BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) 1. Pengertian SADARI SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya. SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap cermin dan berbaring, dilakukan pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis (Dalimartha, 2007). SADARI adalah pemeriksaan atau perabaan sendiri untuk menemukan timbulnya benjolan abnormal pada payudara (Otto, S, 2005). 2. Tujuan SADARI Tujuan dilakukannya pemeriksaan kanker payudara adalah untuk deteksi dini. Wanita yang melakukan SADARI akan dapat menunjukan tumor yang kecil dan masih pada stadium awal, hal ini memberikan prognosis yang baik. Sebagian wanita berfikir untuk apa melakukan SADARI, apalagi yang masih berusia dibawah 30 tahun, kebanyakan berangapan bahwa kasus kanker payudara jarang ditemukan pada usia dibawah 30 tahun. Dengan melakukan SADARI sejak dini akan membantu deteksi kanker payudara pada stadium dini sehingga kesempatan untuk sembuh lebih besar (Otto,S, 2005).
7
8
Berdasarkan rekomendasi dari The American Cancer Society, menginformasikan bahwa keuntungan untuk melakukan SADARI saat mencapai usia 20 tahun (Mayo Clinic, 2007). SADARI dilakukan karena dapat membawa untuk mendeteksi kista, tumor jinak, serta kanker payudara (Hirsch, 2007). 3. Waktu pelaksanaan SADARI SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia 20 tahun, segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita muda, agak sedikit sulit karena payudara mereka masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan SADARI pada usia 20 tahun karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk sempurna. Wanita sebaiknya melakukan SADARI sekali dalam satu bulan. Jika wanita menjadi familiar terhadap payudaranya dengan melakukan SADARI secara rutin maka dia akan lebih mudah mendeteksi keabnormalan pada payudaranya sejak awal atau mengetahui bahwa penemuanya adalah normal atau tidak berubah selama bertahun - tahun. Wanita yang belum menopouse sebaiknya melakukan SADARI setelah menstruasi sebab perubahan hormonal meningkatkan kelembutan dan pembengkakan pada payudara sebelum menstruasi. SADARI sebaiknya dilakukan sekitar satu minggu setelah menstruasi. Satelah menopouse SADARI sebaiknya dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan sehingga aktifitas rutin dalam kehidupan wanita tersebut (Burroughs, 1997).
9
4. Langkah-langkah melakukan SADARI Langkah-langkah melakukan SADARI menurut Smeltzer (1996) : Langkah 1 : a. Berdiri tegak di depan cermin. b. Periksa kedua payudara dari sesuatu yang tidak normal. c. Perhatikan adanya rabas (mengeluarkan cairan) pada puting susu, keriput, kulit mengelupas. Dua tahap berikutnya dilakukan untuk memeriksa adanya kontur pada payudara. Ketika sedang melakukan SADARI, harus mampu merasakan otot – otot yang menegang. Langkah 2 : a. Perhatikan dengan baik di depan cermin ketika melipat tangan anda dibelakang kepala anda ke arah depan. b. Perhatikan setiap perubahan kontur pada payudara anda. Langkah 3 : a. Selanjutnya tekan tangan ke arah pinggang dan agak membungkuk ke arah cermin sambil menarik bahu dan siku ke arah depan. b. Perhatikan setiap perubahan kontur pada payudara. Beberapa wanita melakukan pemeriksaan payudara berikut ketika sedang mandi dengan shower. Jari – jari akan dengan mudah memijat diatas kulit yang bersabun, sehingga dapat berkonsentrasi dan merasakan setiap adanya perubahan yang terjadi pada payudara.
10
Langkah 4 : a. Tangan kiri diangkat. b. Gunakan 3 atau 4 jari anda untuk meraba payudara kiri anda dengan kuat, hati – hati dan menyeluruh. c. Dimulai dari tepi luar, tekan bagian datar dari jari tangan dalam lingkaran kecil, bergerak melingkar dengan lambat di sekitar payudara. d. Secara bertahap lakukan ke arah puting susu. e. Pastikan untuk melakukanya pada seluruh payudara. f. Beri perhatian khusus pada area diantara payudara dan bawah lengan, termasuk bagian di bawah lengan itu sendiri. g. Rasakan adanya benjolan atau massa yang tidak lazim di bawah kulit. Langkah 5 : a. Dengan perlahan pijat puting susu dan perhatikan adanya rabas (mengeluarkan cairan) b. Jika menemukan adanya rabas (mengeluarkan cairan) dari puting susu dalam sebulan yang terjadi ketika sedang atau tidak melakukan SADARI, segera hubungi dokter untuk melakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. c. Ulang pemeriksaan pada payudara kanan anda.
11
Langkah 6 : a. Tahap 4 sebaiknya diulangi dalam posisi berbaring. b. Berbaringlah mendatar, terlentang dengan lengan kiri anda di bawah kepala anda dengan sebuah bantal atau handuk yang dilipat di bawah bahu kiri. c. Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti yang diuraikan diatas. d. Ulangi pada payudara kanan anda.
5. Perilaku SADARI a. Pengertian perilaku Perilaku adalah merupakan konsepsi yang tidak sederhana, suatu yang komplek, yaitu suatu pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan respon menurut cara tertentu terhadap suatu obyek. Sedangkan perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok yaitu, respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat aktif maupun pasif. Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri dari empat unsur pokok : sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
12
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan Faktor penentu atau determinan perilku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultasi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan non fisik seperti manusia dan social ekonomi (Notoatmodjo, 2003). Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap (Notoatmodjo, 2002). Menurut teori Lawrence Green (1980) dalam perilaku kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior cause) dan faktor diluar perilaku (non behavior cause). Selanjutnya perilaku
itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari tiga faktor yaitu : 1. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat
pendidikan,
tingkat
sosial
ekonomi,
dan
sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan SADARI diperlukan pengetahuan dan
13
kesadaran para wanita tersebut tentang manfaat SADARI baik bagi kesehatan wanita itu sendiri atau anggota keluarga lainnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat para wanita untuk melakukan SADARI. Faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. 2. Faktor pendukung (enabling factor) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan payudara sendiri, perempuan yang mau periksa tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat periksa saja, melainkan para perempuan tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa kondisinya yang dialami baik sehat ataupun sakit. Misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktek atau rumah sakit. Fasilitas
ini
pada
haikatnya
mendukung
atau
memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.
14
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor-faktor ini menjadi faktor dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturanperaturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), serta kemudahan memperoleh fasilitas untuk melakukan pemeriksaan tersebut, juga dibutuhkan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan perempuan melakukan SADARI. Oleh
sebab
itu
intervensi
pendidikan
hendaknya
dimulai
mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap 3 faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model Precede, yaitu : predisposing, reinforcing, and enabling couse in educational diagnosis and evaluation (Notoatmodjo, 2003). Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu,
15
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
B. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi setelah orang melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperolah melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku bagi dirinya atau keluarganya. Misalnya : klien akan melakukan perilaku pencegahan kanker payudara, dengan praktek SADARI, apabila ia tahu apa tujuan dan apa akibat bila tidak melakukan perilaku pencegahan kanker payudara. Usaha untuk tahu ini terjadi setelah orang melakuakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan ini terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
16
2. Proses adopsi perilaku Dalam hasil penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : a. Awareness (kesadaran), dimana diri orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), b. Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus, c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru, e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Dari
penelitian
selanjutnya
Rogers
menyimpulkan
bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). 3. Tingkatan-tingkatan pengetahuan Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
17
a. Tahu (know) Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. c. Penerapan (application) Penerapan artinya suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (sebenarnya), dengan menggunakan hokum-hukum, rumus, metode, dan sebagainya dalam situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
18
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Contoh : klien dapat merencanakan perilaku pencegahan kanker payudara dengan melakukan SADARI. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi yaitu suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. Contoh : klien dapat membedakan perilaku SADARI yang baik dan benar (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diteliti atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. C. Kanker Payudara 1. Pengertian kanker payudara Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian
dan
mekanisme
normalnya,
sehingga
mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Peningkatan jumlah sel tak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker (Tjahjadi, 2008). Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang menyerang kelenjar air susu, saluran kelenjar dan jaringan penunjang
19
payudara (Scribd, 2008). Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara (Price, 2005). Pencegahan dan penatalaksanaan kanker payudara telah mengalami perkembangan pesat, akan tetapi walaupun demikian angka kematian (mortality rate) dan angka kejadian (incidence rate) kanker payudara masih tetap tinggi (Supit, 2003). Sebagian besar tumor payudara, baik kelianan jinak maupun ganas dapat ditemukan oleh penderita sendiri, maka SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) menjadi sangat penting (Dalimartha, 2004). 2. Etiologi kanker payudara Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara yang diketahui, para peneliti telah mengidentifikasi sekelompok faktor resiko. Ada beberapa faktor risiko yang bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara. Beberapa diantaranya : a. Usia,
resiko
kanker
payudara
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya umur. b. Faktor hormon, hormon merupakan faktor yang berpengaruh, seperti menarke dini. Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun, menopause setelah umur 55 tahun, tidak menikah atau tidak pernah melahirkan anak, dan melahirkan anak pertama setelah umur 35 tahun, serta penggunaan pil KB atau terapi hormon esterogen.
20
c. Riwayat pribadi tentang kanker payudara. Risiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1% setiap tahun. d. Riwayat keluarga, wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita kanker, memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. e. Faktor genetik, terdapat 2 varian gen BRCA1dan BRCA2 yang merupakan suatu gen suseptibilitas kanker payudara.jika seorang wanita memiliki salah satu gen tersebut maka kemungkinan menderita kanker payudara sangatlah besar. f. Pernah menggunakan obat hormonal yang lama, seperti terapi sulih hormon atau hormonal replacement therapy (HRT), dan pengobatan kemandulan (infertilitas). g. Pemakaian kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik. Wanita yang menggunakan kontraseptif oral berisiko tinggi untuk mengalami kanker payudara. Bagaimanapun, risiko tinggi ini menurun dengan cepat setelah penghentian medikasi. h. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) inonisasi terutama pada bagian dada setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun berisiko hampir dua kali lipat. i. Wanita yang obesitas (kegemukan) pasca menopause, mengkonsumsi lemak, dan konsumsi alkohol berlebih (Brunner & Suddarth, 2002).
21
3. Patofisiologi kanker payudara Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara lain, obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara. Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atopik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Price, 2006). Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi kirakira 1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang ( Price, 2006 ).
22
Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif, intra operatif dan pos operatif. Operasi ini merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon neuron endokri. Respon terdiri dari system saraf simpati yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah, maka mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai dapat menimbulkan terjadinya syock (Price, 2006). Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk menyajikan suplai asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan baru. Intake protein yang diperlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal. Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang dekat maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal (Mansjoer , 2000).
23
4. Klasifikasi kanker payudara Pada stadium awal tidak ada keluhan sama sekali hanya seperti fribroadenoma atau penyakit fribrokistik yang kecil saja, bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, permukaan tidak rata, konsistensi padat keras. Kanker payudara dapat terjadi di bagian mana saja dalam payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar dimana sebagian besar jaringan payudara terdapat kanker payudara umum terjadi pada payudara sebelah kiri. Umumnya lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi dan keras dengan batas yang tidak teratur, keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi pada saat menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak. Namun nyeri yang jelas pada bagian yang ditunjuk dapat berhubungan dengan kanker payudara pada kasus yang lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2002). Meningkatnya penggunaan mammografi lebih banyak wanita yang mencari bantuan medis pada penyakit tahap awal. Wanita – wanita ini bisa saja tidak mempunyai gejala dengan tidak mempunyai benjolan yang dapat diraba, tetapi lesi abnormal dapat terdeteksi pada pemeriksaan mammografi. Banyak wanita dengan penyakit lanjut mencari bantuan medis setelah mengabaikan gejala yang dirasakan, sebagai contoh mereka baru mencari bantuan medis setelah tampak dimpling pada kulit payudara yaitu kondisi yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi limfotik pada dinding dada dapat juga merupakan bukti. Metastasis di kulit dapat dimanifestasikan oleh lesi yang mengalami ulserasi dan berjamur. Tanda –
24
tanda dan gejala klasik ini jelas mencirikan adanya kanker payudara pada tahap lanjut. Namun indek kecurigaan yang tinggi harus dipertahankan pada setiap abnormalitas payudara dan evaluasi segera harus dilakukan (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun stadium dan klasifikasi kanker payudara adalah sebagai berikut : a. Stadium I (stadium dini) Besarnya tumor tidak lebih dari 2 - 2,25 cm, dan tidak terdapat penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I ini, kemungkinan penyembuhan secara sempurna adalah 70 %. Untuk memeriksa ada atau tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa di laboratorium. b. Stadium II Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada kelenjar getah bening di ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk sembuh hanya 30 - 40 % tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker. Pada stadium I dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. c. Stadium III Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuh, dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Pengobatan
25
payudara sudah tidak ada artinya lagi. Biasanya pengobatan hanya dilakukan penyinaran dan kemoterapi (pemberian obat yang dapat membunuh sel kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi untuk mengangkat bagian payudara yang sudah parah. Usaha ini hanya untuk menghambat proses perkembangan sel kanker dalam tubuh serta untuk meringankan penderitaan penderita semaksimal mungkin. (Smeltzer & Bare, 2002). 5. Komplikasi kanker payudara Komplikasi utama dari kanker payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organorgan lain. Tempat yang sering untuk bermetastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik, dan hiperkalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensorik (Yusuf, 2011). Menurut Nurachman (2005) dampak dari kanker payudara meliputi : 1. Ketidak mampuan fisiologi ; kehilangan organ payudara baik sebelum atau sesudah diangkat. 2. Ketidak seimbangan psikologi ; pasien merasa emosi, takut, dan sebagainya pada kondisi yang sedang ia alami. 3. Hubungan dengan sosial ; klien merasa menarik diri pada lingkungannya 4. Disparitas nilai-nilai spiritual : pasien seolah mendekatkan diri pada Tuhan.
26
5. Kualitas kehidupan kesehatan klien. 6. Dan dampak terakhir adalah kematian.
6. Pencegahan kanker payudara Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier (Sukardja, 2000). Menurut IUCC (1987) dalam Sukardja (2000), pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang sehat melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan dari kontak karsinogen dan berbagai faktor risiko, serta melaksanakan pola hidup sehat karena diperkirakan hampir seluruh kasus kanker disebabkan oleh karsinogen yang ada di lingkungan hidup kita, dan sebagian besar ada hubungan dengan tembakau. Menurut Nina (2002), dalam Hawari (2004), pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan population at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Diantaranya adalah dengan melakukan SADARI
(Pemeriksaan
Payudara
Sendiri)
dan
skrining
melalui
mammografi. Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2
27
tahun sampai mencapai usia 50 tahun. Menurut beberapa penelitian, menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan SADARI dibandingkan yang tidak. Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan
tersier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi. Pada stadium tertentu, pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif (Hawari, 2004).
28
D. Kerangka Teori Faktor predisposisi : • Pengetahuan wanita tentang SADARI dan kanker payudara • Sikap • Kepercayaan • Keyakinan • Nilai-nilai
Faktor Pendukung : • Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
PERILAKU KESEHATAN
Faktor Pendorong : • Sikap dan perilaku petugas kesehatan • Tokoh masyarakat • Teman sebaya • Orang tua Gambar Kerangka Teori Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003).
E. Kerangka Konsep Variabel bebas (independent) Pengetahuan SADARI dan Kanker payudara
Variabel terikat (dependent)
Perilaku SADARI
29
F. Variabel penelitian 1. Variabel bebas (variabel independent) adalah variabel yang nilainya mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini, variabel independent adalah pengetahuan tentang SADARI dan komplikasi kanker payudara 2. Variabel terikat (variabel dependent) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi variabel lain. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah perilaku SADARI pada wanita usia subur (Notoatmodjo, 2005).
G. Hipotesa Ada hubungan antara pengetahuan tentang SADARI dan komplikasi kanker payudara dengan perilaku SADARI.