BAB II TINJAUAN TEORI 1.1. Konsep Kanker Payudara 1.1.1.
Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara adalah pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara. Pada kanker payudara, sel tubuh berkembang, berubah, dan menduplikasi diri di luar kendali. Istilah kanker payudara merujuk pada tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam payudara. The American Cancer Society (2008) memperkirakan setiap tahunnya diperkirakan 178.000 wanita Amerika akan didiagnosis terkena kanker payudara (Chyntia, 2009). Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hyperplasia sel dengan perkembangan sel-sel yang atipikal. Sel-sel ini kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma (Price & Wilson, 2005).
1.1.2.
Faktor Penyebab Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kanker ini terjadi, namun beberapa faktor kemungkinannya adalah usia dan genetik.
Selain
itu,
penyebab
lainnya
seperti
pemakaian obat-obatan, tidak menikah, menikah tapi tidak punya anak, tidak menyusui, melahirkan anak pertama pada usia 35 tahun ke atas, dan stress (Chyntia, 2009). Selain faktor di atas, terdapat beberapa faktor penyebab kanker
payudara,
diantaranya lokasi
geografis, ras, status ekonomi, paritas, riwayat menstruasi, riwayat keluarga, terpajan radiasi, serta penyakit payudara lain (Price & Wilson, 2005). 1.1.3.
Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala dari kanker payudara adalah jika ada benjolan pada payudara, bahkan menyebabkan payudara membesar. Benjolan ini umumnya tidak menimbulkan rasa sakit, mulai dari ukuran kecil yang kemudian menjadi besar dan teraba seperti melekat pada kulit. Saat benjolan mulai membesar, barulah menimbulkan rasa nyeri
saat ditekan. Selain itu, terjadi perubahan pada kulit payudara (seperti kulit jeruk). Tanda dan Gejala yang lain adalah puting susu yang mengkerut kedalam disertai keluar cairan kental pada payudara, namun bukan air susu (Chyntia, 2009). 1.1.4.
Jenis Kanker Payudara Menurut Chyntia (2009), kanker payudara berdasarkan sifatnya terbagi menjadi 2, yaitu kanker payudara invasif dan kanker payudara non-invasif. 1. Kanker Payudara Invasif Sel kanker merusak saluran dan dinding kelenjar susu serta menyerang lemak dan jaringan konektif payudara di sekitarnya. Kanker dapat bersifat invasif (menyerang) tanpa selalu menyebar (metastatic) ke simpul limfe atau organ lain dalam tubuh. 2. Kanker Payudara Non-Invasif Sel kanker terkunci dalam saluran susu dan tidak menyerang lemak dan jaringan konektif payudara di sekitarnya. Ductal Carcinoma In situ (DCIS), merupakan bentuk kanker payudara noninvasif yang paling umum terjadi (90%). Lobula Carcinoma in situ (LCIS) meski lebih jarang,
justru perlu lebih diwaspadai karena merupakan tanda meningkatnya resiko kanker payudara. 1.1.5.
Patofisiologi Keganasan bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal
ini
membentuk
klon
dan
mulai
berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal pengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada
jaringan
sekitarnya.
Sel-sel
tersebut
mengilfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain di
dalam
(penyebaran
tubuh
untuk
kanker)
membentuk
pada
(Brunner & Suddarth, 2001).
bagian
metastase tubuh
lain
Pathway Faktor predisposisi dan resiko tinggi Hiper plasia pada sel mammae
Mendesak jaringan sekitar Mensuplai nutrisi ke jaringan ca
Mendesak pembuluh darahdarah
Mendesak Sel syaraf Interupsi sel saraf sel
Menekan jaringan nyeri Hipermetabolis ke pada mammae jaringan Suplai nutrisi jaringan lain
Peningkatan konsistensi mammae
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Mammae membengkak Massa tumor mendesak ke jaringan luar
Necrose jaringan Bakteri Patogen
Mammae asimetrik Infeksi Gg body image
Perfusi jaringan terganggu Infiltrasi pleura parietale
hipoksia
Ukuran mammae abnormal
Berat badan turun
Kurang pengetahuan
Ulkus Gg integritas kulit/ jaringan
Expansi paru menurun Gg pola nafas
Sumber : Price & Wilson (2005)
Aliran darah terhambat
Cemas
1.1.6.
Stadium Kanker Payudara Kanker
payudara
juga
memiliki
stadium,
stadium kanker payudara menurut AJCC (American Joint Committee On Cancer) 1992 yaitu dari I sampai IV. Stadium I jika kanker masih berbentuk tumor dan belum bermetastasis. Stadium II bermetastasis pada aksila. Stadium III terbagi atas IIIa dan IIIb. IIIa jika metastasis
ke
aksila
melekat,
sedangkan
IIIb
metastasis ke subklavikula. Yang paling akhir dari stadium kanker ini adalah Stadium IV, yaitu kanker telah mengadakan metastasis jauh (Mansjoer, 2001) 1.1.7.
Penanganan Kanker Payudara Penanganan kanker payudara menurut Price & Wilson (2005) dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pembedahan dan non-pembedahan. 1. Pembedahan terdiri dari : mastektomi parsial, mastektomi total dengan diseksi aksila rendah, mastektomi radikal yang dimodifikasi, mastektomi radikal, serta mastektomi radikal yang diperluas. 2. Non-Pembedahan
terdiri
dari
:
penyinaran,
kemoterapi, serta terapi hormon dan endokrin.
Gambar 2.1 : sebelum dan setelah mastektomi Sumber: http://www.google.co.id/imgres?q=mastektomi 1.2. Konsep Mastektomi 1.2.1.
Pengertian Mastektomi Mastektomi merupakan pengangkatan seluruh atau sebagian dari payudara lewat pembedahan (Miller, 2008). Mastektomi merupakan tindakan eksisi pada payudara (Brunner & Suddarth, 2001). Mastektomi dapat
dilakukan
dengan
mastektomi
parsial
(lumpektomi) hingga mastektomi radikal yang luas (Price & Wilson, 2005).
1.2.2.
Jenis Mastektomi Menurut Price & Wilson (2005), mastektomi dapat
dilakukan
dengan
mastektomi
parsial
(lumpektomi) hingga mastektomi radikal yang luas. 1. Mastektomi
Parsial
:
Mulai
dari
tilektomi
(lumpektomi) sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang
terkena)
sampai
(pengangkatan
kuadran
seperempat
tektomi
payudara);
pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari
kelenjar
getah
bening
aksila
untuk
penentuan stadium. 2. Mastektomi Total Dengan Diseksi Aksila Rendah : Eksisi seluruh payudara, semua kelenjar getah bening di lateral otot pektoralis minor. 3. Mastektomi Radikal Yang Dimodifikasi : Eksisi seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksila. 4. Mastektomi Radikal : Eksisi seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor di bawahnya; seluruh isi aksila.
5. Mastektomi Radikal Yang Diperluas : Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar getah bening mamaria interna. Sedangkan menurut Chyntia (2009), secara garis besar ada 3 tindakan pembedahan kanker payudara, yaitu : 1. Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara (lumpectomy). Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara. 2. Total mastectomy, yaitu operasi pengangkatan payudara seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak. 3. Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan
seluruh
payudara,
jaringan
payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.
Gambar 2.2 : Jenis Mastektom Sumber: http://www.google.co.id/imgres?q=mastektomi 1.2.3.
Indikasi Mastektomi Mansjoer
(2001)
mengatakan
mastektomi
diindikasikan pada pasien dengan stadium kanker I,II, serta IIIa. 1. Pada stadium I dan II, dilakukan mastektomi radikal atau modifikasi mastektomi radikal. Dapat pula dilakukan mastektomi simpleks yang harus diikuti radiasi tumor dan kelenjar getah bening. 2. Pada stadium IIIa dilakukan mastektomi radikal ditambah kemoterapi ajuvan, atau mastektomi simplek ditambah radioterapi pada tumor dan kelenjar getah bening. 1.2.4.
Pertimbangan Keperawatan Pasien yang akan menjalani mastektomi memerlukan umum,
asuhan
seiring
keperawatan
dengan
perioperatif
perawatan
khusus
berhubungan dengan kerusakan organ. Pasien yang mengalami mastektomi seringkali cemas tentang prosedur pembedahan serta perubahan dalam fungsi normal tubuh. Perawat memberikan edukasi dan dukungan emosional dengan mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga, serta menggali bersama mereka tentang ketakutan-ketakutan dan mekanisme koping mereka.
Setelah pembedahan, perawat
mengkaji respon pasien terhadap pembedahan dan memantau komplikasi yang mungkin seperti infeksi, perdarahan, serta disfungsi organ (Brunner & Suddarth, 2001). 1.3. Konsep Harga Diri 1.3.1.
Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan suatu evaluasi dimana seseorang membuat atau mempertahankan diri. Harga
diri
merupakan
bagaimana
seseorang
menghormati dirinya sendiri dan individu tersebut menilai bahwa dirinya memiliki kemampuan dan keberartian. Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri seseorang dengan ideal diri. Seseorang yang konsep dirinya hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri
yang tinggi, sementara seseorang yang konsep dirinya memiliki variasi luas dari ideal dirinya mempunyai harga diri yang rendah (Potter & Perry, 2005). Menurut Yustinus (2006), harga diri muncul saat seseorang dalam masa perkembangan. Harga diri menyangkut perasaan bangga pada diri. Harga tentang
nilai
diri
merupakan
penilaian
individu
personal yang
diperoleh
dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart, 2006). 1.3.2.
Stresor Harga Diri Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kondisi sekitarnya, meskipun inti dasar dari perasaan positif dan negatif dipertahankan. Banyak stressor yang mempengaruhi harga diri, sebagai contoh stressor yang mempengaruhi harga diri pada orang dewasa adalah mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan
dan kegagalan dalam berhubungan. Selain itu, tindakan seperti pembedahan dapat menurunkan perasaan nilai diri (Potter & Perry, 2005) 1.3.3.
Perilaku yang Berhubungan dengan Harga Diri Rendah Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah menurut Murwanti (2008), yaitu : a.
Mengkritik diri sendiri dan orang lain
b.
Produktivitas menurun
c.
Destruktif (merusak) yang diarahkan pada orang lain
d.
Gangguan dalam berhubungan
e.
Percaya diri yang berlebih
f.
Perasaan tidak mampu
g.
Rasa bersalah
h.
Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
i.
Perasaan negatif dengan tubuhnya sendiri
j.
Ketegangan peran yang dirasakan
k.
Pandangan hidup yang pesimis
l.
Keluhan fisik
m. Pandangan hidup yang bertentangan n.
Penolakan terhadap kemampuan personal
o.
Destruktif terhadap diri sendiri
1.3.4.
p.
Pengurangan diri
q.
Menarik diri secara sosial
r.
Menarik diri dari realitas
Gambaran Harga Diri pasien Post Mastektomi Setelah melakukan mastektomi, pasien akan mengalami masalah dalam psikologisnya yang mana pasien akan mengalami penurunan kepercayaan diri, gambaran tubuh (body image), dan aktivitas fisik (Jae Eun Paek et al, 2004). Pada pasien mastektomi akan terjadi perubahan harga diri akibat perubahan penampilan fisik yang disebabkan oleh kehilangan anggota tubuh. Mastektomi mengubah bentuk tubuh wanita yang utuh, simbol seksual dan dimensi dari feminimitas keibuan (Piot-Ziegler et al, 2010). Menurut Fobair, et al (2006) pasien yang melakukan mastektomi mengalami masalah dalam citra tubuh mereka, diantaranya adalah hilangnya perasaan feminim dan merasa dirinya tersingkir. Hasil survey yang dilakukan di Rumah Sakit Imam Khomeini and Imam
Hussein
di
Tehran,
mastektomi
dapat
berdampak pada penurunan harga diri (Esmaili et al, 2010).
Gambaran wanita terhadap penyakit akut atau yang
diduga
akut
mencakup
ketakutan
akan
perubahan bentuk tubuh, ketakutan akan daya tarik seksual, dan ketakutan akan kematian. Ketakutan ini yang
menyebabkan
memeriksakan
wanita
penyakitnya.
menunda Secara
untuk
psikologis,
kehilangan payudara dapat mengakibatkan citra tubuh dan konsep diri atau harga diri menurun (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut Brunner & Suddarth (2001), pasien dalam memasuki masa perawatan kesehatan disertai dengan depersonalisasi yang dapat mengancam harga diri dan citra tubuh. 1.3.5.
Upaya Peningkatan Harga Diri Menurut Potter & Perry (2005) peningkatan harga diri dapat dilakukan perawat dengan cara membantu pasien untuk membentuk pemikirannya menjadi lebih realistis, pola positif, seperti memberi dorongan pada pasien untuk melakukan sesuatu bagi dirinya (misalnya pergi berjalan-jalan). Upaya peningkatan harga diri juga dapat dilakukan dengan perawat menerima pasien dengan perubahannya sehingga dapat menstimulasi rehabilitasi yang positif.
Perawat
dapat
meningkatkan
harga
diri
dengan memberikan perhatian pada penampilan pasien. Perawat yang menangani fungsi tubuh pasien harus memperlihatkan sikap menghargai dan membantu daripada mendorong ketergantungan atau rasa bersalah (Potter & Perry, 2005). Menurut Lewis (2007), dalam hal peningkatan harga diri perawat dapat membantu memenuhi kebutuhan psikologis wanita itu dengan melakukan hal berikut: a. Membantu dia untuk mengembangkan sikap positif tetapi realistis b. Membantu dukungan
mengidentifikasi dan
kekuatan
sumber-sumber padanya,
seperti
pasangannya, keluarga, dan latihan rohani c. Mempromosikan komunikasi terbuka pikiran dan perasaan antara pasien dan keluarganya d. Mendorong
pasien
untuk
mengungkapkan
verbalisasinya dengan kemarahan dan ketakutan tentang diagnosisnya e. Memberikan jawaban yang akurat dan lengkap untuk
pertanyaan
tentang
penyakit,
pilihan
pengobatan, dan masalah reproduksi atau laktasi (jika sesuai) f.
Menawarkan informasi tentang sumber daya masyarakat seperti Jangkauan Pemulihan, dan organisasi dukungan lokal dan kelompok.
1.3.6.
Peran Perawat Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti (Hidayat, 2007). Menurut Potter & Perry (2005), peran perawat sebagai berikut : a. Pemberi perawatan Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Perawat membantu pasien mendapat kembali kesehatannya
melalui
proses
penyembuhan
termasuk memfokuskan asuhan pada kebutuhan pasien
secara
holistik
meliputi
upaya
mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Pemberi asuhan membantu pasien dan keluarga
dalam
menetapkan
tujuan
dan
mencapai tujuan dalam waktu yang minimal. b. Pembuat keputusan klinis Dalam memberikan perawatan efektif perawat menggunakan keahliannya berpikir kritis melalui
proses
keperawatan.
Sebelum
melakukan tindakan perawat menyusun tindakan dengan menggunakan pendekatan terbaik bagi tiap pasien. Perawat membuat keputusan sendiri ataupun dengan pasien dan keluarga dengan bekerjasama serta berkonsultasi dengan profesi kesehatan lain. c. Pelindung dan advokat pasien Sebagai pelindung perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi pasien, mencegah terjadinya kecelakaan, dan melindungi dari efek suatu tindakan diagnostik dan pengobatan. Sebagai advokat, perawat melindungi hak pasien secara manusia dan secara hukum.
d. Manajer kasus Perawat mengkoordinasi aktivitas tim kesehatan lain, mengatur waktu kerja, dan sumber
yang
tersedia di tempat
kerjanya.
Sebagai manajer perawat mengkoordinasi dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lain. e. Rehabilitator Perawat membantu pasien beradaptasi dengan kondisi pasien kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit. f.
Pemberi kenyamanan Perawat
memberikan
kenyamanan
dengan mendemonstrasikan perawatan kepada pasien sebagai individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik dalam mencapai tujuan yang
terapeutik
bukan
memenuhi
ketergantungan emosi dan fisik. g. Komunikator Perawat sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat, kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan
dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas. h. Penyuluh Perawat menjelaskan konsep dan datadata tentang kesehatan, mendemonstrasikan sesuai
kemampuan
dilakukan
secara
pasien
hal
terencana
ini
maupun
dapat tidak
terencana. Dalam menghadapi pasien post mastektomi, perawat berperan dalam memberikan pengertian mensupport psikologi pasien dan keluarga. Perawat juga berperan jika pasien membutuhkan nasihat atau pemberitahuan sebelum maupun setelah melakukan mastektomi, dan prosedur pengobatan yang diterima serta penyesuaian diri pasien pada kondisinya. Perawat harus dapat menerima perubahan emosi dan penerimaan pasien, selain itu perawat juga harus
melakukan
pendekatan
pada
pasien
mastektomi. Peran perawat sangat dibutuhkan, sebab melakukan mastektomi memerlukan beberapa pertimbangan karena pengaruhnya akan berdampak pada
psikologi
pasien
yang
mastektomi (Esmaili, 2010).
telah
melakukan
Peran perawat pada pasien post mastektomi tidak terbatas pada pasien, tetapi juga pada keluarga. Peran perawat pada keluarga pasien post mastektomi dilakukan dengan memberikan edukasi, diantaranya : a. Perawat
harus
menekankan
pentingnya
melaporkan gejala yang dirasakan pasien setelah mastektomi yang termasuk nyeri punggung baru, kelemahan, sesak napas, dan kebingungan. b. Perawat
perlu
menyarankan
memakai
pas
protesis dirancang untuk wanita yang melakukan mastektomi. c. Sebuah
penilaian
pra
operasi
seksual
menyediakan data dasar yang dapat digunakan perawat untuk merencanakan intervensi pasca operasi. Seringkali, suami, pasangan seksual, atau anggota keluarga mungkin memerlukan bantuan
dalam
berurusan
dengan
reaksi
emosional mereka untuk diagnosis dan operasi sehingga mereka dapat bertindak sebagai sarana yang efektif dukungan bagi pasien.
d. Depresi dan stres dapat terjadi secara terus menerus pada pasien dengan diagnosis kanker payudara.
Intervensi
perawatan
khusus
diperlukan untuk kedua dukungan psikologis dan perawatan secara mandiri jika kekambuhan ditemukan. (Lewis et al, 2007).