BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan tambahan pangan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan dan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat (Syah, 2005). Zat adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu atau bahan yang ditambahkan pada makanan ataupun minuman pada waktu proses atau pembuatannya dan terdapat pada hasil akhirnya (Pardiazi, 1980). Sedangkan menurut Bellitz (1986) bahan tambahan makanan adalah bahan yang dengan sengaja ditambahkan kedalam bahan makanan dasar atau campuran bahan dengan tujuan mengubah sifat-sifat dari makanan tersebut. Menurut peraturan Menteri Kesehatan R.I.No.329/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksudkan dengan adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk kedalamnya aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 1992). Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Atribut kualitas makanan meliputi:
Universitas Sumatera Utara
•
Sifat Indrawi atau organolepfik, yaitu sifat-sifat yang dapat dinilai dengan panca indra seperti sifat kenampakan; (bentuk, ukuran, warna); cita rasa (flavor); asam, asin, manis, pahit; tekstur, yaitu sifat yang dinilai dengan indra peraba (halus, lembut, kasar).
•
Kandungan dan nilai gizi, yaitu: karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain .
•
Keamanan makanan yang dikonsumsi, yaitu terbebas dari bahan-bahan kimia berbahaya/pencemar atau racun yang bersifat mikrobiologis. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih
menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan ”bahan tambahan makanan”(BTM) yang disebut zat adiktif kimia (food additive) (Widyaningsih, 2006). Pemakaian BTM (Bahan Tambahan Makanan) yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah BTM (Bahan Tambahan Makanan) yang diizinkan untuk digunanakan dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Pada prinsipnya konsumen harus diberi informasi adanya bahan tambahan makanan (BTM) dalam bahan baku makanan. Pernyataan yang tertera atau etiket harus diberikan informasi adanya BTM (Bahan Tambahan Makanan) kepada konsumen. Hal ini merupakan metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut (Baliwati, 2004). Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: (a) Adiktif sengaja, yaitu adiktif yang diberikan dengan sengaja dengan
Universitas Sumatera Utara
maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan sebagainya. (b) Adiktif tidak sengaja, yaitu adiktif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (Winarno, 2004). Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: •
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
•
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu: bahan yang tidak mempunyai reaksi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida dan antibiotika (Cahyadi, 2006)
2.2. BORAKS Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7). berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Senyawa-senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut : jarak lebur sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjad asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Khamid, 2006). 2.2.1 Fungsi Boraks yang Sebenarnya Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006). Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994). 2.2.2. Penyalahgunaan Boraks Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan
Universitas Sumatera Utara
berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007). Boraks ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Bakso mengandung boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Bakso yang mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama (Anonima, 2009). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini didapati pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso. Banyak juga disalahgunakan dalam pemuatan mie basah, bakso dan lontong yang menggunakan boraks apabila dipegang akan terasa sangat kenyal sedangkan kerupuk merasa sangat renyah (Anonima, 2008 ; Cahyadi, 2006). 2.2.3. Pengaruh Boraks terhadap Kesehatan Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertkena dengan kulit dapat menimbulkan iritasi. Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal (Himpunan alumni fateta, 2005). Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks apabila terdapat pada makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan
Universitas Sumatera Utara
lemak. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Khamid, 1993). Penting diketahui bahwa selain lewat mulut, boraks bisa masuk ke dalam tubuh lewat membran mukosa dan permukaan kulit yang luka. Skipworth pernah melaporkan bahwa keracunan asam borat bisa terjadi gara-gara bedak tabur mengandung boraks. Kerena itu disarankan agar bedak tabur untuk anak-anak tidak mengandung asam borat lebih dari 5% (Khamid, 1993). Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak kecil dan bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu, 1994). 2.3. BAKSO Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Banyak orang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak saja hadir dalam sajian seperti sajian mie bakso maupun mie ayam. Bola-bola daging ini juga biasa digunakan dalam campuran beragam masakan lainnya, sebut saja misalnya nasi goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sop (Widyaningsih, 2006). Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 gr per butir. Setelah Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri
Universitas Sumatera Utara
spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih, 2006). 2.4. Zat Pengawet Menurut Winarno zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang. Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja kedalam bahan tambahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah merusak. Bahan ini dapat menghambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relative awet dengan tujuan memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin relative untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Berberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah Benzoat, propionat, Nitrat, Nitrit, sorbat dan sulfit (Syah, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pengujian Boraks dan Asam Borat dalam Pangan 2.5.1. Uji Kualitatif Beberapa uji kualitatif untuk boraks, antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan H2SO4 dan etanol; dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi dengan H2SO4(P) dan metanol pada sampel yang telah diabukan dalam tanur akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007). Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika terdapat Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah menjadi hijau biru terang (Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan asam dari sampel menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika diberi larutan amonia; reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada sampel, akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004). Reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas CO2 akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein ke dalam larutan sampel dalam akuades bebas CO2 menghasilkan warna
merah
yang
hilang
dengan
penambahan
5ml
gliserol (British
Pharmacopoeia, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Reaksi dengan H2SO4(P) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman ( Modifikasi Balai Besar POM, 2007). 2.5.2. Uji Kuantitatif Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu: metode titrimetri; titrasi asam basa; titrasi dengan penambahan manitol; dan metode spektrofotometri. Penetapan kadar asam borat dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi menggunakan larutan standar NaOH dengan penambahan gliserol akan menghasilkan warna merah muda yang mantap pada titik akhir titrasi (Helrich, 1990). Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Penetapan Kadar boraks dalam sampel dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein dititrasi menggunakan larutan NaOH menghasilkan larutan merah muda pada titik akhir titrasi (British Pharmacopoeia, 1988). Penetapan kadar boraks dengan spektrofotometri, dengan mengukur serapan dari destilasi larutan sampel yang diberi larutan kurkumin dan etanol menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 542 nm (Zulharmita, 1995). 2.6. Uji Perolehan Kembali Uji perolehan kembali (recovery test) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Uji perolehan kembali dinyatakan sebagai % perolehan kembali (recovery) yang
Universitas Sumatera Utara
ditentukan dengan menghitung beberapa % analit yang ditambahkan dapat diperoleh kembali dalam suatu pengukuran (Rohman, 2007). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004). Dalam metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menetukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004). Kadar analit dalam metode penambahan baku dapat dihitung sebagai berikut: Uji perolehan kembali = jumlah total analit − jumlah total analit dalam sampel x100% jumlah standart yang ditambahkan
2.7. Analisa Data Secara Statistik Untuk mengetahui data diterima atau ditolak dapat dilakukan uji statistika distribusi t. Dimana kadar boraks yang diperoleh dianalisa secara statistika dengan metode standar deviasi dengan rumus :
SD =
Σ( xi − x) 2 n −1
Keterangan : xi = kadar Sampel x = kadar rata-rata sampel
n = Jumlah Perlakuan Untuk mencari thitung digunakan rumus : t.hitung =
xi − x SD / n
sebagai dasar penolakan data hasil uji analisisnya : thitung > ttabel atau thitung < ttabel.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencari kadar sebenarnya dengan interval kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,05 ; dk = n-1, dapat dipergunakan rumus : (µ) =
x ± (t.x.SD/ n )
Keterangan : µ = Interval kepercayaan kadar sampel x = kadar rata- rata sampel
SD = standar deviasi n = jumlah perlakuan (WHO, 2004)
Universitas Sumatera Utara