuan kinerja, hubungan manusia, dan kinerja rekan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Contoh atribut budaya:
I.Artifak&Kreasi
-Dokumen
- Teknologi
-Desain fisik
- Seni
Dapat dilihat tapi seringkali tidak dipahami
-Kerapian -Bahasa
II.Nilai
-Jargon
-Dapat diuji dalam Tingkat kesadaran
-Etos kerja
lingkungan fisik
-Praktik kerja -Hari kerja yang adil
yang lebih tinggi -Dapat diuji hanya dengan konsensus
untuk pembayaran yang adil III. Asumsi Dasar
-Kesetiaan
-Hubungan dengan
-Komitmen
Bawah sadar yang tidak tampak yang dibiarkan
-Membantu orang lain -Kinerja membuahkan penghargaan -Ekuitas manajemen -Kompetensi
lingkungan -Sifat dari kenyataan, waktu, dan ruang -Hakekat dari sifat manusia -Sifat dari aktivitas
Sumber : Ivancevich, Konopaske, and Matteson (2005:45)
Gambar 2.1 Model Organisasi Tiga Lapis Schein Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi itu adalah suatu sistem pengertian atau keyakinan yang dimiliki oleh suatu organisasi sebagai pembeda dengan organisasi lain yang diyakini oleh para
Universitas Sumatera Utara
perawatnya. Biasanya budaya diasosiasikan dengan tradisi dan cara berprilaku yang berbeda-beda. Organisasi juga punya budayanya sendiri. Memperdayakan budaya mengandung pengertian perlu dilakukan perubahan paradigma
dari keadaan
sekarang menjadi keadaan yang diharapkan. Dengan perubahan paradigma pemberdayan, hal-hal yang semula bersifat negative dapat diubah menjadi positif. Menurut Robin (2001) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 6 (enam) karateristik yang jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu: 1. Disiplin, yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga memberikan hasil kerja yang maksimal. 2. Kerjasama, yaitu koordinasi yang terbentuk dalam suatu unit kerja dalam bentuk kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi. 3. Responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan tugasnya secara maksimal. 4. Komunikatif, yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi dan hubungan interpersonal yang dapat mendukung pekerjaanya. 5. Inisiatif, yaitu kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaanya. 2.2.2. Tipe Budaya Organisasi Menurut Handy dalam Sedarmayanti (2009), budaya organisasi mempunyai beberapa tipe antara lain: 1. Budaya kekuatan : merupakan sumber kekuatan inti yang menjalankan kontrol
Universitas Sumatera Utara
2. Budaya peran: pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan serta peran atau deskripsi jabatan 3. Budaya tugas: tujuannya membawa bersama orang yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas 4. Budaya orang : individu adalah titik utama. 2.2.3. Fungsi Budaya Organisasi Budaya menampilkan “perekat sosial” dan menghasilkan “perasaan kekamian” sehingga meniadakan proses pembedaan yang merupakan bagian dari kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari. Budaya organisasi menawarkan suatu sistem bersama mengenai arti, dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan pemahaman bersama. Jika fungsi ini tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak, budaya mungkin secara signifikan mengurangi efisiensi kerja organisasi. Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi yaitu: a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, yang artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang. d. Budaya memantapkan sistem sosial, yang artinya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggotanya
Universitas Sumatera Utara
e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggotanya Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku anggotanya semakin penting bagi organisasi. Dengan
dilebarkannya
rentang
kendali,
didatarkannya
struktur,
diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya pegawai oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua pegawai diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi. 2.2.4. Penerapan Budaya Organisasi Budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama, hal tersebut memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak dari budaya terhadap pegawai menunjukkan bahwa budaya menyediakan dan mendorong suatu bentuk stabilitas. Terdapat perasaan stabilitas, selain perasaan identitas organisasi yang disediakan oleh budaya organisasi. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dicirikan oleh adanya pegawai yang memiliki nilai inti bersama. Semakin banyak pegawai yang berbagi dan menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku. Dalam suatu budaya kuat, nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas.
Universitas Sumatera Utara
Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap komitmen-komitmen tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku-perilaku anggota organisasi karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi. 2.2.5. Penciptakan Budaya Organisasi. Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang besar pada pembentukan budaya organisasi. Para pendiri mempunyai suatu visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Para pendiri tidak dikendalikan oleh kebiasaan ataupun ideologi sebelumnya. Proses pembetukan budaya terjadi dalam tiga cara yaitu: a. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga anggota yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. b. Para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para anggota dengan cara berpikir dan merasa mereka. c. Akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsiasumsi mereka. Bila organisasi yang berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai satu penentu utama keberhasilan organisasi. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Mempertahankan Budaya Organisasi Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para pegawai seperangkat pengalaman yang serupa. Tiga kekuatan merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya yaitu: a. Praktik Seleksi : Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu
yang
mempunyai
pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan. b. Manajemen Puncak : Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Sosialisasi : Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan seleksi, pegawai baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para pegawai baru tersebut tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi tampaknya akan berpotensi membantu anggota baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu : (1) Tahap prakedatangan : yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi. (2) Tahap perjumpaan : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang ada. (3) Tahap metamorfosis :
yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana
pegawai baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
2.3
Teori Insentif
2.3.1.
Pengertian Insentif Umumnya setiap orang yang bekerja pasti ingin bekerja dengan sebaik-
baiknya . Hanya saja harus diakui tidak semua orang dapat bekerja dengan baik. Diantara pekerja yang diterima bekerja dalam suatu perusahaan yang telah diseleksi
Universitas Sumatera Utara
sebelum diterima akan menunjukkan produktivitas kerja yang sama, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti : pendidikan dan pengalaman, tingkat kerajinan atau kurangnya motivasi yang diberikan merupakan tanggung jawab perusahaan dengan demikian rendahnya produktivitas kerja seseorang atau keseluruhan pekerja yang diakibatkan oleh kurangnya motivasi kerja yang ada harus segera diatasi oleh perusahaan. Alat motivasi yang umum diberikan oleh perusahaan untuk mendorong dan merangsang pegawainya agar semangat bekerja untuk mendapatkan kepuasan kerja pegawainya adalah insentif. Moorehead and Griffin (2000) memberikan defenisi insentif sebagai sesuatu pemberian atau penghargaan yang diberikan oleh organisasi pada seseorang/ kelompok kerja yang baik diluar ketentuan pengupahan yang umum. Insentif lebih dikenal memiliki kaitan langsung dengan materi tetapi secara umum pemberian yang bersifat non material disebut sebagai reward. Edi Sutrisno (2009) mengatakan insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai tertentu, karena keberhasilan prestasinya. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan : “Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi kepada anggotanya agar mereka bekerja dengan motivasi tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Harianja (2009) menyatakan : “Insentif diartikan sebagai bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing yang juga dikaitkan dengan kinerja dan diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya”. Wibowo (2007), Insentif menghubungkan penghargaan dan kinerja dengan memberikan imbalan kinerja tidak berdasarkan senioritas atau jam kerja. Program
Universitas Sumatera Utara
insentif dirancang untuk meningkatkan motivasi kerja pekerja. Program insentif dapat berupa insentif perorangan, insentif untuk seluruh perusahaan, dan program tunjangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa insentif adalah sutau kompensasi atau pemberian penghargaan dari organisasi kepada pegawai atas prestasi yang dilakukannya diluar dari sistem pengupahan pada umumnya (gaji). Hasibuan (2005) memberikan defenisi sebagai berikut : ”Insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan tertentu berdasarkan prestasi kerjanya agar karyawan terdorong meningkatkan prestasi kerjanya”. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa insentif adalah suatu bentuk sistem pembayaran penghargaan oleh organisasi atas kinerja yang lebih yang diberikan oleh perawat pada organisasi diluar gaji pokok. Pembayaran penghargaan ini dilakukan guna memotivasi perawat yang bekerja agar bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi 2.3.2. Tujuan dan Manfaat Insentif Pada dasarnya pemberian insentif harus memenuhi kejelasan tujuan dan sasaran, prinsip keadilan dan prinsip kompensasi itu sendiri yang bersifat penghargaan dan keterbukaan, dan prinsip kejelasan skala waktu. Bila bentuk insentif sesuai dengan kebutuhan atau harapan tenaga kerja, serta dapat menutupi kekurangan pada kondisi geografi, sarana dan fasilitas maka insentif tersebut dapat meningkatkan minat dan produktivitas kerjanya. Sistem insentif disusun dan dikelola untuk memastikan tercapainya tujuan. Tujuan yang paling utama adalah efisiensi, keadilan dan pemenuhan. Pengembangan tujuan pembayaran insentif sangat tergantung pada masing-masing perusahaan dan jenis usaha.
Universitas Sumatera Utara
Handoko (2001) menyatakan bahwa “ Tujuan insentif pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan motivasi pegawai dalam berupaya mencapai tujuantujuan organisasi dengan menawarkan perangsang finansial diatas dan melebihi upah dan gaji dasar”. Menurut Nawawi (2003) menyatakan bahwa tujuan pemberian insentif adalah sebagai berikut : 1. Sistem insentif didesain dalam hubungannya dengan sistem balas jasa (merit system), sehingga berfungsi dalam memotivasi pekerja agar terus menerus berusaha memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajiban/tanggung jawabnya. 2. Sistem insentif merupakan tambahan bagi upah/gaji dasar yang diberikan sewaktu-waktu, dengan membedakan antara pekerja yang berprestasi dengan yang tidak/kurang berprestasi dalam melaksanakan pekerjaan/tugas-tugasnya. Dengan demikian insentif akan sangat mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhannya, individu membutuhkan uang yang diperolehnya sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dikerjakannya, dan hal ini juga akan mempengaruhi semangatnya dalam bekerja. Selajutnya selain tujuan tersebut, pemberian insentif kepada pegawai bermanfaat untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada pegawai untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja. Nawawi (2003), menyatakan bahwa manfaat pemberian insentif adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Insentif merupakan satu paket yang dapat saling menunjang dalam meningkatkan motivasi yang berdampak pada peningkatkan produktivitas pekerja. Insentif dapat dijadikan suatu struktur ganjaran yang fleksibel, yang diselenggarakan untuk merefleksikan posisi/kekuatan nyata organisasi secara ekonomis. Insentif dapat meningkatkan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja. Insentif berfungsi untuk memudahkan penarikan (rekrutmen) dan mempertahankan pekerja yang potensial.
Universitas Sumatera Utara
5.
Insentif dapat mendidik pekerja secara individual untuk memahami kedudukannya dalam memberikan kontribusi sebagai faktor yang menentukan sukses organisasi.
Dari uraian manfaat diatas dapat di simpulkan bahwa insentif sangat bermanfaat guna memotivasi pegawai agar bisa menghasilkan produktivitas atau kinerja yang tinggi dan juga dapat menjamin agar seluruh pegawai mengerahkan segala usahanya untuk kemajuan perusahaan atau organisasi tanpa niat berpindah ke tempat lain. 2.3.3. Bentuk –Bentuk Pemberian Insentif Untuk lebih mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak organisasi menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem kompensasi yang berlaku bagi pegawai. Berbagai sistem insentif yang dikenal dewasa ini dapat digolongkan menjadi dua (Herman Sofyandi, 2008) yaitu: sistem insentif tingkat individual dan sistem insentif tingkat kelompok. Insentif tingkat individual yaitu: 1. Piece Work Salah satu teknik yang digunakan untuk mendorong para pegawai meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif finansial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar perhitungannya jelas bahwa makin banyak unit produksi yang mereka hasilkan, makin tinggi pula insentif yang diterimanya. 2. Bonus Produksi Insentif dalam bentuk bonus yang diberikan pada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi baru terlampaui. Melampaui tingkat produksi itu dapat dalam salah satu dari tiga bentuk.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu. Artinya, jika pegawai menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, pegawai yang bersangkutan menerima, bonus dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu itu, lebih banyak waktu yang dihasilkan. Ketiga, bonus yang diberikan berdasarkan perhitungan progresif. Artinya, jika seseorang pegawai makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap jasa yang dihasilkannya. 3. Komisi Sistem insentif lain yang ditetapkan adalah pemberian komisi. Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini. Pertama, para pegawai memperoleh gaji pokok, tetapi penghasilannya dapat bertambah dengan bonus yang diterimanya, karena keberhasilan melaksanakan tugas. Kedua, pegawai memperoleh semata-mata berupa komisi. 4. Kurva ”Kematangan” Dalam perusahaan yang mempekerjakan tenaga teknikal dan profesional ilmiah, sering terjadi bahwa para pegawai, terutama yang merupakan “ pekerja otak ”, tidak bergairah untuk menduduki jabatan administrasi atau manajerial. Mereka adakalahnya lebih senang terus menekuni bidang profesinya. Untuk mengatasi hal seperti itu diciptakan apa yang dikenalnya dengan istilah “kurva kematangan” atau “maturity curve”. Dalam praktek penggunaan kurva ini berarti bahwa apabila ada tenaga
Universitas Sumatera Utara
profesional yang karena masa kerjanya dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilkan yang lebih tinggi lagi, dibuat suatu kurva prestasi kerja. Jika kurva tersebut menunjukkan bahwa prestasi kerja mereka lebih besar dan prestasi kerja “normal”, kepada mereka diberikan insentif tertentu. Dengan demikian, meskipun golongan pangkat dan ruang gaji sudah maksimal penghasilan riil mereka masih dapat ditingkatkan, dengan demikian diharapkan prestasi kerja mereka terus meningkat. 5. Insentif Bagi Eksekutif Meningkatkan pentingnya peranan para manajer dalam menjalankan dan mengemudikan roda perusahaan. Sistem insentif bagi para manajer tersebut pada umumnya mendapatkan perhatian serius, baik yang diperuntukkan bagi manajer yang relatif muda maupun bagi para manajer yang lebih senior. Selanjutnya sistem insentif tingkat kelompok mencakup antara lain: insentif produksi, bagi keuntungan, dan pengurangan biaya. Werther dan Davis
dalam
Wibowo (2007) menunjukkan adanya beberapa bentuk dalam pemberian insentif, yaitu sebagai berikut: a. Piecework, merupakan pembayaran diukur menurut banyaknya unit atau satuan barang atau jasa yang dihasilkan. b. Production bonuses, merupakan penghargaan yang diberikan atas prestasi yang melebihi target yang ditetapkan. c. Commissions, merupakan persentase harga jual atau jumlah tetap atas barang yang dijual. d. Maturity curves, merupakan pembayaran berdasarkan kinerja yang di rangking menjadi marginal, below average, good, outstanding e. Merit raises, merupakan pembayaran kenaikan upah diberikan setelah evaluasi kinerja. f. Pay-for-knowledge/ pay=for-skills, merupakan kompensasi karena kemampuan menumbuhkan inovasi
Universitas Sumatera Utara
g. Non monetary incentives, merupakan penghargaan diberikan dalam bentuk plakat, setifikat, liburan dan lain-lain. h. Executive incentives, merupakan insentif yang di berikan kepada eksekutif yang perlu mempertimbangkan keseimbangan jangka pendek dengan kinerja jangka panjang. i. International incentives, diberikan karena penempatan seseorang untuk penempatan diluar negeri. Menurut Sastradipoera (2002) pada dasarnya ada 2 bentuk insentif yang umum diberikan yaitu : 1. Insentif Financial Insentif Financial merupakan insentif yang diberikan kapada pegawai atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemerintah rumah dinas, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya. 2. Insentif Non Financial Insentif non financial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain : a. Pemberian piagam penghargaan. b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi. c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal. d. Promosi jabatan kepada perawat yang baik selama masa tertentu serta dianggap mampu. e. Pemberian tanda jasa/mendali kepada perawat yang telah mencapai masa kerja yang cukup lama dan mempunyai loyalitas yang tinggi. f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya pada mobil atau lainnya). g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja. Menurut Hasibuan (2005) menyatakan bahwa bentuk-bentuk insentif adalah 1. Nonmaterial Insentif Nonmaterial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada perawat berbentuk penghargaan/pengukuhan beerdasarkan prestasinya, dibawah prestasi standard. 2. Sosial Insentif Sosial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya seperti promosi, mengikuti pendidikan, atau naik haji. 3. Material Insentif Material insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang dan
Universitas Sumatera Utara
barang. Material insentif ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan perawat beserta keluarganya. Pemberian insentif sangat dipengaruhi oleh falsafah / kebijakan manajemen organisasi di dalam pemeliharaan sumber daya manusia. Secara psikologis manusia memiliki sifat yang berbeda-beda dalam meneguhkan motivasi kerja. Bagi manusia yang tradisional, hal ini dipengaruhi oleh penyediaan kebutuhan fisik dasar sedangkan bagi manusia yang moderen, insentif merupakan penghargaan atas prestasi lebih yang diberikan organisasi atas prestasi kerjanya. Menurut Gibson (2001) bahwa orang tertarik kepada organisasi yang paling tinggi memenuhi harapan seseorang mengenai bentuk, tujuannya dan nilainya. Nampaknya orang akan memilih organisasi yang menurut pandapatnya akan memberikan hasil atau imbalan paling baik. Perilaku ini kelihatannya masuk di akal karena mampu mendapat imbalan yang dianggap bernilai tinggi akan memberikan kepuasan dan untuk memotivasi mereka mencapai hasil karya dan kinerja yang lebih baik. 2.3.4. Dasar-dasar Pemberian Insentif Untuk mencapai produktivitas/ kinerja yang lebih tinggi, banyak organisasi yang menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para anggota organisasi. Pimpinan suatu organisasi dapat menentukan sistem mana yang akan diterapkan pada organisasi yang dipimpinnya berdasarkan kemampuan ekonomi organisasi tersebut. Menurut Nawawi (2001) menyatakan bahwa agar dasar pemberian insentif dapat diwujudkan ada prinsip-prinsip pokok yang harus diperhatikan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Sistem insentif harus bersifat sederhana, dalam arti diatur secara jelas, dapat dipahami, ringkas, dan sesuai dengan kepentingannya masing-masing 2. Pemberian insentif harus bersifat khusus, dalam arti pekerja mengetahui secara tepat apa yang diharapkan perusahaan dari dirinya dalam bekerja, yang dapat dikatagorikan berhak memperoleh insentif. 3. Dampak pemberian insentif dapat dinilai/diukur, dalam arti jumlah uang yang dikeluarkan untuk insentif dapat dihitung melalui perbandinganya dengan hasil yang dicapai, yang bila menunjukkan peningkatan, dapat diartikan berfungsi sebagai motivasi kerja. 4. Perbaikan dan peningkatan mungkin diwujudkan, dalam arti insentif yang diberikan dapat mendorong pekerja untuk melaksanakan sesuatu secara baik yang memang mungkin dilaksanakan. Pemberian insentif harus dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan dan situasi tertentu yang spesifik. Sistem pemberian insentif pada masingmasing organisasi berbeda, dimana sistem insentif dapat berjalan dengan baik pada satu organisasi, sedangkan pada organisasi yang lain tidak dapat diterapkan. Pimpinan dapat menentukan sistem insentif yang akan diterapkan dalam suatu organisasi yang ia pimpin dengan menerapkan prinsip pokok pemberian insentif yang terdiri dari kesederhanaan, spesifik, dapat dicapai oleh setiap anggota dan dapat diukur.
2.4
Teori Kinerja
2.4.1
Pengertian Kinerja Kinerja adalah suatu bentuk multidimensional yang sangat kompleks, dengan
banyaknya perbedaan dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi, bagaimana dievaluasi dan aspek apa yang dievaluasi. Organisasi harus senantiasa berubah untuk mengembangkan efektivitasnya.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan tersebut ditujukan untuk menemukan atau mengembangkan sumber daya yang ada dan kapabilitas untuk meningkatkan kemampuan menciptakan nilai dan meningkatkan kinerja (Jones dalam Lako; 2004) Wibowo(2007) mengatakan performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Sedarmayanti (2009), kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Rivai (2005) menyatakan bahwa: ” Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan Menurut Soeprihanto (2001), kinerja adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2002), kinerja adalah apa yang dilakukan pegawai, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain: 1. Kuantitas out put 2. Kualitas out put 3. Jangka waktu out put 4. Kehadiran ditempat kerja 5. Sikap koperatif
Universitas Sumatera Utara
Kinerja mempunyai pengertian yang cukup luas dari ilmu pengetahuan, teknologi dan taktik manajemen yaitu suatu filosofi dan sikap mental yang timbul dan motivasi yang kuat dari lingkungan kerja secara terus menerus. Dari pengertian atau teori diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai pada periode tertentu baik itu secara kualitas maupun kuantitasnya harus lebih baik setiap periodenya atau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. 2.4.2 Pengukuran atau Penilaian Kinerja Masalah penilaian kinerja sering kali menjadi masalah yang membingungkan bagi manajer dan supervisor. Di satu sisi, penilaian kinerja merupakan tugas yang paling penting dan dibutuhkan untuk proses evaluasi, namun disisi lain masih banyak manajer yang gagal menerapkannya. Penilaian kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan informasi tentang penetapan kompensasi/ insentif dan kemungkinan promosi serta pelatihan dan pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang efektif dapat mempengaruhi dual hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja. Herman Sofyandi (2008) bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja pegawai. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi pegawai kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Darma (2005), bahwa faktor-faktor tingkat kinerja meliputi: mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karateristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan)
Universitas Sumatera Utara
Dessler dan Gary dalam Sedarmayanti(2009), penilaian kinerja adalah prosedur apa saja yang meliputi: 1. Penetapan standart kinerja 2. Penilaian kinerja aktual perawat dalam hubungan dengan standar 3. Memberi umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi pegawai untuk menghilangkann penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang direncanakan dengan kenyataan. 2.4.3
Tujuan Penilain Kinerja Menurut Wibowo (2007), hal – hal yang penting dari tujuan penilaian kinerja
adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui ketrampilan dan kemampuan pegawai 2. Sebagai
dasar
perencanan
bidang
kepegawaian
khususnya
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat/jabatan 4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan 5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dan bidang kepegawaian, khususnya kinerja pegawai dalam bekerja 6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat memacu perkembangannya.
Universitas Sumatera Utara
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian. 2.4.4
Syarat-Syarat dari Sistem Penilaian Kinerja Dalam pelaksanaan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan kerja
atau prestasi kerja dibutuhkan suatu sistem penilaian yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara sepintas memang dengan mudah dapat menilai suatu pekerjaan, tetapi dalam kondisi apapun sebaiknya disusun dan ditentukan kriteria-kriteria penentunya. Menurut Cascio (1992) syarat-syarat dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut: 1. Relevance, harus ada kesesuaian antara faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian. 2. Acceptability, dapat diterima atau disepakati pegawai 3. Reability, faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur 4. Sensitivity, dapat membedakan kinerja yang baik dan yang buruk 5. Practicality, mudah dipahami dan diterapkan. 2.4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Simanjuntak (2005) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu: 1. Kompetensi Individu Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi
setiap
orang
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
yang
dapat
dikelompokkan dalam dua golongan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a) Kemampuan dan Keterampilan Kerja. Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman kerjanya. b) Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi. 2. Dukungan Organisasi Kinerja setiap orang juga tergantung dari dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja. Pengorganisasian dimaksudkan untuk memberi kejelasan bagi setiap unit kerja dan setiap orang tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut. 3. Dukungan Manajemen Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi seluruh anggota untuk bekerja secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Davis (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan perawat terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya perawat yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini ada hubungan yang positif antara positif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Robbin menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan), mungkin ada saja rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur yang tidak jelas dan lainnya.
2.5
Teori Kedisiplinan
2.5.1. Pengertian Kedisiplinan . Istilah Kedisiplinan berasal dari bahasa latin ”Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Kedisiplinan mempunyai peran yang sangat penting bagi suatu organisasi apalagi jika perusahaan tersebut adalah perusahaan jasa, yang mana ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan dan keramah tamahan merupakan modal utama dalam mensukseskan tujuan atau visi dan misi
Universitas Sumatera Utara
suatu organisasi. Jika disiplin dalam melaksanakan kegiatan tersebut tidak dijalankan besar kemungkinan perusahaan tidak akan maju. Kedisiplinan mempunyai banyak pengertian atau teori yang mendukungnya antara lain adalah : Singodimedjo (2002) mengatakan, kedisiplinan adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi mentaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin pegawai yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan organisasi. Edi Sutrisno (2009) mengatakan kedisiplinan adalah kesadaran para karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, dimana peraturan itu bersifat jelas, mudah dipahami dan adil, yaitu berlaku bagi pimpinan yang tertinggi maupun karyawan yang terendah. Menurut Terry (dalam Tohardi: 2002), kedisiplinan merupakan alat penggerak karyawan. Agar tiap pekerjaan dapat berjalan dengan lancar, maka harus di usahakan agar ada disiplin yang baik. Hasibuan (2000), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dalam arti sempit dan lebih banyak dipakai, kedisiplinan berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk mengkoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara pegawai(Siagian, 2002) Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan menunjukkan kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri pegawai terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan yang telah ada dan dilakukan dengan senang hati dan kesadaran diri. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka pegawai mempunyai disiplin
Universitas Sumatera Utara
kerja
yang
buruk.
Sebaliknya,
bila
tunduk
pada
ketetapan
perusahaan,
menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik 2.5.2. Bentuk-bentuk Kedisiplinan Bentuk kedisiplinan yang baik akan tercermin pada suasana, yaitu: 1. Tingginya rasa kepedulian anggota terhadap pencapaian tujuan organisasi. 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para pegawai dalam melakukan pekerjaan 3. Besarnya rasa tanggung jawab para anggota untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya 4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan pegawai 5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja para anggota. 2.5.3. Tipe-Tipe Kedisiplinan Menurut Handoko (2000) menyatakan bahwa ada 3 tipe kedisiplinan yang diterapkan didalam perusahaan atau organisasi yaitu: 1. Disiplin Preventif Adalah kegiatan disiplin yang dilaksanakan untuk mendorong para pegawai agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Dengan cara ini para pegawai menjaga disiplin diri bukan sematamata karena dipaksa oleh manajemen. 2. Disiplin Korektif Adalah kegiatan yang diambil untuk menghindari pelanggaran terhadap peraturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif
Universitas Sumatera Utara
sering berupa bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary). Sebagai contoh tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing 3. Disiplin Progresif Perusahaan bisa menerapkan suatu kebijakan disiplin progresif yang berarti memberikan hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif memungkinkan manajemen untuk membantu pegawai untuk memperbaiki kesalahan. 2.5.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Asumsinya bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang diperoleh pegawai. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri pribadi. Karena itu, untuk mendapatkan disiplin yang baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula. Menurut Singodimedjo(2000), faktor yang mempengaruhi kedisiplinan pegawai adalah: 1. Besar kecilnya pemberian kompensasi 2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan 3. Ada tidaknya aturan yang pasti yang dapat dijadikan pegangan 4. Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan 6. Ada tidaknya perhatian kepada para pegawai
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Pelaksanaan Kedisiplinan Kerja Kedisiplinan yang paling baik adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal adalah melakukan apa yang menjadi kewibawaannya dan menempati aturan permainan. Suatu waktu orang mengerti apa yang dibutuhkan dari mereka, di mana mereka diharapkan untuk selalu melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien dengan senang hati. Kini banyak orang yang mengetahui bahwa kemungkinan yang terdapat di balik kedisiplinan adalah meningkatkan diri dari kemalasan. Organisasi atau perusahaan yang baik harus berupaya menciptakan peraturan atau tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh pegawai dalam organisasi. Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan kedisiplinan itu antara lain: 1. Peraturan jam masuk, pulang dan istirahat 2. Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan 3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lainnya 4. Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya (Singodimedjo,2000) Kedisiplinan perlu untuk mengatur tindakan kelompok, dimana setiap anggotanya harus mengendalikan dorongan hatinya dan bekerja sama, demi kebaikan bersama. Dengan kata lain mereka harus secara sadar tunduk pada aturan perilaku yang diadakan oleh kepemimpinan organisasi, yang ditujukan pada tujuan yang hendak dicapai.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan kedisiplinan kerja, peraturan dan ketetapan perusahaan hendaknya masuk akal dan bersifat adil bagi seluruh pegawai. Selain itu, hendaknya peraturan tersebut juga dikomunikasikan sehingga para pegawai tahu apa yang menjadi larangan dan apa yang tidak
2.6
Teori Kompetensi
2.6.1. Pengertian Kompetensi Kompetensi mencakup berbagai faktor teknis dan non teknis, kepribadian dan tingkah laku, soft skills dan hard skills, kemudian banyak dipergunakan sebagai aspek yang dinilai banyak perusahaan untuk merekrut pegawai kedalam organisasi. Sedarmayati (2009), mengatakan kompetensi umumnya diartikan sebagai kecakapan, keterampilan, dan kemampuan. Kata dasarnya kompeten, berarti mampu, cakap atau terampil. Pada konteks manajemen
sumber
daya
manusia,
istilah
kompetensi
mengacu
kepada
atribut/karateristik seseorang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaannya. Mc. Clelland dalam Sedarmayanti (2009), kompetensi adalah karateristik mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah apa yang outstanding performance lakukan lebih sering, pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik, dari pada apa yang dilakukan penilai kebijakan. Wibowo (2007), mengatakan kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Boulter,
Dalziel,
dan
Hill
dalam
Edy
Sutrisno
(2009),
mengemukakan kompetensi adalah suatu karateristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Dari teori-teori diatas ditarik kesimpulan bahwa kompetensi adalah suatu karateristik mendasar pada setiap individu yang dihubungkan dengan kriteria yang direferensikan terhadap kinerja yang unggul atau efektif dalam sebuah pekerjaan. Kompetensi merupakan faktor kunci penentu bagi seseorang dalam menghasilkan kinerja yang sangat baik. Dalam situasi kolektif, kompetensi merupakan faktor kunci penentu keberhasilan organisasi 2.6.2. Manfaat Kompetensi Keberhasilan sistem berbasis kompetensi sangat bergantung kepada: 1. Keakuratan pengukuran kompetensi pegawai 2. Keakuratan pendefenisian model kompetensi. Kompetensi terpenting yang diisyaratkan pada tiap jabatan agar seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan sangat baik 3. Validasi model yang digunakan dalam mengukur kesesuaian antara pekerjaan dan calon pemangku jabatan. 2.6.3. Karateristik Kompetensi Menurut Wibowo (2007), terdapat lima tipe karateristik kompetensi, yaitu sebagai berikut: 1. Motif, adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu
Universitas Sumatera Utara
2. Sifat, adalah karateristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi seseorang. 3.
Konsep diri, adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif hampir setiap situasi.
4.
Pengetahuan, adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal dalam pengukuran pengetahuan dan keterampilan
5. Keterampilan, adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikiran analitis dan konseptual 2.6.4. Pengukuran Kompetensi Setelah berhasil membuat model kompetensi, mengidentifikasi kompetensi apa saja yang dibutuhkan pada semua pekerjaan dalam organisasi maupun kompetensi pada pekerjaan tertentu, maka tahap terpenting berikutnya adalah mengidentifikasi dengan akurat tingkat kompetensi yang dimiliki oleh pegawai/ calon pegawai. Hal ini agar dapat mengidentifikasi pegawai yang paling memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan tertentu. Berbagai metode dapat dilakukan untuk mengukur kompetensi antara lain: 1. Behavior Event Interview (BEI) Tekhnik interview ini telah terbukti sebagai teknik yang paling memiliki akurasi tinggi dalam mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip BEI adalah mencari data rinci dari pengalaman masa lalu kandidat tentang:
Apa yang dilakukan kandidat pada situasi tertentu, bukan apa yang mungkin dilakukan
Apa yang dipikirksn dan dirasakan pada situasi tetentu
Hal yang pernah dilakukan merupakan bukti terbaik apakah seseorang memiliki kompetensi atau tidak. Melalui teknik ini, kita tidak sekedar dapat mengidentifikasi bahwa seseorang memilki kompetensi tertentu saja, melainkan dapat menentukan dengan tepat tingkatan/level kompetensi yang dimiliki yang menjadi dasar aplikasi kompetensi pada berbagai aspek pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. 2. Tes Bermacam tes dapat dipakai untuk mengukur kompetensi, misal: worksampel test, mental ability test dan personality test 3. Assesment Center Kandidat dikumpulkan disuatu tempat selama beberapa hari untuk melakukan beberapa kegiatan, dinilai oleh assessor. Beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan adalah in-basket exercise, stress exercise dan wawancara, presentasi mengenai visi, misi, strategi. 4. Biodata Beberapa kompetensi dapat diprediksi berdasarkan pengalaman kerja seseorang, misalnya achievement motive dengan melihat prestasi akademis, team leadership dari kegiatan organisasi yang dipimpinnya atau relationship building dari kegiatan sosial yang diikutinya.
Universitas Sumatera Utara
5. Rating Rating dapat dilakukan oleh pimpinan, rekan kerja, bawahan, pelanggan atau spesialis. 2.6.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat dipengaruhi. Michael Zwell dalam Wibowo (2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang yaitu : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keyakinan dan Nilai-nilai Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu Ketrampilan Keterampilan memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Pengembangan kompetensi secara spesifik berkaitan dengan kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi dan kompetensi individual. Pengalaman Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasi orang. Pengalaman merupakam elemen kompetensi yang perlu, tetapi untuk menjadi ahli tidak cukup dengan pengalaman Karateristik Kepribadian Kepribadian termasuk faktor yang diantaranya sulit dirubah dengan mudah. Tidaklah bijaksana untuk mengharapkan orang memperbaiki kompetensi dengan mengubah kepribadiannya Motivasi Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat dirubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan bawahan, memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seseorang. Isu Emosional Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai cenderung membatasi motivasi dan inisiatif Kemampuan intelektual Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Salah satu faktor seperti pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi Budaya Organisasi Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan antara lain:praktek rekrutmen, sistem penghargaan, pengambilan keputusan, filosofi organisasi, komitmen dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Berpikir Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi (Amstrong dalam Wibowo 2007). Peningkatan tujuan organisasi berarti menunjukkan hasil kerja /kinerja/ performa organisasi. Menurut Ilyas (2001), kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kualitas maupun kuantitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja seseorang maupun kelompok. Menurut Rivai (2005), budaya organisasi adalah kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk pegawai dan mengarahkan tindakan setiap pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Scott (2003) menyatakan bahwa insentif merupakan suatu pendorong, dimana dalam pengunaanya berlaku untuk semua jenis pendorong baik material maupun non material yang dapat mendorong orang untuk melakukan tindakan pencapain tujuan. Budaya organisasi dan insentif dianggap mampu mempengaruhi sikap, perilaku dan hubungan kerja sama antar perawat sehingga mempengaruhi hasil kerja perawat dimasa datang. Budaya menyampaikan kepada anggotanya bagaimana pekerjaan dilakukan dan apa saja yang bernilai penting. Robbin (2006) menyatakan: dilihat dari sisi kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota organisasi. Suatu budaya yang kuat berarti mampu mempengaruhi intensitas perilaku. Budaya yang kuat ditandai oleh nilai-nilai organisasi yang dipegang kukuh dan disepakati secara luas.
Universitas Sumatera Utara
Memberdayakan budaya organisasi yang kuat sangat penting dilakukan, ini mengandung pengertian perlu dilakukan perubahan paradigma dan keadaan, dari keadaan sekarang menjadi keadaan yang diharapkan oleh organisasi dimasa datang yaitu kinerja yang lebih baik. Hal-hal yang semula negatif menjadi positif. Dalam hal insentif Prawirosentono (2000) menyatakan kinerja pegawai akan baik jika pegawai mempunyai keahlian, kesediaan untuk bekerja , adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan pada masa datang. Singodimedjo (2002) mengatakan, kedisiplinan adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi mentaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin pegawai yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Wibowo (2007), mengatakan kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut Kedisiplinan dan kompetensi dianggap mempunyai pengaruh terhadap budaya organisasi yang kemudian berujung pada penciptaan kinerja yang lebih baik. Hal ini dapat diketahui bahwa setiap anggota organisasi yang mempunyai kompetensi dan disiplin yang baik yang sesuai dengan budaya organisasi akan sangat berguna atau bermanfaat bagi anggota itu sendiri maupun organisasinya. Bagi setiap anggota, hal ini memudahkan anggota ketika akan memasuki dunia kerjanya, menambah percaya diri, proses pengambilan keputusan, kerjasama antar tim dan lingkungan disekitarnya dan sebagainya. Bagi organisasinya sendiri, ini akan mempermudah
organisasi
untuk
menilai
kinerja
dari
tiap
anggotanya,
Universitas Sumatera Utara
mempromosikan anggotanya serta mengembangkan anggotanya sesuai dengan budaya organisasi yang dianut. Suatu organisasi yang mempunyai sumber daya manusia yang berkompetensi dan disiplin yang baik akan memudahkan organisasi dalam proses pencapaian tujuan. Setiap anggotanya mengetahui tentang hak dan kewajibanya tanpa paksaan. Kompetensi sangat diperlukan dalam proses sumber daya manusia. Semakin banyak kompetensi dipertimbangkan dalam proses sumber daya manusia, akan semakin meningkatkan budaya organisasi Seperti yang dikatakan oleh (Boulter, Dalziel dan Hill dalam Edy Sutrisno, 2009),
kompetensi
adalah
suatu
karateristik
dasar
dari
seseorang
yang
memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaanya, peran atau situasi tertentu. Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas maka kerangka berpikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar II.2 berikut:
Budaya Oganisasi b a Kedisiplinan
Kompetensi
Kinerja
Insentif Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama dan Kedua
Universitas Sumatera Utara
2.8. Hipotesis Penelitian Dari kerangka berfikir diatas, dapat diketahui bahwa: 1.
Budaya organisasi dan insentif berpengaruh terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan
2.
Kedisiplinan dan kompetensi berpengaruh terhadap budaya organisasi perawat Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan
Universitas Sumatera Utara