BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Variabel Konsep Satu 2.1.1. Definisi Motivasi Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang
kebutuhan
dan
keinginan
seseorang
serta
menunjukan
arah
tindakannya. Motivasi seseorang berasal dari interen dan eksteren (Koesmono, 2005:169). Motivasi berasal dari bahasa Latin “moreve” yang berarti dorongan atau menggerakan. Secara konkrit motivasi dapat dibatasi sebagai “Proses pemberian motif (penggerak) bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien” (Sarwoto dalam Prabu, 2005). “Motivasi adalah pemberian kegairahan kepada pegawai. Dengan pemberian motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upaya” (Manullang dalam Prabu, 2005). “Keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis” (Siagian dalam Prabu, 2005). Motivasi adalah kebutuhan, keingingan, dorongan, gerak hati, dalam diri seseorang. Motif diarahkan pada tujuan yang mungkin berada pada alam sadar atau mungkin juga pada alam tidak sadarnya (Hersey & Blanchard, 1995:16). Abrahaham Maslow memiliki lima motivasi dasar (dalam Feist, 2008). Motivasi bersifat kompleks yaitu perilaku seseorang muncul dari beberapa motif yang terpisah, manusia termotivasi secara terus menerus oleh satu kebutuhan
10
11 atau kebutuhan yang lainnya, semua orang termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama, dan yang terakhir adalah motivasi adalah kebutuhan yang dapat disusun dalam bentuk hirarki. Hirarki tersebut adalah fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan untuk memiliki dan dicintai (belonging and live needs), kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan (esteem needs), dan kebutuhan untuk dapat mewujudkan diri (selfactualization needs dalam Schultz & Schults, 2006). Teori lain dikemukakan oleh McClelland (dalam Prabu, 2005) beliau berpendapat bahwa setiap orang memliki energi potensial, seberapa kuat energi tersebut dikeluarkan tergantung dari dorongan motivasi, situasi serta peluang yang tersedia (Prabu, 2005). McClelland membagi menjabarkan kebutuhan motivasi seseorang ke dalam tiga hal, yaitu kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Aff), dan kebutuhan akan kekuatan (need for Power = n Pow). Douglas McGregor menyatakan bahwa motivasi seseorang dibagi ke dalam dua macam, yaitu teori X yang berisi orang pada umumnya lebih suka diarahkan, serta enggan memiliki tanggung jawab, dan lebih mementingkan keselamatan di atas segalanya. Sejalan dengan falsafah tersebut munculah kepercayaan bahwa orang-orang akan termotivasi oleh uang, tunjangan, dan ancaman hukuman (Hersey & Blanchard, 1995:56) dan juga teori Y yang berasumsi bahwa orang-orang pada hakikatnya tidak malas dan dapat dipercaya, asumsi ini mengarah bahwa ostiap orang dapat menjadi kreatif ditempat kerja bila dimotivasi dengan benar. Motivasi tersebut dapat muncul bila seseorang diberikan penghargaan, perwujudan diri dan taraf fisiologis dan rasa aman (Hersey & Blanchard, 1995:57-59). Herzberg mendefinisikan teori motivasinya sebagai segala sesuatu yang membuat seseorang puas sehingga ia menjadi termotivasi dan yang membuat
12 tidak puas sehingga tidak termotivasi (Dyck & Neubert, 2009 hal : 448). Herzberg membaginya ke dalam dua faktor, yaitu faktor Motivator dan faktor Hygiene. Faktor Motivator adalah motivasi yang ditimbulkan dari adanya pekerjaan tersebut. Sedangkan faktor Hygiene adalah motivasi yang ditimbulkan diluar karena adanya faktor yang terdapat diluar pekerjaan (Herzberg, 1987). Pada penelitian kali ini peneliti mengambil teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg yaitu Teori Dua Faktor, sebagai acuan dalam melakukan penelitian kali ini. Hal ini dikarenakan dimensi yang terdapat pada teori ini sudah sangat jelas terbagi menurut sumbernya masing-masing.
2.1.2. Dimensi Motivasi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Herzberg membagi teorinya ke dalam dua dimensi, dimensi tersebut adalah sebagai berikut : •
Hygiene : Faktor ini bukanlah bagian intrinsik dari suatu pekerjaan,
tetapi berkaitan dengan kondisi pekerjaan untuk dilaksanakan. Herzbeg menyatakan bawa ini tidak mengakibatkan pengunduran diri karyawan, akan tetapi hanya mencegah terjadinya kerugian dalam prestasi karyawan karena adanya restriksi kerja (Hersey & Blanchard, 1995 hal:68). Ketika faktor hygiene tidak menguntungkan maka akan timbul ketidak puasan dalam diri pekerja (Dyck & Neubert, 2009 hal:448). Adapun yang merupakan pendukung faktor hygiene adalah (Chapman, 2010) : 1) Company Policy (kebijakan perusahaan), derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku diperusahaan. 2) Supervision (penyeliaan), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja. 3)
13 Salary (gaji), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya (performance). 4) Interpersonal Relations (hubungan antar pribadi), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. 5) Working Condition (kondisi kerja), derajat
kesesuaian
kondisi
kerja
dengan
proses
pelaksanaan
pekerjaannya. •
Motivator Faktor yang menyenangkan seperti perasaan berprestasi,
pertumbuhan
profesional,
dan
pengakuan
yang
dapat
dialami
seseorang dalam suatu pekerjaan yang mengandung tantangan dapat digunakan sebagai motivator. Herzberg menggunan istilah motivator karena faktor tersebut dapat menimbulkan akibat terhadap kepuasan kerja yang sering menyebabkan peningkatan kapasitas keluhan seseorang secara menyeluruh (Hersey & Blanchard, 1995 hal:68-69). Faktor motivator merujuk pada kehadiran atau ketidak hadiran dari sumber yang dapat menyebabkan kepuasan kerja, seperti ketertarikan akan pekerjaan, otonomy, tanggung jawab, kemampuan untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam pekerjaan serta perasaan untuk dapat berprestasi dan berhasil (Dyck & Neubert, 2009 hal:449). Berikut adalah hal-hal yang terdapat didalam unsur Motivator yang dapat menjadikan karyawan memiliki persepsi kinerja yang lebih baik (Chapman, 2010) : 1) Responsibility (tanggung jawab), besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja. 2) Advancement (kemajuan), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya. 3) Achievement (pencapaian), besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi. 4) Recognition (pengakuan), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
14 kepada tenaga kerja atas persepsi kinerjanya. 5) Work it Self (pekerjaan itu sendiri), besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya. Teori menyatakan bahwa bila faktor hygiene tidak terpenuhi maka akan timbul ketidak puasan dalam bekerja, akan tetapi bila faktor terebut sudah terpenuhi pun kepuasan yang sebenarnya tidak bisa dicapai bila faktor Motivator belum terpenuhi (Dyck & Neubert, 2009), seperti yang dapat dilihat pada bagan berikut.
Tidak Puas
Netral
Puas
Gambar 2.1 : Skala Herzberg
Sumber :Teori Herzberg dan Kepuasan Kerja Karyawan
2.1.3 Manfaat Motivasi Motivasi adalah hal yang dapat menyebabakan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, agar mau bekerja dengan giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal. Sehingga dengan adanya motivasi seseorang menjadi semakin giat dan bersemangat dalam mengerjakan pekerjaan agar tujuan yang ia inginkan dapat tercapai. Selain itu motivasi juga bermanfaat bagi para pemimpin organisasi dan perusahaan. Motivasi karyawan yang tinggi dapat membantu untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan yang ia berikan dapat dikerjakan dengan baik serta terintegrasi pada tujuan yang diinginkan (Prabu, 2005).
15 2.2. Variabel Konsep Dua 2.2.1. Definisi Kepribadian Kepribadian menurut Allport didefinisikan sebagai pengorganisasian dinamis dalam diri individu yang ditentukan oleh sistem psikofisik sebagai penyesuaian yang unik terhadap lingkungannya (Feist, 2008 hal:327). Western (1999) mengatakan bahwa Trait kepribadian merupakan dimensi dari kepribadian yang merupakan kecenderungan emosional, kognitif, dan tingkah laku yang bersifat menetap dan ditampilkan individu sebagai respon terhadap berbagai situasi lingkungan (dalam Seniati, 2006). Terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan oleh para ahli untuk memahami kepribadian seseorang, salah satunya yaitu pendekatan trait. Allport mempunyai pandangan bahwa trait merupakan unit dasar dari ke pribadian, yang mendorong individu untuk bertindak yang merupakan sumber k eunikan dari masing-masing individu
(Sahidi
&
Suyasa,
2007).
Trait
didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik pribadi , hal ini yang membedakan individu dengan yang satu dengan individu yang lain (Fieldman, 1993 dalam Mastuti, 2005). Saat ini terdapat satu teori trait yang telah disetujui yang dikemukaan oleh Costa dan McCrae (Perfin & John, 2002 dalam Mastuti, 2005). Teori ini disebut dengan nama Big Five. 2.2.1. Dimensi Kepribadian Big
five
perkembangan memproklamirkan
theory dan teori
yang
kini
beberapa tersebut
digunakan
telah
perubahan. adalah
Lewis
mengalami
Orang R.
banyak
pertama
yang
Goldberg.
Beliau
mengemukakan bahwa big five terdiri dari; Surgency atau Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emoional Stability, Intellec atau Imagination (Mastuti, 2005). Paul T. Costa dan Robert R. McCrae mengembangkan teori tersebut menjadi sebuah trait dan membuatnya menjadi sebuah item
16 pengukuran.
Item
terbagi
atas
Neuroticism,
Extraversion,
Openness,
Agreeableness, Concientiousness (Feist, 2008 hal:363) Adapun penjelasan dari tiap komponen adalah sebagai berikut (Feist, 2008, hal:363 - 364) : • Neuroticism (neurotisme): individu yang memiliki skor tinggi pada tipe kepribadian ini cenderung mudah menjadi cemas, tempramental, mengasihi dirinya sendiri, sadar diri, emosional, dan rapuh terhadap gangguan yang berkaitan dengan stres, • Extraversion (ekstraversi): individu dengan tipe kepribadian ekstraversi yang tinggi cenderung memiliki kepribadian yang penuh perhatian, mudah bergabung, aktif dalam bicara, menyukai hal yang lucu, aktif dan bersemangat, • Oppeness to Experience (keterbukaan terhadap pengalaman): pribadi yang memiliki skor tinggi pada tipe keperibadian ini secara konsisten mencari pengalaman yang berbeda, mempertanyakan nilai tradisional, memiliki sikap kreatif, imajinatif, penuh dengan rasa ingin tahu dan tertarik akan keberagaman. • Agreeableness (kebersetujuan): individu yang memiliki skor tinggi dalam kepribadian ini cenderung mudah untuk mempercayai siapa pun, murah hati, suka menolong, dapat menerima keadaan dan baik hati, • Conscientiousness (kenuranian): tipe kepriadian ini menggambarkan kepribadian
individu
yang
tertib
atau
teratur,
penuh
dengan
pengendalian diri, terorganisir, ambisius, fokus terhadap pencapaian, dan memiliki disiplin diri. Umumnya mereka yang memiliki skor tinggi pada jenis kepribadian ini memiliki sifat pekerja keras, peka terhadap suara hati, tepat waktu dan tekun.
17 McCrae dan Costa menyetujui pendapat yang dikemukakan oleh Eysenck, bahwa sifat dari tipe kepribadian bersifat bipolar, yaitu terdapat kondisi yang positif dan juga negatif atau disebut juga skor tinggi dan skor rendah. Berikut ini terdapat tabel (Feist, 2008 hal:363) yang menunjukkan ciri serta skor pada tiap tipe kepribadian. Tabel 2.1 : Dimensi Indikator Kepribadian Skor Tinggi
Jenis Kepribadian Ekstraversion (Extraverstion)
Neurotisme (Neuroticism)
Terbuka pada pengalaman
Skor Rendah
Penuh perhatian
Cuek
Mudah bergabung
Penyendiri
Aktif berbicara
Diam
Menyukai kelucuan
Serius
Aktif
Pasif
Semangat
Tidak berperasaan
Cemas
Tenang
Tempramental
Bertempramen lembut
Mengasihani diri sendiri
Puas diri
Sadar diri
Merasa nyaman
Emosional
Dingin
Rentan
Kukuh
Imajinatif
Riil (nyata)
Kreatif
Tidak kreatif
Asli
Tunduk pada konvensi
Menyukai keragaman
Menyukai rutinitas
Penuh ingin tahu
Tidak mau tahu
Liberal
Konseratif
Berhati lembut
Kejam
(Openness to Experience)
Kebersetujuan
18 (Agreeableness)
Kenuranian (Conscientiousness)
Mudah percaya
Penuh syak-wasangka
Murah hati
Pelit
Pendamai
Penentang
Pemaaf
Selalu mengkritik
Baik hati
Mudah terluka
Peka nurani
Bebal
Pekerja keras
Malas
Teratur / tertib
Tidak teratur/ tertib
Tepat waktu
Selalu terlambat
Ambisius
Tidak berarah tujuan
Tekun
Mudah menyerah
2.2.3. Manfaat Kepribadian Dengan mengetahui Trait seseorang kita dapat memprediksi kepribadian seseorang untuk melihat bagaimana seseorang berprilaku dalam kehidupan sehari-hari (Mastuti, 2005). Dengan mengetahui kepribadian seseorang kita dapat mengetahui persepsinya terhadap sesuatu (Haq,dkk, 2010). Kepribadian memberikan pengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kepuasan kerja (Seniati, 2006).
2.3. Variabel Konsep Tiga 2.3.1. Definisi Persepsi kinerja “Persepsi kinerja adalah gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat tugas yang ada pada masing individu dalam organisasi” (Waldman, 1994 dalam Koesmono, 2005).
19 Menurut Mangkunegara (2001:61) “persepsi kinerja merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya” (Koesmono, 2005). Cascio
(1995)
menyebutkan
bahwa
persepsi
kinerja
merupakan
pencapaian dari hasil tugas karyawan yang telah ditetapkan (dalam Koesmono, 2005). Soeprihantono (1988, hal:7) mengatakan bahwa “persepsi kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan
dengan
berbagai
kemungkinan,
misalnya
standar,
target/sasaran/cerita yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama” (Koesmono, 2005) 2.3.2. Dimensi Persepsi kinerja Beberapa hal yang menjadi faktor pengukuran persepsi kinerja adalah (McKenna and Beech,1995 dalam Koesmono, 2005) : 1) Ilmu pengetahuan, kemampuan, keterampilan (Knowledge, ability, skill) dalam pekerjaan. 2) Sikap pada pekerjaan (Attiude to work), antusias dalam mengerjakan segala sesuatu, komitmen serta motivasi. 3) Memiliki kualitas dalam pekerjaan, konsisten dan detail.
4)
Banyaknya
hasil persepsi kinerja. 5) Interaksi, kuat dalam
berkomunikasi, memiliki keterampilan dan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain diberbagai bagian.
2.3.3. Manfaat dan Dampak Persepsi kinerja Dengan adanya penilaian kerja kepada para karyawan perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai pemberian gaji, promosi serta dapat melihat perilaku dari karyawannya (Koesmono, 2005)
20 2.4. Hipotesa Ha : Terdapat hubungan antara faktor motivasi dan dimensi kepribadian yang mempengaruhi persepsi tentang kinerja karyawan bagian payroll PT. Carrefour Indonesia H0 : Tidak terdapat hubungan antara
faktor motivasi dan dimensi
kepribadian yang mempengaruhi persepsi tenga kinerja karyawan bagian payroll PT. Carrefour Indonesia