5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm.f.) Nees)
2.1.1 Klasifikasi Berikut klasifikasi tanaman A.paniculata menurut Hutapea (1994): Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Personales
Famili
: Acantaceae
Marga
: Andrographis
Jenis
: Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees)
Nama Umum : Sambiloto
2.1.2 Deskripsi Sambiloto tubuh liar di tempat terbuka, seperti kebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab, atau di pekarangan. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 m (Dalimartha, 1999). Herba sambiloto merupakan tanaman tahunan yang semua bagiannya rasanya sangat pahit. Tanaman ini dapat tumbuh mencapai kira-kira 30110 cm pada daerah yang tropis dengan bunga yang berwarna putih yang berisi bercak ungu pada kelopaknya. Batangnya berwarna hijau gelap, tingginya kira-kira 0,3-1 m, dan berdiameter 2-6 mm, segiempat memanjang serta memiliki banyak 5
6
cabang. Daunnya tungal saling berhadapan, panjang hampir kira-kira 8 cm dan lebar 2,5 cm, berbentuk lanset (pedang), bertepi rata dan tulangnya menyirip. Bunganya kecil berwarna putih dengan bercak ungu, bunganya terletak jarang-jarang dan menyebar pada bagian aksial maupun terminal, berbentuk jorong memanjang kirakira berbentuk 1,9 x 0,3 cm dengan pangkal dan ujungnya lancip. Bijinya berwarna coklat kekuningan. Tanaman ini tumbuh banyak di asia tenggara seperti di India, Sri Lanka, Pakistan, Malaysia dan Indonesia, dan dibudidayakan secara luas di India, Cina dan Tailand (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008). Tanaman A.paniculata ditampilkan pada gambar 2.1.
1
2 3
5
4
Gambar 2.1
Tanaman A.paniculata (1), Bunga Herba sambiloto (2), Benang sari A.paniculata (3), Buah A.paniculata (4), Biji A.paniculata (5) (Kumar, 2012)
6
7
2.1.3 Khasiat dan Bioaktivitas Sambiloto (A.paniculata) merupakan tanaman obat yang paling banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara. Herba ini memiliki rasa pahit. Berdasarkan pengobatan empiris daun dari tanaman A.paniculata memiliki khasiat sebagai obat antibakteri, antiradang, mengontrol reaksi imunitas (imunomodulator), penghilang nyeri, pereda demam, menghilangkan panas dalam, penawar racun (Dalimartha 1999). Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek farmakologi dari A.paniculata. Andrografolid merupakan komponen mayor dan utama dari A.paniculata yang telah dilaporkan memiliki beragam efek farmakologi seperti antipiretik (Pongnaratorn et al., 2007), anti inflamasi (Wan Chao et al., 2009), anti alergi (Xia et al., 2004), anti agregasi platelet (Amroyan et al., 1999), antiviral (Wiart et al., 2005), aktivitas antidiabetes (Reyes-Balaguer et al., 2005; Yu et al., 2008), imunostimulan (Xu et al., 2007), hepatoprotektif (Singha et al., 2007), aktivitas antikanker dengan menghambat siklus hidup (Shi et al., 2008), aktivitas proteksi sel beta dengan bekerja sebagai antioksidan dan menghambat aktivitas NF-κB ( Zhang et al., 2009). Zang, dkk (1996) melaporkan bahwa kandungan ekstrak air sambiloto memiliki aktivitas sebagai penurun tekanan darah sistolik pada tikus sehingga berperan sebagai antihipertensi. Selain itu, Li dan Li (2011) melaporkan bahwa andrografolid secara molekuler mampu menghambat aktivitas ERK1/2, p38MAPK dan NK-KB akibat terjadinya oksidasi LDL pada sel busa makrofag yang dilakukan secara in vitro. 7
8
2.1.4 Andrografolid A.paniculata mengandung diterpen dan flavonoid. Flavonoid banyak terdapat pada akar tapi dapat juga diisolasi dari daun. Herba sambiloto mengandung alkana, keton dan aldehid. Komponen bioaktif utama dan paling banyak terkandung dari tanaman obat A.paniculata adalah Andrografolid (Prapanza dan Marito, 2003). Komponen ini dapat ditemukan di semua bagian tanaman, terutama pada bagian daun. Di dalam daun, kadar senyawa andrografolid sebesar 2,5-4,8% dari berat keringnya (Prapanza dan Marito, 2003). Andrografolid (C20H36O5) adalah diterpenoid lakton biosiklik, berupa kristal tak berwarna dan mempunyai rasa yang sangat pahit (Chao dan Lin, 2010). Gambar strukturnya adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2. Struktur kimia andrografolid (Jayakumar et a.l, 2013) Terdapat empat jenis senyawa diterpenoid lain pada Andrographis paniculata yaitu deoxyandrografolid, neoandrografolid, 14-deoxy-11,12-didehydroandrografolid dan isoandrografolid (Wan Chao dan Fong lin, 2010) Andrografolid bersifat mudah larut dalam metanol, etanol, pyridine, asam asetat, dan aseton, tetapi sedikit larut 8
9
dalam ether dan air. Secara fisika, andrografolid memiliki titik leleh 228-230ºC (Kumoro dan Hasan, 2007). Spektrum ultraviolet Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees dalam metanol dengan panjang gelombang maksimal 230 nm (Depkes RI, 2010). Andrografolid dalam bentuk kristalnya akan terdekomposisi apabila disimpan pada suhu 70˚C dengan kelembaban relatif sebesar 75% selama 3 bulan (Lomlim et al., 2003). Isolasi andrografolid dapat dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Kristalisasi (Wongkittipong et al., 2000; Rajani et al., 2000). Rf andrografolid fase gerak kloroform : metanol (9:1) adalah 0,31 (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.3 Spektrum KLT-Spektrofotodensitometri panjang gelombang 235 nm (Pawar, 2010)
9
dari
andrografolid
pada
10
2.2 Ekstraksi dan Isolasi Metabolit Sekunder dari Bahan Alam Ekstraksi merupakan metode untuk memisahkan senyawa tertentu dari matriks seluler. Prosesnya dimulai sejak pelarut kontak dengan dinding sel tumbuhan. Kemudian pelarut tersebut berpenetrasi ke dalam sel tumbuhan dan melarutkan senyawa tertentu di dalam sel tumbuhan. Setelah itu terjadi proses difusi zat aktif keluar sel dan pengumpulan zat aktif terekstraksi yang disebut sebagai ekstrak (Crowley, 2006). Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan senyawa tertentu yang diinginkan. Perlu diperhatikan kemudahan, kemurahan, dan efisensi dalam pemilihan metode ekstraksi tersebut. Metode konvensional yang dapat digunakan diantaranya maserasi, perkolasi, digesti, infusa, dekokta, dan sokletasi (Sticher, 2008). Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Perendaman dilakukan di dalam wadah tertutup di suhu ruangan dalam jangka waktu 3 hari. Proses ekstraksi dipercepat melalui pengadukan beberapa kali. Proses ekstraksi akan selesai apabila keseimbangan antara konsentrasi metabolit di dalam pelarut dan serbuk simplisia sudah tercapai. Metode ini banyak digunakan karena memiliki kemudahan dalam hal pengadaan alat dan pengerjaanya (Handa et al., 2008; Seidel, 2008) Dalam mengisolasi senyawa kimia dari bahan alam dibutuhkan sebuah usaha untuk memisahkan senyawa yang bercampur sehingga dapat memisahkan senyawa tunggal murni. Adapun beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengisolasi 10
11
metabolit sekunder dari bahan alam seperti kristalisasi dan rekristalisasi, kolom kromatografi, kromatografi planar, ion-exchange, KLT preparatif (Channel, 1998). Teknik permurnian seperti kristalisasi dan rekristalisasi adalah padatan-padatan organik yang mempunyai kecenderungan membentuk kisi-kisi kristal yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip umum yang berlaku dalam proses kristalisasi adalah penurunan temperatur yang akan menyebabkan perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya dan hanya molekul-molekul yang sama yang mudah mengkristal, sedangkan molekul-molekul lain atau pengotor tetap di dalam larutan atau berada di luar kristalnya (Hostettmann et al, 1995).
2.3 Pembuluh Darah Diantara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan salah satu organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi yaitu: sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2002). Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari sistem sirkulasi sitemik, yang keluar dari jantung yang penuh berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh aorta yang besar kemudian bercabang menjadi beberapa pembuluh arteri yang ukurannya lebih kecil dan membawa darah dari percabangan aorta keseluruh tubuh kecuali arteri paru-paru yang berfungsi sebaliknya. Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaiti: lapisan terdalam yang disebut sebagai tunika intima, yang ditengah disebut sebagai tunika media dan yang terluar disebut sebagai tunika 11
12
adventisia. Tunika intima terdiri dari selapis sel endotel yang bersentuhan langsung dengn darah yang mengalir dalam lumen, dan selapis jaringan elastin yang berporipori yang disebut membran basalis. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos, jaringan elastin, proteoglikan, glikoprotein, dan jaringan kolagen (Guyton, 2000).
Gambar 2.4 Struktur Pembuluh Darah (Chertow, 2004) Sel endotel terdiri dari selapis sel, yang memanjang dan melapisi lumen dari pembuluh darah. Struktur dan fungsi dari sel endotel ini merupakan bagian penting untuk menjaga keberlangsungan homeostasis dinding pembuluh darah dan fungsi sirkulasi yang normal. Sel endotel mengeluarkan Oksida Nitrit (NO) yang berperan sangat penting dalam mempertahankan tonus pembuluh darah khususnya untuk proses relaksasi pembuluh darah. NO merupakan hasil dari proses perubahan LArginine menjadi sitrulin yang dikatalisis oleh enzym Nitric Oxyde Syntase (NOS) yang termasuk dalam kelompok sitokrom P-450 (Schoen, 2005).
12
13
2.4 Profil Lipid 2.4.1 Kilomikron Kilomikron terbentuk di mukosa usus selama absorbsi produk-produk pencernaan lemak. Senyawa ini merupakan kompleks lipoprotein yang sangat besar masuk ke dalam peredaran pembuluh limfe (Ganong, 2005). Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, kemudian membawa kolesterol makanan ke hati. Kilomikron membentuk lapisan krim di atas plasma (Gunawan dkk., 2011).
2.4.2 Lipoprotein Density Sangat Rendah/ Very Low Density Lipoprotein (VLDL) Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida dan 10-15% kolesterol. Lipoprotein dibentuk dihati dari asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat sehingga makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumah VLDL (Ganong, 2005; Gunawan dkk., 2011).
2.4.3 Lipoprotein Densitas Sedang/ Intermediate Density Lipoprotein (IDL) IDL mengandung 30% trigliserida, 20% kolesterol dan lebih banyak mengandung apolipoprotein B dan E. IDL merupakan zat perantar yang terjadi saat VLDL dikatabolisme menjadi LDL. Sejumlah IDL diendositosis secara langsung di hati (Gunawan dkk., 2011).
13
14
2.4.4 Lipoprotein Densitas Rendah/ Low Density Lipoprotein (LDL) LDL terdiri dari trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%. LDL merupakan metabolit VLDL yang berfungsi mengangkut kolesterol ke jaringan perifer untuk sintesis membrane plasma dan hormon steroid. Kadar LDL plasma tergantung dari banyak faktor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi, dan eleminasi LDL dan VLDL (Gunawan dkk., 2011).
2.4.5 Lipoprotein Densitas Tinggi/ High Density Lipoprotein (HDL) Komponen HDL meliputi 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida, dan 50% protein. HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang, serta untuk transport dan metabolisme ester kolesterol dalam plasma (Gunawan dkk., 2011). Apolipoprotein HDL disekresikan di hati dan usus kecil. Sebagian besar lipid di dalam HDL berasal dari permukaan lapisan tunggal kilomikron dan VLDL selama lipolisis (Katzung, 2002). Klasifikasi Kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida pada tikus dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi profil lipid pada tikus Lipid Darah Kolesterol Total 10-54 mg/dL LDL 17-27,2 mg/dL HDL ≥35 mg/dL Trigliserida 26-145 mg/dL
Keterangan Normal Normal Normal Normal
(Ratnayanti, 2011; Schaerfer dan McNamara, 1997).
14
15
2.5 Aterosklerosis Aterosklerosis adalah penyakit akibat respon peradangan pada pembuluh darah (arteri besar dan sedang). Bersifat progesif, yang ditandai dengan deposit massa kolagen, lemak, produk buangan sel dan kalsium, disertai poliferasi miosit yang menimbulkan penebalan dan pengerasan dinding arteri, sehingga mengakibatkan kekauan dan kerapuhan arteri (Ross, 1999). Aterosklerosis juga ditandai dengan adanya lesi pada intima yang disebut ateroma, yang memasuki dan menyumbat lumen pembuluh darah. Mekanisme terjadinya aterosklerosis addalah ditandai dengan adanya lapisan lemak, lapisan lemak ini terdiri dari sel busa. Lapisan lemak dimulai dengan adanya lapisan kuning, bercak datar yang berukuran kurang dari 1 mm diameternya yang kemudian memanjang dapat mencapai 1 cm atau lebih panjang lagi. Lapisan ini mengandung T limfosit dan lemak ekstraseluler (Schoen, 2005). Lapisan lemak kemudian berkembang menjadi plak aterosklerosis, setelah itu proses utama terjadinya aterosklerosis ini ialah penebalan lapisan intima dan akumulasi lipid. Suatu ateroma terjadi melalui plak aterosklerosis yang membesar perlah an lahan berasal dari intima yang memiliki konsistensi kenyal berwarna kuning dan memiliki inti lipid yang luarnya dilapisi oleh jaringan ikat putih berbentuk kapsul, Plak ini memiliki diameter awal ±0,3-1,5 cm namun dapat juga lebih besar (Schoen, 2005). Plak aterosklerosis memiliki 3 komponen penting yaitu: 1.
Sel, termasuk didalamnya adalah sel otot polos, makrofag, dan leukosit.
15
16
2.
Matriks ekstraseluler, termasuk diantaranya ialah kolagen, serat elastik, dan proteoglikan.
3.
Lemak intraseluler dan lemak ekstraseluler. Plak aterosklerosis kemudian dapat membesar secara progesif melalui kematian
sel dan degenerasi, sintesis dan degenerasi dari matriks ekstraseluler. Dislipidemia merupakan faktor utama terjadinya aterosklerosis. Peningkatan nilai serum kolesterol meningkatkan rangsangan untuk timbulnya lesi lemak. Kompoen utama dari serum kolesterol dapat meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis ini ialah akibat peningkatan kadar LDL kolesterol, yang memiliki peran penting dalam pengangkutan kolesterol ke dalam jaringan perifer. Sebaliknya, HDL memiliki peran mengangkut kolesterol dari jaringan perifer sehingga tidak berkembang dan menjadi ateroma dan mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ini menuju hati, sehingga HDL ini disebut juga dengan kolesterol baik. Sehingga semakin tinggi kadar HDL, semakin rendah resiko untuk terjadinya aterosklerosis (Schoen, 2005). Dislipidemia kronis dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel endotel melalui peningkatan produksi radikal bebas yang menonaktifkan NO2 sebagai vasodilator utama dalam pembuluh darah. Kemudian akumulasi lipoprotein terutama LDL dalam lapisan intima, yang memiliki kadar kolesterol tinggi pada dinding pembuluh darah dapat meningkatkan permeabilitas sel endotel. Akibat akumulasi lipid pada dinding arteri menimbulkan peningkatan makrofag dan disfungsi endotel sehingga menghasilkan suatu Oxidized LDL. Adanya modifikasi dari lipoprotein tersebut melalui proses oksidasi sehingga terjadi penempelan dari monosit darah kedalam 16
17
endothelium, diikuti dengan migrasi ke dalam lapisan intima dan perubahannya menjadi makrofag dan sel busa. Oxidized LDL ini kemudian ditelan oleh makrofag melalui reseptor seperti CD36 dan SR-A menyebabkan terjadinya penempelan yang terjadi secara terus menerus sehingga terjadi agregrasi platelet dan mengaktivasi faktor platelet, makrofag, atau sel vaskular yang menyebabkan migrasi dari sel otot polos dari media kedalam lapisan intima. Proliferasi dari sel otot polos kedalam intima sehingga terjadi perluasan dari matriks ekstraseluler dan akumulasi kolagen dan proteoglikan (Schoen, 2005) Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara NF-KB dengan aterosklerosis. NF-KB tersebar ada sel-sel otot polos, sel endothelial dan makrofag mononuclear pada bagian lesi aterosklerosis. Sehingga NF-KB sebagai target aksi obat antiaterosklerosis (Brand dkk, 1996).
2.6 Metode Penetapan Kadar Lipid Darah 2.6.1 Penetapan Kadar Trigliserida Penetapan kadar trigliserida menggunakan metode GPO-PAP. Kadar trigliserida ditetapkan setelah mengalami hidrolisis secara enzimatik dengan lipase. Indikator yang digunakan yaitu quinonimin yang terbentuk dari hydrogen peroksida, 4-aaminoantipirin dan 4-klorofenol dengan adanya pengaruh katalis peroksidase. Reaksi yang terjadi yaitu : Trigliserida
Lipase
gliserol + asam lemak
Gliserol +ATP Gliserol kinase
gliserol-3-fosfat + ADP 17
18
Gliserol-3-fosfat + O2 Gliserol-3-P oksidasi Dihidroyaseton +H2O2 2H2O2 + 4-aminoantipirin + 4-klorofenol peroksidase quinonimin + HCL + H2O (Dachriyanus dkk., 2007; Prasanth et al., 2012).
2.6.2 Penetapan Kadar Kolesterol Total Penetapan kadar kolesterol total menggunakan metode CHOD-PAP. Kadar kolesterol ditetapkan setelah terjadi hidrolisis dan oksidasi secara enzimatik. Indikator yang digunakan yaitu quinonimin yang terbentuk dari hidrogen peroksida dan 4-aminofenazon dengan adanya fenol dan peroksidase. Reaksi yang terjadi : Ester kolesterol + H2O Kolesterol + O2
Kolesterol esterase
kolesterol oksidase
kolesterol + asam lemak
kolesten-3-on + H2O
Kolesten-3-on + O2 Gliserol-3-P oksidasi Dihidroyaseton +H2O2 H2O2 + 4-aminofenazon + fenol
peroksidase
quinonimin + 4H2O
(Dachriyanus dkk, 2007; Prasanth et al., 2012)
2.6.3 Penetapan Kadar HDL Pengukuran kadar HDL dilakukan dengan metode enzimatik CHOD-POD. Serum yang diperoleh diendapkan dengan asam fosfotungestik dan magnesium. Setelah disentrifugasi, HDL dalam supernatan ditambahkan dengan reagen kolesterol (Dachriyanus dkk., 2007; Prasanth et al.,2012).
18
19
2.7 Hewan Uji Sejak tahun 1992 hewan uji tikus telah menjadi model yang sangat baik untuk penelitian aterosklerosis (Jawien et al., 2004). Tikus (Rattus norvegicus, L.) sering digunakan dalam penelitian sebagai hewan coba karena memiliki keuntungan yaitu mudah dipelihara, relatif sehat dan juga memiliki kemiripan dengan manusia dalam hal fisiologi, anatomi, nutrisi dan metabolisme. Tikus dengan jenis kelamin jantan lebih sering digunakan karena berbagai alasan seperti sedikit terpengaruh oleh perubahan hormonal, misalnya seperti hormon estrogen yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah, tikus jantan mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat serta kondisi biologis lebih stabil dibandingkan tikus betina. Selain itu juga dikaitkan dengan kondisi pada manusia dimana risiko aterosklerosis lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita (Cahyono, 2008). Tikus putih terdiri dari galur Wistar dan galur Sprague-dawley. Tikus galur wistar lebih besar dapat mencapai ukuran 40 cm yang diukur dari hidung sampai ujung ekor dan beratnya sekitar 140500 gram (Harini dan Astirin, 2009; Kusumawati, 2004). Tikus putih memiliki kapasitas lambung sebesar 5 mL (Ngatidjan, 1991). Mukosa lambung merupakan lapisan paling dalam dari lambung dan merupakan bagian terbesar dan terluas dari dinding lambung. Bagian dalam mukosa lambung dilapisi oleh sel epitel kolumner selapis dengan inti sel yang jelas. Sebagian besar mukosa lambung dipenuhi oleh kelenjar lambung yang terletak dipermukaan luminal epitel. Bagian basal kelenjar ini terdiri dari sel chief atau sel zimogen dan kadang-kadang
19
20
terdapat sel parietal, sedangkan bagian leher kelenjar terdiri dari sel leher mukosa dan sel parietal (Khattab, 2007).
2.8 Metode Induksi Aterosklerosis pada Hewan Uji Sejak tahun 1992 tikus telah menjadi model yang sangat baik untuk penelitian aterosklerosis. Model yang sering digunakan adalah model induksi diet tinggi lemak yang dapat dilakukan dengan menggunakan telur yang dikombinasi dengan lemak babi atau lemak sapi (Jawien et al., 2004). Lemak babi mengandung lemak jenuh yang lebih tinggi yaitu 25% dibandingkan lemak sapi yaitu 1,2% (Hermanto et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh kabichi (2010) menyatakan bahwa pemberian diet tinggi kolesterol selama 45 hari dengan penambahan kalsium dan vitamin D2 berhasil menginduksi peningkatan kadar LDL oksidasi, VLDL dan kolesterol pada tikus jantan galur wistar yang dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis. Induksi aterosklerosis pada hewan uji rata-rata membutuhkan waktu selama 60 hari. Induksi menggunakan diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol disertai penambahan kalsium dan vitamin D3 menunjukan telah terjadi kalsifikasi plak pada aorta tikus putih jantan galur wistar (Srinivas et al., 2008)
2.9. Obat Aterosklerosis Aterosklerosis sangat erat kaitannya dengan kadar kolesterol terutama ester kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) di dinding arteri, maka untuk mengurangi risiko aterosklerosis adalah dengan menyeimbangkan kadar kolesterol dalam darah 20
21
(Kovala, 2005). Terdapat beberapa golongan obat anti kolesterol diantaranya adalah golongan fibrat, resin, nikotinat dan statin. Golongan obat anti kolesterol yang paling sering diresepkan untuk terapi dislipidemia adalah golongan statin karena mekanisme kerjanya yang dapat menurunkan kadar LDL darah, serta memiliki efikasi dan keamanan yang paling baik dibandingkan obat kolesterol lainnya. Statin memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyeimbang kadar kolesterol dalam darah serta berfungsi menstabilkan plak aterosklerosis (Rohman, 2007). Golongan statin dalam menyeimbangkan kadar kolesterol dalam darah dapat menurunkan kolesterol LDL hingga 18%-55% dan meningkatkan HDL 5%-15% (Cahyono, 2008). Statin menghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A (HMGCoA) reduktase, mengganggu konversi HMG-CoA reduktase menjadi asam mevalonat (Sukandar et al., 2009). Asam mevalonat merupakan prekursor kolesterol pada sintesis kolesterol. Ketika proses ini dihambat, maka terjadi peningkatkan regulasi reseptor LDL dan menurunkan kolesterol bebas (Thornton dan Holt, 2000). Efek statin dalam menstabilkan plak aterosklerosis adalah dengan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi otot polos. Statin dapat menstabilkan plak karena dapat menghambat penetrasi monosit ke sel endotel, menghambat oksidasi LDL dan menghambat produksi protein matriks metalloproteinase (MMP) yang dihasilkan oleh makrofag (Rohman, 2007). Atorvastatin merupakan molekul garam kalsium trihidrat, sebuah molekul kalsium atorvastatin yang mengikat tiga molekul air. Atorvastatin merupakan salah satu zat aktif penurun kolesterol darah golongan statin atau penghambat HMG-CoA 21
22
reduktase, yaitu senyawa yang dapat menghambat konversi enzim HMG-CoA reduktase menjadi mevalonat sehingga menghambat pembentukan kolesterol endogen. Untuk monoterapi atorvastatin untuk hiperkolesterolemia primer
dan
dislipidemia campuran pada orang dewasa adalah 10 atau 20 mg/hari. Dosis awal yang direkomendasikan untuk anak laki-laki atau perempuan postmenarchal berusia 10 tahun atau lebih dengan hiperkolesterolemia familial heterozigot adalah 10 mg/hari, maksimum 20 mg/hari. Khasiat dan keamanan dosis diatas 20 mg/hari belum dievaluasi pada kelompok pasien ini, dosis penggunaan atorvastatin melebihi 20 mg/hari memerlukan penilaian klinis yang tepat untuk menjamin bahwa dosis efektif terendahnya tepat, karena adanya peningkatan resiko myopatipada pasien (AHFS, 2008). Pada studi 1 tahun yang dilakukan untuk membandingkan khasiat dan keamanan atorvastatin dibandingkan dengan lovastatin, diketahui bahwa atorvastatin mengurangi LDL-kolesterol, kolesterol total, trigliserida dan apo B secara signifikan lebih baik dibandingkan lovastatin dengan profil keamanan yang sama. Dengan atorvastatin 10 atau 20 mg memungkinkan pasien dalam kelompok resiko penyakit jantung koroner dapat mencapai kadar LDL-kolesterol yang sesuai (Davidson, 1997)
22
23
23