BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Laporan Keuangan PSAK No.1 tahun 2012 menjelaskan bahwa : Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Kemudian terdapat juga pengertian laporan keuangan menurut Kasmir (2008 : 07) “Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Berdasarkan pengertian PSAK No.1 tahun 2012 dan juga Kasmir bahwa laporan keuangan digunakan untuk memberikan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan dan berguna dalam pengambilan keputusan bagi pengguna laporan keuangan pada suatu periode tertentu. Komponen dalam laporan keuangan lengkap terdiri dari (PSAK No.1 tahun 2012): a.
Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode,
b.
Laporan laba rugi komprehensif selama periode,
c.
Laporan perubahan ekuitas selama periode,
d.
Laporan arus kas selama periode,
Universitas Sumatera Utara
e.
Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain, dan
f.
Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
2.1.2. Tujuan Laporan Keuangan Menurut PSAK No.1 (2012) bahwa: Tujuan laporan keuangan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
2.1.3. Analisis Rasio Keuangan Fahmi (2006) menyatakan rasio keuangan atau financial ratio sangat penting gunanya untuk melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan . Menurut Raval (2006) dalam penelitian yang dilakukan Bashar dan Islam (2014) “A financial ratio can give a financial analyst and excellent picture of a company’s situation and the trends that are developing.” Analisis rasio adalah membandingkan antara (1) unsur-unsur neraca, (2) unsur-unsur laporan laba-rugi, (3) unsur-unsur neraca dan laporan laba – rugi, serta (4) rasio keuangan emiten yang satu dan rasio keuangan emiten yang lainnya (Samsul, 2006:143). Menurut Harahap (2011 : 297) “Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.” Oleh karena itu, rasio keuangan merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Rasio keuangan menggunakan informasi yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan dan membantu dalam menginterpretasikan angka-angka yang terdapat laporan keuangan ke dalam kalimat yang dapat dimengerti mengenai kondisi yang terjadi dalam perusahaan (dalam Wijaya, 2014). Dengan mengipentrasikan angka-angka yang terdapat di dalam laporan keuangan dan membandingkan antara satu rasio dengan rasio lainnya sehingga mendapatkan informasi yang diiginkan dan dapat memberikan pendapat ataupun penilaian. Analisis dengan menggunakan rasio laporan keuangan dapat membantu pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan yang tepat dan cepat. Menurut Harahap (2011 : 298) analisis rasio ini memiliki keunggulan dibanding teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah:
a.
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
b.
Merupakan pengganti yang lebih sederhana dan informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c.
Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
d.
Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model preediksi (Z-score).
e.
Menstandarisir size perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
f.
Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodeik atau “time series”.
g.
Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
2.1.3.1. Jenis – Jenis Rasio Keuangan Terdapat banyak rasio yang dapat dihitung dengan laporan keuangan. Enekwe, Okwo, dan Ordu (2013 : 107) menyatakan: “The successful selection and use of appropriate financial ratio is one of the key elements of the firm’s financial strategy.” Secara umum rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok:
1.
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Kasmir (2008 : 110) menyatakan bahwa “Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan.” Dengan rasio likuiditas pengguna laporan keuangan dapat melihat apakah perusahaan tersebut likuid atau illikuid, jika likuid berarti perusahaan mampu untuk memenuhi kewajibannya. Sedangkan illikuid berarti perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net Working Capital to Total Asset (NWCTA). NWCTA dapat dirumuskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Rasio NWCTA menunjukkan jumlah likuiditas jangka pendek yang dimiliki perusahaan pada periode tertentu. Dalam praktiknya menurut Kasmir (2008:251) modal kerja perusahaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: modal kerja kotor (gross working capital) dan modal kerja bersih (net working capital). Penelitian ini menggunakan modal kerja bersih. Net working capital merupakan seluruh komponen dalam aktiva lancar dikurangi dengan seluruh total kewajiban lancar. Utang lancar meliputi utang dagang, utang wesel, utang bank jangka pendek, utang gaji, dan utang pajak, dan utang lancar lainnya. Setiap perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya guna meningkatkan likuiditasnya. Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya dan akan menghadapi masalah likuiditas. Terdapat hubungan yang erat antara penjualan dan modal kerja. Kenaikan pada volume penjualan maka investasi dalam persediaan dan piutang juga akan meningkat, ini berarti akan meningkatkan modal kerja. Net Working Capital dipergunakan untuk menggambarkan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar. Rasio NWCTA yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas yang rendah juga. Perusahaan yang sehat memiliki tingkat likuiditas yang tinggi. 2.
Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio) Rasio ini juga berfungsi untuk meggambarkan bagaimana perusahaan
mendanai kegiatan usahanya, apakah lebih banyak menggunakan hutang atau ekuitas. Pada umumnya perusahaan memperoleh pendanaan dari dua sumber yaitu dari modal sendiri dan modal pinjaman. Perusahaan dapat memilih salah satu dari
Universitas Sumatera Utara
sumber tersebut atau kombinasi dari keduanya. Pada dasarnya kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Perusahaan harus bisa menyeimbangkan dari kedua sumber dana tersebut agar dapat memaksimalkan kekurangan dan kelebihan masing-masing sumber dana. Menurut Harahap (2011 : 303) rasio ini dapat dibagi menjadi; Rasio Utang atas Modal (Debt to Equity Ratio), Rasio Pelunasan Utang (Debt Service Ratio), dan Rasio Utang atas Aktiva (Debt Ratio). Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt Ratio. Debt ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio ini menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh aktiva atau juga bisa dibaca berapa bagian utang terhadap total aktiva. Semakin kecil rasio ini maka akan semakin aman (solvable) maka total aktiva juga harus besar. Sebaliknya apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka akan semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utangutangnya dengan aktiva yang dimilikinya (Kasmir 2008 : 156). Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu diperhatikan adalah stabilitas laba perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Rasio Aktivitas (Activity Ratio) Rasio Aktivitas menunjukkan seberapa efesiensinya perusahaan dalam
memanfaatkan sumber daya nya. Rasio ini juga dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam mengukur tingkat efesiensi perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya nya harus disesuaikan dengan ukuran dan jenis perusahaan tersebut. Manajemen harus mengambil atau membuat keputusan dan kebijakan agar perusahaan dalam memaksimalkan tingkat penggunaan sumber daya yang ada. Rasio aktivitas dapat diklasisifikasikan menjadi total perputaran operasi aset bersih, perputaran piutang (receivable turnover), jumlah hari penjualan dalam persediaan (days’ sales in receivable), perputaran persediaan (inventory turnover), jumlah hari penjualan dalam persediaan (days’ sales in inventory), perputaran modal kerja bersih (net working capital turnover), perputaran aset jangka panjang (fixed asset turnover), dan Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio (Creditors’ Velocity). Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perputaran persediaan (inventory turnover) dan average account payable / cost of goods sold ratio (creditors velocity): a.
Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Rasio ini mengukur tingat efisiensi perusahaan dalam mengelola
persediaan barang dagangan. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 217) bahwa inventory turnover adalah “memberitahu kita seberapa banyak persediaan berputar menjadi piutang melalui penjualan selama tahun terkait”. Persediaan termasuk dalam aset lancar, menurut PSAK 14 Persediaan adalah aset:
Universitas Sumatera Utara
•
Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
•
Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
•
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Perusahaan harus bisa dalam mengatur persediaan (inventory control),
karena persediaan tidak selalu ada setiap saat. Tidak adanya persediaan perusahaan akan dihadapkan dengan resiko bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan dapat terhentinya proses produksi dan larinya pelanggan. Sedangkan jika persediaan yang berlebihan akan menyebabkan pengeluaran perusahaan bertambah untuk biaya penyimpan persediaan tersebut, menyebabkan tinggi nya uang yang menganggur dan meningkatnya biaya tenaga kerja. Baik persediaan barang jadi (finished goods), persediaan barang dalam proses (work in process), maupun persediaan bahan mentah (raw material) perusahaan harus mengusahakan agar ketiga persediaan ini tetap dapat digunakan seefisien dan seefektif mungkin. Rumus untuk menghitung inventory turnover menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 221):
Semakin tinggi rasio perputaran persediaan menunjukkan perusahaan bekerja secara efisien dan likuid persediaan semakin baik, sedangkan jika rasio inventory turnover rendah menunjukkan terdapat persediaan yang berlebihan, yang berarti apakah persediaan tersebut tidak terjual dengan baik atau ada alasan
Universitas Sumatera Utara
lain . Emekekwue (2005) mengatakan “stock turnover ratio seeks to identify the leght of time that stock is held as inventory before it is converted to cash”.
b.
Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio (Creditors’ Velicoty) Liabilitas atau utang menurut PSAK per 1 Juni 2012 adalah utang
perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Liabilitas dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu; liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang. Perbedaan antara kedua jenis liabilitas tersebut adalah pada jangka waktunya. Jatuh tempo untuk liabilitas jangka pendek adalah dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan dan sebaliknya jatuh tempo liabilitas jangka panjang adalah adalah lebih dari dua belas bulan setelah periode pelaporan. Okwuosa (2005) dalam Enekwe (2013) mengatakan bahwa creditor’s velocity juga bisa disebut dengan creditor’s turnover. Rasio ini menunjukkan hubungan antara rata-rata utang usaha dengan harga pokok penjualan. Leahy (2012:38) mengatakan “bahwa rasio ini digunakan untuk menunjukkan efek pinjaman terhadap profitabilitas perusahaan”. Rasio ini juga mengukur bagaimana kemampuan perusahaan dalam menegosiasi aturan dalam pembelian. Hasil rasio yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tidak menggunakan keuntungan yang diberikan dalam hal fasilitas kredit yang akan berdampak terhadap kerugian terhadap laba perusahaan yang disebabkan oleh bunga dari kredit yang dipinjam serta
menunjukkan
bahwa
perusahaan
tidak
mampu
untuk
membayar
kewajibannya. Sedangkan jika hasil rasio ini rendah menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
perusahaan tidak menggunakan diskon pembelian yang ada dan akan meningkatkan beban pokok penjualan dan akan mengurangi laba perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus mengatur agar rasio ini tidak boleh terlalu tinggi maupun terlalu rendah karena akan berdampak terhadap laba perusahaan. Rumus dari Creditor’s Velocity adalah:
4.
Rasio Profitabilitas Rasio Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba. Menurut Mary et.al (2012) dalam Bashar (2014) mengatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan patokan dalam mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Manfaat yang diberikan oleh rasio profitabilitas juga dapat membantu perusahaan untuk mengukur tingkat efektvitas manajemen suatu perusahaan. Perusahaan yang sehat adalah perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Kondisi perusahaan yang tidak ber-laba, akan membuat perusahaan sulit untuk melakukan kegiatan operasinya baik sehari-hari maupun untuk perkembangan, serta akan sulit untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari luar. Rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi margin laba kotor (gross profit margin), margin laba bersih (net profit margin), return on investment, dan return on net work. Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah margin laba kotor (gross profit margin).
Universitas Sumatera Utara
Syahyunan (2013 : 94) menjelaskan bawah “gross profit margin digunakan untuk mengukur efesiensi pengendalian harga pokok (biaya produksi), mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) dalam Wjiaya (2014) “memberitahu kita laba dari perusahaan yang berhubungan dengan penjualan, setelah kita mengurangi biaya untuk memproduksi barang yang dijual”. Rumus untuk menghitung gross profit margin adalah:
2.1.4. Gross Profit Margin Menurut Bashar (2014 : 59) mengatakan “Gross Profit Margin is what is left after the costs of goods sold have been subtracted from net sales.” Gross profit margin merupakan hubungan antara laba kotor terhadap total penjualan. Laba kotor dapat dihitung dengan rumus total penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan. Margin laba kotor berbeda dengan laba kotor, jika margin laba kotor adalah rasio antara laba kotor terhadap penjualan. Maka laba kotor merupakan laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban perusahaan. Adapun laba kotor merupakan laba yang pertama kali diperoleh oleh perusahaan. Faktor – faktor yang menentukan besarnya laba kotor adalah: 1.
2.
Faktor penjualan, ditentukan oleh besarnya: a.
Harga jual
b.
Jumlah barang yang dijual
Faktor harga pokok penjualan, ditentukan oleh besarnya:
Universitas Sumatera Utara
a.
Harga pokok rata - rata
b.
Jumlah barang yang dijual
Engel (1996) dalam Bashar (2014) mengatakan bahwa rasio gross profit margin merupakan alat ukur yang penting bagi perusahaan, karena rasio tersebut melihat pada arus kas masuk dan arus kas keluar yang utama dalam perusahaan. Rasio gross profit margin yang rendah menunjukkan bahwa laba perusahaan rendah yang disebabkan oleh harga pokok penjualan yang cukup tinggi dibandingkan dengan penjualannya. Sebaliknya, jika rasio margin laba kotor semakin tinggi maka penjualan relatif lebih tinggi dibanding harga pokok penjualan. Laba kotor yang tinggi juga menunjukkan bahwa perusahaan mampu untuk menutup biaya administrasi dan biaya penjualan, sehingga perusahaan akan dinilai baik dan akan meningkatkan daya tarik baik investor maupun kreditor untuk menanamkan modal maupun meminjamkan dana. Analisis margin laba kotor sering digunakan dalam perencanaan keuangan atau penganggaran, namun teknik ini juga dapat digunakan dalam analisis laporan keuangan.
2.2. Hubungan antara Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat 2.2.1. Hubungan Inventory Turnover Ratio terhadap Gross Profit Margin Inventory Turnover Ratio merupakan salah satu rasio aktivitas. Menurut (Subramanyam 2012 : 43) menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis profitabilitas rasio yang paling baik digunakan adalah pemanfaatan aset (asset utilization) atau juga disebut perputaran (turnover).
Universitas Sumatera Utara
Rasio inventory turnover yang tinggi menandakan perputaran persediaan yang besar, yang berarti penjualan persediaan yang cepat terjadi dimana barang persediaan yang dimiliki perusahaan tidak tersimpan lama di gudang sejak dibeli atau diproduksi sampai persediaan tersebut terjual. Jika penjualan meningkat maka akan meningkatkan laba perusahaan juga. Jika laba perusahaan meningkat maka rasio gross profit margin juga meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bashar (2014) menunjukkan bahwa inventory turnover ratio memiliki pengaruh terhadap gross profit margin. Hal tersebut sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Enekwe et.al (2013) yang menunjukkan bahwa hubungan yang signifkan terhadap gross profit margin. Berdasarkan pemikiran – pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis yaitu: Inventory turnover ratio berpengaruh signifikan terhadap gross profit margin. 2.2.2. Hubungan Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio terhadap Gross Profit Margin Account payable to cost of goods sold ratio adalah salah satu rasio aktivitas. Rasio aktivitas menunjukkan seberapa efesiensinya perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya nya. Rasio ini menunjukkan hubungan antara ratarata utang usaha dengan harga pokok penjualan. Semakin besar account payable to cost of goods sold ratio maka menunjukkan bahwa tingkat utang yang tinggi yang akan menyebabkan laba perusahaan turun karena perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tersebut serta beban bunga yang disebabkan kewajiban yang belum dibayar. Jika laba perusahaan turun maka rasio gross profit margin juga rendah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bashar (2014) menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
account payable to cost of goods sold ratio memiliki pengaruh terhadap gross profit margin. Berdasarkan pemikiran – pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis yaitu: Account payable to cost of goods sold ratio berpengaruh signifikan terhadap gross profit margin. 2.2.3. Hubungan Net Working Capital to Total Asset Ratio terhadap Gross Profit Margin Net working capital to total asset ratio merupakan salah satu dari rasio likuiditas. Kasmir (2008 : 110) menyatakan bahwa “Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan.” Rasio net working capital to total asset yang tinggi menunjukkan net working capital yang tinggi. Net working capital merupakan selisih antara aset lancar dengan hutang lancar. Berarti modal kerja yang lancar menunjukkan bahwa kegiatan operasional perusahaan berjalan dengan lancar dan juga menunjukkan perusahaan mampu membayar hutang-hutangnya, dengan demikian pendapatan yang diperoleh juga meningkat. Jika pendapatan perusahaan meningkat secara tidak langsung laba juga meningkat maka rasio gross profit margin juga meningkat. Berdasarkan pemikiran – pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis yaitu: net working capital to total asset ratio berpengaruh signifikan terhadap gross profit margin.
2.2.4. Hubungan Debt Ratio terhadap Gross Profit Margin Debt ratio merupakan salah satu rasio solvabilitas (leverage). Rasio ini menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh aktiva atau juga bisa dibaca berapa bagian utang terhadap total aktiva.
Universitas Sumatera Utara
Semakin rendah debt ratio menunjukkan tingkat hutang yang rendah juga, berarti meunjukkan perusahaan mampu membayar hutang-hutangnya sehingga pendapatan perusahaan juga meningkat. Sedangkan jika debt ratio tinggi menunjukkan pendanaan dengan kewajiban semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dan membuat perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan operasionalnya dengan baik dan akan mengurangi laba. Jika laba perusahaan turun maka rasio gross profit margin juga rendah. Menurut penelitian yang dilakukan Arowoshegbe dan Idialu (2013 : 99) bahwa debt ratio mempengaruhi secara simultan terhadap operating profit margin dan net profit margin. Berdasarkan pemikiran – pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis yaitu: debt ratio berpengaruh signifikan terhadap gross profit margin.
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain : 1.
Penelitian Bashar dan Islam (2013), dengan penelitian yang berjudul ”Determinants of Profitability in the Pharmaceutical Industry of Bangladesh”. Data yang digunakan bersumber dari laporan keuangan tahunan 5 perusahaan farmasi yang dipilih untuk periode 5 tahun yaitu mulai tahun 2008 sampai 2012. Variabel bebas yang digunakan adalah Selling and General Administrative Expenses / Net Sales Ratio, Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable / Net Sales Ratio, Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation / Net Sales. Sedangkan profitabilitas diwakili oleh Gross Profit Margin. Hasil penelitian menunjukkan hanya Inventory / Cost of
Universitas Sumatera Utara
Goods Sold Ratio dan Account Payable / Cost of Goods Sold yang determinan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh. 2.
Penelitian
Leahy
dan
Taft
(2012),
dengan
judul
penelitian”The
Determinants of Profitability in The Pharmaceutical Industry”. Sampel yang digunakan 21 perusahaan farmasi di Amerika pada tahun 2001 yang memiliki kode SIC (Standard Industrial Classification) 2834 yang menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki laba bersih lebih besar dari 50 juta US Dollar. Variabel bebas yang digunakan adalah Selling and General Administrative Expenses / Net Sales Ratio, Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable / Net Sales Ratio, Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation / Net Sales. Sedangkan profitabilitas diwakili oleh Gross Margin, Operating Margin, dan Berry Ratio. Hasil penelitian menunjukkan pada Gross Profit Margin tidak terdapat variabel bebas yang mempengaruhi secara determinan terhadap profitabilitas perusahaan. Pada Operating Margin hanya Depreciation / Net Sales yang mempengaruhi secara signifikan positif determinan. Sedangkan pada Berry Ratio hanya Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio yang mempengaruhi secara signifikan positif determinan. 3.
Penelitian Enekwe, Okwo dan Ordu (2013), dengan penelitian yang berjudul”Financial Ratio Analysis as a Determinant of Profitability in Nigerian Pharmaceutical Industry”. Data yang digunakan bersumber dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) tahunan 5 perusahaan farmasi yang dipilih untuk periode 11 tahun yaitu mulai tahun 2001 sampai
Universitas Sumatera Utara
2011. Variabel bebas yang digunakan adalah Inventory Turnover Ratio, Debtors’ Turnover Ratio, Creditors’ Velocity Ratio, dan Total Asset Turnover Ratio. Sedangkan profitabilitas diwakili oleh Gross Profit Margin. Hasil penelitian secara simultan menunjukkan hubungan negatif antara semua variabel bebas dengan profitabilitas. Secara parsial, hanya variabel inventory turnover ratio yang memiliki hubungan signifikan terhadap profitabilitas. 4.
Penelitian Wijaya (2014), dengan judul penelitian ”Pengaruh Inventory Turnover Ratio dan Debtors’ Turnover Ratio Terhadap Gross Profit Margin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Sampel yang digunakan 13 perusahaan maunfaktur yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) selama tahun 2009 - 2012. Variabel bebas yang digunakan adalah Inventory Turnover Ratio (ITR) dan Debtors’ Turnover Ratio (DTR) dengan variabel dependennya Gross Profit Margin (GPM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ITR dan DTR secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap GPM pada tingkat signifikansi 95%. Namun secara parsial, hanya variabel DTR yang berpengaruh terhadap GPM
5.
Penelitian Meriewaty dan Setyani (2005), dengan penelitian yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Kinerja pada Perusahaan di Industri Food and Beverages yang Terdaftar di BEJ.” Variabel penelitiannya adalah current ratio, quick ratio, working capital to total assets, total debt to equity ratio, total debt to total capital assets, long term debt to equity ratio, total assets turnover, inventory turnover, average day’s
Universitas Sumatera Utara
inventory, working capital turnover, gross profit margin, net profit margin, return on investment, dan return on equity terhadap earning after tax dan operating profit . Periode penelitian adalah tahun 1999 – 2003 pada perusahaan industri food and beverages yang terdaftar di BEJ. Hasilnya menunjukkan bahwa rasio total debt to total capital assets, total assets turnover, dan return on investment berpengaruh signifikan terhadap perubahan kinerja (untuk earning after tax). Sedangkan rasio keuangan yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan kinerja (untuk operating profit) adalah current ratio. 6.
Penelitian Arowoshegbe dan Idialu (2013), dengan penelitian yang berjudul “Capital Structure and Profitability of Quoted Companies in Nigeria.” Variabel independen yang digunakan adalah debt ratio, total asset turnover ratio, current ratio, age, size, dan capital intensity terhadap net profit margin dan operating profit margin. Data yang digunakan bersumber dari laporan keuangan tahunan 60 perusahaan non keuangan di Nigeria yang dipilih untuk periode 15 tahun yaitu mulai tahun 1996 sampai 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa operating profit margin memiliki hubungan yang signifikan terhadap enam variabel independen secara simultan. Sedangkan net profit margin memiliki hubungan yang signifikan terhadap enam variabel independen secara simultan, serta terdapat hubungan negatif yang signifikan antara profitabilitas dan struktur modal.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Tedahulu Nama Bashar dan Islam (2013)
Leahy dan Taft (2012)
Variabel yang digunakan Determinants Selling and of Profitability General in the Administrative Pharmaceutica Expenses / Net l Industry of Sales Ratio, Bangladesh Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable / Net Sales Ratio, Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation / Net Sales, dan Gross Profit Margin Judul
The Determinants of Profitability in The Pharmaceutica l Industry
Metode Analisis Analisis Regresi Linear Berganda dan model koefisien Pearson.
Regresi Selling and Linear General Administrative Berganda Expenses / Net Sales Ratio, Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable / Net Sales Ratio, Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation /
Hasil Penelitian Inventory / Cost of Goods Sold Ratio dan Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio memiliki determinan yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Pada Gross Margin tidak terdapat variabel independen yang mempengaruhi secara determinant terhadap profitabilitas perusahaan. Pada Operating Margin hanya Depreciation/ Sales yang mempengaruhi secara positif signifikan
Universitas Sumatera Utara
determinant.
Net Sales. Gross Profit Margin, Operating Margin, Gross Margin, Operating Margin, dan Berry Ratio.
Enekwe, Okwo dan Ordu (2013)
Financial Ratio Analysis as a Determinant of Profitability in Nigerian Pharmaceutica l Industry
Inventory turnover ratio, debtors’ turnover ratio, creditors’ velocity ratio, total asset turnover ratio, dan gross profit margin
Pada Berry Ratio hanya Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio yang mempengaruhi secara positif signifikan determinant. Regresi Linear Berganda
Secara simultan menunjukkan hubungan negatif antara semua variabel bebas dengan profitabilitas dan secara parsial, hanya variabel inventory turnover ratio yang memiliki hubungan signifikan terhadap profitabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Wijaya (2014)
Pengaruh Inventory Turnover Ratio Dan Debtors’ Turnover Ratio Terhadap Gross Profit Margin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Inventory Turnover Ratio (ITR) dan Debtors’ Turnover Ratio (DTR), dan Gross Profit Margin (GPM)
Regresi Linear Berganda
ITR dan DTR secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap GPM pada tingkat signifikansi 95%. Namun secara parsial, hanya variabel DTR yang berpengaruh terhadap GPM
Meriewaty dan Setyani (2005)
Analisis Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Kinerja pada Perusahaan di Industri Food and Beverages yang Terdaftar di BEJ
Current ratio, quick ratio, working capital to total assets, total debt to equity ratio, total debt to total capital assets, long term debt to equity ratio, total assets turnover, inventory turnover, average day’s inventory, working capital turnover, gross profit margin, net profit margin, return on investment, return on equity. Earning after tax dan operating profit
Regresi Linear Berganda
Pada earning after tax; total debt to total capital assets, total assets turnover, dan return on investment berpengaruh signifikan terhadap perubahan kinerja. Pada operating profit hanya current ratio yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan kinerja.
Universitas Sumatera Utara
Arowoshe gbe dan Idialu (2013)
Capital Structure and Profitability of Quoted Companies in Nigeria
Debt ratio, total asset turnover ratio, current ratio, age, size, dan capital intensity. Net profit margin dan operating profit margin
Regresi Linear Berganda
Operating profit margin memiliki hubungan yang signifikan terhadap enam variabel independen secara simultan.
Net profit margin memiliki hubungan yang signifikan terhadap enam variabel independen secara simultan.
Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara profitabilitas dan struktur modal.
Sumber : Data diolah peneliti, 2014 2.4. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual digunakan untuk memahami hubungan antara teori dan berbagai faktor yang diidentifikasi sebagai hal yang penting sehingga dapat menjelaskan hubungan antara teori dengan variabel yang akan diteliti. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inventory Turnover Ratio, Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio, Net Working
Universitas Sumatera Utara
Capital to Total Asset Ratio, dan Debt Ratio. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Gross Profit Margin (GPM). Iventory Turnover Ratio digunakan untuk mengukur tingat efisiensi perusahaan dalam mengelola persediaan barang dagangan. Jika perputaran persediaan perusahaan meningkat maka dapat dikatakan bahwa persediaan perusahaan laku terjual dan berdampak pada meningkatnya penjualan. Penjualan yang dilakukan akan memberikan laba bagi perusahaan. Dengan demikian dapat diasumsikan jika Iventory Turnover Ratio menunjukkan angka yang tinggi, maka penjualan perusahaan akan menunjukkan angka yang tinggi pula. Penjualan yang tinggi tersebut akan menyebabkan Gross Profit Margin perusahaan mencapai titik yang tinggi. Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio menunjukkan bahwa tingkat utang yang tinggi yang akan menyebabkan laba perusahaan turun karena perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tersebut serta beban bunga yang disebabkan kewajiban yang belum dibayar. Jika laba perusahaan turun maka Gross Profit Margin juga rendah. Net Working Capital to Total Asset Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurangi hutang lancar terhadap jumlah aktiva. Jika rasio NWCTA ini tinggi disebabkan oleh Net Working Capital yang tinggi. Jika Net Working Capital tinggi berarti menunjukkan bahwa kegiatan operasional perusahaan berjalan dengan lancar dan juga menunjukkan perusahaan mampu membayar hutang-hutangnya, dengan demikian pendapatan yang diperoleh juga meningkat. Jika pendapatan perusahaan meningkat secara tidak langsung laba juga meningkat maka Gross Profit Margin juga meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Debt Ratio menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh aktiva atau juga bisa dibaca berapa bagian utang terhadap total aktiva. Debt Ratio yang kecil menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dalam keadaan sehat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seiring dengan Debt Ratio yang kecil maka Gross Profit Margin juga meningkat. Berdasarkan latar belakang dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Inventory Turnover Ratio (X1) Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio (X2)
Gross Profit Margin (Y)
Net Working Capital to Total Asset Ratio (X3) Debt Ratio (X4) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.5. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah; inventory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan debt ratio berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap gross profit margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI.
Universitas Sumatera Utara