BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaannya untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Nama
Judul
Metodelogi
Hasil Penelitian
Salma
Komunikasi
Fenomenologi
Ummyati
Interpersonal
motif yang berbeda menjadi
(2016)
Kaum Lesbian di
lesbian
Kota Tua, Jakarta
berkomunikasinya
Barat
berbeda, ada yang tertutup
Setiap individu memiliki
dan
cara pun
dan juga terbuka. Masrur
Hubungan Gaya
Fenomenologi
Yusuf
Hidup
watak seseorang. Pria atau
(2011)
Metroseksual
kaum
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pergaulan bisa membentuk
metroseksual
itu
10
dengan
memiliki gaya hidup yang
Kecenderungan
narsis, hedonis, dan dandis.
Menjadi Gay
Mereka
memang
dari
kalangan yang berduit. Bagi mereka, sudah tidak ada lagi batasan yang membedakan pria
dan
wanita.
Pria
ataupun wanita sama saja. Ilham
Pola Komunikasi Fenomenologi
Hasil
Akbar
Antar
menyimpulkan
(2011)
Kaum
kehidupan
Homoseksual
homoseksual Kota Serang
Terhadap
berbeda dari kota-kota besar
Komunitasnya Di
lainnya. Dalam arti kata
Kota Serang
tidak
Pribadi
penelitian bahwa
ada penggunaan symbolsimbol yang mencolok dari kehidupan homo seksual di Kota
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Serang. Untuk menentukan seseorang itu homoseksual atau bukan dapat dilihat dari gaya
berbicara
yang
ditampilkan. Megawati
Komunikasi
Fenomenologi
Bentuk komunikasi kaum
Tarigan
Interpersonal
lesbian dangan masyarakat
(2011)
Kaum Lesbian Di
sekitar dipengaruhi
Kota Pontianak
oleh simbol yang diberikan
Kalimantan Barat
oleh orang lain. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kaum lesbian dapat
mengutarakan
perasaan, pikiran, maksud dengan
cara
membaca
simbol yang ditampilkan orang lain. Gesti
Fenomena
Fenomenologi
Kecenderungan
Lestari
Homoseksual Di
sesama jenis (homoseks)
(2012)
Yogyakarta
bisa terjadi pada siapa saja, dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menyukai
12
kecenderungan dan waktu yang berbeda-beda. Secara umum, hal pertama
yang
adalah
dirasakan kegalauan.
Homoseksual (gay) ini akan
merasa
bimbang
dengan kecenderungannya ini. Kemudian kebanyakan dari mereka berusaha mencari jati diri dengan mencari teman yang sudah lebih dulu menjadi seorang gay.
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2016
2.2
Gay (Homoseksual) Homoseksual adalah seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap sesama
anggota gendernya. Heteroseksual adalah seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap anggota gender lainnya. Sedangkan biseksual adalah seseorang yang memiliki ketertarikan baik kepada laki-laki maupun kepada perempuan. Ketertarikan terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
sesama gendernya ini disebabkan oleh konstruksi sosial dimana seorang laki-laki dapat menyukai sesama gendernya karena faktor budaya seperti dalam sejarah homoseksualitas di fase inisiasi kedewasaan anak laki-laki di Mesir, Sparta dan Yunani kuno.5 Pesatnya perkembangan isu homoseksual di Indonesia membuat lapisan masyarakat dari berbagai lini mulai menyadari akan fenomena tersebut. Kondisi ini disempurnakan oleh pernyataan WHO pada tahun 2005 yang menegaskan bahwa homoseksualitas bukanlah penyakit sosial preferensi seksual individu.6 Homoseksualitas terbagi menjadi 2, yakni lesbian dan gay. Lesbian adalah perempuan yang memiliki ketertarikan terhadap sesama perempuan, sedangkan gay adalah laki-laki yang juga memiliki ketertarikan sesama laki-laki.7 Dalam pengertian lain homoseksual menurut Oetomo adalah orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang atau orang dengan jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orang-orang dengan jenis kelamin yang sama.8 Sejumlah penelitian awal yang penting mengenai homoseksual, yang saat itu dianggap sebagai penyakit menitikberatkan pada “penyebab”nya, agar bisa menemukan “obat”nya. Salah satu yang menjadi bahan perdebatan utama dalam berbagai literatur adalah pertanyaan mengenai apakah orientasi seksual merupakan
Spencer Colin, Sejarah Homoseksualitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004) Hal 110 Karen Zastrow, Understanding Human Behavior and The Social Environment (USA: Thomson, 2004) Hal 65 7 Dede Oetomo, Memberi Suara Pada yang Bisu, (Yogyakarta: Pusaka Marwa Galang press, 2003) Hal 6 8 Ibid. Hal 6 5 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
sifat bawaan (pandangan kaum esensialis) atau merupakan sifat sebagai tanggapan terhadap konteks dan pengalaman interpersonal dan bisa diubah seiring dengan waktu (pandangan kaum konstruksionis).9 Homoseksual sebagai salah satu bagian dari kelompok minoritas sejak lama telah diakui keberadaannya, namun baru pada akhir 1970-an, studi keilmuan mengenai homoseksual muncul ke permukaan setelah adanya upaya progresif yang sebelumnya secara vocal disuarakan baik oleh kaum homoseksual sendiri maupun pada akademisi yang tertarik pada trend budaya popular yang menyertai momentum pergerakan pembebasan kaum homoseksual.10 Kecenderungan pada pelabelan yang negative membuat kaum homoseksual seolah-olah menjadi kaum yang “salah”, sehingga perannya dalam masyarakat tidak diakui secara formal karena orientasi yang dianggap “tidak normal” seperti orang lain.11 Kaum homoseksual menyadari bahwa pengaruh dominan masyarakat heteroseksual telah menempatkan mereka dalam sebuah lingkaran eksklusif yang menjadi tempat khusus untuk menunjukan identitas mereka. Lingkungan yang tertutup dari dunia luar membawa mereka menjadi objek pada stigma-stigma masyarakat “normal” dimana secara sepihak terus melemahkan legitimasi kaum homoseksual sebagai warga negara (citizens). Namun demikian, kaum homoseksual terus berupaya
Kitzinger, Lesbian and Gay Psychology, (London: SAGE Publication, 1997) Hal 118 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1990) Hal 381 11 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal Dan Psikologi Seks, (Bandung: Alumni, 1989) Hal 249 9
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
memposisikan kembali kedudukannya didalam masyarakat. Kaum homoseksual mencoba bertahan dan mengakhiri semua diskriminasi melalui cara-cara yang terorganisir dalam sebuah kesatuan integral melalui jaringan-jaringan yang mereka buat untuk memperkuat komunitasnya.12 Terlepas dari adanya hubungan homoseksual dan identitas seksualnya, bagaimanapun manusia harus menyadari bahwa relasi seksual harus dilakukan dengan rasa tanggung jawab. Hal ini dikarenakan hubungan seksual adalah merupakan bentuk interaksi sosial yang mncerminkan nilai-nilai didalam masyarakat.
2.2.1
Sejarah Gay (Homoseksual) Berbicara mengenai homoseksual tidak lepas dari sejarah panjang yang
menyertainya. Mulai dari masyarakat Yunani kuno hingga masyarakat barat, sekarang pergulatan mengenai homoseks masih dianggap ideal dan dilembangkan. Para prajurit laki-laki pada masa Yunani kuno diharapkan oleh masyarakat untuk memiliki seorang sahabat lelaki yang lebih muda, yang dicintainya dan kawan setianya dalam berlatih, berolahraga, berlomba dan bercinta. Selain itu terdapat bukti kuat yang lain bahwa Iskandar yang agung sang peknakluk dari Makedonia yang bahkan disebut dalam satu dari beberapa kisah dalam kitab suci juga memiliki hubungan emosional-seksual dengan sahabat maupun budak laki-lakinya.
12
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal Dan Psikologi Seks, (Bandung: Alumni, 1989) Hal 261
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Homoseksual ada disemua budaya dan lapisan masyarakat serta disepanjang sejarah. Homoseksual merupakan istilah yang diciptakan pada tahun 1869 oleh bidang ilmu psikiatri di Eropa, untuk mengacu pada suatu fenomena yang berkonotasi klinis. Pengertian homoseks tersebut pada awalnya dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Pengertian homoseks kemudian terbagi dalam dua istilah yaitu Gay dan Lesbi. Hawkin pada tahun 1997 menuliskan bahwa istilah Gay atau Lesbi dimaksudkan sebagai kombinasi antara identitas diri sendiri dan identitas sosial yang mencerminkan kenyataan bahwa orang memiliki perasaan menjadi dari kelompok sosial yang memiliki label yang sama. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan.13 Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Istilah ini awalnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan "bebas/ tidak terikat", "bahagia" atau "cerah dan menyolok". Kata ini mulai digunakan untuk menyebut homoseksualitas mungkin semenjak akhir abad ke-19 M, tetapi menjadi lebih umum pada abad ke-20. Dalam bahasa Inggris modern, gay digunakan sebagai kata sifat dan kata benda, merujuk pada orang terutama pria gay dan aktivitasnya, serta budaya yang diasosiasikan dengan homoseksualitas.14
13
Dody Hartanto, Aku Memang Gay, (Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2006) Hal 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Perilaku homoseksual sudah dikenal manusia sejak zaman Nabi Luth as, yaitu kaum Sodom dan Gomorah. Hingga kini keberadaannya tetap ada, bahkan Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa (seperti: Belanda dan Denmark) justru telah mensahkan perkawinan sejenis. Homoseksual terdiri dari pertama, gay yaitu laki-laki yang menyukai laki-laki. Kedua lesbian, yaitu wanita yang menyukai wanita. Ketiga waria, yaitu laki-laki yang merasa dirinya wanita dan tertarik hanya kepada laki-laki. Adapun pola hubungan seksnya antara lain: fellatio (tipe oral sesks), cunillingus (alat kelamin dengan alat kelamin) dan anal (alat kelamin dimasukan ke dubur).15 Upaya ilmuwan menguak tabir homoseksual pernah dilakukan. Pada tahun 1991, ilmuwan dari California melaporkan hasil CT scaning (penyinaran) terhadap otak pria gay dan pria normal ternyata berbeda. Kemudian tahun 1993, ilmuwan dari National Institut of Health (N,I,H) di Marylnd Amerika menemukan adanya unsur DNA pada kromosom X yang menentukan orientasi seksual seseorang.16 Sementara itu, temuan menggemparkan terjadi dalam riset yang dikemukakan Ward dari N.I.H. dalam eksperimennya, mereka menggunakan sejumlah lalat yang telah ditransplantasi gen tunggal. Kemudian kumpulan lalat tersebut dimasukan ke dalam botol. Hasilnya menunjukkan, lalat
betina
cenderung berada pada bagian atas dan bawah botol. Sedangkan lalat jantan
15 16
Dody Hartanto, Aku Memang Gay, (Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2006) Hal 25 Dody Hartanto, Aku Memang Gay, (Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2006) Hal 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
hanya berada pada bagian tengah dan membentuk ikatan rantai (bergerombol). Yang menakjubkan, lalat jantan ternyata berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal. Laporan yang ditulis dalam U.S National Academy Of Science tahun 1995 ini lantas menjadi rujukan sejumlah ilmuwan bahwa perilaku homoseksual memiliki asal usul genetik atau sifat alami (natural), sama seperti warna kulit, rambut, mata dan lain-lain. Namun demikian, hasil riset itu masih menyisakan pertanyaan, mengapa lalat jantan itu berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal. Dalam eksperimen berikutnya malah menunjukan bahwa lalat jantan mampu membuahi lalat betina.17
2.2.2
Sejarah Gay (Homoseksual) Di Indonesia Homoseksualitas di Indonesia umumnya dianggap sebagai hal yang
tabu, baik oleh masyarakat sipil dan pemerintah Indonesia. Diskusi publik mengenai homoseksualitas di Indonesia telah dihambat oleh kenyataan, bahwa seksualitas dalam bentuk apapun jarang dibicarakan secara terbuka. Adat istiadat tradisional tidak menyetujui homoseksualitas dan seseorang berbusana pakaian lawan jenisnya.18 Seperti di banyak negara lain, kehidupan homoseksual tidak mudah di Indonesia. Meskipun serangan terhadap kaum gay sangat jarang, tidak ada
Dody Hartanto, Aku Memang Gay, (Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2006) Hal 31 Sumber lain website http://www.etymonline.com Harper, Douglas (2001–2013). "Gay". Online Etymology dictionary diakses pada tanggal 5 Desember 2016 17 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
perlindungan hukum yang dibuat untuk melindungi hak-hak LGBT di Indonesia. Ada beberapa kasus pasangan homoseksual yang dapat hidup bahagia di lingkungan mereka, dan tidak ada yang peduli tentang mereka. Dimungkinkan untuk dapat hidup secara bebas sebagai homoseksual di kotakota besar di Indonesia, tetapi tantangan yang ada semakin meningkat. Perlawanan sengit yang paling mendalam dipimpin oleh kelompok-kelompok Islam radikal. Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, sikap terhadap homoseksualitas telah berubah sedikit demi sedikit. Secara khusus, ada penggambaran yang lebih terbuka dan diskusi mengenai homoseksualitas di media berita Indonesia, juga penggambaran gaya hidup gay di televisi dan film Indonesia. Indonesia memang memiliki reputasi sebagai negara Muslim yang relatif moderat dan toleran, namun survei terbaru mengungkapkan bahwa intoleransi terhadap kaum minoritas kian berkembang, dengan tingkat permusuhan tertinggi diarahkan kepada komunitas gay dan lesbian. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan dalam jajak pendapat terbaru yang dilakukan pada tahun 2012 bahwa, secara mengecengangkan sebesar 80,6 persen dari populasi sampel keberatan untuk memiliki tetangga kaum gay atau lesbian. Angka tersebut melonjak secara signifikan dari 64,7 persen pada tahun 2005.19
Sumber lain website http://www.etymonline.com Harper, Douglas (2001–2013). "Gay". Online Etymology dictionary diakses pada tanggal 5 Desember 2016 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Di Indonesia, pria homoseksual yang berperilaku kemayu seperti wanita, atau pria yang berpakaian seperti perempuan disebut sebagai banci, bencong atau waria. Sedangkan lesbian sering juga dipanggil lesbi atau lines. Pria homoseksual yang berperilaku jantan selayaknya pria biasa jarang teridentifikasi, akan tetapi jika ditemukan biasanya mereka dipanggil homo atau gay, sedangkan gigolo homoseksual biasanya dipanggil kucing. Istilahistilah, banci, bencong, kucing dan homo memang memiliki makna konotatif yang merendahkan atau menghina, kecuali untuk istilah waria, gay dan lesbian yang memperoleh persepsi netral. Ejekan, perundungan, dan serangan terhadap kaum gay biasanya terjadi selama masa-masa remaja, tapi jarang melibatkan kekerasan fisik, dan terutama hanya dilakukan secara verbal.20 Seperti di negara lain, stereotip terhadap kaum homoseksual terjadi cukup umum di Indonesia. Mereka biasanya mengambil peran, pekerjaan, dan karier tertentu; seperti sebagai pemilik atau pekerja salon kecantikan, ahli kecantikan, make-up artist, pengamen (musisi jalanan) berpakaian perempuan, sampai kegiatan cabul seperti menjadi pelacur transeksual. Namun laki-laki homoseksual yang tidak berpenampilan seperti banci, sulit untuk dideteksi dan sering berbaur dalam masyarakat.
Sumber lain website http://www.etymonline.com Harper, Douglas (2001–2013). "Gay". Online Etymology dictionary diakses pada tanggal 5 Desember 2016 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Dalam budaya tradisional Indonesia, ketika seorang anak laki-laki atau perempuan mencapai usia pubertas, hubungan dan interaksi antara mereka segera dibatasi. Norma dan moral tradisional terutama di pedesaan dan wilayah pedalaman menentang kaum remaja berpacaran, karena dianggap dapat mengarah pada hubungan seks pranikah. Moral tradisional juga menentang berkumpulnya antara gadis yang belum menikah dengan laki-laki, karena dapat mengarah pada skandal perzinahan. Hubungan persahabatan yang erat dan ikatan antar laki-laki justru dianjurkan. Pengalaman homoerotik atau bahkan insiden hubungan homoseksual mungkin saja terjadi di lingkungan serba lakilaki; misalnya di asrama, pondok pesantren, kamar kost, hingga barak militer, dan penjara. Terdapat laporan dan desas-desus insiden hubungan homoseksual di tempat-tempat tersebut, akan tetapi karena kuatnya budaya malu di Indonesia, insiden semacam ini biasanya langsung ditutupi dan dirahasiakan agar tidak mencemari reputasi institusi tersebut. Kaum waria, baik yang berperan sebagai ritualis atau dukun pria yang menjadi perempuan transgender, sebagai artis, dan pelacur, telah lama memainkan peran dalam budaya lokal Indonesia. Namun kaum gay dan lesbi belum teridentifikasi sebelum masa Orde Baru. Ketika pria dan wanita homoseksual akhirnya mengenali diri mereka melalui penggambaran yang singkat mengenai kehidupan homoseksual asing, mereka akhirnya mencapai kesimpulan bahwa 'dunia gay' bisa juga ada di Indonesia. Untuk pria gay, dunia
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
mereka berada di berbagai lokasi, mulai dari taman, diskotek, spa, panti pijat, pusat kebugaran dan kolam renang tertentu, hingga kamar kost dan kediaman pribadi. Kaum gay lazim berkumpul di tempat 'terbuka' pada waktu atau hari tertentu, di mana mereka mencari cinta, persahabatan, serta seks. Sedangkan dunia lesbian umumnya bersosialisasi di rumah dan cenderung tersembunyi. Perbedaan ini karena budaya yang dikonfigurasi dan didominasi norma hubungan heterogender.21 Dengan menerima kategori baru seperti waria, pasangan lesbian dikenal sebagai tomboi atau pemburu (sebutan lesbian yang bergaya dan berperan sebagai laki-laki), berpasangan dengan perempuan feminin. Kontras antara pola pergaulan kaum gay dan lesbian mencerminkan dunia budaya yang paralel: jika laki-laki gay dapat berkumpul dengan bebas relatif tanpa hambatan di taman-taman terbuka - dan bahkan di rumah bersama keluarga dan orangtua mereka, dunia kaum gay cenderung tertutup dan tersembunyi di rumah atau kediaman pribadi. Hal ini disebabkan kepatuhan terhadap ideologi jender nasional; membatasi ruang gerak perempuan, dan mengagungkan persahabatan pria. Hal ini menghalangi pergaulan antara perempuan dan laki-laki yang belum menikah. Kerap kali, waria atau transseksual menciptakan sub-budaya yang berbeda dalam corak sosial Indonesia. Sering berkumpul di salon kecantikan
Sumber lain website http://www.etymonline.com Harper, Douglas (2001–2013). "Gay". Online Etymology dictionary diakses pada tanggal 5 Desember 2016 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
dan lazim dalam bisnis hiburan Indonesia, sub-budaya waria telah menciptakan bahasa mereka sendiri, Bahasa Binan, yang sering mempengaruhi tren dialek di Indonesia khususnya di kalangan anak muda.22 Tekanan pada pria gay atau lesbian sering kali berasal dari keluarga mereka sendiri. Ada tekanan dari keluarga untuk segera menikah, dan mereka umumnya memiliki dua pilihan - baik gay dan lesbian dapat memutuskan untuk menikah, hanya untuk menyenangkan keluarga, atau mereka lari dari keluarga dan mencari kehidupan yang bebas di luar. Perbedaan lain dalam kehidupan homoseksual di Indonesia dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di Barat adalah; gay dan lesbian Indonesia lebih berkomitmen pada pernikahan heteroseksual. Sebagian besar laki-laki gay mengaku berencana kelak akan menikahi wanita, atau bahkan sudah menikah, tetapi masih menjalani kehidupan homoseksual secara diam-diam.23
2.2.3
Jenis-Jenis Gay Gay sendiri mempunyai dua tipe yang dibedakan oleh Jones dan
Hesnard yaitu Top dan Bot. Top adalah laki-laki yang berpenampilan rapi dan macho (tipe yang mengambil peran sebagai laki-laki dalam hubungan gaynya).
Sumber lain website http://www.etymonline.com Harper, Douglas (2001–2013). "Gay". Online Etymology dictionary diakses pada tanggal 5 Desember 2016 22
23
Sumber lain website http://internasional.republika.co.id/berita/internasional, diakses pada tanggal 5 Desember 2016
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Bot adalah laki-laki yang feminin (tipe yang mengambil peran sebagai wanita dalam hubungan gaynya).24 Menurut Coleman, Butcher dan Carson homoseksualitas dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis yaitu: a.
Homoseksual tulen yaitu gambaran streotiptik popular tentang
laki-laki yang keperempuan-perempuanan atau sebaliknya perempuan yang kelelaki-lakian. b.
Homoseksual malu-malu yaitu kaum lelaki yang suka
mendatangi kamar mandi yang tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan antarpersonal. c.
Homoseksual tersembunyi yaitu kelompok ini biasanya berasal
dari kelas menengah dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dengan menyembunyikan homoseksualitas mereka. d.
Homoseksual
situasional
yaitu
kelompok
yang
dapat
mendorong orang mempraktikkan homoseksualitasnya tanpa disertai komitmen yang mendalam. e.
Biseksual
yaitu
orang
yang
mempraktikkan
baik
homoseksualitas maupun heteroseksualitas sekaligus. f.
Homoseksual mapan yaitu kaum homoseksual yang menerima
homoseksualitas mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan
24
Simone De Beauvoir, The Second Sex, (Yogyakarta: Promethea, 2003) Hal 76
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
secara bertanggung jawab dan mengikatkan diri dengan komunitas homoseksual setempat25
2.2.4
Faktor-faktor Penyebab Gay Banyak orang yang bersikap homoseks, seperti terlihat dalam laporan
Kensey dinyatakan bahwa kurang lebih 37 dari pria kulit putih Amerika dihinggap penyakit tersebut. Sebab-sebab penyimpangan ini adalah kompleks. Beberapa orang yang dihinggapi homoseks disebabkan oleh factor-faktor jasmani misalnya pembawaan sejak lahir, cidera, dan mungkin rangsanganrangsangan yang mendorong untuk berbuat hal-hal tersebut. Yang lain memasuki kelakuan ini melalui kesalahan-kesalahan dan hal-hal luar biasa dalam hubungan keluarga, kesalahan dalam pendidikan, seks, pengalaman pahit tentang seks, pengalaman seks yang abnormal. Kecenderungan pada homoseks, muncul akibat tidak adanya dasardasar fisik, tetapi mereka tidak dapat mengendalikan dirinya. Kemudian menjelma menjadi homoseks akibat perubahan fisik atau oleh tipe-tipe khusus dari lingkungan dan pengalamannya. Homoseks yang sesungguhnya banyak kurang dipahami oleh kalangan bukan ahli dan polisi. Masyarakat beranggapan bahwa ia adalah kemerosotan dari suatu generasi lebih dari pada penderitaan suatu kesengsasraan yang bukan karena kesalahannya sendiri. Walaupun
25
Supratiknya, Mengenal Perilaku Abnormal, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) Hal 102
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
banyak diantara kaum homoseks yang baik dan perasa dalam karakternya, namun mereka adalah tidak wajar.26 Hampir seluruh kota-kota besar di Amerika dan Eropa memiliki individu-individu semacam itu, baik yang mempunyai pekerjaan tukang batu, tembok untuk produktifitasnya yang abnormal yang tidak merugikan. Tetapi homoseks yang diakibatkan oleh dasar-dasar phisik biasanya kurang bisa disembuhkan walaupun terdapat faedah yang penting dari terapi kelenjar, terutama apabila kecenderungan akan homoseks telah terlihat jauh sebelumnya dalam kehidupan seks tersebut. Kaum homoseks mungkin sebagai salah satu yang pasif dimana ia berperan sebagai wanita tanpa memandang sexnya yang sebenarnya apakah ia laki-laki atau, wanita dapat dianggap sebagai partner yang mempunyai peranan pasif. Dalam tiap persoalan mereka akan saling merangsang disebabkan oleh sifat dan kondisinya.27 Homoseks pria bersifat pasif, jika tidak dikekang kebiasaannya akan berpakaian sebagai wanita, memakai lipstick, memakai cutek dan mengeriting rambutnya. Walaupun tak dihalangi hal ini akan berlangsung lama. Wanita homoseks yang bersikap aktif akan merangsang partnernya dengan memiliki celana atau pakaian pria lainnya berlagak dan berperan sebagai laki-laki.28
Supratiknya, Mengenal Perilaku Abnormal, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) Hal 162 Supratiknya, Mengenal Perilaku Abnormal, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) Hal 165 28 Supratiknya, Mengenal Perilaku Abnormal, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) Hal 171 26 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Terdapat tiga garisan besar kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya homoseksual sebagai berikut:29 1.
Biologis Kombinasi/rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak ,
hormon, dan susunan syaraf diperkirakan mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Deti Riyanti dan Sinly Evan Putra, S.Si mengemukakan bahwa berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari: a.
Susunan Kromosom Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari
susunan
kromosomnya
yang
berbeda.
Seorang
wanita
akan
mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria. Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis
29
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Bandung: Rajawali Pers, 1981) Hal 204
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat kelaminnya. b.
Ketidakseimbangan Hormon Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga
mempunyai hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.
c.
Struktur Otak Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay
females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian. d.
Kelainan susunan syaraf
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi perilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak. Kaum homoseksual pada umumnya merasa lebih nyaman menerima penjelasan bahwa faktor biologis-lah yang mempengaruhi mereka dibandingkan menerima bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi.
2.
Lingkungan Lingkungan
diperkirakan
turut
mempengaruhi
terbentuknya
homoseksual. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat mempengaruhi terbentuknya homoseksual terdiri atas berikut: a.
Budaya / Adat-istiadat Dalam budaya dan adat istiadat masyarakat tertentu terdapat
ritual-ritual yang mengandung unsur homoseksualitas, seperti dalam budaya suku Etoro yaitu suku pedalaman Papua New Guinea, terdapat ritual keyakinan dimana laki-laki muda harus memakan sperma dari pria yang lebih tua untuk memperoleh status sebagai pria dewasa dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
menjadi dewasa secara benar serta bertumbuh menjadi pria kuat. Karena pada dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak mempengaruhi pribadi masing-masing orang dalam kelompok masyarakat tersebut, maka demikian pula budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur homoseksualitas dapat mempengaruhi seseorang. b.
Pola asuh Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi
terbentuknya homoseksual. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Dan pengenalan identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan pria atau perempuan tersebut, meliputi: Kriteria penampilan fisik: pemakaian baju, penataan rambut, perawatan tubuh Karakteristik fisik: perbedaan alat kelamin pria dan wanita; pria pada umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan wanita, pria pada umumnya tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang mengandalkan tenaga/otot kasar sementara wanita pada umumnya lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan yang mengandalkan otot halus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Karakteristik sifat: pria pada umumnya lebih menggunakan logika/pikiran sementara wanita pada umumnya cenderung lebih menggunakan perasaan/emosi. Pria pada umumnya lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang membangkitkan adrenalin, menuntut kekuatan dan kecepatan, sementara wanita lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang bersifat halus, menuntut kesabaran dan ketelitian Karakteristik tuntutan dan harapan: Untuk masyarakat yang menganut sistem paternalistik maka tuntutan bagi para pria adalah untuk menjadi kepala keluarga dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarganya. Dengan demikian pria dituntut untuk menjadi figur yang kuat, tegar, tegas, berani, dan siap melindungi yang lebih lemah. Sementara untuk masyarakat yang menganut sistem maternalistik maka berlaku sebaliknya bahwa wanita dituntut untuk menjadi kepala keluarga. c.
Figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak
pertama-tama akan melihat pada orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya, anak laki-laki melihat pada ayahnya, dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
anak perempuan melihat pada ibunya dan kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya. Homoseksual terbentuk ketika anak-anak ini gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi apa, siapa, dan bagaimana menjadi dan menjalani peranan sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. d.
Kekerasan
seksual/Penderaan
seksual/Sexual
abuse
dan
Pengalaman traumatic e.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang tidak
bertanggung jawab terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama adalah
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
terbentuknya
homoseksual. Banyak hal yang dapat membuat seseorang melakukan kekerasan seksual semacam ini, antara lain: Hasrat seksual/nafsu Pelampiasan kemarahan/dendam Ajang ngerjain orang, seperti perploncoan dari senior kepada junior, nge-bully teman yang kurang gaul, dan sejenisnya.
Pada dasarnya semua orang yang melakukan hubungan seksual terhadap orang lain tanpa adanya persetujuan dari orang tersebut sudah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
termasuk ke dalam kategori melakukan kekerasan seksual. Seperti apa bentuk kekerasan seksual yang dilakukan sangat bervariasi. Mulai dari memegang alat kelamin sesama jenis, menginjak-injak, memaksa untuk melakukan sesuatu hal terhadap alat kelaminnya sendiri maupun alat kelamin si pelaku, hingga menggunakan alat-alat tertentu sebagai media dalam melakukan kekerasan seksual. Kekerasan seksual seperti ini menempatkan korban dalam sebuah situasi yang sangat ekstrim tidak menyenangkan, mengancam jiwa, tidak aman, meresahkan, kacau, dan membingungkan. Ini menjadi sebuah pengalaman traumatik dalam diri korban. Pengalaman demikian dapat mengganggu kondisi psikologis korban. Ia berusaha untuk menghindari ingatan mengenai kejadian tersebut yang membuatnya sangat tidak nyaman dan sangat terluka/"sakit". Setiap hal yang memicu ingatannya terhadap kejadian tersebut membuatnya menjadi sangat resah, kadang muncul rasa marah, dan seringkali baik disadari maupun tanpa disadari korban melakukan upaya untuk merusak/"menyakiti" dirinya sendiri. Ini dinamakan trauma psikologis. Pengalaman traumatik tidak hanya terbatas pada mengalami kekerasan seksual, melihat seorang yang melakukan kekerasan seksual ataupun melakukan hubungan homoseksual juga dapat menjadi sebuah pengalaman traumatik bagi seseorang.
3.
Interaksi antara biologis dan lingkungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Penelitian yang dilakukan tidak pernah secara pasti menyatakan bahwa seseorang dilahirkan sebagai homoseksual. Dalam faktanya, penelitian yang dilakukan mengindikasikan adanya banyak faktor, termasuk kemungkinan faktor biologis dan lingkungan yang berkontribusi terhadap orientasi homoseksual.
2.3
Definisi Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang,
kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain.30 Komunikasi juga bisa diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan
30
Ruben Brent dan Lea Stewart, Communication and Human Behavior, (United States: Allyn and Bacon, 2006) Hal 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.31
2.3.1
Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama
yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.32 Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya.33 Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.34
Komala Rukiati, Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses dan Konteks, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009) Hal 27 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya, 2005) Hal 36 33 Anwar Arifin, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, (Bandung: Armico, 1984) Hal 18 34 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005) Hal 47 31 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Komunikasi kelompok (group communication) termasuk komunikasi tatap muka (face to face) karena komunikator dan komunikan berada dalam situasi saling berhadapan dan saling melihat. Sama dengan komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok pun menimbulkan arus balik langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat sedang berkomunikasi, sehingga apabila disadari bahwa komunikasinya kurang atau tidak berhasil, ia dapat segera mengubah gayanya. Antara komunikasi kelompok dengan komunikasi antar pribadi sebenarnya tidak perlu ditarik suatu garis pemisah. Baik komunikasi kelompok maupun komunikasi antar pribadi melibatkan dua atau lebih individu yang secara fisik berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan-pesan baik secara verbal maupun nonverbal. Akan tetapi, komunikasi antar pribadi biasanya dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur di mana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Komunikasi kelompok
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
lebih cenderung dilakukan secara sengaja dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing.35 Titik berat perhatian komunikasi kelompok adalah pada gejala komunikasi dalam kelompok kecil tentang bagaimana caranya untuk dapat lebih mengerti proses komunikasi kelompok, memperkirakan hasilnya serta lebih meningkatkan proses komunikasi kelompok.
a.
Komunikasi Kelompok Kecil Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok kecil
(small group communication) apabila situasi komunikasi seperti itu dapat diubah menjadi komunikasi antarpersonal dengan setiap komunikan. Dengan perkataan lain, antara komunikator dengan setiap komunikan dapat terjadi dialog atau tanya jawab. Dibandingkan dengan komunikasi antarpersonal, komunikasi kelompok kecil kurang efektif dalam mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan, karena diri tiap komunikan tidak mungkin dikuasai seperti halnya pada komunikan komunikasi antarpesonal. Dibandingkan dengan komunikasi kelompok besar, komunikasi kelompok kecil lebih bersifat rasional. Ketika menerima suatu pesan dari
Goldberg dkk , Komunikasi Kelompok, Proses- Proses Diskusi dan Penerapannya., (Jakarta: Universitas Indonesia, 1985) Hal 8
35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
komunikator, komunikan menanggapinya dengan lebih banyak menggunakan pikiran daripada perasaan.36 Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Komunikasi kelompok kecil oleh banyak kalangan dinilai sebagai tipe komunikasi antar pribadi karena: Pertama, anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Kedua, pembicaraan belangsung secara terpotong-potong, semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Ketiga, sumber dan penerima sulit diidentifikasi. Dalam situasi seperti ini, semua anggota bisa berperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima. Tidak ada batas yang menentukan secara tegas berapa besar jumlah anggota suatu kelompok kecil. Biasanya antara 2-3 orang, bahkan ada ynag mengembangkan sampai 20-30 orang, tetapi tidak lebih dari 50 orang.37
b.
Komunikasi Kelompok Besar Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar
(large group communication) jika antara komunikator dan komunikan sulit terjadi komunikasi antarpersonal. Kecil kemungkinan untuk terjadi dialog
36 37
Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004) Hal 8 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) Hal 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil. Pada situasi komunikasi seperti itu para komunikan menerima pesan yang disampaikan komunikator lebih bersifat emosional.38 Menurut B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor komunikasi kelompok terjadi ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:39 1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan 3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain
2.3.2
Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan
sosiologi, namun peneliti hanya menyampaikan tiga klasifikasi kelompok menurut para ahli. a.
38 39
Kelompok primer dan sekunder.
Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004) Hal 9 Curtis dkk., Komunikasi Bisnis dan Profesional, (Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya, 2005) Hal 149
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerjasama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.40
Jalaludin
Rakhmat
membedakan
kelompok
ini
berdasarkan
karakteristik komunikasinya, sebagai berikut: a.
Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan
meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.41 Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental. Komunikasi
40 41
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya, 1994) Hal 87 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya, 1994) Hal 89
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
b.
Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.42
c.
Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga, yaitu kelompok tugas, kelompok pertemuan dan kelompok penyadar. Kelompok
tugas
bertujuan
memecahkan
transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.
42
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya, 1994) Hal 102
http://digilib.mercubuana.ac.id/
masalah,
misalnya
42
Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.43 Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok
dalam
mencapai
tujuan
kelompok.
Cragan
dan
Wright
mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer. 2.4
Pengertian Gaya Hidup (Lifestyle) Lifestyle atau gaya hidup ini awalnya diciptakan oleh psikolog Austria Alfred
Adler tahun 1929. Dalam sosiologi, gaya hidup adalah cara seseorang hidup. Sebuah gaya hidup bundel merupakan karakteristik perilaku yang masuk akal untuk kedua orang lain dan diri sendiri dalam suatu waktu dan tempat, termasuk hubungan sosial, konsumsi, hiburan, dan berpakaian.44 Perilaku dan praktek dalam "gaya hidup" adalah campuran kebiasaan, cara-cara konvensional dalam melakukan sesuatu, dan beralasan tindakan. Sebuah gaya hidup biasanya juga mencerminkan sikap individu, nilai-nilai atau pandangan dunia. Oleh karena itu, gaya hidup adalah sarana untuk menempa suatu
43 44
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Rmaja Rosdakarya, 1994) Hal 109 Sumber lain http://webspace.ship.edu/cgboer/adler.html diakses pada 15 Juni 2016
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
kesadaran diri untuk menciptakan budaya dan simbol-simbol yang beresonansi dengan identitas pribadi. 45 Garis antara identitas pribadi dan perbuatan-perbuatan sehari-hari sinyal bahwa gaya hidup tertentu menjadi buram dalam masyarakat modern. Sebagai contoh, "gaya hidup hijau" berarti memegang keyakinan dan terlibat dalam aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya yang lebih sedikit dan kurang menghasilkan limbah berbahaya (yaitu yang lebih kecil karbon), dan menurunkan suatu kesadaran diri dari memegang kepercayaan ini dan terlibat dalam kegiatan ini. Beberapa komentator berpendapat bahwa, dalam modernitas, landasan dari konstruksi gaya hidup adalah perilaku konsumsi, yang menawarkan kemungkinan untuk menciptakan dan diri individualize lebih lanjut dengan produk atau layanan berbeda sinyal bahwa cara hidup yang berbeda.46 Gaya hidup dapat diartikan sebagai pilihan tindakan atau pemilihan barangbarang yang digunakan untuk dapat menunjukan identitas serta membedakan dirinya dengan orang atau kelompok lain. Konsumsi atau penggunaan barang dan benda-benda dilakukan dalam gaya hidup karena hal tersebut dipandang dapat mempresentasikan suatu citra tertentu. Jika pemakaian tanda dan simbol dimaksudkan untuk membedakan identitas, maka Starbuck juga membawa identitas tersendiri melalui produk-produk yang ditawarkan.47
45
Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2002) Hal 143
46
Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2002) Hal 144 Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2002) Hal 145
47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Gaya hidup menurut Kotler adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia.48 Menurut Assael gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”.49 Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan Mowen, gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.50 Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan.51 Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu. Faktor-faktor utama
Phillip Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2002) Hal 192 Assael, Consumer Behavior and Marketing Action (New York: International Thomson Publishing, 1998) Hal 252 50 John Mowen & Michael Minor, Perilaku Konsumen (Jakarta: Erlangga, 2002) Hlm. 282 51 Rismiati dan Bondan Suratno, Pemasaran Barang dan Jasa (Yogyakarta: Kanisius Sahertian, 2001) Hal 174 48 49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen.
2.4.1
Gaya Hidup dan Konsumsi Lifestyle atau gaya hidup merupakan perilaku yang berkaitan dengan
cara individu, kelompok atau budaya menjalankan kehidupan, atau “way of life”. Khan menyebutkan gaya hidup sebagai “a unified pattern of behavior that determines consumption and, is also in turn determined by it”.52 Maka secara praktis gaya hidup dapat dipahami sebagai kata sederhana yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep perilaku konsumsi yang rumit. Rumit merujuk kepada keseluruhan proses konsumsi yang berlangsung, termasuk kepada proses pertimbangan yang dilakukan sebelum proses pembelian. Proses pertimbangan dilakukan dengan melibatkan keinginan, motivasi, kebutuhan dan preferensi dari laki-laki metroseksual.53 Dalam proses pertimbangan faktor lain yang memiliki pengaruh adalah pengalaman, karakter diri, dan situasi yang dialami. Dinamika yang terjadi dalam proses konsumsi yang dilakukan terkait gaya hidup juga melibatkan
Matin Khan, Consumer Behavior and Marketing Management, (New Delhi: New Age International, 2006) Hal 18 53 Pamela Odih, Advertising in Modern and Postmodern Times, (London: Sage, 2007) Hal 102 52
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
berbagai faktor-faktor tersebut. Maka dengan banyaknya hal yang terlibat dalam seluruh proses pertimbangan dan konsumsi, dalam titik tertentu hal itu menjadikan konsumsi sebagai representasi dari pola gaya hidup seseorang. Gaya hidup dianggap sebagai proyek yang dilakukan untuk mengubah budaya konsumen dengan memberikan rangsang dan dorongan untuk meningkatkan konsumsi. Hal ini mengacu kepada konteks mass consumption yang berlangsung pada tahun 1950an. Bertahun-tahun kemudian, budaya konsumsi mulai beradaptasi dengan perubahan yang muncul sebagai dampak dari mass consumption. Tahun 1980an terjadi lonjakan kemunculan lifestyle media dalam bentuk majalah dan tayangan televisi, sebagai reaksi atas peningkatan perilaku konsumsi. Gaya hidup mulai menjadi perdebatan karena dianggap memiliki hubungan dengan transformasi budaya konsumen dan identitas budaya yang acap kali disebut sebagai bagian postmodernisme. Dapat terlihat bahwa terdapat hubungan antara peningkatan konsumsi dengan penggunaan media sebagai saluran informasi yang dapat menunjang atau bermanfaat dengan gaya hidup.54 Gaya hidup merupakan rangkaian konsep yang menggambarkan selera, rasa, nilai, yang digunakan untuk mewakili gambaran pemenuhan kebutuhan yang salah satunya terkait dengan penampilan. Gaya hidup dibentuk sebagai karakter yang digunakan sebagai identitas sosial untuk memperkenalkan diri ke
54
Pamela Odih, Advertising in Modern and Postmodern Times, (London: Sage, 2007) Hal 109
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
lingkungan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan gaya hidup melalui konsumsi terdapat tujuan “self-construction” yang dilakukan bukan sematamata untuk memiliki barang, namun juga pembelian identitas.55 Teori gaya hidup menekankan konstruksi identitas melalui praktik konsumsi, waktu luang dan ruang domestik. Dalam memenuhi praktik gaya hidup, kembali media menarik perhatian audiens untuk digunakan sebagai sumber informasi. 56 Dalam lifestyle marketing, segmentasi gaya hidup dapat didasarkan kepada opinions, interests dan activities/behaviors. Seseorang dapat dikatakan sebagai bagian dalam gaya hidup tertentu apabila memenuhi kriteria tersebut. Opinions menunjukan pedapat atau opini individu mengenai tema tertentu yang menarik baginya. Interests menjelaskan mengenai kegiatan atau aktivitas dengan
tema
tertentu
yang
sesuai
dengan
ketertarikan
mereka.
Activities/behaviors menunjukan mengenai sejauh mana langkah atau aksi dilakukan seseorang untuk memenuhi ketertarikan akan tema yang diminatinya tersebut.57 Segmentasi ini berguna untuk mengelompokan orang sesuai dengan kesukaan (interest). Kelompok dengan kesukaan yang sama akan menghasilkan ceruk spesifik. Ceruk ini akan mempermudah produsen untuk melakukan idiidentifikasi preferensi pasar dan menentukan stimulus yang tepat untuk
Pamela Odih, Advertising in Modern and Postmodern Times, (London: Sage, 2007) Hal 120 Pamela Odih, Advertising in Modern and Postmodern Times, (London: Sage, 2007) Hal 125 57 Matin Khan, Consumer Behavior and Marketing Management, (New Delhi: New Age International, 2006) Hal 18 55 56
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
mendorong konsumsi. Dalam proses konsumsi terkait gaya hidup, terdapat ciri yang dipilih terkait dengan atribut gaya hidup. Hal itu dilakukan untuk membedakan dengan gaya hidup lain. Atribut ini sering dijadikan asosiasi yang mendorong orang yang melihat untuk memberikan label untuk identitas individu dengan gaya hidup tertentu. Gaya hidup dan konsumsi dilakukan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan untuk membangun identitas dan status sosial. Dalam usaha untuk mendapatkan pemenuhan konsumsi yang terbaik dan paling sesuai konsumsi, media dilibatkan sebagai sumber informasi dan referensi. Jadi dalam melakukan pemenuhan akan konsumsi, yang dilakukan tidak hanya sekedar membeli dan memiliki objek berupa produk atau jasa, namun juga dengan melakukan konsumsi akan informasi yang ada. 58 Perbedaan keinginan dalam memenuhi kebutuhan gaya hidup yang dimiliki seseorang terkait dengan motif dan keinginan individu. Hal ini membuat
mereka
membentuk
kecenderungan
masing-masing
dalam
menyeleksi informasi yang sesuai. Konsep ini dijelaskan dalam uses and gratification theory yang menjelaskan bahwa audiens memiliki kemampuan dalam menentukan sendiri informasi yang ingin dikonsumsi. Kunci dalam uses and gratification adalah motif dan kepuasan yang dapat terbentuk berkaitan kepada serangkaian kebutuhan sosial dan psikologis.59 Dengan perilaku ini
58 59
Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2002) Hal 123 Blummer and Katz. The Uses Of Mass Communication, (Beverly Hills: Winter, 1974) Hal 205
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
maka aktivitas yang dilakukan terkait dengan pemenuhan kebutuhan juga akan berbeda. Hambatan dalam memahami perilaku audiens adalah konsepnya yang terus berkembang menjadi lebih luas dan rumit. Dengan semakin luas informasi dan beragamanya keberadaan media yang dapat diakses maka kombinasi informasi semakin banyak, hal tersebut sejalan dengan pengaruh yang juga akan semakin luas dan bervariasi.
2.4.2
Konsep Gaya Hidup Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lain. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah, sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen.60
60
Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2003) Hal 87
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
Gaya hidup akan berkembang pada masing-masing dimensi (activity, interest, opinion/AIO) seperti telah diidentifikasikan oleh Plummer dalam Assael sebagai berikut :61 Tabel 2.2 Activites, Interest, Opinion Aktifitas
Interest
Opini
Bekerja
Keluarga
Diri Sendiri
Hobi
Rumah
Masalah Sosial
Peristiwa Sosial
Pekerjaan
Politik
Liburan
Komunitas
Bisnis
Hiburan
Rekreasi
Ekonomi
Anggota Club
Pakaian
Pendidikan
Komunitas
Makanan
Produk
Belanja
Media
Masa Depan
Olahraga
Prestasi
Budaya
Sumber: Buku perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok dan gaya hidup setiap kelompok akan memiliki ciri unik tersendiri. Sehingga gaya hidup sangat relevan dengan usaha-usaha pemasar untuk menjual produknya. Misalnya, kecenderungan yang luas dari gaya hidup seperti perubahan peran pembelin
61
Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2003) Hal 95
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
dari pria ke wanita, sehingga merubah kebiasaan, selera dan perilaku pembelian. Perubahan gaya hidup suatu kelompok akan mempunyai dampak yang luas pada berbagai aspek konsumen. Beberapa perubahan gaya hidup yang telah terjadi di Amerika dan juga telah terjadi di Indonesia misalnya : perubahan peran pembelian dari pria ke wanita, perhatian yang besar pada masalah kesehatn dan gizi, lebih menyadari diri sendiri, gaya hidup yang konsrvatif dan tradisional, fokus pada kesenangan hidup, dan kesadaran lingkungan yang lebih besar.62
2.4.3
Teori Gaya Hidup (Life Style Theory) Teori gaya hidup adalah teori yang menyebutkan bahwa tidak semua
orang memiliki gaya hidup yang sama, setiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda, diantara beberapa gaya hidup itu telah memaparkan bahwa banyak orang yang memiliki resiko daripada gaya hidup lainnya. Teori gaya hidup ini dikembangkan oleh Hindelang, Gottfredson dan Garafalo yang berarti berbicara tentang pola hidup atau kegiatan rutin yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.63 Gaya hidup ini dipengaruhi oleh perbedaan umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pendapatan keluarga dan ras yang berkaitan
62 63
Sutisna, perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran, (Bandung: remaja rosdakarya, 2003) Hal 57 Alfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) Hal 77
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
dengan rutinitas sehari-hari yang rentan terhadap resiko-resiko untuk melakukan kejahatan. Gaya hidup ini sangat berpengaruh pada frekuensi orang berinteraksi dengan jenis gaya hidup tertentu. 64 Sebuah teori serupa yang dikembangkan oleh Kennedy dan Forde menunjukkan bahwa latar belakang dan karakteristik dari aktivitas sehari-hari berpengaruh pada waktu yang diluangkan dalam gaya hidup yang beresiko, dimana gaya hidup tersebut akan membawa orang kejalan yang lebih berbahaya lagi.65 Sementara itu menurut Sampson dan Wooldredge menyatakan seseorang dapat menjadi korban terhadap sebuah gaya hidup apabila mereka terus-menerus berinteraksi dengan kelompok yang memiliki potensi membahayakan dimana seseorang tersebut memiliki pertahanan diri yang lemah.66
2.5
Fenomenologi Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’
dan
phainomenon
merujuk pada
‘yang menampak’.
Istilah fenomenologi
Alfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) Hal 80 Alfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) Hal 92 66 Alfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) Hal 105 64 65
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl. Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon yang berarti realitas yang tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomenologi
berusaha
mencari
pemahaman
bagaimana
manusia
mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain).67 Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya.68 Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran yang lebih lanjut. Tokoh-tokoh fenomenologi ini diantaranya Edmund Husserl, Alfred Schutz dan Peter. L Berger dan lainnya. Tujuan dari fenomenologi menurut Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan.” Kita kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan,
67 68
Engkus Kuswarno, Fenomenologi: fenomena pengemis kota bandung, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009) Hal 2 Little John & Karen, Teori Komunikasi:Theories Of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009) Hal 57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
dan kebiasaan-kebiasaan kita. Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan. Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi transsendental dan fenomenologi sosial oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz, dari dua garis besar tersebut (Husserl dan Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni pertama terdapat prinsip yang paling dasar dari fenomenologi, yang secara jelas dihubungkan dengan idealism Jerman (adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi dalam diri kesadaran individu). Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang berasal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami dan makna dibangun melalui bahasa. Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan derajat signifikansi, bergantung pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas.69
2.5.1
69
Fenomenologi Sosial Schutz
Ardianto Dkk, Filsafat Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007) Hal 127
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
Schutz dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonom yang suka dengan musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi, sosiologi dan ilmu sosial lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji fenomenologi secara lebih komprehensif dan juga mendalam.70 Schutz sering dijadikan centre dalam penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua, Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.71 Dalam mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan juga model tindakan manusia (human of action) dengan tiga dalil umum yaitu:72 1.
The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis) Ini berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas
tujuan penelitiannya sehingga dapat dianalisis bagaimana hubungannya dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Apakah bisa dipertanggung jawabkan atau tidak.
Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 135 Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 143 72 Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 157 70 71
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
2.
The postulate of subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif) Menuntut peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia
atau pemikiran manusia dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti harus memposisikan diri secara subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti dalam fenomenologi sosial.
3.
The postulate of adequacy (Dalil Kecukupan) Dalil ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah
(hasil penelitian) agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu. Kepatuhan terhadap dalil ini akan memastikan bahwa konstruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan konstruksi yang ada dalam realitas sosial. Schutz dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi transendental-nya Husserl dengan konsep verstehen yang merupakan buah pemikiran Weber. Jika Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transendental) sebagai metode analisis yang digunakan untuk mengkaji ‘sesuatu yang muncul’, mengkaji fenomena yang terjadi di sekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan, berbagai gagasan dan kesadaran. Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
semata, melainkan menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta berbagai model teoritis dari realitas yang ada.73 Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world. Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengalaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.74 Dalam the life world ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan ‘kebudayaan’. Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock of knowledge yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. Stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. Stock of knowledge sebenarnya merujuk pada
73 74
content (isi), meaning (makna), intensity (intensitas), dan
Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 172 Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 184
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
duration (waktu). Schutz juga sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia keseharian itu dengan ilmu (science), khususnya ilmu sosial.75 Schutz
mengakui
fenomenologi
sosialnya
mengkaji
tentang
intersubyektivitas dan pada dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:76
Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan, dan makna tindakan
orang lain?
Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu
secara mendalam?
Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi?
Realitas intersubyektif yang bersifat sosial memiliki tiga pengertian, yaitu:77 a.
Adanya hubungan timbal balik atas dasar asumsi bahwa ada orang lain dan benda-benda yang diketahui oleh semua orang.
Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 187 Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 190 77 Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 195 75 76
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
b.
Ilmu pengetahuan yang intersubyektif itu sebenarnya merupakan bagian ilmu pengetahuan sosial.
c.
Ilmu pengetahuan yang bersifat intersubyektif memiliki sifat distribusi secara sosial.
Ada beberapa tipifikasi yang dianggap penting dalam kaitan dengan intersubyektivitas, antara lain:78 a)
Tipifikasi pengelaman (semua bentuk yang dapat dikenali dan diidentifikasi, bahkan berbagai obyek yang ada di luar dunia nyata, keberadaannya didasarkan pada pengetahuan yang bersifat umum).
b)
Tipifikasi benda-benda (merupakan sesuatu yang kita tangkap sebagai ‘sesuatu yang mewakili sesuatu’.
c)
Tipifikasi dalam kehidupan sosial (yang dimaksudkan sosiolog sebagai System, role status, role expectation, dan institutionalization itu dialami atau melekat pada diri individu dalam kehidupan sosial).
Schutz mengidentifikasikan empat realitas sosial, dimana masingmasing merupakan abstraksi dari dunia sosial dan dapat dikenali melalui tingkat imediasi dan tingkat determinabilitas. Keempat elemen itu diantaranya umwelt, mitwelt, folgewelt, dan vorwelt.79
78 79
Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 197 Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 201
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
1)
Umwelt, merujuk pada pengelaman yang dapat dirasakan langsung di dalam dunia kehidupan sehari-hari.
2)
Mitwelt, merujuk pada pengelaman yang tidak dirasakan dalam dunia keseharian.
3)
Folgewelt, merupakan dunia tempat tinggal para penerus atau generasi yang akan datang.
4)
Vorwelt, dunia tempat tinggal para leluhur, para pendahulu kita.
Schutz juga mengatakan untuk meneliti fenomena sosial, sebaiknya peneliti merujuk pada empat tipe ideal yang terkait dengan interaksi sosial. Karena interaksi sosial sebenarnya berasal dari hasil pemikiran diri pribadi yang berhubungan dengan orang lain atau lingkungan. Sehingga untuk mempelajari interaksi sosial antara pribadi dalam fenomenologi digunakan empat tipe ideal berikut ini:80 1.
The eyewitness (saksi mata) Yaitu seseorang yang melaporkan kepada peneliti sesuatu yang telah
diamati di dunia dalam jangkauan orang tersebut. 2.
The insider (orang dalam) Seseorang yang karena hubunganya
dengan kelompok yang lebih
langsung dari peneliti sendiri, lebih mampu melaporkan suatu peristiwa, atau
80
Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 207
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
pendapat orang lain, dengan otoritas berbagi sistem yang sama relevansinya sebagai anggota lain dari kelompok. peneliti menerima informasi orang dalam sebagai ‘benar’ atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuannya dalam konteks situasi lebih dalam dari saya.
3.
The analyst (analis) Seseorang yang berbagi informasi relevan dengan peneliti, orang itu
telah mengumpulkan informasi dan mengorganisasikannya sesuai dengan sistem relevansi. 4.
The commentator (komentator)
Schutz menyampaikan juga empat unsur pokok fenomenologi sosial yaitu:81 a.
Perhatian terhadap actor.
b.
Perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude).
c.
Memusatkan perhatian kepada masalah mikro.
d.
Memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.
81
Alfred Schutz, The Phenomenology of The Social World, (Illinois: Northon University Press, 1967) Hal 212
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
2.6
Pengertian Cosmopolitan Kosmopolitanisme adalah ideologi yang menyatakan bahwa semua suku
bangsa manusia merupakan satu komunitas tunggal yang memiliki moralitas yang sama. Seseorang yang memiliki pemikiran kosmopolitanisme dalam bentuk apapun disebut kosmpolitan atau kosmopolit.82 Komunitas kosmopolitan bisa saja didasarkan pada moralitas inklusif, hubungan ekonomi bersama, atau struktur politik yang mencakup berbagi bangsa. Dalam komunitas kosmopolitan, orang-orang dari berbagai tempat (negara dan bangsa) membentuk hubungan yang saling menghargai. Kwame Anthony Appiah pernah memaparkan adanya kemungkinan komunitas kosmopolitan ketika orang-orang dari berbagai bidang (fisika, ekonomi, dll.) membina hubungan yang saling menghargai meski memiliki kepercayaan yang berbeda (agama, politik, dll.)83
Sumber lain website https://dictionary.com, diakses pada tanggal 15 Desember 2016 Anderson Amanda, Cosmopolitanism, Universalism, and the Divided Legacies of Modernity, (Mineapollis & London: University of Minnesota Press, 1998) Hal 37 82 83
http://digilib.mercubuana.ac.id/