BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 2.1.1
Inovasi Produk Produk
Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai
tujuan dari perusahaan, melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Para ahli mendefinisikan produk sebagai berikut: Menurut Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa: “Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan”, sedangkan definisi produk menurut Saladin (2007: 71): “Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi, dan yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan”. Jadi pengertian produk adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan ditawarkan ke pasar sehingga dapat memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumennya. 2.1.2
Inovasi Mempertahankan produk untuk selalu diminati konsumen memerlukan usaha
yang kreatif seperti membuat inovasi-inovasi dari produk yang ditawarkan, dengan harapan dapat membuat konsumen tidak berpindah keproduk lain yang sejenis. Inovasi itu sendiri merupakan salah satu faktor penentu dari sukses perusahaan yang
9
diperlukan agar tetap bertahan, atau menjadi lebih kompetitif. Hubeis (2012: 67) mendefinisikan inovasi sebagai suatu perubahan atau ide besar dalam sekumpulan
informasi yang berhubungan antara masukan dan luaran. Dari definisi tersebut
didapat dua hal, yaitu inovasi produk dan inovasi proses yang dalam pengertian ekonomi disebut inovasi apabila produk atau prosesnya ditingkatkan, selanjutnya
dapat menjadi awal dari proses penjualan di pasar.
Jadi, inovasi baik proses maupun produk merupakan suatu perubahan pada sekumpulan informasi yang berhubungan dan terkait dengan upaya meningkatkan atau memperbaiki sumber daya yang ada. Memodifikasi untuk menjadikan sesuatu yang bernilai, menciptakan hal-hal baru dan berbeda, merubah suatu bahan menjadi sumber daya dan menggabungkan sumber daya-sumber daya menjadi suatu konfigurasi baru atau spesifikasi produk yang lebih produktif, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dipengaruhi oleh kepastian untung maupun rugi atau proses waktu melaksanakannya, dalam rangka meraih keunggulan kompetitif. Ahli lain Tjiptono (2008:
438) mendefinisikan bahwa inovasi sebagai implementasi
praktis sebuah gagasan ke dalam produk atau proses baru. 2.1.3 Inovasi Produk Mengingat perubahan selera yang cepat dalam teknologi dan persaingan, perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan produk yang ada untuk mempertahankan pertumbuhan atau untuk mempertahankan laba. Perusahaan yang memiliki harapan untuk mempertahankan pasar dan laba kinerja bisa dengan melakukan inovasi produk
10
yang berkelanjutan. Inovasi produk meliputi berbagai kegiatan pengembangan produk - perbaikan produk, pengembangan yang seluruhnya baru, dan perluasan yang
meningkatkan jangkauan atau jumlah lini produk yang dapat ditawarkan perusahaan.
Inovasi produk tidak dapat disamakan dengan penemuan. Sebuah inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, produk atau bagian dari teknologi yang telah
dikembangkan dan dipasarkan untuk pelanggan yang dirasa sebagai sesuatu yang
baru. Kita mungkin menyebutnya sebagai proses identifikasi, menciptakan dan memberikan nilai-produk baru atau manfaat yang tidak ditawarkan sebelumnya di pasar. Dengan produk baru atau yang dimaksud dengan produk asli, perbaikan produk, memodifikasi produk dan merek baru dari perusahaan yang berkembang melalui penelitian sendiri dan upaya pengembangan. (Kotler dan Amstrong, 2008 : 603-604). Saat ini produk yang ditawarkan setiap perusahaan semakin beragam dengan kelebihan masing-masing. Hal tersebut menyebabkan para konsumen lebih selektif dalam memilih produk yang sesuai. Maka dari itu perusahaan berlomba – lomba untuk melakukan inovasi produk dalam rangka menarik minat konsumen dan untuk mempertahankan
pelanggannya,
demi
mempertahankan
kelangsungan
hidup
perusahaan. Menurut Hubeis (2012: 76) inovasi ini diperlukan oleh perusahaan, agar tetap bertahan, atau menjadi lebih kompetitif
11
2.1.4 Jenis – Jenis Inovasi Menurut Hubeis (2012: 75) inovasi produk merupakan pengetahuan produk
baru, yang seringkali dikombinasikan dengan hal baru untuk membentuk metode
produksi yang tidak diketahui. Sehingga inovasi produk terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Inovasi Produk Baru yaitu produk radikal
2. Inovasi Pengembangan Produk yaitu produk bertahap Chandy and Yellis (1998) dalam Jamil Bojei and Wong Chee Hoo: “On the other hand, innovation is to produce something new to the market. Innovation can be incremental where the newness doesn’t generally destroy the product, while radical innovation supersedes the existing invention”. Uraian tersebut menjelaskan bahwa di sisi lain, inovasi adalah untuk menghasilkan sesuatu yang baru ke pasar. Inovasi bisa bertahap dimana hal yang baru tersebut umumnya tidak merusak produk, sedangkan inovasi radikal menggantikan penemuan yang ada. Inovasi yang sukses adalah sederhana dan terfokus. Ia harus terarah secara spesifik, jelas, dan memiliki desain yang dapat diterapkan. Dalam prosesnya, ia menciptakan pelanggan dan pasar yang baru. Dalam buku Lupiyoadi (2004: 155) terdapat jenis – jenis inovasi berdasarkan para ahli: Menurut Schumpter inovasi yang dapat dilakukan wirausaha adalah: 1.
Pengenalan suatu barang baru, atau perbaikan dari barang yang sudah ada
2.
Pengenalan metode produksi baru
12
3.
Pembukaan pasar baru, khususnya pasar ekspor pada daerah baru
4. Penciptaan atau pengadaan persediaan bahan mentah atau setengah jadi baru 5.
Penciptaan suatu bentuk organisasi industri baru Wirausaha yang dapat menciptakan jenis barang baru akan memberi
keuntungan bagi pasar hingga banyak terdapat pilihan konsumsi. Kemudian
pengenalan metode produksi dan bentuk organisasi industri baru juga menciptakan
efisiensi yang dapat menguntungkan perusahaan. Efisiensi juga dapat dicapai dengan ditemukannya persediaan (supply) baru untuk bahan produksi. Terakhir terbukanya pasar baru dapat terjadi karena terciptanya produk baru untuk dikonsumsi, sementara pasar eksport baru dapat menghasilkan devisa bagi perekonomian suatu negara. Sedangkan menurut Kuratko terdapat 4 jenis inovasi yaitu: 1. Invensi (penemuan) 2. Ekstensi (pengembangan) 3. Duplikasi (penggandaan) 4. Sintesis Seperti yang dijelaskan pada tabel 2.1 berikut:
13
Tabel 2.1 Jenis- jenis Inovasi dalam Praktik
Jenis Penemuan
Keterangan
Contoh
Produk, jasa, atau proses yang
Wright bersaudara (pesawat
benar-benar baru
udara), Alexander Graham Bell
(telepon), Thomas Edison (lampu
pijar)
Pengembangan Pemanfaatan baru atau
Ray Coc (McDonald’s)
penerapan lain pada produk, jasa atau proses yang ada. Duplikasi
Replikasi kreatif atas konsep
Wallmart (department store)
yang telah ada Sintesis
Kombinasi atas konsep dan
Fred Smith (Federal Express),
faktor-faktor yang telah ada
Meril Lynch (Lembaga
dalam penggunaan atau
Keuangan).
formula baru Sumber : Lupiyoadi (2004: 165) 2.1.5 Karakteristik Inovasi Menurut Roger (1995) dalam Hsun Ho and Wu (2011: pp 259-260) “Innovative characteristics, especially those perceived by adopters, can increase the acceptability of a new product”. Karakteristik inovatif, terutama yang dirasakan oleh pemakai, dapat meningkatkan penerimaan produk baru.
14
“Rogers (1983) regarded the innovative product’s character itself will determine the speed of diffusion supported by its five factors, namely 'Relative Advantage', 'Compatibility', 'Complexity', ' Trialability' and 'Observability'. Rogers’ assertion is supported by many practical studies (Tornatsky and Klein, 1982), including the study on relative advantage and compatibility of 19 household goods by Holak and Lehmann (1990) which proves direct influence on consumption of innovative product (Kim and Nam, 2003)”. dalam Hwang, Min Woo (2005).
Hal tersebut menerangkan bahwa Rogers (1983) mengatakan karakter inovatif produk
itu sendiri akan menentukan kecepatan difusi yang didukung oleh lima faktor, yaitu ' Keuntungan Relatif ', 'Kesesuaian', 'Kesulitan', 'Percobaan' dan 'Ketampakan'. Penegasan Rogers tersebut didukung oleh banyak studi praktis (Tornatsky dan Klein, 1982), termasuk studi pada keunggulan relatif dan kompatibilitas dari 19 barang rumah tangga oleh Holak dan Lehmann (1990) yang membuktikan pengaruh langsung pada konsumsi dari produk yang inovatif (Kim dan Nam, 2003). Kelima karakteristik tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Relative advantage Keuntungan relatif adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap lebih baik daripada mengganti produk. Hal ini tidak mengacu pada tujuan untuk mendapatkan keuntungan pada produk baru tetapi dengan persepsi subyektif adopter terhadap keuntungan. Sebuah inovasi yang menawarkan keuntungan yang lebih besar diyakini memiliki penerimaan yang lebih besar, kecepatan difusi yang lebih tinggi. Dalam penelitian sebelumnya atribut inovasi yang memiliki keuntungan relatif secara positif memiliki hubungan dengan penerimaan, dan itu juga salah satu faktor yang paling efektif untuk memprediksi penerimaan. Hsun Ho dan Wu., 2011: pp 259-260 15
menyatakan bahwa dari penelitian di masa lalu menyarankan secara positif relative advantage sebagai salah satu faktor yang paling efektif untuk memprediksi
penerimaan inovasi.
2. Compatibility
Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap kompatibel dengan
sistem nilai konsumen yang ada, pengalaman, dan kebutuhan. Konsumen lebih
cenderung untuk mengadopsi produk baru awal jika produk tersebut lebih kompatibel dengan nilai-nilai dan kebutuhan yang ada, dan mereka tidak perlu mengubah apa pun untuk menggunakan produk. Untuk adopsi potensial, kompatibilitas produk yang lebih tinggi juga berarti ketidakpastian kurang dan kesenjangan yang lebih kecil antara atribut produk dan kebutuhan konsumen. Sebuah inovasi kompatibilitas secara positif terkait dengan penerimaan tersebut. 3.
Complexity Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi tampak sulit untuk
dimengerti dan digunakan serta merupakan persepsi subyektif. Beberapa produk baru akan lebih mudah dipahami bagi kebanyakan orang di masyarakat, tetapi yang lainnya tampak sangat kompleks dan membutuhkan waktu lebih lama untuk dipahami. Sebuah inovasi yang kurang kompleks dapat menyebar lebih cepat. Sebuah inovasi membutuhkan proses adopsi untuk belajar keterampilan baru atau meningkatkan pemahaman mereka karena tidak mungkin diterima dengan cepat. Sehingga, adopsi inovasi mungkin tertunda.
16
4. Trialability Tingkat di mana inovasi bereksperimen secara terbatas. Inovasi dapat diuji coba
dengan tahap yang berbeda. Inovasi biasanya lebih cepat diadopsi dibanding yang
tidak melakukan uji coba. Dalam pemasaran, trial ability berarti bersedian melakukan percobaan secara bebas untuk pengalaman produk baru.
5.
Observability
Observability adalah sejauh mana hasil inovasi ini terlihat. Semakin terlihat hasil inovasinya maka akan semakin baik penerimaannya oleh responden. Observability inovasi ini dapat menimbulkan pertanyaan dan mendorong untuk berdiskusi tentang inovasi bersama kerabat, termasuk pengadopsi yaitu teman dan kolega. 2.1.6 Sumber Inovasi Menurut Howell dan Higgins (1990) dalam Lupiyoadi (2004:
166) ada
beberapa hal yang menjadi sumber inovasi yaitu: 1. Kejadian yang tidak diharapkan: Ada kesuksesan dan kegagalan yang lahir begitu saja tanpa pernah diantisipasi dan diramalkan, hal ini akan menjadi dasar yang kuat bagi perusahaan. 2. Ketidakharmonisan: hal ini terjadi bila ada jurang pemisah antara yang diharapkan dengan yang sebenarnya terjadi. 3. Proses sesuai kebutuhan: hal ini bila terjadi permintaan khusus terhadap para wirausaha untuk menciptakan inovasi tertentu karena ada kebutuhan khusus.
17
4. Perubahan pada industri dan pasar: Pasar dan industri selalu berkembang dan
berubah –ubah secara struktur, desain dan definisi. Seorang wirausaha harus
peka mengantisipasi hal ini untuk menarik kesempatan yang mungkin akan
muncul.
5. Perubahan Demografi: Inovasi ini muncul karena adanya perubahan pada
masyarakat akan jumlah penduduk, umur, pengetahuan, pekerjaan, lokasi
geografi dan faktor-faktor lainnya.
6. Perubahan persepsi: Ini timbul karena perubahan intepretasi yang terjadi di masyarakat akan fakta yang ada dan konsep yang berlaku. Ia tidak berbentuk tetapi memiliki arti tersendiri. 7. Konsep pengetahuan dasar: Ada beberapa prinsip yang mendasari kreasi atau pengembangan suatu hal baru. Invensi merupakan salah satu konsep pengetahuan dasar, karena ia merupakan produk dari pemikiran baru, metode baru dan pengetahuan baru. 2.2
Minat Beli Ulang Konsumen Minat pembelian ulang adalah niat untuk melakukan pembelian kembali pada
kesempatan mendatang (Kinnear & Taylor) dalam Saidani dan Arifin (2012). Menurut Lacey and Morgan (2007) dalam Kaveh, 2012. “Repurchase intention refers to the individual’s judgement about buying again a designated service from the same company, taking into account his or her current situation and likely circumstances”.
18
Yaitu minat pembelian ulang mengacu pada penilaian individu tentang membeli ulang layanan yang ditunjuk dari perusahaan yang sama, dengan mempertimbangkan
situasi saat itu dan situasi yang mungkin terjadi. Sementara itu (Seiders et al.,2005)
dalam Kaveh (2012) menjelaskan “Repurchase intentions represent the customer’s self-reported likelihood of engaging in further repurchase behavior”. Minat
pembelian ulang menunjukan bahwa pelanggan dengan sendirinya menarik
kemungkinan untuk melakukan perilaku pembelian ulang selanjutnya. Jadi minat beli ulang merupakan minat dari masing-masing individu untuk melakukan pembelian ulang setelah mempertimbangkan segala situasinya. “The study of repurchase intention was said to be important due to their long term implications. Repurchase intention is similar with purchase intention except with the element of experience”. (Ritti & Silver, 1986) dalam Jamil Bojei and Wong Chee Hoo. Uraian tersebut menjelaskan bahwa studi tentang minat pembelian ulang dikatakan penting karena melibatkan jangka panjang. Minat beli ulang mirip dengan minat beli kecuali unsur pengalaman. Studi lain mengatakan “Customers’ repurchase intention or customer retention is referred to as a key to Defensive Marketing strategies and business success in general” (Cronin et al., 2000) dalam Kitchatorn. Yang mengatakan bahwa minat pembelian ulang pelanggan atau retensi pelanggan disebut sebagai kunci untuk mempertahankan strategi pemasaran dan kesuksesan bisnis secara umum.
19
Menurut Ferdinand (2002: 25-26) dalam Saidani dan Arifin (2012) minat ulang merupakan fungsi dari sikap individual terhadap produk atau jasa. membeli
Minat beli ulang dapat didefinisikan melalui indikator-indikator sebagai berikut:
1. Minat transaksional Menggambarkan perilaku seseorang yang beringinan untuk membeli ulang
produk yang telah dikonsumsinya.
2. Minat referensial Perilaku seseorang untuk mereferensikan produk yang sudah dibelinya, agar juga dibeli oleh orang lain, dengan referensi pengalaman konsumsinya. 3. Minat preferensial Yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang selalu memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsi. Preferensi ini hanya dapat diganti bila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 4. Minat eksploratif Minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilangganinya. Tujuan melakukan pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengalami perilaku pembelian suatu produk pada saat konsumen memiliki tujuan untuk melakukan pembelian ulang suatu produk dengan
20
merek tertentu, maka pada saat itu pula secara tidak langsung konsumen tersebut telah memiliki perilaku loyal serta puas terhadap merek tersebut.
2.3
Pengaruh Inovasi Produk terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Semakin banyaknya pesaing yang menawarkan produk sejenis membuat para
konsumen lebih selektif untuk memilih produk yang di butuhkan. Setiap perusahaan berusaha untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen melalui produk yang
ditawarkan, sedangkan konsumen mencari produk yang terbaik. Hal tersebut menjadi faktor pendorong bagi setiap perusahaan untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan melakukan inovasi terhadap produk. Menurut Hubeis (2012: 76) inovasi ini diperlukan oleh perusahaan, agar tetap bertahan, atau menjadi lebih kompetitif. Inovasi produk meliputi berbagai kegiatan pengembangan produk - perbaikan produk, pengembangan yang seluruhnya baru, dan perluasan yang meningkatkan jangkauan atau jumlah lini produk yang dapat ditawarkan perusahaan (Kotler dan Amstrong, 2008 : 603-604). Strategi tersebut merupakan suatu langkah yang dapat membuat produk menjadi lebih maju dibandingkan dengan produk pesaing, apalagi bila para pesaing tidak mengalami perubahan dan cenderung statis. Keadaan tersebut menguntungkan bagi perusahaan yang menerapkan strategi inovasi produk, karena akan menjadi nilai tambah bagi para konsumennya. Minat pembelian ulang adalah niat untuk melakukan pembelian kembali pada kesempatan mendatang (Kinnear & Taylor) dalam Saidani dan Arifin (2012). Menurut Ferdinand (2002:
21
25-26) dalam Saidani dan Arifin
(2012) minat beli ulang dapat didefinisikan melalui indikator-indikator yaitu minat transaksional, minat referensial, minat preferensial, dan minat eksploratif.
Para konsumen melihat produk tersebut menarik dengan adanya perubahan
yang terjadi pada produk yang akan mereka beli. Jadi, inovasi yang terdapat pada suatu produk mengidentifikasi siapa penjual atau pembuat barang tertentu untuk
memberikan tampilan manfaat tertentu untuk pembeli. Konsumen memandang
inovasi produk sebagai bagian yang penting dari suatu produk, karena itu penjual berusaha keras untuk merancang, menciptakan kemudian merealisasikan ide- ide menjadi sebuah produk yang inovatif dalam rangka menarik minat beli konsumen. Dalam penelitian Hwang, Min Woo (2005) menjelaskan: “There has been similar analysis that purchase intention and purchase action starts from customer satisfaction” (Uncles and Laurent; Sharp and Sharp 1997). Bahwa terdapat analisis serupa antara minat beli dan tindakan pembelian awal dalam kepuasan konsumen. Maka dari itu untuk mengukur seberapa besar inovasi produk yang dilakukan dalam meningkatkan kepuasan pelanggan perlu mengukur minat beli ulang konsumen. Seperti yang dikatakan Hsun Ho dan Wo, (2011: pp 259-260) dalam penelitiannya bahwa minat beli untuk mengukur inovasi produk sudah sangat handal. Karena nilainilai dan inovasi yang diharapkan oleh konsumen dari barang ataupun jasa berpengaruh terhadap minat beli konsumen untuk melakukan pembelian ulang yang ditawarkan perusahaan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Yeh, Pei-jung (2008) antara inovasi dan minat beli ulang memiliki korelasi yang sangat positif bagi
22
konsumen dan memiliki pengaruh timbal balik terhadap keduanya. Dan didukung oleh penliti lain yaitu Wang Ke Yi (2010) yang menegaskan bahwa inovasi akan
meningkatkan minat beli ulang pelanggan sampai batas tertentu. Selain itu terdapat
penelitian yang dilakukan oleh Naved, Tahir, et.,al (2010) yang menegaskan bahwa jika sebuah perusahaan ingin bertahan hidup untuk jangka panjang, harus bekerja
untuk loyalitas pelanggan, dan inovasi dianggap sebagai elemen penting untuk
menarik minat beli ulang pelanggan di masa yang akan datang. Rogers (1983) dalam Mascarenhas (2009) “Identifies six characteristics of innovations from the viewpoint of their diffusion or adoption by consumers:” 1. Relative advantage, 2. Compatibility, 3. Trialability, 4. Observability, 5. Complexity, and 6. Perceived risk. The first four characteristics are positively related, while the latter two are negatively related, to innovation-adoption (Gatignon and Robertson: 1985). Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Cheng-Hsun Ho dan Wenchieh Wu (2011) yang menyatakan konsumen lebih cenderung untuk mengadopsi produk baru yang mereka anggap memiliki relative advantages, compatibility, trialability, dan observability. Berdasarkan penelitian tersebut maka hanya digunakan empat dari enam karakteristik inovasi dalam teori Roger tersebut yaitu Relative advantage, Compatibility, Trialability, Observability.
23
Berdasarkan uraian diatas, maka keterkaitan variabel bebas (Inovasi Produk)
dengan variable terikat (minat beli ulang) yang merupakan kerangka konsep dalam
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Inovasi Produk
Minat Beli Ulang Konsumen
1. Relative Advantage
1. Minat Transaksional
2. Compatibility
2. Minat Referensial
3. Trialability
3. Minat Preferensial 4. Minat Eksploratif
4. Observability Sumber : Menurut Roger (1995) dalam Hsun Ho and Wu (2011: pp 259-260)
2.4
Sumber : Ferdinand (2002) dalam Saidani dan Arifin (2012)
Penelitian Terdahulu Cheng-Hsun Ho & Wnechieh Wu (2011) melakukan penelitian dengan judul
Role Of Innovativeness Of Consumer In Relationship Between Perceived Attributes If New Products And Intention To Adopt. Menguji hubungan antara inovasi dengan minat untuk mengadopsi produk baru dan menguji operasional dari inovasi yaitu relative advantage, compatibility, complexity, trialability dan obsevability terhadap minat untuk mengadopsi produk baru. Obyek penelitian yang digunakan adalah para pengguna iPad di Taiwan. Metode yang digunakan dengan menyebarkan 288 kuesioner, tetapi hanya 255 kuesioner yang valid. Hasil analisis regresi berganda dan koefisien determinasi menunjukkan setiap operasional dalam inovasi saling 24
mempengaruhi minat untuk mengadopsi produk baru, dan dinyatakan bahwa minat merupakan alat ukur yang handal untuk mengukur inovasi.
Pei-jung Yeh (2008) melakukan penelitian dengan judul A Study Of
Relationship Among Innovation, Customer Satisfaction And Repurchase Intention In Travel Agencies. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara inovasi,
kepuasan pelanggan dan minat beli ulang di Agen Perjalanan di Taiwan.
Menggunakan wawancara semi terstruktur dengan para staf agen perjalanan dan menyebarkan 400 kuesioner ke pelanggan agen perjalanan, namun hanya 317 kuesioner yang valid. Hasil menunjukan bahwa antara inovasi dan kepuasan pelanggan memiliki korelasi positif yang tinggi. Antara inovasi dan minat beli ulang memiliki korelasi yang sangat positif bagi konsumen. Antara kepuasan pelanggan dan minat beli ulang memiliki dampak yang signifikan. Terakhir antara inovasi, kepuasan pelanggan dan minat beli ulang memiliki pengaruh timbal balik antara ketiganya dan memiliki relevansi yang tinggi. Wang Ke Yi (2010) melakukan penelitian dengan judul An Empirial Study of Service
Innovation’s
Effect
On
Customers
Repurchase
Intention
In
Telecommunication Industry. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dampak inovasi layanan terhadap minat beli ulang. Inovasi layanan ini menggunakan lima konsep yaitu norma subyektif, relative advantage, sikap dan minat beli ulang. Menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan wawancara dan kuesioner dengan lima poin skala likert terhadap 400 pelanggan telekomunikasi
25
selular, namun hanya 245 kuesioner yang valid. Hasil menunjukan bahwa inovasi layanan memiliki efek positif pada norma subyektif, relative advantage, sikap
sehingga meningkatkan minat beli ulang pelanggan sampai batas tertentu.
Naved, Tahir, Irum Akhtar dan Khaliq ur Rehman Cheema (2010) melakukan penelitian dengan judul The Impact Of Innovation On Suctomer Satisfaction And
Brand Loyalty: A Study Of The Students Of Faisalabad. Penelitian ini
menggambarkan hubungan inovasi dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan terhadap siswa untuk produk – produk baru di pasar ponsel. Hasil menunjukan bahwa hubungan ini sangat kuat. Hipotesis pertama untuk teknologi dan produk menarik signifikansi pasar tertentu untuk produk mobile. Hipotesis kedua menunjukan bahwa inovasi juga memiliki hubungan dengan loyalitas merek terhadap produk untuk jangka waktu yang panjang. Hipotesis ketiga dijelakan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek. Hal ini menunjukan bahwa para siswa sebagian besar memiliki minat untuk membeli kembali merek yang memenuhi kebutuhan mereka, dan ridak mengambil resiko untuk beralih ke merek lain. Kesimpulannya jika sebuah perusahaan ingin bertahan hidup untuk jangka panjang, harus bekerja untuk loyalitas pelanggan, dan inovasi dianggap sebagai elemen penting untuk menarik minat beli ulang pelanggan di masa yang akan datang.
26