BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kebisingan
2.1.1. Definisi Kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyibunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009). Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Buchari, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan gangguan pendengaran (ketulian).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Klasifikasi Kebisingan Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar (Tambunan, 2005) : 1. Kebisingan tetap (unsteady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu : a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya. b. Broad band noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni). 2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu : a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. b. Intermittent noise Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Yanri seperti yang dikutip oleh Srisantyorini (2002), pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja khususnya pengaruh terhadap manusia dapat dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Bising yang mengganggu (Irritating noise) Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur. 2. Bising yang menutupi (Masking noise) Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain. 3. Bising yang merusak (Damaging/ Injurious noise) Merupakan bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. 2.1.3. Sumber Kebisingan Peningkatan
mekanisasi
akan
mengakibatkan
meningkatnya
tingkat
kebisingan. Pembangunan yang banyak memakai peralatan modern di suatu industri atau perusahaan untuk meningkatkan produktivitas memberikan dampak terhadap tenaga kerja oleh karena bunyi yang dihasilkan mesin dalam proses tersebut akan berdampak negatif terhadap tenaga kerja. Salah satu dampak yang dihasilkan oleh mesin produksi terhadap tenaga kerja adalah menimbulkan bising di tempat kerja sehingga mengganggu kenyamanan dalam bekerja. Ketulian atau berkurangnya pendengaran juga disebabkan oleh kebisingan dimana tenaga kerja berada. Sumber-sumber kebisingan di industri antara
Universitas Sumatera Utara
lain adalah mesin produksi, mesin potong atau gergaji, ketel uap untuk pemanas air, dan mesin diesel (Ada, 2008). 2.1.4. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja (Roestam, 2004), seperti : 1. Gangguan fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini dapat berupa peningkatan tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. 2. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stress, kelelahan, dan lain-lain. 3. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
4. Gangguan keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. 5. Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali. Menurut Depnaker
yang dikutip oleh Srisantyorini (2002) kebisingan
mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai dari gangguan ringan berupa gangguan terhadap konsentrasi kerja, pengaruh dalam komunikasi dan kenikmatan kerja sampai pada cacat yang berat karena kehilangan daya pendengaran (tuli) tetap. 1. Gangguan terhadap konsentrasi kerja dapat mengakibatkan menurunnya kualitas pekerjaan. Hal ini pernah dibuktikan pada sebuah perusahaan film dimana penurunan intensitas kebisingan berhasil mengurangi jumlah film yang rusak sehingga menghemat bahan baku. 2. Gangguan terhadap komunikasi, akan menganggu kerja sama antara pekerja dan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas atau kuantitas kerja. Kebisingan juga mengganggu persepsi tenaga kerja terhadap lingkungan sehingga mungkin sekali tenaga kerja kurang cepat
Universitas Sumatera Utara
menanggapi adanya situasi yang berbahaya dan lambat dalam bereaksi sehingga dapat menimbulkan kecelakaan. 3. Gangguan dalam kenikmatan kerja berbeda-beda untuk tiap-tiap orang. Pada orang yang sangat rentan kebisingan dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi, dan kehilangan semangat kerja. 4. Penurunan daya pendengaran akibat yang paling serius dan dapat menimbulkan ketulian total sehingga seseorang
sama sekali tidak dapat
mendengarkan pembicaraan orang lain. Suma’mur (2009) mengelompokkan skala intensitas kebisingan dan sumber kebisingan yang menyebabkannya seperti pada tabel 2.1. berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya
Kerusakan alat pendengar Menyebabkan tuli
Intensitas (desibel) 120 110
Sangat hiruk
100 90
Kuat
80 70
Sedang
60 50
Tenang
40 30
Sangat tenang
20 20
10 Sumber : Suma’mur (2009)
2.2.
Sumber Kebisingan (Batas dengar tertinggi) Halilintar Meriam Mesin uap Jalan hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh Peluit polisi Kantor bising Jalanan pada umumnya Radio Perusahaan Rumah gaduh Kantor pada umumnya Percakapan kuat Radio perlahan Rumah tenang Kantor perorangan Auditorium Percakapan Suara daun Berbisik (Batas dengar terendah)
Pendengaran Manusia
2.2.1. Sistem Pendengaran Manusia Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar (outer ear), bagian tengah (middle ear) dan bagian dalam (inner ear). Ketiga bagian tersebut memiliki komponen-komponen berbeda dengan fungsi masing-masing dan saling berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada di sekitar manusia.
Universitas Sumatera Utara
Bagian luar telinga terdiri dari daun telinga (earflap) dan saluran telinga manusia (ear canal) yang panjangnya kurang lebih 2 cm. Fungsi utama bagian luar telinga ini adalah sebagai saluran awal masuknya gelombang suara di udara ke dalam sistem pendengaran manusia. Bagian kedua, bagian tengah (middle ear) terdiri dari gendang telinga (eardrum) dan tiga tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes). Bagian tengah telinga manusia, tepatnya pada bagian belakang gendang telinga berhubungan dengan hidung melalui tabung eustachius (arah masuknya gelombang suara dari saluran telinga luar dianggap sebagai bagian depan gendang telinga). Secara fisik gendang telinga dapat berlubang karena beberapa hal yang bersifat traumatik, seperti tertusuk oleh benda-benda lancip yang masuk terlalu dalam hingga mencapai gendang telinga, retak pada tulang tengkorak, noise blast seperti ledakan yang sangat keras, percikan arang las pada proses pengelasan, atau karena percikan zat-zat kimia tertentu, misalnya asam. Selain penyebab-penyebab traumatik, lubang pada gendang telinga juga dapat terjadi karena adanya infeksi pada bagian tengah telinga yang menjalar hingga gendang telinga. Saat hal ini terjadi, terkadang akan keluar darah dari telinga. Gangguan lubang pada telinga menyebabkan gangguan pada sistem [pendengaran manusia dan biasanya tidak disertai oleh rasa sakit. Sebagian besar kasus-kasus yang terjadi adalah temporary hearing loss dan umumnya gendang telinga yang berlubang dapat sembuh dengan sendirinya asal selama proses penyembuhan telinga aman dari kemasukan benda-benda apa pun, termasuk air.
Universitas Sumatera Utara
Penyembuhan beberapa jenis kasus berat pada gendang telinga harus melalui operasi yang disebut tympanoplasty. Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes) yang saling terhubung di bagian tengah telinga (middle ear) yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam telinga (inner ear). Selanjutnya, gerakan fluida ini akan menggetarkan ribuan sel berbentuk rambut halus (hair cells) di bagian dalam telinga yang akan mengkonversikan getaran yang diterima menjadi impuls bagi saraf pendengaran. Oleh saraf pendengaran (auditory nerve), impuls tersebut dikirim ke otak untuk diterjemahkan menjadi suara yang kita dengar. Terakhir, suara akan ”ditahan” oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1 detik (Tambunan, 2005).
Gambar 2.1. Anatomi Telinga Manusia
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Gangguan Pendengaran Gangguan pada telinga, baik telinga luar, telinga tengah, maupun telinga dalam dapat menyebabkan ketulian. Dikenal tiga jenis gangguan pendengaran (Tambunan, 2005), yaitu: 1. Condutive hearing loss Jenis gangguan ini diklasifikasikan sebagai masalah mekanis (mechanical hearing loss) karena menyerang bagian luar dan tengah telinga pekerja, tepatnya selaput gendang telinga dan ketiga tulang utama (hammer, anvil, dan stirrup) menjadi sulit atau tidak bisa bergetar. Akibatnya, pekerja menjadi agak sulit mendengar. 2. Sensorineural hearing loss Sesuai dengan namanya, sensorineural hearing loss diklasifikasikan sebagai masalah pada sistem sensor, dan bukan masalah mekanis. Sensorineural hearing loss disebabkan oleh ketidakberesan pada bagian dalam telinga, khususnya cochlea. 3. Mixed hearing loss Tuli gabungan disebabkan oleh kombinasi antara tuli konduktif dan tuli saraf. Jika
kedua
threshold
konduksi
menunjukan
adanya
kehilangan/gangguan
pendengaran, namun porsi kehilangan lebih besar pada konduksi udara. 2.2.3. Keluhan Pendengaran Subyektif Keluhan pendengaran subyektif merupakan gangguan yang dirasakan oleh seseorang akibat dari keadaan lingkungan kerja yang bising, namun dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan, melainkan hanya berupa persepsi atau pendapat pekerja (Srisantyorini, 2002). Gangguan yang dirasakan oleh pekerja tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
bervariasi, seperti gangguan dalam hal berkomunikasi, gejala kelainan fisiologis pada telinga (misalnya tinnitus), dan gejala penurunan pendengaran.
2.3.
Pengendalian Kebisingan Menurut Pramudianto yang dikutip oleh Babba (2007), pada prinsipnya
pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri dari: 1. Pengendalian secara teknis Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja. Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang paling tinggi. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain : a. Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih baik. b. Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak. c. Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat barrier/penghalang. d. Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda.
Universitas Sumatera Utara
e. Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang kerja. Pemasangan peredam ini dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan bising. 2. Pengendalian secara administratif Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran. 3. Pemakaian alat pelindung telinga Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan. Jenis-jenis alat pelindung telinga (Roestam, 2004) : a. Sumbat telinga (ear plugs), dimasukkan dalam telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membrane timpani. Sumbat telinga dapat mengurangi bising s/d 30 dB. b. Tutup telinga (ear muff), menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB. c. Helmet (enclosure), menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35dB.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Kerangka Konsep
Intensitas Kebisingan
Keluhan Subyektif Karakteristik Pekerja 1. Usia 2. Masa Kerja
Keterangan : Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan pada Desember 2010 diketahui bahwa intensitas kebisingan yang dihasilkan oleh mesin maupun peralatan yang ada di bagian pengolahan telah melewati nilai ambang batas. Kebisingan ini tentu akan menimbulkan gangguan atau keluhan pada pekerja yang terpapar berupa gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi, dan gangguan kenyamanan. Gangguan atau keluhan yang dirasakan pekerja yang terpapar bising akan digambarkan berdasarkan karakteristik pekerja meliputi usia dan masa kerja.
Universitas Sumatera Utara