BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nanas Tanaman nanas mempunyai nama ilmiah (Ananas comosus. Merr.) nanas termasuk famili bromeliaceae. Perawakan (habitus) tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang, tingginya antara 90-100 cm. Buah ini berasal dari Brasil, Amerika Selatan, buahnya dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti pohon pinus (Septiatin, 2009). Menurut Evitasari (2013) Klasifikasi tanaman nanas adalah: Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo
: Farinosae (Bromeliales)
Famili
: Bromiliaceae
Genus
: Ananas
Species
: Ananas comosus. Merr.
2.2
Ekologi dan Syarat Tumbuh
2.2.1
Iklim Tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan kondisi cuaca lembab
maupun kering. Suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman nanas adalah
Universitas Sumatera Utara
21- 32°C, tetapi juga dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 10°C (Suyanti, 2010). 2.2.2
Media Tanam Pada umumnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk
pertanian cocok untuk tanaman nanas. Meskipun demikian, lebih cocok pada jenis tanah yang mengandung pasir, subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik serta kandungan kapur rendah (Evitasari, 2013). 2.2.3
Ketinggian Tempat Nanas cocok ditanam di ketinggian 800-1200 m diatas permukaan laut.
Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m diatas permukaan laut (Evitasari, 2013). 2.3
Manfaat Buah Nanas Didalam buah nanas terkandung vitamin A, C dan betakaroten, kalsium,
fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium dan enzim bromelin. Manfaat dari kandungan bromelin yang terdapat dalam buah nanas yaitu: membantu memperlancar pencernaan, mempercepat penyembuhan luka, mengobati luka bakar, gatal, bisul dan obat pencegah tumor. Kandungan seratnya dapat mempermudah buang air besar pada penderita sembelit (Septiatin, 2009). Nanas terkenanl sebagai buah yang kaya enzim bromelin. Selain itu, nanas juga buah potensial untuk dikonsumsi sebagai sumber antioksidan. Kemampuan nanas sebagai antioksidan semakin lengkap karena buah ini mengandung banyak vitamin C dan β-karoten yang cukup tinggi. Vitamin C kita kenal sebagai antioksidan penupas radikal bebas. Dengan rutin
Universitas Sumatera Utara
mengkonsumsi nanas seluruh sel dan sitoplasma kita terlindungi dari dampak buruk radikal bebas (Lingga, 2012). Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya, radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Beberapa khasiat buah nanas yaitu: dapat mengurangi keluarnya asam lambung yang berlebihan, membantu pencernaan makanan di lambung, antiradang, sebagai diuretik, membersihkan jaringan kulit yang mati, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat penggumpalan trombosit (Puspita, 2011). 2.4
Vitamin Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan
tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitaminvitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi (Winarno, 2002). Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang dapat larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K, serta provitamin A
Universitas Sumatera Utara
yaitu β-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran dan buah-buahan (Sudarmadji, 1989). 2.4.1
Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat
mempunyai berat molekul 176,13
dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara, 1992). Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini (Ditjen POM, 1995):
Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C Vitamin C (Asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruhpengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktivan sebagai
Universitas Sumatera Utara
vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktivan vitamin C lagi (Andarwulan dan Koswara, 1992).
Asam askorbat
Asam Dehidro Askorbat
Asam Diketogulonat
Asam Oksalat
Gambar 2. Reaksi Perubahan Vitamin C (Silalahi, 1985). Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu sering disebut Fresh Food Vitamin (Budiyanto, 2004). Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan tempat tumbuh (Counsell dan Hornig, 1981). 2.4.2
Fungsi Vitamin C Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.
Jika asupan vitamin C kurang, pembentukan kolagen terganggu sehingga selsel tak bisa saling melekat. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan (Wardlaw, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6-12 bulan), gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam. Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk dan terjadi pendarahan. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan pada gusi, gingivalis, luka lambat sembuh sehingga mudah berdarah dan mengalami infeksi berulang. Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas (Winarno, 2002). Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar, sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi (Winarno, 2002). Menurut Silalahi (2006), apabila akan mengkonsumsi suplemen vitamin C maka tidak boleh lebih dari 2000 mg per hari, meskipun vitamin C akan dibuang melalui urin, vitamin C dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, peningkatan jumlah urin, diare dan mual. Bagi seseorang dengan kecendrungan pembetukan batu ginjal, diharapkan untuk tidak mengkonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi. Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg, untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena
Universitas Sumatera Utara
banyaknya polusi di lingkungan antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan hingga dua kali lipatnya yaitu 120 mg (Silalahi, 2006). 2.5
Metode Penetapan Kadar Vitamin C Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu:
a. Metode titrasi iodimetri Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini potesial reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Andarwulan, 1992; Rohman, 2007). Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), metode iodimetri tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C
yang juga bersifat pereduksi.
Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin. Reaksi antara vitamin C dengan I2 dapat dilihat pada Gambar 3. dibawah ini
Asam askorbat
Asam dehidroaskorbat
Gambar 3. Reaksi antara vitamin C dan Iodin (Ganjar, 2007).
Universitas Sumatera Utara
b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji, 1989). Titrasi vitamin C harus dilakukan dengan cepat, karena banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C, misalnya pada saat penyiapan sampel dan penggilingan (blender). Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat. Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein. Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Andarwulan dan Koswara, 1992; Counsell dan Hornig, 1981). Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan
Universitas Sumatera Utara
praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C standar (Andarwulan, 1992; Sudarmadji, 1989).
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol c. Metode Spektrofotometri Ultraviolet Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada 265 nm dan A11 = 556a . Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali mengalami kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat
mungkin.
Untuk
memperbaiki
hasil
pengukuran,
sebaiknya
ditambahkan senyawa pereduksi yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin (Andarwulan, 1992). 2.8
Analisis Kembali Vitamin C yang Ditambahkan pada Sampel (Analisis Recovery) Menurut Harmita (2004), validasi adalah suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, dari percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi yaitu akurasi dan presisi. Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampelsampel yang diambil dari campuran yang homogen. Kriteria kecermatan sangat tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada keseksamaan metode (RSD). Kecermatan (Recovery) ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (Spiked–placebo recovery) dan metode penambahan baku (Standard addition method).
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni
ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar analit sebenarnya). Dalam metode penambahan baku dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004). Rumus perhitungan persen Recovery: % Recovery =
B–A C
X 100 %
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin C B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan 2.7
Analisis Data Secara Statistik
2.7.1
Penolakan Hasil Pengamatan Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap
satu macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang (Rohman, 2007). Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau diterima, perlu dilakukan analisis data secara statistika. Pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), hasil analisis ditolak jika Qhitung > Qtabel (Rohman, 2007). 2.7.2
Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004). Rumus perhitungan persen RSD (Harmita, 2004): % RSD =
SD × 100% X
Keterangan: SD = standar deviasi X = kadar rata-rata sampel
Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 53.
Universitas Sumatera Utara
2.7.3
Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel,
maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika Fhitung > Ftabel dan data tidak berbeda secara signifikan jika Fhitung < Ftabel. Jika data yang diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis Duncan.
Universitas Sumatera Utara