BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Sridiawati (2014). “Persepsi Pegawai Terhadap Penilaian Kinerja Pegawai Oleh Pimpinan Biro Umum di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Barat”. Jurnal Administrasi Pendidikan Vol 2 no 1. Tulisan ini membahas tentang persepsi pegawai terhadap penilaian kinerja pegawai oleh pimpinan biro umum di kantor gubernur Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuesioner. Reponden yang digunakan dalam peneitian ini adalah 43 Orang. Unsur-unsur yang dinilai dalam penelitian ini adalah kuantitas (pembagian tugas dan jumlah pekerjaan yang diselesaikan), kualitas (kebersihan, kerapian, kecepatan, dan ketepatan), dan ketepatan waktu (kedisiplinan dan penyelesaian pekerjaan). Hasil penelitian ini adalah dilihat dari segi kuantitas kerja memperoleh nilai rata – rata 4,29, yang artinya tergolong dalam kategori baik, dilihat dari segi kualitas kerja memperoleh nilai rata – rata 4,19, yang artinya sudah tergolong dalam kategori baik, dan jika dilihat dari segi ketepatan waktu memperoleh nilai rata – rata 4,18 yang artinya sudah tergolong dalam kategori baik. Kesimpulan penelitian ini adalah persepsi pegawai terhadap penilaian kinerja pegawai yang dilakukan oleh pimpinan biro umum di kantor gubernur Provinsi Sumatera Barat dilihat dari aspek kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu kerja terhadap pegawai sudah terlaksana dengan baik. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada penilaian persepsi karyawan, teknik analisis data deskriptif kualitatif dan kuesioner, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, variabel dan indikator penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Ikemefuna dan Chidi (2012). “Workers Perception of Performance Appraisal in Selected Public and Private Organization in Logos Metropolitan, Nigeria ”. International Journal of Human Resource Studies Vol 2 no 3. Tulisan ini membahas mengenai persepsi pekerja terhadap penilaian prestasi kerja dalam organisasi publik maupun swasta. Pengambilan sampel sejumlah 174 orang dengan metode simple random sampling dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan kuesioner. Hasil penelitian ini adalah 81,60 persen setuju dan sangat setuju dengan penilaian prestasi kerja sebagai alat untuk pengembangan organisasi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada penilaian persepsi karyawan dan teknik analisis data yaitu menggunakan kuesioner, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian,variabel dan indikator penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Femi (2013). “Perception of Performance Appraisal and Workers Performance in Wema Bank Headquarter, Logos”. Global journal of arts, humanities and social sciences Vol 1 no 4. Dalam tulisan ini membahas tentang persepsi penilaian prestasi kerja dan prestasi kerja karyawan di pusat Bank Wema, Logos. Penelitian ini menggunakan SPSS dan di
uji dengan Chi-Square. Responden dalam penelitian ini berjumlah 120 orang dianalisis dengan teknik simple random sampling. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui penilaian prestasi kerja adalah alat yang penting untuk prestasi kerja karyawan, untuk mengidentifikasi komitmen karyawan terhadap tujuan organisasi, adanya hubungan yang signifikan antara penilaian prestasi kerja dan kenaikan gaji, serta untuk memberikan pengertian bahwa penilaian prestasi kerja penting dilakukan sebagai alat untuk kegiatan promosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penilaian prestasi kerja dengan prestasi kerja karyawan, penilaian prestasi kerja karyawan dengan kegiatan promosi, dan penilaian prestasi kerja dengan kenaikan gaji karyawan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu terletak pada penilaian persepsi karyawan terhadap penilaian prestasi kerja dan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, variabel dan indikator serta teknik analisis data yang digunakan. 2.2 Deskripsi Konsep 2.2.1 Tinjauan Tentang Hotel Dilihat dari asal katanya, kata hotel berasal dari bahasa latin hospes yang mempunyai pengertian untuk menunjukkan orang asing yang menginap di rumah seseorang. Kemudian dalam perkembangannya kata hospes menjadi hoste dalam bahasa Prancis dan seterusnya menjadi hotel dengan pengertian sebagai rumah penginapan. Menurut Manurung dan Tarmoezi (2001: 1), hotel adalah sebuah gedung yang digunakan untuk tempat penginapan dengan tujuan komersial
dan menyediakan jasa pelayanan secara profosional bagi para tamu termasuk penyediaan makanan, minuman, dan fasilitas lainnya. Menurut Komar (2014: 2) hotel merupakan organisasi yang kompleks dengan beberapa bagian yang mungkin tidak akan terlihat oleh masyarakat biasa pada umumnya. Menurut Sujatno (2006:29) hotel adalah suatu akomondasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan, dan minuman serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial. Menurut Baygono (2012: 63) hotel adalah akomodasi yang dikelola secara komersial dan profesional, disediakan bagi setiap orang untuk mendapatkan pelayanan penginapan, makan dan minum serta pelayanan lainnya. Pendapat para ahli yang dimaksud dengan hotel adalah suatu akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa, penginapan, makanan dan minuman yang dikelola secara komersial. 2.2.1.1 Tinjauan Tentang Klasifikasi Hotel Manurung dan Tarmoezi (2001:2-6), menjelaskan mengenai klasifikasi hotel berdasarkan besarnya hotel (hotel size), pemakai jasa hotel (hotel target market), mutu pelayanan (level of service) dan cara kepemilikannya
(ownership).
Masing-masing
kategori
pengklasifikasikan hotel tersebut akan dibahas sebagai berikut:
untuk
1) Berdasarkan Besarnya Hotel (Hotel Size) Secara umum, hotel dapat dikategorikan berdasarkan besarnya hotel yang bersangkutan, yakni besarnya jumlah kamar yang dimiliki. Pengklasifikasian hotel berdasarkan kategori ini dibagi atas empat, yakni: (1) Hotel yang memiliki jumlah kamar tidak lebih dari 150 kamar. (2) Hotel yang memiliki jumlah kamar antara 150 hingga 299 kamar. (3) Hotel yang memiliki jumlah kamar antara 300 hingga 600 kamar. (4) Hotel yang memiliki jumlah kamar lebih dari 600 kamar. 2) Berdasarkan Pemakai Jasa Hotel (Hotel Target Market) Banyak hotel dikategorikan berdasarkan pemakai jasa hotel yaitu: (1) Commercial Hotel Commercial hotel adalah hotel yang diperuntukan khusus bagi para usahawan. Jenis hotel itu biasanya berlokasi di pusat kota atau daerah bisnis. Walaupun jenis hotel ini diperuntukan bagi para usahawan, banyak juga grup pelancong atau pelancong pribadi yang tertarik menginap di hotel ini. (2) Airport Hotel Airport Hotel merupakan hotel yang digemari oleh para tamu karena dekat dengan pusat perjalanan seperti bandara. Hotel ini menjadi pilihan penginapan para tamu usahawan dan penumpang pesawat terbang yang tiba kemalaman di bandara daerah/negara
tujuan atau yang mengalami penundaan penerbangan, serta para awak pesawat terbang. (3) Suite Hotel Suite hotel merupakan usaha perhotelan yang sangat cepat perkembangannya. Jenis hotel ini mempunyai kamar dengan ciri tersendiri karena kamar tidur yang terpisah dari ruang tamu dan terhindar dari keramaian umum dan hanya menampung lebih sedikit tamu dibanding hotel lainnya. (4) Residential Hotel Residential hotel hampir mirip dengan suite hotel karena jenis hotel ini memiliki kamar tidur, ruang tamu, dan dapur kecil. Jenis hotel ini biasanya disewa untuk waktu lama dan sistem penyewaannya terdiri dari dua pilihan, yakni tamu bisa menyewa hanya gedungnya saja tanpa pelayanan atau menyewa gedung berikut pelayanan. (5) Resort Hotel Resort hotel jenis hotel yang menjadi pilihan orang yang akan berlibur dan menginap lebih lama daripada tamu di hotel lainnya. Hotel ini memiliki ciri khusus yaitu pemandangan indah dan kegiatan yang menyenangkan. (6) Bed and Breakfast Hotel (B&B) Hotel ini disebut juga dengan
B&B Hotel. Jenis hotel ini
bervariasi bentuknya, mulai dari bentuk rumah yang terdiri dari
beberapa kamar yang dilengkapi dengan fasilitas penginapan sampai bentuk gedung kecil yang memiliki 20 sampai 30 kamar tidur dan menyuguhkan sarapan kepada tamu. (7) Time-Share Hotel Time-Share Hotel atau kondominium merupakan pengembangan usaha perhotelan berupa satu gedung yang dimiliki oleh perseorangan atau perusahaan yang membentuk suatu asosiasi dan menyewa jasa perusahaan manajemen untuk mengoperasikan gedung tersebut menjadi hotel. (8) Casino Hotel Casino hotel merupakan hotel yang dilengkapi dengan fasilitas judi. Meskipun begitu, hotel ini memiliki kamar mewah, makanan, minuman, dan pelayanan yang mewah guna mendukung pengoperasian perjudian di hotel ini yang berlangsung 24 jam sehari. (9) Conference Center Conference Center merupakan hotel yang dirancang untuk menangani grup yang mengadakan pertemuan. Pada umumnya hotel ini menyediakan akomodasi, tetapi tujuan utama hotel ini adalah
untuk
memberikan
pelayanan
yang
mendukung
keberhasilan penyelenggaraan pertemuan dengan penyediakan peralatan audiovisual dan sound system beserta teknisinya, meja dan kursi yang menyenangkan, dan lain sebagainya.
3) Berdasarkan Mutu Pelayanan (Levels of Service) Cara lain untuk mengklasifikasikan hotel adalah berdasarkan mutu pelayanannya. Mutu pelayanan merupakan salah suatu alat ukur atas hotel yang memberikan jasa kepada tamu. Berdasarkan klasifikasi ini ada beberapa hal seputar dasar pelayanan hotel, yaitu: (1) Pelayanan yang tak nyata (itangibility of service). Sebernarnya produk tak nyata seperti pelayanan yang bermutu yang disuguhkan hotel merupakan konstribusi terbesar dalam pengalaman usaha perhotelan. Produk tak nyata, yakni mutu pelayanan tidak kalah pentingnya dengan produk nyata seperti makanan enak bagi tamu pada waktu mereka menikmati hidangan yang mereka peroleh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa produk tak nyata, yakni mutu pelayanan merupakan daya pikat yang kuat, jelas, dan tepat bagi usaha perhotelan. (2) Jaminan Mutu (Quality Assurance) Tantangan terbesar yang dihadapi oleh usaha perhotelan sekarang ini
adalah
pengawasan
mutu
berbagai
pelayanan/servis.
Pelaksanaan servis/pelayanan yang mantap merupakan servis yang memberikan jaminan mutu. Jadi kemantapan dalam melakukan tugas oleh petugas hotel merupakan kunci untuk menghasilkan mutu pelayanan. Kunci untuk kemantapan dalam melaksanakan tugas adalah fasilitas yang memenuhi syarat dan usaha perhotelan dapat dibahas berdasarkan tiga dasar mutu pelayanan, yaitu:
world-class service (menawarkan servis/pelayanan kelas dunia), mid-range
service
(menawarkan
servis
kelas
menengah),
economy/limited service. 4) Berdasarkan Cara Kepemilikan Cara lain untuk mengklasifikasikan hotel adalah berdasarkan sistem kepemilikan. Berdasarkan sistem ini, hotel dapat dibagi menjadi dua, seperti sebagai berikut: (1) Independent Hotel Independent Hotel adalah hotel yang tidak memiliki kerja sama kepemilikan atau pun manajemen dengan hotel lain. (2) Chain Hotel Chain Hotel (hotel berantai) terdiri atas beberapa bentuk sesuai dengan asosiasi tempat hotel tersebut bergabung. Macam hotel berantai adalah: parent company, management contract, dan franchise and referral group hotels.
Berdasarkan pengertian hotel yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan yang menyediakan fasilitas berupa jasa pelayanan penginapan, makan dan minum,dan fasilitas lainya yang dikelola secara komersial.
2.2.2 Tinjauan Tentang Prestasi Kerja Setelah karyawan diterima, ditempatkan, dan dipekerjakan maka prestasi kerja adalah hasil yang dicapai dalam suatu periode masa kerja tertentu. Prestasi kerja bagi perusahaan selain untuk mengembangkan perusahaan, juga digunakan sebagai bahan penilaian oleh perusahaan untuk menetapkan tindakan kebijakan perusahaan dan juga sebagai bahan penilaian karyawan untuk dipromosikan, didemosikan dan balas jasa. 2.2.2.1 Tinjauan Tentang Pengertian Prestasi Kerja Prestasi kerja merupakan hal yang diharapkan oleh perusahaan dari para karyawannya dalam rangka mengembangkan dan melancarkan setiap aktivitas perusahaan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Tiffin (dalam Sutrisno, 2012:152) prestasi kerja merupakan hasil dari gabungan individu dan variabel fisik dan pekerjaan serta variabel organisasi dan sosial. Bernardin dan Rusel (dalam Sutrisno, 2012:150) menyatakan bahwa prestasi adalah catatan tentang hasil – hasil yang diperoleh dari fungsi – fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Maeir (dalam Sutrisno, 2012:150) memberi batasan bahwa secara umum prestasi kerja diartikan sebagai suatu keberhasilan dari suatu individu dalam suatu tugas dalam pekerjaannya. Sutrisno (2012:151) menyatakan prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan
aktivitas
kerja.
Robbins
(dalam
Wijono,
2012:79)
menyatakan prestasi kerja sebagai usaha seorang karyawan dalam mencapai objektif atau tujuan organisasi tersebut. Legece (dalam Wijono, 2012:79) mengemukakan prestasi kerja sebagai usaha seseorang dalam menjalankan atau menyempurnakan suatu tugas dengan efektif. Byars dan Rue (dalam Sutrisno, 2012:150) mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas – tugas yang mencakup pada tugas – tugas yang mencakup pada pekerjaannya. Lawler dan Porter (dalam Wijono, 2012:79) menyatakan bahwa job performance adalah successful role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan – perbuatannya. Mangkunegara (2005:67) Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasibuan (2014:94) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan padanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Tanpa adanya prestasi kerja yang baik pada setiap level pekerjaan dalam suatu organisasi, pencapaian tujuan
dan keberhasilan organisasi akan sangat sulit tercapai atau bahkan tidak dapat diwujudkan sama sekali. 2.2.2.2 Indikator-indikator Prestasi Kerja Maier (dalam Wijono, 2012:81) mengemukakan dua cara dalam mengukur prestasi kerja karyawan, yaitu: 1) Pekerjaan produksi merupakan pekerja yang dapat diukur secara kuantitatif dan lebih mudah diukur dengan suatu kriteria yang objektif. 2) Pekerjaan yang non produktif merupakan pekerjaan yang dapat ditentukan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh individu dalam melakukan tugasnya yang biasa disebut sebagai human judgments atau subjektif. Menurut Hasibuan (2014:95) penilaian prestasi kerja akan meliputi penilaian terhadap: 1) Kesetiaan : mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi 2) Kejujuran : menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 3) Kedisiplinan : menilai karyawan dalam mematuhi peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi. 4) Kreativitas : menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya dalam mengerjakan pekerjaan. 5) Kerja sama : menilai karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya.
6) Kepemimpinan : menilai kemampuan untuk memimpin bawahan untuk bekerja efektif. 7) Kepribadian : menilai karyawan dari prilaku, kesopanan, serta berpenampilan simpatik dan bersikap wajar. 8) Prakarsa : menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif. 9) Tanggung jawab : menilai karyawan dalam mempertangung jawabkan kebijaksanaannya serta perilaku kerjanya. Menurut Street (dalam Sutrisno, 2012:151), umumnya orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor, yaitu: 1)Kemampuan, perangai, dan minat seseorang pekerja. 2)Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peranan seorang pekerja. 3)Tingkat motivasi kerja. Byar dan Rue (dalam Sutrisno, 2012:151), mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan. Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah : 1) Usaha (effrot) yang menunjukan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas. 2) Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. 3) Role/task perception, yaitu segala prilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Byar dan Rue (dalam Sutrisno, 2012:153) mengemukakan faktorfaktor lingkungan mempengaruhi pertasi kerja adalah : 1) Kondisi fisik 2) Peralatan 3) Waktu 4) Material 5) Pendidikan 6) Supervisi 7) Desain organisasi 8) Pelatihan 9) Keberuntungan Rao (dalam Umilaksum, 2008:51-51) menyatakan bahwa indikator prestasi kerja yaitu : 1) Kecakapan kerja : adalah efisiensi dan tingkat penyelesaian serta kualitas pelaksanaan kerja dengan tugas dan tanggungjawabnya. 2) Pengalaman kerja : dimaksudkan adalah masa kerja dalam bidang yang sedang ditekuni karyawan pada saat penelitiaan berlangsung. 3) Inisiatif : frekuensi gagasan atau ide yang dikemukanmkan oleh karyawan, serta perbaikan metode atau sistim kerja dalam suatu periode yang lebih efisien dan efektif dari sebelumnya. 4) Kreatif : kemampuan yang dikembangkan oleh karyawan mencari sesuatu cara yang berfungsi untuk meningkatkan mutu produk.
Sutrisno (2012:152) mengemukakan enam aspek prestasi kunci bagi perusahaan adalah: 1) Hasil kerja : tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan. 2) Pengetahuan pekerjaan : tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja. 3) Inisiatif : tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjan khususnya dalam hal penanganan masalah – masalah yang timbul. 4) Kecekatan mental : tingkatan kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada. 5) Sikap : tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan. 6) Disiplin waktu dan absensi : tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran. Berdasarkan uraian di atas dampak faktor yang dapat digunakan untuk menilai tingkat prestasi kerja karyawan tidak akan sama untuk semua perusahaan, tetapi pada dasarnya apa yang telah dikemukakan merupakan faktor yang lazim digunakan dalam menilai prestasi kerja karyawan.
2.2.3 Tinjauan Tentang Penilaian Prestasi Kerja Karyawan 2.2.3.1 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Kayawan Hasibuan (2014:87) penilaian prestasi kerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi prilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Andrew F.Sikula (dalam Hasibuan,2014:87) penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Dale Yoder (dalam Hasibuan,2014:88) penilaian prestasi kerja merupkan prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai. 2.2.3.2 Ruang Lingkup Penilaian Prestasi Kerja Hasibuan (2014:88-89) menyatakan ruang lingkup penilaian prestasi dicakup dalam 5W + 1H, yaitu : 1) What (apa) yang dinilai : yang dinilai perilaku dan prestasi kerja karyawan seperti kesetiaan, kejujuran, kerja sama, kepemimpinan, loyalitas, pekerjaan saat sekarang, potensi akan datang, sifat dan hasil kerjanya. 2) Why (kenapa) dinilai karena : (1) Untuk menambah tingkat kepuasan para karyawan dengan memberikan pengakuan terhadap hasil kerjanya. (2) Untuk
membantu
bersangkutan.
kemungkinan
pengembangan
personel
(3) Untuk memelihara potensi kerja. (4) Untuk mengukur prestasi kerja para karyawan. (5) Untuk mengukur kemampuan dan kecakapan karyawan. (6) Untuk mengumpulkan data guna menetapkan program kepegawaian selanjutnya. 3) Where (dimana) penilaian dilakukan : (1) Di dalam pekerjaan formal (on the job performance). (2) Di luar pekerjaan formal maupun informal (off the job performance). 4) When (kapan) penilaian dilakukan : (1) Formal
: penilaian yang dilakukan secara periodic
(2) Informal : penilaian yang dilakukan terus – menerus 5) Who (siapa) yang akan dinilai: yang akan dinilai yaitu semua tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di perusahaan. Yang dinilai (appraiser) atasan langsungnya, atasan dari atasan langsung, dan atau suatu tim yang dibentuk di perusahaan. 6) How (bagaimana) menilainya: Metode penilaian apa yang digunakan dan problem apa yang dihadapi oleh penilai (appraiser) dalam melakukan penilaian.
2.2.3.3 Penilaian Prestasi Kerja Hasibuan (2014:91) menyebutkan syarat – syarat penilai (appraiser) sebagai berikut : 1) Penilaian harus jujur, adil, objektif dan mempunyai pengetahuan mendalam tentang unsur – unsur yang dinilai supaya penilaiannya sesuai dengan realitas / fakta yang ada. 2) Penilaian hakekatnya mendasarkan penilaiannya atas benar atau salah, baik atau buruk, terhadap unsur – unsur yang dinilai sehingga hasil penilaiannya jujur, adil, dan objektif. Penilaian tidak boleh mendasarkan penilaiannya atas perasaan supaya penilaian bukan didasarkan atas suka atau tidak suka. 3) Penilai harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan
yang akan dinilai supaya
hasil penilaiannya dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik. 4) Penilai harus mempunyai kewenangan formal, supaya mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 5) Penilai harus mempunyai keimanan supaya penilaiannya jujur dan adil. Hasibuan (2014:91-92) juga menyatakan dalam persoalan siapa saja yang akan melakukan penilaian prestasi kerja karyawan secara umum terdapat 2 (dua) penilaian, yaitu : 1) Penilain Informal: penilai melakukan penilaian mengenai kualitas kerja dan pelayanan yang diberikan oleh masing – masing karyawan baik atau buruk. Penilai ini adalah masyarakat, konsumen, dan rekan.
2) Penilaian Formal: seseorang atau komite yang mempunyai wewenang formal menilai bawahannya di dalam maupun di luar pekerjaan dan berhak menetapkan kebijaksanaan selanjutnya terhadap setiap individu karyawan. Hasil penilaia formal inilah yang akan menentukan nasib setiap karyawan
apakah dipindahkan secara vertikal/horizontal,
diberhentikan, atau balas jasanya dinaikkan. Penilaian formal ini dibedakan atas penilaian individual dan penilaian kolektif. (1) Penilaian individual: seorang atasan langsung yang secara individual menilai prilaku dan prestasi kerja setiap karyawan yang menjadi bawahannya apakah baik, sedang, atau kurang. (2) Penilaian kolektif: suatu tim/kolektif melakukan
penilaian
prestasi
secara bersama – sama
karyawan
dan
menetapkan
kebijaksanaan selanjutnya terhadap karyawan tersebut. 2.2.3.4 Metode Penilaian Prestasi Kerja Karyawan Hasibuan (2014:97-100) mengemukakan metode penilaian prestasi karyawan dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1) Metode tradisional Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi karyawan dan diterapkan secara tidak sistematis maupun dengan sistematis, yang termasuk ke dalam metode tradisional adalah: ` (1) Rating scale: metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau
supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. 2) Employee comparation: metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya. Employee comparation dapat dibagi menjadi 3, yaitu: (1) Alternation ranking: metode ini merupakan metode penilaian dengan cara mengurut peringkat karyawan dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi atau mulai dari bawahan sampai yang tertinggi dan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation: metode ini merupakan metode penilaian karyawan lainnya dengan cara seorang karyawan dibandingkan dengan seluruh karyawan lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. (3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired comparation tetapi digunakan untuk jenis karyawan yang banyak 3) Check List: dengan metode ini penilai sebenarnya tidak menilai tetapi hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia.Penilai tinggal memilih kalimat – kalimat atau kata – kata yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik setiap individu karyawan, baru melaporkannya kepada bagian personalia untuk menetapkan bobot nilai, indeks nilai dan kebijaksanaan selanjutnya bagi karyawan bersangkutan.
4) Freeform essay: dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang/karyawan yang sedang dinilai. 5) Criticl incident: dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari – hari yang kemudian dimasukkan ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya: mengenai inisiatif, kerjasama dan keselamatan. 2) Metode modern 1) Assessment
center:
metode
ini
biasanya
dilakukan
dengan
pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dalam. Cara penilaian tim dilakukan dengan wawancara, permainan bisnis, dan lain – lain. 2) Management by Objective (MBO): dalam metode ini karyawan langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing – masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan. Ciri – ciri MBO adalah: (1) Adanya interaksi antara atasan dengan bawahan secara langsung (2) Atasan bersama – sama dengan bawahan menentukan sasaran dan kriteria pekerjaannya.
(3) Menekankan pada masa sekarang dan masa yang akan dating (4) Menekankan pada hasil yang hendak dicapai. Kelemahan dari MBO adalah : (1) Pendekatan
melalui
MBO
sangat
individualistis
untuk
menetapkan tujuan dan kerja sama dalam penilaiannya (2) Jika penetapan sasaran tidak hati – hati bisa mengakibatkan sasaran yang satu akan menghambat sasaran yang lainnya. (3) Sulitnya menetapkan sasaran yang mempunyai tingkat kesulitan sama. 3) Human asset accounting: Dalam metode ini para pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang, sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel – variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat laba pun akan meningkat. Maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah berhasil. 2.2.3.5 Aspek – aspek yang harus diperhatikan oleh penilai prestasi kerja karyawan Mangkunegara (2009:74) mengemukakan aspek – aspek yang harus diperhatikan oleh penilai prestasi kerja karyawan, yaitu : 1) Hallo Effect : penilaian yang subjektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat negatif maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan pegawai.
2) Liniency : penilaian yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi dari yang seharusnya. 3) Strickness : penilaian yang memiliki kecenderungan memberikan nilai yang terlalu rendah dari yang seharusnya. 4) Central Tendency : penilaian yang cenderung memberikan nilai rata – rata (sedang) kepada pegawai. 5) Personal Biases : penilaian yang memberikan nilai yang terbaik kepada pegawai senior, lebih tua usia yang berasal dari suku bangsa yang sama. 2.2.3.6 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja Hasibuan (2014:89) Penilaian Prestasi kerja memiliki berbagai tujuan dan kegunaan berikut: 1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa. 2) Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. 3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan. 4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja. 5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi.
6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik. 7) Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan – kebutuhan bawahannya. 8) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan – kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampun karyawan selanjutnya. 9) Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan. 10) Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan – kelemahan personel dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan. 11) Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. 12) Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan. Berdasarkan pemaparan beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan evaluasi terhadap prilaku, prestasi kerja dan potensi yang dilakukan oleh manajer terhadap bawahannya. 2.2.4 Tinjauan Tentang Persepsi Robbins dan Timothy (2008:175) persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan – kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.
Ivancevich, et al (2006:116) persepsi ialah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancaindranya mendapat rangsang. Sunaryo (2004:94) persepsi adalah proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu. Walgito (1996:53) persepsi adalah suatu proses yang diawali dengan pengindraan, yaitu suatu proses berwujud diterimanya individu melalui receptor (alat inderanya). Siswanto (2011:78) menyatakan faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau orang lain, objek dan tanda adalah sebagai berikut : 1) Organisation persetual, yaitu salah satu prinsip organisasi yang paling dasar yang bertalian dengan organisasi adalah kecenderungan individu menyusun pola stimulasi dari segi hubungan gambar latar belakang. Gambar adalah faktor yang menjadi pusat perhatian. Sedangkan latar belakang adalah gambar yang dialami tetapi kelihatan samar – samar. 2) Stereotip, adalah cara manajer mengelompokkan para bawahan seringkali merupakan suatu refleksi dari prasangka konseptualnya (conceptual bias). Stereotip digunakan untuk deskripsi penilaian mangenai seseorang atas dasar keanggotaan kelompok etnisnya.
3) Karakteristik manajer, manajer yang mempersepsikan perilaku dan perbedaan individu dari para bawahan dipengaruhi oleh sifatnya sendiri. 4) Faktor situasional, tekanan waktu, sikap individu yang bekerja sama dengan manajer, dan faktor – faktor situasi lain mempengaruhi ketelitian persepsi. 5) Kebutuhan, kebutuhan dan keinginan individu, demikian pula manajer akan mengemukakan persepsi. 6) Emosi, emosi seseorang banyak mempengaruhi persepsi yang kuat, seperti rasa benci yang berlebihan terhadap suatu peraturan organisasi dapat menyebabkan individu tersebut tidak menyenangi sebagian besar kebijakan dan peraturan organisasi. Demikian pada sebaliknya terhadap individu yang memiliki emosi yang rendah akan berpengaruh sedikit terhadap persepsi. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pengorganisasian berupa diterimanya rangsangan melalui panca indra individu atau kelompok sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas dalam diri individu. 2.2.5 Tinjauan Tentang Karyawan Hasibuan (2004:12-13) karyawan adalah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian.
Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan atas karyawan operasional dan karyawan manajerial. 1) Karyawan operasional: adalah setiap orang yang secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah atasan. 2) Karyawan manajerial: adalah setiap orang yang berhak memerintah bawahannya untuk mengerjakan sebaian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai dengan perintah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 3 tentang ketenagakerjaan, pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Karyawan juga sering disebut pegawai atau pekerja, terbagi dua yaitu karyawan lepas atau tidak tetap atau pegawai harian yakni pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak kerja di waktu tertentu, dan karyawan tetap yakni pegawai yang bekerja di suatu badan atau perusahaan secara tetap berdasarkan surat keputusan. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka yang dimaksud karyawan pada penelitian ini adalah semua orang yang terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan perusahaan dan berhak mendapat penghargaan sesuai dengan prestasi kerja yang telah dicapai dan karyawan tersebut bekerja di perusahaan yang bersangkutan.