BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kanker Payudara
2.1.1 Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara disebut juga Carsinoma Mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara (Wiknjosastro, 2007).
Tumor ini dapat
tumbuh dalam kelenjar payudara, saluran payudara, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Kanker ini tidak tumbuh dengan cepat namun berbahaya. Sampai saat ini perjalanan penyakit kanker payudara masih belum diketahui secara pasti, upaya deteksi dini yang dilakukan hanya bertujuan untuk menemukan panderita kanker pada stadium yang masih rendah sehingga kemungkinan untuk dapat disembuhkan tinggi.
2.1.2 Faktor Resiko Kanker Payudara Penyakit kanker payudara adalah penyakit kanker yang paling umum menyerang kaum wanita, meski demikian pria pun memiliki kemungkinan mengalami penyakit ini dengan perbandingan 1 diantara 1000. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kanker ini terjadi, namun banyak penelitian
menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan
peningkatan resiko kanker payudara. Seorang wanita yang mempunyai faktor resiko bukan berarti wanita tersebut pasti akan menderita kanker payudara, tetapi faktor resiko tersebut akan meningkatkan kemungkinannya untuk terkena kanker
6
7
payudara. Faktor resiko utama menurut Kementrian Kesehatan RI (2010) adalah berhubungan dengan keadaan hormonal (estrogen dominan) dan genetik. National Cancer Institut (2009) dan American Cancer Society (2008) menyebutkan faktor resiko kanker payudara antara lain: a.
Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terpajan oleh hormon
estrogen dan progesteron
dibandingkan pria sehingga wanita seratus kali lebih beresiko terkena kanker payudara. b.
Usia
Resiko terkena kanker payudara akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Usia rata-rata wanita yang didiagnosis kanker payudara adalah awal 60-an. Resiko meningkat secara eksponensial setelah usia 30, tetapi pada wanita usia 80an, peluang terkena kanker payudara 1 banding 24. Ini artinya, seiring pertambahan usia, wanita perlu waspada memperhatikan tanda-tanda perubahan pada payudara mereka. c.
Riwayat Kesehatan Perorangan
Resiko terkena kanker payudara pada wanita yang sudah pernah terkena pada salah satu payudaranya adalah berpeluang 3 sampai 4 kali lebih besar pada payudara sisi yang sama maupun yang lain. d.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Resiko terjadinya kanker payudara meningkat bila terdapat anggota keluarga seperti ibu, bapak atau kakak perempuan yang pernah mengidap kanker payudara.
8
Resiko akan lebih tinggi bila terdapat keluarga yang mengidap kanker payudara pada umur kurang dari 50 tahun. e.
Genetik
Gen yang dikenali mempunyai kecendrungan untuk terjadinya kanker payudara yaitu gen BRCA1 dan BRCA2. f.
Riwayat Terapi Radiasi pada Daerah Dada
Seorang wanita yang pernah mendapatkan terapi radiasi pada daerah dada di masa remaja atau anak-anak akan meningkatkan resiko untuk terkena kanker payudara. Semakin muda umur wanita tersebut terpapar radiasi, semakin tinggi resiko untuk terkena kanker payudara. g.
Riwayat Reproduksi dan Menstruasi
Semakin tua umur seorang wanita saat memiliki anak pertama, maka semakin tinggi resiko untuk terkena kanker payudara. Seorang wanita yang tidak pernah memiliki anak akan meningkatkan resiko terkena kanker payudara. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda (kurang dari 12 tahun), akan lebih beresiko terkena kanker payudara. Wanita yang mengalami menopause pada usia relatif tua (lebih dari 50 tahun), akan lebih beresiko terkena kanker payudara. Wanita yang menkomsumsi terapi hormonal setelah menopause selama bertahuntahun akan beresiko terkena kanker payudara. h.
Mengkonsumsi Alkohol
Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak wanita mengkonsumsi alkohol, semakin tinggi resiko terkena kanker payudara.
9
i.
Obesitas
Kegemukan dapat meningkatkan resiko untuk terkena kanker payudara, terutama wanita yang telah menopause.
2.1.3 Gejala Kanker Payudara Kanker payudara yang baru saja terbentuk biasanya tidak menimbulkan gejala. Namun seiring dengan pertumbuhan tumor maka tampilan dan tekstur payudara pun akan berubah. Menurut Berek & Novak (2007), gejala yang biasa muncul antar lain: a.
Adanya benjolan pada payudara yang tidak dapat digerakkan dari dasar atau jaringan sekitar, pada awalnya tidak terasa sakit sehingga kurang mendapat perhatian dari penderita
b.
Adanya rasa sakit atau nyeri pada payudara
c.
Semakin lama benjolan tumbuh semakin besar. Benjolan seperti bunga kubis dan mudah berdarah
d.
Payudara mengalami perubahan bentuk dan ukuran karena mulai timbul pembengkakan
e.
Timbul luka pada payudara dan lama tidak sembuh meskipun sudah diobati, serta puting susu seperti koreng atau eksim dan tertarik ke dalam
f.
Kulit payudara berkerut seperti kulit jeruk (Peau d’Orange)
g.
Terkadang keluar cairan, darah merah kehitaman atau nanah dari puting susu, atau keluar air susu pada wanita yang tidak sedang hamil atau menyusui.
10
2.1.4 Stadium Kanker Payudara Stadum kanker menurut Winkjosastro (2007), antara lain: a.
Stadium 0 Stadium 0 adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menjelaskan adanya sel yang abnormal, dimana sel tersebut bukanlah kanker invasif. Pada stadium ini terapi yang dapat dipilih antara lain lumpectomy dengan radiasi atau mastektomi sederhana.
b.
Stadium 1 Stadium 1 merupakan stadium awal pada kanker payudara infasif dimana sel kanker telah menyerang jaringan payudara di sekitar tempat kanker tersebut berawal tetapi belum menyebar ke organ lain atau kelenjar getah bening. Ukuran tumor tidak lebih dari 2 cm. Pada stadium ini, mastektomi parsial disertai radiasi dapat dilakukan untuk penatalaksanaan lanjutan.
c.
Stadium 2 Ukuran tumor pada stadium 2 antara 2-5 cm dan tidak terdapat penyebaran di organ lain maupun kelenjar getah bening. Pada stadium ini terapi radiasi disarankan sebelum dan sesudah pembedahan, selain itu terapi dengan menggunakan hormon dan kemoterapi (terapi adjuvan sistemik) juga dapat dilakukan.
d.
Stadium 3 (A, B dan C) Ukuran tumor pada stadium ini 2 cm atau lebih dengan anak sebar di kelenjar ketiak, intra dan supraklavikular, infiltrasi ke fasia pectoralis.
11
Pada stadium ini akan dilakukan kemoterapi atau radiasi untuk memperkecil ukuran tumor, setelah itu baru dilakukan mastektomi. e.
Stadium 4 Kanker payudara pada stadium ini sudah metastase ke bagian yang jauh, contohnya ke tengkorak, tulang punggung, paru-paru dan hati. Pada stadium ini, terapi sistemik merupakan terapi yang utama. Kemoterapi dan terapi hormon dapat memperkecil tumor, memperbaiki gejala dan membantu pasien hidup lebih lama.
2.1.5 Penatalaksanaan dan Pengobatan Penanganan dan pengobatan kanker payudara tergantung dari tipe dan stadium yang dialami penderita. Umumnya seseorang baru diketahui menderita kanker payudara setelah stadium lanjut, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan sehingga terlambat untuk diperiksakan ke dokter. Ada beberapa cara penanganan kanker payudara, antara lain: a.
Pembedahan
Pada kanker payudara yang diketahui sejak dini maka pembedahan adalah tindakan yang tepat. Secara garis besar, ada tiga tindakan pembedahan pada kanker payudara: 1) Radikal Mastektomi, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara (lumpectomy). Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dn letaknya di pinggir payudara
12
2) Total Mastektomi, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja tanpa kelenjar di ketiak 3) Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga serta benjolan di sekitar ketiak. b.
Terapi Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar berkekuatan tinggi untuk membunuh sel kanker yang hanya berpengaruh pada bagian tubuh yang terkena sinar saja. Terapi radiasi dapat digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel kanker yang masih tersisa pada area operasi tersebut. c.
Terapi Hormon
Terapi hormon juga disebut pengobatan anti hormon. Jika hasil laboratorium menunjukkan bahwa tumor di payudara tersebut memiliki reseptor hormon, maka terapi ini dapat dijadikan pilihan pengobatan. d.
Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler.
2.2
Kecemasan
2.2.1 Pengertian dan Penyebab Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang menegangkan serta tidak diinginkan ( Potter & Perry, 2005).
13
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan penyebab dari gangguan kecemasan. Antara lain teori psikodinamik, faktor-faktor sosial dan lingkungan, faktor-faktor kognitif dan emosional serta faktor biologis ( Baradero, 2007). Kecemasan pada pasien sebagai individu dapat dicetuskan oleh adanya ancaman. Faktor-faktor presipitasi yang dapat menyebabkan terjadinya masalah kecemasan dapat berupa ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri dan harga diri ( Hawari, 2001). Menurut Potter & Perry (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan yaitu : a)
Faktor Internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi kecemasan antara lain : potensi stressor, maturitas, tingkat pengetahuan, status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, usia dan jenis kelamin. b)
Faktor Eksternal
Yang termasuk faktor eksternal antara lain dukungan sosial yang dapat berupa dukungan keluarga dan orang lain.
2.2.2 Tingkat Kecemasan Ada empat tingkat kecemasan menurut Peplau (1952) dalam Potter & Perry (2005), yaitu: ringan, sedang, berat dan panik. a) Kecemasan ringan Kecemasan normal yang memotivasi individu dari hari ke hari sehingga dapat meningkatkan kesadaran individu serta mempertajam perasaannya. Kecemasan tahap ini dipandang penting dan konstruktif.
14
b) Kecemasan sedang Pada tahap ini lapangan persepsi individu menyempit, seluruh indera dipusatkan pada penyebab kecemasan sehingga perhatian terhadap rangsangan lain berkurang. c) Kecemasan berat Lapangan persepsi menyempit, fokus pada hal-hal kecil sehingga individu tidak mampu memecahkan masalahnya dan terjadi gangguan fungsional. d) Panik Merupakan
bentuk
ansietas
yang
ekstrem,
terjadi
disorganisasi
dan
membahayakan diri. Individu tidak dapat bertindak, agitasi atau hiperaktif.
2.2.3 Gejala Klinis Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain khawatir, firasat buruk, takut pada perkiraannya sendiri, mudah tersinggung dan kadang individu merasa tegang dan gelisah. Gejala yang lain yaitu, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, serta keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, perkemihan dan sakit kepala ( Hawari, 2001).
15
2.2.4 Instrumen Tingkat Kecemasan Nursalam (2013) menyebutkan bahwa tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Zung Self – Rating Anxiety Scale ( SAS/ SRAS) dan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Selain itu, tingkat kecemasan juga dapat diukur dengan menggunakan DASS 42. SRAS adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh William WK Zung, yang dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam DSM-II (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder). Terdiri dari 20 pertanyaan, lima pertanyaan positif dan 15 pertanyaan negatif. Sedangkan HARS
merupakan instrumen yang dikembangkan oleh
Hamilton dengan 14 pertanyaan. DASS adalah instrumen yang mengukur tingkat kecemasan dan depresi, dimana terdapat 42 aspek yang dinilai. Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan SRAS sebagai intrumen penelitiannya karena pertanyaannya lebih mudah dipahami dan cara interpretasinya jelas sehingga diharapkan dapat memberikan penilaian yang tepat terhadap kondisi pasien.
2.2.5 Kecemasan pada Pasien Kanker Baradero (2007) kanker merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Perubahan citra tubuh yang dialami pasien merupakan pukulan terberat bagi pasien. Setiap tindakan pada pasien dapat menimbulkan berbagai masalah baik fisiologis, psikologis, maupun sosial. Informasi dan tingakt pengetahuan yang kurang menjadi penyebab timbulnya kecemasan pada pasien kanker. Osborn et al ( 2008) dalam penelitian Tasripiyah ( 2012) menyatakan bahwa dampak psikologis dari penyakit kanker payudara adalah ketakutan akan kematian, cemas, depresi, gangguan pada body image dan seksualitas.
16
2.3
Pendidikan Kesehatan
2.3.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan
terhadap
kebiasaan,
sikap
dan
pengetahuan
yang
ada
hubungannya dengan kesehatan perorangan, masyarakat dan bangsa (Potter & Perry, 2005). Menurut Hudak dan Gallo (2011) pendidikan adalah suatu kegiatan, yang dimulai oleh satu orang atau lebih, yang dirancang untuk mempengaruhi perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap individu, kelompok atau komunitas. Tiga ranah perilaku manusia atau pembelajaran yang perlu dipertimbangkan saat menyusun sebuah rencana pendidikan adalah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Pengetahuan tentang ketiga ranah ini akan membantu dalam pemilihan metode yang sesuai.
2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan kesehatan antara lain: a.
Agar orang mampu menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri
b.
Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka dan dukungan dari luar
c.
Menentukan kegiatan yang paling tepat guna meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
2.3.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan Menurut Rakhmat (2011) sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia antara lain: a.
Masyarakat umum yang berorientasi pada masyarakat pedesaan
17
b.
Masyarakat dalam kelompok tertentu seperti wanita, remaja, termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga pendidikan
c.
Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu.
2.3.4 Proses Pendidikan Kesehatan Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan suatu proses dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan promosi, yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping faktor masukannya sendiri juga faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan tertentu harus menggunakan cara tertentu dengan meteri dan alat bantu yang disesuaikan.
18
Bagan proses pendidikan kesehatan dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini. Perangkat lunak Kurikulum, metode, staf pengajar
Proses pendidikan
Masukan
Keluaran
Perangkat keras media, ruang dan gedung
Gambar 1.
Bagan Proses Pendidikan Kesehatan.
2.3.5 Metode Pendidikan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2010), metode pendidikan kesehatan antara lain: a.
Metode Individual
Dalam pendidikan kesehatan, metode yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah tertarik kepada suatu perubahan perilaku. Bentuk pendekatan ini antara lain: bimbingan dan penyuluhan dan interview. b.
Kelompok Kecil
Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Efektifitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan. Untuk kelompok besar, metode
19
yang baik yaitu ceramah dan seminar. Sedangkan untuk kelompok kecil dengan anggota kurang dari 15 orang dapat menggunakan metode diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, simulasi dan role play. c.
Metode Massa
Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya publik. Contoh metode pendidikan secara massa antara lain: ceramah umum, diskusi melalui media elektronik dan simulasi.
2.3.6 Media Pendidikan Kesehatan a.
Pengertian Media
Media pendidikan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010). b.
Tujuan Penggunaan Media
Tujuan penggunaan media sumber belajar dalam proses belajar mengajar adalah untuk memudahkan sasaran memperoleh pengetahuan dan keterampilan, karena dalam proses belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti cukup penting, sebab ketidakjelasan bahan yang akan disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara (Mubarak, 2007).
20
c.
Media sebagai Alat Bantu
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pelajaran. Hal ini ditandai dengan keyakinan bahwa proses belajarmengajar dengan bantuan media mempertinggi sasaran dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dibanding tanpa bantuan media (Mubarak, 2007). d.
Penggolongan Media Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) penggolongan media pendidikan kesehatan ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain:
berdasarkan bentuk umum
penggunaannya dan berdasarkan cara produksinya. Berdasarkan bentuk umum dapat dibedakan menjadi bahan bacaan
yang berupa buku, modul, folder,
majalah, bulletin, dan bahan peragaan yang terdiri dari poster tunggal, poster teri, flipchart, transparan, slide dan film. Berdasarkan cara produksinya, media pendidikan dibedakan menjadi media cetak, media elektronika dan media luar ruang.
2.3.7 Pendidikan Kesehatan dengan Booklet Booklet merupakan media pendidikan kesehatan yang berbentuk cetakan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, booklet digunakan sebagai media di dalam menyampaikan informasi tentang kanker payudara. Buku ini menjelaskan tentang pengertian, penyebab, perjalanan penyakit, pemeriksaan dan pengobatan terhadap kanker payudara. Selain itu buku ini juga mengulas tentang respon psikologis serta cara-cara yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasinya.
21
Buku ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien terhadap penyakit kanker payudara. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2010)
pengetahuan
merupakan salah satu ranah perilaku sedangkan menurut teori Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus. Berdasarkan kedua teori ini, pengetahuan yang dimiliki oleh pasien kanker payudara melalui booklet, diharapkan menimbulkan respon yang positif terutama untuk mengatasi tingkat kecemasan pasien kanker payudara.
2.3.8
Kelebihan dan Kekurangan Booklet
Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), booklet mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: a.
Booklet menggunakan media cetak sehingga biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah dan awet
b.
Mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan
c.
Proses penyampaiannya juga bisa disesuaikan
d.
Lebih terperinci dan jelas, karena lebih banyak mengulas tentang pesan yang disampaikan
e.
Dapat dipelajari setiap saat, karena disain berbentuk buku dan bisa dibawa kemana-mana
f.
Klien dapat belajar mandiri
g.
Pengguna dapat melihat isinya pada saat santai
h.
Informasi dapat dibagi dengan keluarga dan teman
i.
Mengurangi kebutuhan mencatat.
22
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010) booklet memiliki beberapa kelemahan, antara lain: a.
Media ini tidak dapat memberi efek suara dan efek gerak
b.
Mudah terlipat
c.
Penyampaiannya tidak langsung, sehingga umpan baliknya tertunda.
2.3.9
Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Kecemasan
Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan salah satu kegiatan promosi kesehatan dalam pemberian informasi atau pesan kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan terjadinya perilaku sehat. Simanullang (2012) dalam penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan ibu tentang SADARI mengatakan bahwa pendidikan kesehatan efektif sehingga ada peningkatan pengetahuan dan sikap ibu tentang SADARI. Kegiatan mendidik dapat memberi pengetahuan, informasi dan kemampuan-kemampuan baru sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku hidup yang seharusnya (Notoatmodjo, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2012) tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap efek kemoterapi pada anak, mengatakan bahwa tingkat pendidikan dan informasi sebelumnya mempunyai hubungan yang kuat dengan tingkat pengetahuan dan sikap.
Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi
tingkat
kecemasan
(Notoatmodjo,
2010).
Peningkatan
pengetahuan melalui pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi
23
keperawatan yang sangat penting dilakukan ( Potter & Perry, 2005). Pada pasien kanker khususnya, pemberian informasi yang jelas akan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan akan penyakitnya, sehingga akan mengurangi tingkat kecemasan.