BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) 2.1.1. Taksonomi Tanaman Sambiloto Secara taksonomi menurut Sivananthan dan Elamaran (2013), sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Subkingdom
: Trakeobionta, tanaman berpembuluh
Superdivisi
: Spermatopita, tanaman berbiji
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Subkelas
: Gamopetalae
Ordo
: Personales
Famili
: Acanthaceae
Subfamili
: Acanthoidae
Genus
: Andrographis
Spesies
: Andrographis paniculata Nees
Gambar 2.1. Herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees)
6
7
2.1.2. Morfologi Sambiloto Sambiloto merupakan herba tahunan, semua bagiannya terasa sangat pahit. Tanaman ini tumbuh banyak di asia tenggara seperti di India, Sri Lanka, Pakistan, malaysia dan Indonesia, dan dibudidayakan secara luas di India, Cina dan Tailand (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008). Sambiloto merupakan tumbuhan tegak yang berukuran 40 sampai 90 cm. Cabang berbantuk segi empat dan tidak berambut, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan. Bentuk daun lanset, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar daun 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, ujung dan pangkal daun tajam atau agak tajam, tepi daun rata. Perbungaan tegak bercabang-cabang, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm, bunga berbibir berbentuk tabung, bibir bunga bagian atas berwarna putih atau berwarna kuning dengan ukuran 7 mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji berwarna ungu dengan panjang 6 mm (DepKes RI, 1979). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai kira-kira 30-110 cm pada daerah yang teduh dan lembab (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008).
2.1.3. Kandungan Kimia Sambiloto Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees mengandung diterpen dan flavonoid. Flavonoid banyak terdapat pada akar tapi dapat juga diisolasi dari daun. Herba sambiloto mengandung alkana, keton dan aldehid. Beberapa jenis diterpen telah teridentifikasi dalam herba sambiloto diantaranya yaitu deoksiandrografolid, andrografolid, isoandrografolid,
neoandrografolid, dan
14-deoksi-11,
12-didehidroandrografolid,
3,19-dihydroxy-15-methoxy-entlabda-8(17),11,13-trien-
8
16,15-olide. Beberapa jenis flavonoid yaitu Dihydroxydimethoxyflavone; 5,4'dihydroxy-7,8-dimethoxyflavone;
Apigenin-7-O-β-D-glucuronide,
dan
5,4'-
dihydroxy-7-methoxy-8-O-β-D-glucopyrarosyl-flavone teridentifikasi dari seluruh bagian tanaman (Song et al., 2013). Komponen bioaktif utama dan paling banyak kandungannya dari tanaman obat Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees adalah andrografolid. Komponen ini dapat ditemukan di semua bagian tanaman, terutama pada bagian daun. Di dalam daun, kadar senyawa andrografolid sebesar 2,5-4,8% dari berat keringnya (Prapanza dan Marito, 2003).
2.2. Andrografolid Andrografolid adalah diterpenoid lakton biosiklik, berupa kristal tak berwarna dan mempunyai rasa yang sangat pahit (Chao dan Lin, 2010). Rumus molekul andrografolid adalah C20H30O5. Gambar struktur kimia andrografolid dapat dilihat pada gambar 2.2 :
Gambar 2.2. Struktur kimia andrografolid (Depkes RI, 2008)
9
Andrografolid mudah larut dalam metanol, etanol, piridin, asam asetat dan aseton, tapi sedikit larut dalam eter dan air. Titik leleh dari komponen ini adalah 228 – 2300C dan dalam methanol memiliki λmaks pada 223 nm. Analisis andrografolid dapat dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Kristalisasi (Wongkittipong et al., 2000; Rajani et al., 2000).
2.2.1. Aktivitas Farmakologi Andrografolid Andrografolid adalah komponen aktif yang diisolasi dari herba sambiloto dan dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antioksidan serta berperan dalam pencegahan proses inflamasi lebih lanjut (Azlan, et al., 2013). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, andrografolid memiliki beberapa aktivitas farmakologi. Ekstrak hidroalkohol mengandung komponen andrografolid, andrografsid dan neoandrografolid pada dosis 100 mg/kg berat badan yang diberikan secara intraperitoneal selama tujuh hari secara signifikan dapat meningkatkan komponen antioksidan seluler dan menurunkan proses peroksidasi lipid di hati yang merupakan indikator aktivitas antioksidan secara in vivo (Singh, et al., 2001). Ekstrak metanol dari A. paniculata yang diberikan secara peroral pada tikus terbukti dapat menurunkan kadar MDA pada pemeriksaan sampel urine 24 jam (Akowuah, et al., 2008). Aktivitas lainnya kandungan dari herba sambiloto memiliki
aktivitas
lainnya
sebagai
aktivitas
sebagai
antihiperlipidemia,
antihiperglikemi, hepatoprotektif, dan neuroprotektif (Thakur et al., 2014).
10
2.3. Ekstraksi dan Isolasi Metabolit Sekunder dari BahanAlam Ekstraksi adalah suatu teknik penarikan kandungan aktif dari tanaman dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dimulai dari kontak pelarut dengan dinding sel tumbuhan, penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan, pelarutan zat aktif dalam sel, difusi zat aktif ke luar sel, dan pengumpulan zat aktif yang telah terektraksi (Sticher, 2008). Metode ekstraksi dengan maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dengan pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar dengan pelarut yang sesuai di tempat yang terlindung dari cahaya matahari dan pada suhu ruangan dengan sesekali pengadukan dimana cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan terbawa oleh cairan penyari. Dari proses tersebut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel, maka larutan terpekat akan terdesak ke luar sel. Peristiwa tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Keuntungan dari metode ini adalah penggunaan peralatan yang sederhana dan mudah diperoleh serta pengerjaannya yang mudah (Seidel, 2012). Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah teknik untuk menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Proses isolasi dengan kristalisasi dan rekristalisasi adalah teknik permurnian padatan-padatan organik yang mempunyai kecenderungan membentuk kisi-kisi kristal yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip umum yang berlaku dalam proses kristalisasi adalah
penurunan
11
temperatur dimana terjadi perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya, hanya molekul-molekul yang sama yang mudah mengkristal sedangkan molekul lain berupa pengotor berada di luar kristalnya atau berada di dalam larutannya (Hostettmann, 1995).
2.4. Aterosklerosis Aterosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa Yunani (athera) suatu bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak. Sedangkan sclerosis dalam bahasa Yunani berarti pengerasan (Sloop et al., 1999). Aterosklerosis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat pada arteri muskuler besar hingga sedang dan arteri elastik besar. Tempat-tempat yang terutama mengalami aterosklerosis adalah aorta abdominalis, arteri koronaria, arteri poplitea, aorta torakalis desendens, dan aorta karotis interna. Aterosklerosis ditandai oleh plak ateromatosa (fibrofatty plagues) yang menonjol dan dasarnya pada tunika intima. Plak ini tersusun dari lipid, sel-sel otot polos yang mengadakan proliferasi dan matriks ekstrasel yang meningkat jumlahnya (Mitchell et al., 2008).
2.4.1. Morfologi Aterosklerosis Plak ateromatosa yang khas (ateroma atau fibrofatty plague) merupakan lesi berwarna putih-kuning dengan dasar yang terletak pada tunika intima dan menonjol ke dalam lumen pembuluh darah. Plak ateroma mengandung sel-sel mati, pecahan kolesterol, sel-sel busa yang penuh lemak dan protein plasma, serta
12
sel otot polos yang melakukan proliferasi pada perbatasan tunika intima-media (Kabo, 2008). Menurut Mitchell et al., (2008), terdapat dua jenis plak yang telah diketahui yaitu Fatty streaks yang merupakan lesi dini yang tersusun dari kumpulan sel-sel makrofag serta sel-sel otot polos yang penuh lemak di dalam tunika intima sedangkan Plak komplikata adalah Ateroma yang mengalami kalsifikasi, perdarahan, fisura, atau ulserasi dan merupakan predisposisi terjadinya trombosis lokal, penebalan tunika media, mikroemboli kolesterol.
2.4.2. Etiologi Aterosklerosis Pembentukan plak arteri pada proses aterosklerosis sangat dipengaruhi oleh tingginya kadar lemak darah salah satunya Low Density Lipoprotein (LDL). Tingginya kadar LDL dalam darah diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial untuk terjadinya stress oksidatif yang memicu meningkatnya peroksidasi lipid pada membran lipid, hemoglobin dan sel darah merah (Wadhwa, et al., 2012). LDL yang mengalami oksidasi menjadi LDL-oks mudah menempel dan menumpuk pada dinding pembuluh darah. LDL yang terperangkap dalam intima dan mengalami proses oksidasi (LDL-oks) berperan pada proses aktivasi sel endotel yang ditandai dengan infiltrasi monosit yang berdifrensiasi menjadi makrofag ke dalam lapisan pembuluh darah membentuk sel busa yang menjadi tumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Tumpukan lemak tersebut akan memicu makrofag merusak sel endotel dan terjadi peningkatan adhesivitas terhadap lipoprotein, leukosit, platelet dan kandungan kimia lain sehingga terbentuk lesi aterogenik (Ryu, 2000).
13
Kolesterol
bukan
merupakan
satu-satunya
faktor
yang
membentuk
aterosklerosis. Aterosklerosis semakin mudah terbentuk karena seseorang memiliki faktor risiko seperti menderita diabetes mellitus, hipertensi, riwayat keluarga menderita penyakit jantung, obat atau alat kontrasepsi, perokok, pertambahan usia (45 tahun ke atas bagi laki-laki dan 55 tahun ke atas bagi wanita) dan kurang aktivitas olahraga (Cahyono, 2008)
2.4.3. Proses Terjadinya Aterosklerosis Aterosklerosis diawali dengan rusaknya dinding pembuluh darah arteri. Pembuluh darah arteri terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan adventisia (lapisan paling luar yang terdiri dari jaringan ikat), lapisan media (lapisan tengah yang terdiri dari otot polos yang berfungsi mengadakan kontraksi dan relaksasi), dan lapisan intima (tersusun dari sel endotel yang juga merupakan komponen yang membentuk pembuluh kapiler, gambaran lapisan pembuluh darah arteri dapat dilihat pada gambar 2.3 (Kabo, 2008).
Gambar 2.3 Lapisan pembuluh darah arteri, (Kabo, 2008)
14
Setelah dinding pembuluh darah rusak, hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antara elemen darah dengan dinding arteri. Sel darah putih seperti leukosit, monosit dan sedikit limfosit pertama melekat pada endotel, kemudian dengan molekul lemak terutama kolesterol LDL akan bermigrasi ke dalam subendotel, maka akan terbentuk garis lemak (fatty streak). Garis lemak merupakan lesi awal dari aterosklerosis. Aterosklerosis dipicu oleh reaksi inflamasi dimana leukosit mulai menggembung karena terisi molekul lemak yang dinamakan sel busa. Sel busa akan akan terus berekspansi keluar dan kedalam merangsang rekruimen sel otot polos dari lapisan media. Dengan demikian, dinding pembuluh darah akan menebal dan ada bagian yang menonjol kedalam lumen arteri yang disebut plak. Plak merupakan tumpukan sel lemak, kalsium, sebagian otot polos dan berbagai komponen sel radang melalui proses reaksi inflamasi. Semakin lama akan semakin menebal dan akhirnya aterosklerosis dapat menutupi hampir semua permukaan pembuluh darah (Ryu, 2000; Kabo, 2008). Proses pembentukan lesi aterogenik dapat dilihat pada gambar 2.4 :
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Lesi Aterogenik, (Kopaei, et al., 2014)
15
Menurut Kopaei, et al., (2014) proses terjadinya aterosklerosis terdiri dari pembentukan tumpukan lemak (fatty streak), pembentukan atheroma, dan pembentukan plak aterosklerosis. Proses pembentukan aterosklerosis diawali dengan sel endotel arteri mengalami cedera, baik secara mekanis maupun karena bahan-bahan sitotoksin (termasuk LDL teroksidasi). Daerah yang terluka memberikan sinyal untuk menarik monosit yang berdifrensiasi menjadi makrofag dan memfagosit bahan-bahan di sekitarnya (termasuk LDL teroksidasi). Sel makrofag tersebut berubah menjadi sel busa yang tertimbun dan menimbulkan fatty streak di dalam pembuluh darah yang diakibatkan dipenuhinya sel makrofag oleh sel lemak. Selanjutnya, sel endotel yang rusak mengakibatkan trombosit menggumpal dan melepaskan tromboksan A2 yaitu suatu zat yang mendorong penggumpalan trombosit lebih lanjut. Sel tersebut juga melepaskan plateletplatelet growth factor seperti interleukin 1 (IL-1) dan TNF. Makrofag ini menghasilkan pertumbuhan yang mengakibatkan proliferasi sel otot polos, yang berintegrasi dari lapisan media ke intima dinding arteri. Sel di dalam lapisan intima melepaskan lemak (triasilgliserol + kolesterol) yang menumpuk di dalam plak yang sedang tumbuh. LDL terus masuk ke lesi dan ikut berperan menambah timbunan lemak. Sel di lesi mensekresi kolagen, elastin dan glikosaminoglikan membentuk tudung fibrosa dan muncul kristal kolesterol di bagian tengah plak. Sel terperangkap dan mati sehingga terbentuk kotoran plak, dan juga terjadi pengerasan pada pembuluh darah. Ruftur dan pendarahan plak berkapsul tersebut di pembuluh koroner dapat menyebabkan pembentukan akut bekuan darah (trombus), yang semakin lama semakin menyumbat.
16
2.4.4. Malondialdehid (MDA) sebagai Indikator Peroksidasi Lipid Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki sebuah elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada disekitarnya untuk menstabilkan diri, sehingga spesies kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Rantai asam lemak tak jenuh jamak pada lapisan fosfolipid membran yang diserang oleh radikal hidroksil menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid menghasilkan berbagai produk akhir yang bersifat radikal dan juga merusak makromolekul lain disekitarnya. Produk tersebut antara lain lipid hidroperoksida, 4-hydroxy-2-alkenal (4-hydroxy-noneal/HNE, acrolein dan crotonaldehyde) dan dicarbonyls (MDA dan glyoxal) (Evans dan Cooke, 2006). MDA merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh dan terdapat dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan di dalam tubuh. Konsentrasi MDA dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas (Rio, et al., 2005). Pengukuran kinetika peroksidasi lipid secara in vitro dapat dilakukan dengan mengukur berapa banyak oksigen yang dibutuhkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, salah satunya TBA (Thiobarbituric acid) reactivity test yang dapat dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Tes ini didasarkan pada reaksi kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBA pada kondisi asam. Hasilnya adalah pigmen berwarna merah yang dapat diukur pada
17
panjang gelombang 532 nm. Jumlah MDA yang terdeteksi menggambarkan banyaknya peroksidasi lipid yang terjadi (Josephy, 1997).
2.5. Metode Induksi Aterosklerosis pada Hewan Uji Induksi aterosklerosis pada hewan uji rata-rata menghabiskan waktu 60 hari (Srinivas et al., 2008). Metode induksi dengan makanan diet tinggi lemak yaitu pemberian diet kuning telur (5%) dan lemak babi (15%) selama 50 hari berhasil menginduksi peningkatan kadar LDL, trigliserida, kolesterol darah, dan berat badan pada tikus (Nugroho, dkk.,2012). Penelitian yang dilakukan oleh Kabchi et al. (2000) penambahan kalsium dan vitamin D dapat mempercepat pembentukan aterosklerosis. Proses induksi pakan dengan kolestrol tinggi dan penambahan kalsium serta vitamin D selama 45 hari berhasil meningkatkan LDL, VLDL, LDL teroksidasi dan meningkatkan kadar kalsium. Pada metode induksi diet tinggi lemak, pemberian Lemak babi lebih dipilih karena mengandung lemak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan lemak sapi dan total kolesterol yang terkandung dalam kuning telur dapat
mencapai 95% (Hermanto dan Muawanah, 2008;
Widyaningsih, 2011).
2.6. Obat Aterosklerosis Aterosklerosis sangat erat kaitannya dengan kadar kolesterol terutama keberadaan LDL (Low Density Lipoprotein) di dinding arteri. Untuk mengurangi risiko aterosklerosis dapat dilakukan dengan menyeimbangkan kadar kolesterol dalam darah (Kovala, 2005). Golongan obat yang paling sering digunakan untuk
18
terapi dislipidemia adalah golongan statin karena mekanisme kerjanya yang dapat menurunkan kadar LDL darah, serta memiliki efikasi dan keamanan yang paling baik dibandingkan obat kolesterol lainnya. Golongan statin dalam dapat menurunkan LDL hingga 18%-55% dan meningkatkan HDL 5%-15% (Cahyono, 2008). Statin mengganggu konversi HMG-CoA reduktase menjadi asam mevalonat dan menghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A (HMG-CoA) reduktase (Sukandar et al., 2009). Asam mevalonat merupakan prekursor kolesterol pada sintesis kolesterol. Ketika proses ini dihambat, maka terjadi peningkatkan regulasi reseptor LDL dan menurunkan kolesterol bebas (Thornton dan Holt, 2000). Efek statin dalam menstabilkan plak aterosklerosis adalah dengan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi otot polos. Statin dapat menstabilkan plak karena dapat menghambat penetrasi monosit ke sel endotel, menghambat oksidasi LDL dan menghambat produksi protein matriks metalloproteinase (MMP) yang dihasilkan oleh makrofag (Rohman, 2007). Berdasarkan efektivitas atau kemampuan statin dalam menurunkan kadar LDL pada dosis awal, terdapat golongan statin yang dikelompokkan ke dalam aksi kuat menurunkan LDL yaitu atorvastatin (Oxford dan King, 2002).