BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pemecahan Saham (Stock Splits) 2.1.1.1 Pengertian Pemecahan Saham Menurut Abdul Halim (2007 : 98), stock split (pemecahan saham) adalah perubahan nilai nominal per lembar saham dan perubahan jumlah saham yang beredar, sesuai dengan faktor pemecahnya (split factor). Pemecahan saham juga diartikan sebagai tindakan memecah nilai nominal saham menjadi pecahan yang lebih kecil dan jumlah lembar saham menjadi banyak. Jika sebelum pemecahan saham harga saham di pasar Rp. 1.000 per lembar, maka setelah adanya pemecahan saham harga saham baru yang berlaku di pasar menjadi Rp. 500 per lembar (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2006: 183). Pemecahan saham dikatakan tidak mempunyai nilai ekonomis karena pemecahan saham tidak menambah nilai dari perusahaan. Pemecahan saham hanya mengganti saham yang beredar dengan jumlah lembar saham yang lebih banyak dengan cara menurunkan nilai pari saham. Walaupun pemecahan saham tidak secara langsung mempengaruhi arus kas perusahaan, namun manajer mempunyai alasan ketika memecah saham. Maka pemecahan saham menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan oleh para investor atau calon investor dalam mengambil keputusan. Para investor
Universitas Sumatera Utara
dan calon investor dapat mengambil keputusan untuk membeli atau melepas saham yang dimilikinya berdasarkan analisis mereka mengenai informasi apa yang terkandung dalam pemecahan saham ketika mereka mencoba mengetahui alasan manajer melakukan pemecahan saham.
2.1.1.2 Teori Pemecahan Saham Terdapat dua teori utama yang menjelaskan motivasi pemecahan saham ( Abdul Halim, 2007) yaitu: 1) Trading Range Theory menyatakan bahwa alasan manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split, maka dapat menjaga harga saham agar tidak terlalu mahal. Dengan adanya stock split, nilai nominal saham dipecah sehingga meningkatkan daya beli investor, dengan tujuan agar tetap banyak pelaku pasar modal yng mau memperjualbelikan saham bersangkutan. Harga saham yang terlampau tinggi menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan. Melalui stock split, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi sehingga akan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi. 2) Signalling Theory, menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajemen akan menginformasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Alasan ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kondisi kinerja keuangan yang baik. Tidak semua perusahaan dapat melakukan stock split. Hanya perusahaan yang sesuai dengan kondisi yang disinyalkan yang akan bereaksi positif. Perusahaan yang memberikan sinyal yang tidak valid akan mendapat dampak negatif. Stock split yang dilakukan emiten memerlukan biaya yang harus ditanggung dan hanya perusahaan yang mempunyai prospek yang baik yang
dapat
menanggung
biaya
tersebut.
Kondisi
inilah
yang
menyebabkan pasar bereaksi positif.
2.1.1.3 Jenis Pemecahan Saham Adapun jenis stock split yang dapat dilakukan menurut Mohammad Samsul (2006: 190): 1) Split up (pemecahan saham naik) Adalah penurunan nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan 1:2, 1:3, 1:10 dan sebagainya 2) Split down (pemecahan saham turun) Adalah tindakan menurunkan jumlah saham beredar. Tujuan split down adalah untuk meningkatkan harga saham di pasar agar image perusahaan meningkat. Split down dilakukan dengan menarik kembali sejumlah saham yang beredar dan diganti dengan satu saham baru yang nominalnya lebih tinggi, tetapi tidak mengubah total modal disetor dan
Universitas Sumatera Utara
total ekuitas. Split 5:1 berarti lima saham lama diganti dengan satu saham baru.
2.1.1.4 Manfaat Stock Split Stock split dilakukan oleh perusahaan dengan harapan dapat memberi manfaat sebagai berikut (Annafi’,2007 dalam Muniya 2008): 1) Menurunkan harga saham, membuat saham lebih likuid untuk diperdagangkan, menimbulkan marketability dan efisiensi pasar. 2) Mengubah investor odd lot (membeli saham di bawah 500 lembar) menjadi round lot (membeli saham minimal 500 lembar). 3) Memanfaatkan psikologi investor tentang tingkat keuntungan yang lebih tinggi karena basis harga yang lebih rendah. 4) Meningkatkan daya tarik masyarakat untuk berinvestasi. 5) Mensinyalkan kondisi perusahaan yang bagus.
2.1.2 Return Saham Motivasi utama investor menanamkan modalnya dalam suatu investasi adalah mendapatkan tingkat pengembalian (return) investasi yang optimal. Return merupakan keuntungan yang diperoleh oleh investor dari investasinya. Return dapat berupa return realisasi maupun return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta sebagai dasar penentuan expected return untuk mengukur
Universitas Sumatera Utara
risiko dimasa yang akan datang. Sedangkan return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang.
2.1.3 Abnormal Return Abnormal return umumnya menjadi fokus dalam study yang mengamati reaksi harga atau efisiensi pasar. Abnormal return merupakan selisih antara return yang sesungguhnya terjadi dikurangi return yang diharapkan atau return ekspektasi Jogiyanto (2000) dalam Wiriastari (2010). Dengan kata lain Abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan investor). Return yang sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang dengan harga sebelumnya. Sedangkan return yang diharapkan merupakan return yang harus di estimasi. Jogiyanto (2000) dalam Wiriastari (2010) menyebutkan tiga model yang dapat digunakan untuk mengukur abnormal return, yaitu: 1) Model Disesuaikan Rata-rata (Mean Adjusted Model) Model disesuaikan rata–rata (mean adjusted model) menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata–rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. Dalam model ini, return ekspektasi suatu sekuritas pada periode tertentu diperoleh melalui pembagian return realisasi sekuritas tersebut dengan lamanya periode estimasi, periode yang umum dipakai
Universitas Sumatera Utara
berkisar dari 100 sampai dengan 300 hari untuk mendapatkan data harian dan dari 24 sampai dengan 60 bulan untuk data bulanan. 2) Model Pasar (Market Model) Perhitungan return ekspektasi dengan model ini dilakukan melalui dua tahapan, yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi return estimasi. Kemudian menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi pada periode jendela. Model ekspektasi dapat dibentuk dengan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square). 3) Model Disesuaikan Pasar (Market Adjusted Model) Model ini menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tersebut dapat terlihat sebagai berikut: 1) Wang Sutrisno (2000) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas, Return Saham di BEJ. Hasil Penelitian ini menunjukkan
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
antara
volume
perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara abnormal return saham sebelum
Universitas Sumatera Utara
dan sesudah pemecahan saham (stock split) dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara abnormal return saham sebelum dan sesudah pemecahan saham (stock split). 2) Ajeng Widha Irfana (2008) meneliti analisis pengaruh publikasi stock split terhadap perubahan harga saham dan likuiditas saham di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata return antara sebelum dan
sesudah stock split dan
terdapat perbedaan yang signifikan likuiditas saham antara sebelum dan sesudah stok split. 3) Nining Susanti (2009) meneliti reaksi pasar terhadap pengumuman stock split perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan
rata-rata
volume
perdagangan saham atau Trading Volume Activity dan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Rincian mengenai ketiga penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1.
No.
1.
Nama
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Judul Variabel
Hasil
Peneliti
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Wang Sutrisno, (2000)
Pengaruh Stock
Harga saham,
Terdapat perbedaan
Split Terhadap
volume
yang signifikan
Likuiditas,
perdagangan
antara
Return Saham di
saham,
volume
BEJ
varians saham,
perdagangan
abnormal return
saham sebelum dan
Universitas Sumatera Utara
sesudah pemecahan saham dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara abnormal return saham sebelum dan sesudah pemecahan
2.
Ajeng Widha Irfana (2008)
3.
Nining Susanti (2009)
Analisis pengaruh publikasi stock split terhadap perubahan harga saham dan likuiditas saham di Bursa Efek Jakarta
Stock split, Return Saham, Likuiditas Saham
Reaksi Pasar
Pemecahan
saham Tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata return antara sebelum dan sesudah stock split dan terdapat perbedaan yang signifikan likuiditas saham antara sebelum dan sesudah stok split. Tidak terdapat
Terhadap
Saham (stock
perbedaan rata-rata
Pengumuman
split), volume
volume
Stock Split
perdagangan
perdagangan saham
Perusahaan yang
saham atau
atau Trading
Terdaftar di
trading volume
Volume Activity
Bursa Efek
activity,
dan abnormal
Indonesia”
abnormal return
return sebelum dan sesudah pengumuman stock split.
Sumber: Peneliti,2012
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konseptual Menurut Erlina (2008 : 38) “kerangka konseptual merupakan model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.” Hubungan yang dijelaskan adalah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Kerangka teoritis merupakan suatu fondasi utama di mana sepenuhnya proyek penelitian itu ditujukan. Berdasarkan landasaan teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat digambarkan kerangka konseptual pada gambar 2.1.
Abnormal Return sebelum Stock split STOCK SPLIT
Uji Beda Abnormal Return sesudah Stock Split
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Peneliti, 2012
Penjelasan: Dari gambar di atas dapat dilihat hubungan kausal antara pemecahan saham (stock split) terhadap abnormal return saham dengan membandingkan abnormal return saham sebelum stock split dan abnormal return saham sesudah stock split
Universitas Sumatera Utara
yang menggunakan periode pengamatan (event windows) 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah stock split. Dengan adanya stock split, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi sehingga jumlah transaksi semakin besar sehingga diperoleh abnormal return yang positif setelah pemecahan saham yang dapat memberikan keuntungan diatas normal pada investor dan sebaliknya jika terdapat abnormal return yang negative menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dibawah normal.
2.4 Hipotesis Menurut Erlina (2008 : 49) “hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian dapat disusun sebagai berikut : H1 = Stock split berpengaruh signifikan terhadap abnormal return H2 = Terdapat perbedaan signifikan antara abnormal return saham sebelum dan sesudah stock split.
Universitas Sumatera Utara