BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tenaga Kerja (Manpower) Penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktiviatas tersebut (Subri, 2003).Pada tiap negara batas umur tenaga kerja berbeda-beda hal ini karena situasi tenaga kerja di masing-masing negara juga berbeda-beda.Di negara Indonesia tenaga kerja ditetapkan dengan UU No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang menetapkan bahwa batas usia kerja 15 tahun. MenurutSimanjuntak (dalam Kiki, 2012) Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan.
Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari
golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau golongan penerima pendapatan.Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja.Pada dasarnya tenaga kerja dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Angkatan kerja, yaitu tenaga kerja berusia 15 tahun dan lebih yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja dan mereka yang tidak mempunyai
8
pekerjaan tetap sedang mencari pekerjaan atau mengharapkan dapat bekerja. 2. Bukan angkatan kerja, yaitu tenaga kerja yang berusia 15 tahun keatas yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan lain-lain atau penerima pendapatan dan melakukan kegiatan yang dapat dikategoriakan bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari kerja. 2.1.2 Pasar Kerja Pasar kerja merupakan aktivitas dari para pelaku yang tujuannya adalah mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja (Sumarsono, 2009). Proses mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja ternyata memerlukan waktu lama. Dalam proses ini, baik pencari kerja maupun pengusaha dihadapkan pada suatu kenyataan sebagai berikut : 1. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan dan sikap pribadi yang berbeda. Di pihak lain setiap lowongan yang tersedia
mempunyai
sifat
pekerjaan
yang
berlainan.
Pengusaha
memerlukan pekerjaan dengan pendidikan, keterampilan, kemampuan, bahkan mungkin dengan sikap pribadi yang berbeda.
Tidak semua
pelamar akan cocok untuk satu lowongan tertentu, dengan demikian tidak semua pelamar mampu dan dapat diterima untuk satu lowongan tertentu. 2. Setiap pengusaha atau unit usaha menghadapi lingkungan yang berbeda seperti output, input, manajemen, teknologi, lokasi, pasar sehingga mempunyai kemampuan berbeda dalam memberikan tingkat upah,
9
jaminan sosial dan lingkungan pekerjaan. Di pihak lain, pencari kerja mempunyai produktivitas yang berbeda dan harapan-harapan mengenai tingkat upah dan lingkungan pekerjaan.
Oleh sebab itu tidak semua
pencari kerja bersedia menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang berlaku di suatu perusahaan, sebaliknya tidak semua pengusaha mampu serta bersedia memperkerjakan seorang pelamar dengan tingkat upah dan harapan yang dikemukakan oleh pelamar tersebut. 3. Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir (1) dan (2). Sekian banyak pelamar, pengusaha biasanya menggunakan waktu yang cukup lama melakukan seleksi guna mengetahui calon yang paling tepat untuk mengisi lowongan yang ada. 2.1.3 Permintaan dan Penawaran Tenaga kerja Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin tinggi tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja. Tiap perusahaan mempunyai jumlah dan fungsi permintaan yang berbeda sesuai dengan besar kecilnya perusahaan atau produksi, jenis usaha, penggunaan teknologi, serta kemampuan manajemen dari pengusaha yang bersangkutan (Simanjuntakdalam Setiawan, 2010). Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk di tawarkan.Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada (1) besarnya penduduk, (2) persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, (3) jam kerja
10
yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja, di mana ketiga komponen tersebut tergantung pada tingkat upah.Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat.Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut.Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerjadipengaruhi oleh tingkat upah.Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah meningkat maka permintaan tenaga kerja akan menurun.
Berikut Gambar 2.1 yang
menunjukkan adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. w SL
We
DL
0
Ne
N
Sumber : Mulyadi Subri, 2003
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja Keterangan Gambar : SL
: Penawaran tenaga kerja (supply of labor)
DL
: Permintaan tenaga kerja (demand for labor)
W
: Upah riil
N
: Jumlah tenaga kerja
11
Ne
: Jumlah tenaga kerja yang diminta
We
: Tingkat Upah
E
: Keseimbangan permintaan dan penawaran
Berdasarkan Gambar 2.1 diketahui bahwa jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian titik-titik keseimbangan adalah titik E.Di sini tidak ada excess supplyof labor maupun excess demand for labor.Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur.Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut. Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah.Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa: 1. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor). Pada Gambar 2.2 terlihat adanya excess supply of labor dimana pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari permintaan tenaga kerja (DL).Jumlah tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1 dengan demikian ada tenaga kerja yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1 N2.
12
W
Supply Labour W1
Excess Supply
Demand Labour
N1 N2 N 0 Sumber : Mulyadi Subri, 2003
Gambar 2.2 Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan Dan Penawaran Terhadap Tenaga Kerja (Excess Supply Of Labor) Keterangan Gambar : W : Tingkat upah N : Jumlah tenaga kerja
2. Lebih besarnya permintaan dibanding penawaran terhadap tenaga kerja(excess demand for labor). Pada Gambar 2.3 terlihat adanya excess demand for labor dimana padatingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL).
Jumlah tenaga kerja yang
menawarkan diriuntuk bekerja pada tingkat upah W2adalah sebanyak N3 tenaga kerja,sedangkan yang diminta adalah sebanyak N4 tenaga kerja.
13
W Supply Labour
W2 Excess Demand
0
N3
N4
Demand Labor N
Sumber : Mulyadi Subri, 2003
Gambar 2.3 Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan Dan Penawaran Terhadap Tenaga Kerja (Excess Demand For Labor) 2.1.4 Pengangguran Pengangguran adalahangka yang menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan (Subri, 2003).Menurut Santoso, 2012) pengangguran adalah jumlah akumulasi orang yang tidak bekerja pada suatu titik waktu tertentu. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Sementara setengah menganggur dibagi dalam dua kelompok yaitu: (1) Setengah MenganggurKetara (Visible Underemployment) ialah jika seseorang bekerja tidak tetap (part time) di luar keinginannya sendiri, atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari biasanya.
Dan (2) Setengah Menganggur Tidak Ketara
(Invisible Underemployment) ialah jika seseorang bekerja secara penuh (full time) tetapi pekerjaannya dianggap tidak mencukupi, karena pendapatannya terlalu
14
rendah atau pekerjaannya tidak memungkinkan ia untuk mengembangkan seluruh keahliannya (Subri, 2003). 2.1.4.1 Jenis-Jenis Pengangguran Pengangguran terjadi karena ketidaksesuain antara permintaan dan penyediaan dalam pasar kerja.
Berikut bentuk-bentuk pasar kerja menurut
(Sumarsono, 2009) yaitu : 1.
Pengangguran Friksional Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan
temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowonga kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk : (a) tenggang waktu yang diperlukan selama proses/prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak dan kurangnyainformasi; (b) kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justru terdapat bukan disekitar tempat tinggal si pencari kerja dan (c) pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan dan demikian pula pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai. 2. Pengangguran Musiman Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim.Di luar musim panen dan turun kesawah, banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim baru.Selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.
15
3. Pengangguran Siklikal Pengangguran siklikal dalam kegiatan ekonomi yang ada kalanya terjadi ekspansi kegiatan meningkat.Timbul kejenuhan dan penurunan kegiatan setelah itu diikuti kenaikan intensitas kegiatan lagi.Siklus seperti ini tentu membawa dampak pada permintaan tenaga kerja. 4. Pengangguran Struktural Pengangguran sturktual adalah pengangguran yang terjadi karena perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian.Perubahan struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut. 5. Pengangguran Teknologi Dalam pertumbuhan industri bahwa teknologi yang dipakai dalam proses produksi yang selalu berubah. Perubahan teknologi produksi membawa dampak kesempatan kerja keberbagai arah.Kekuatan substitutif dan kekuatan merombak spesifikasi jabatan yang ditimbulkan membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja berupa pengangguran. 6. Pengangguran karena kurangnya permintaan aggregat Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk diadakannya kegiatan investasi. Pengeluaran
investasi memberikan peluang untuk tumbuhnya
kesempatan kerja.Kurangnya permintaan aggregat diartikan sebagai mendasar bukan sementara bulanan atau sementara tahunan, tetapimerupakan kondisi yang berlaku dalam jangka panjang.Profil yang perlu diketahui adalah tempat
16
terjadinya pengangguran menurut sektor ekonomi, pertanian, pertambangan dan selanjutnya distribusi menurut pendidikan diketahui pengangguran tidak terdidik atau berpendidikan rendah dapat lebih mudah ditangani karena kesempatan kerja bagi tenaga berketerampilan mudah lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan lebih besar.Akan tetapi sebaliknya dapat terjadi bahwa orang yang berpendidikan rendah susah menyesuaikan diri dengan keterampilan baru. 2.1.5 Pasar Tenaga Kerja Terdidik dan Tenaga Kerja Tak Terdidik Penggolongan pasar kerja menurut pasar kerja intern dan eksternmenekankan proses pengisian lowongan kerja. Sebaliknya penggolongan pasar kerjamenurut pasar kerja utama dan biasa hanya menekankan aspek atau keadaanlingkungan pekerjaan dan orang yang sudah bekerja di dalamnya.Pasar kerjamenyangkut kedua-duanya
yaitu
tenagakerja.Penawaran
seluruh mencakup
penawaran yang
sudah
dan
pemintaan
bekerja
dan
akan pencari
kerja.Permintaanmencakup jumlah pekerjaan yang sudah terisi dan lowongan yang belum terisi.Pasar kerja membicarakan hubungan permintaan dan penawaran akan tenagakerja, jadi mencakup aspek proses pengisian lowongan kerja dan orang-orangyang bekerja serta pekerjaan yang sudah terisi. Menurut Simanjuntak dalam (setiawan, 2010) Tenaga kerja terdidik biasanyamempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi dari tenaga kerja tak terdidik.Produktivitas kerja pada dasarnya tercemin dalam tingkat upah, tiap lowonganpekerjaan umumnya selalu dikaitkan dengan persyaratan tingkat pendidikan bagicalon yang akan mengisinya. Penyediaan tenaga kerja terdidik
17
harus melaluisistem sekolah yang memerlukan waktu lama, oleh karena itu elastisitaspenyediaan tenaga terdidik biasanya lebih kecil daripada penyediaan tenaga takterdidik.Tingkat partisipasi kerja tenaga terdidik lebih tinggi daripada partisipasitenaga tak terdidik.Tenaga terdidik biasanya berasal dari keluarga yang lebihberada, yaitu keluarga kaya, yang mampu menyekolahkan anak-anaknya keSekolah
Lanjutan
Tingkat
Atas
(SLTA)
dan
Perguruan
Tinggi.Dengandemikiantenaga kerja dari keluarga miskin umumnya tidak mampu meneruskanpendidikannya dan terpaksa mencari pekerjaan. 2.1.6 Teori Mencari Kerja (Job Search Theory) Adanya informasi yang tidak sempurna menyebabkan pekerja harus mencari informasi tentang perusahaan yang prospektif. Pada saat masih awal mencari pekerjaan, pekerja biasanya akan menawarkan upah yang masih rendah. Seiring dengan frekuensi mencari pekerjaan yang semakin sering maka tingkat upah yang ditawarkan juga akan semakin tinggi. Namun pada frekuensi tertentu, tingkat upah yang ditawarkan akan kembali rendah setelah semakin seringnya mencari pekerjaan. Search Theory adalah suatu metode model yang menjelaskan masalah pengangguran dari sudut penawaran yaitu keputusan seorang individu untuk berpartisipasi di pasar kerja berdasarkan karakteristik individu pencari kerja.Search Theorymerupakan bagian dari economic uncertanty yang timbul karena informasi di pasar kerja tidak sempurna, artinya para penganggur tidak mengetahui secara pasti kualifikasi yang dibutuhkan maupun tingkat upah yang ditawarkan pada lowongan-lowongan pekerjaan yang ada di pasar.Informasi yang
18
diketahui pekerja hanyalah distribusi frekuensi dari seluruh tawaran pekerjaan yang didistribusikan secara acak dan struktur upah menurut tingkatan keahlian.Search Theory mengasumsikan bahwa pencari kerja adalah individu yang riskneutral, artinya mereka akan memaksimisasi expected incomenya.Dengan tujuan maksimisasi expected net income dan reservation wage sebagai kriteria menerima atau menolak suatu pekerjaan. Pencari kerja akan mengakhiri proses mencari kerja pada saat tambahan biaya (marginal cost) dari tambahan satu tawaran kerjatepat sama dengan tambahan imbalan (marginal return) dari tawaran kerja tersebut. Pencari kerja menghadapi ketidakpastian tentang tingkat upah sertaberbagai sistem balas jasa yang ditawarkan oleh beberapa lowongan pekerjaan.Kalaupun informasi tentang hal ini ada, tetapi biaya untuk memperolehnya mahal(Sutomo, dkk, 1999 dalam Setiawan 2010). Search Theory juga mengasumsikan bahwa pencari kerja adalah individu yang risk neutral. Artinya mereka akan memaksimisasi expected incomenya. Dengan tujuan maksimisasi expected net income dan reservation wage sebagai kriteria ia menerima atau menolak suatu pekerjaan, pencari kerja akan mengakhiri proses mencari kerja pada saat tambahan biaya (marginal return) dari tawaran kerja tersebut. 2.1.7 Human Capital Investasi pada bidang sumber daya manusia adalah pengorbanan sejumlah dana yang dikeluarkan dan kesmepatan memperoleh penghasilan selama proses investasi.
Penghasilan yang diperoleh pada masa yang akan datang adalah
19
penghasilan yang lebih tinggi untuk mampu mencapai konsumsi yang lebih tinggi pula. Menurut Sumarsono (2009) Investasi di bidang sumber daya manusia dapat dilakukan dalam bentuk : a. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam sumber daya manusia.Pendidikan tidak hanya menambah pengetahuan,akan tetapi juga meningkatkan
keterampilan
bekerja,
dengan
demikian
meningkatkan
produktivitas kerja.Dengan melakukan investasi di bidang pendidikan akanmemperoleh imbalannya beberapa tahun kemudian dalam bentuk pertambahan hasil kerja. Human Capital dibidang pendidikan dapat digunakan dalam beberapa hal: (1) Sebagai dasar pengambilan keputusan mengenai apakah seseorang akan melanjutkan sekolah atau tidak, (2) digunakan untuk menerangkan situasi kerja seperti bertambahnya pengangguran dikalangan tenaga kerja terdidik, (3) memperkirakan tambahan penyediaan tenaga dari beberapa jenis dan tingakat pendidikan beberapa tahun ke depan, (4) menyusun kebijaksanaan pendidikan dan perencanaan tenaga kerja, (5) menentukan apakah suatu program pendidikan cukup baik untuk diselenggarakan atau tidak (Sumarsono, 2009). b. Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu bentuk investasi modal manusia disamping pendidikan. Pelatihan dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
20
1. Pelatihan umun adalah jenis pelatihan yang diberikan kepada seseorang oleh suatu perusahaan atau lembaga, namun hasil pelatihan tersebut dapat dimanfaatkan oleh perusahaan lainnya. 2. Pelatihan spesifik adalah jenis pelatihan yang diberikan kepada seseorang oleh suatu perusahaan atau lembaga, hasil pelatihan tidak dapat dimanfaatkan oleh perusahaan lain. 2.1.8Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang terkait tentang lama mencari kerja pada tenaga kerja terdidik.
Beberapa
penelitian tersebut antara lain : 1.Satrio Adi Setiawan (2010) Judul : Pengaruh umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman kerja dan jenis kelamin terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di kota Magelang. Hasil penelitian sebagai berikut : a. Variabel umur memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.
Berarti bahwa semakin tua umur pencari kerja akan
semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja. b. Variabel pendidikan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja. Berarti bahwa semakin tingginya pendidikan pencari kerja justru akan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja.
21
c. Variabel pendapatan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.
Berarti bahwa semakin tinggi pendapatan yang
diperoleh akan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja. d. Variabel pengalaman kerja memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja. Berarti bahwa pencari kerja yang memiliki pengalaman kerja akan lebih cepat waktu yang digunakan untuk mencari kerja dibandingkan yang tidak memiliki pengalaman. e. Variabel jenis kelamin memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadaplama mencari kerja. Berarti bahwa pencari kerja yang berjenis kelamin laki-lakiakan lebih lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja dibandingkandengan perempuan. f. Dari lima variabel yang diteliti, variabel pendapatan merupakan variable paling dominan dalam mempengaruhi lama mencari kerja bagi tenaga kerjaterdidik di Kota Magelang. 2. Andi Supratikno dan Nenik Woyanti (2011) Judul : Fakto-faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di kabupaten Semarang. Hasil penelitian sebagai berikut : a. Variabel pendapatan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.
Berarti bahwa semakin tinggi pendapatan
yangdiperoleh akan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja. b. Variabel
tingkat
pendidikan
memiliki
pengaruh
positif
yang
signifikanterhadap lama mencari kerja. Berarti bahwa semakin tingginya
22
pendidikanpencari kerja justru akan semakin lama waktu yang digunakan untukmencari kerja. c. Variabel umur memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap lamamencari kerja. Berarti bahwa di Kabupaten Semarang umur pencari kerjayang semakin tua akan singkat waktu yang digunakan untuk mencari kerja. d. Variabel
Pendidikan
Teknis
memiliki
signifikanterhadap lama mencari kerja.
pengaruh
positif
yang
Berarti bahwa di Kabupaten
Semarangbahwa pencari kerja dengan latar belakang pendidikan kejuruan akan lebihsiap masuk pasar kerja sesuai dengan tujuan pendidikan kejuruan itusendiri, akibatnya lama mencari kerja lebih kecil. e. Dari
empat
variabel
yang
diteliti,
variabel
tingkat
pendidikan
merupakanvariable paling dominan dalam mempengaruhi lama mencari kerja bagitenaga kerja terdidik di Kabupaten Semarang. 3. Azhar Putera Kurniawan dan Herniawati Retno Handayani (2013) Judul : Analisis lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di kabupaten Purworejo. Hasil penelitian sebagai berikut : a. Variabel pendidikan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat
pendidikan pencari kerja di Kabupaten Purworejo akan semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mencari kerja.
23
b. Variabel umur memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.
Berarti bahwa semakin tua umur pencari kerja akan
semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja. c. Variabel gaji memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja. Hal ini menunjukkan semakin tinggi gaji yang diperoleh akan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja. d. Terdapat perbedaan lama mencari kerja antara status pekerjaan formal dan status pekerjaan informal, yaitu responden yang bekerja di sektor formal waktu untuk mendapatkan pekerjaan lebih lama dibandingkan responden yang bekerja di sektor non-formal yang membutuhkan waktu lebih singkat untuk mendapatkan pekerjaan. Dari empat variabel yang digunakan pada penelitian ini, variabel umur merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di Kabupaten Purworejo. Dari empat variabel pada penelitian ini variabel status pekerjaan secara individu tidak berpengaruh terhadap lama mencari kerja. Namun dari empat variabel yang digunakan penelitian ini secara bersama memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja.
24
2.2 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Umur (X1) Pendidikan (X2)
Lama Mencari Kerja (Y)
Pendapatan (X3) Jenis Kelamin (X4) Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 2.3 Hipotesis Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga umur berpengaruh terhadap lama mencari kerja. 2. Diduga tingkat pendidikan berpengaruh terhadap lama mencari kerja. 3. Diduga harapan pendapatan berpengaruh terhadap lama mencari kerja. 4. Diduga terdapat perbedaan lama mencari kerja antara jenis kelamin lakilaki dan perempuan.
25