BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Masalah kadar albumin pada pasien bedah Protein Energi Malnutrisi (PEM) sering dijumpai dibangsal-bangsal bedah (Bistrian, 1974). Satu survai populasi pasien bedah disebuah rumah sakit pendidikan mendapat 1 dari 5 pasien mengalami PEM (Pattigrew, 1984). Pada pasien bedah umum dengan penyakit gastrointestinal mayor, 1 dari 2 sampai 3 pasien memperlihatkan bukti PEM, walaupun derajatnya mungkin ringan dan tidak bermakna klinis (Hill, 2000). Gizi yang adekuat memegang peranan penting dalam proses penyembuhan dan memperpendek masa rawat semakin disadari. Masalah Protein Energy Malnutrition (PEM) banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit yang lebih dikenal dengan istilah “iatrogenic malnutrition”. (Daldiyono,1998). Keadaan malnutrisi saat ini masih tinggi angka kejadiannya di bangsalbangsal bedah RSUP Dr Kariadi Semarang sesuai hasil survey pendahuluan yang sudah termuat di latar belakang masalah. Angka kejadian hypoalbumin di A2 sebesar 56% dan A3 sebesar 51,6%. Penilaian status gizi yang digunakan untuk mengetahui prevalensi malnutrisi di rumah sakit pada umumnya adalah dengan cara antropometri dan pemeriksaan biokimia yaitu kadar serum albumin. Kadar serum albumin dan kolesterol, terutama HDL, dapat menjadi predictor kematian di rumah sakit, infeksi nosokomial dan lama rawat inap. Ketepatan penilaian status gizi akan menghasilkan ketepatan dalam intervensi gizi sehingga mempercepat proses
penyembuhan (Susetyowati, 2006). Kadar albumin berubah sesuai dengan status hidrasi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta metabolisme protein (Purba, 2006). B. Kebutuhan gizi pasien bedah Pembedahan pada dasarnya merupakan tindakan invasive yang akan merusak struktur jaringan tubuh, dimana pada masa setelah operasi terjadi suatu fase metabolisme baik anabolisme maupun katabolisme (Riou et al, 1992). Pasien yang menjalani operasi beresiko mengalami malnutrisi akibat menjalani puasa, stress operasi, dan peningkatan metabolisme yang terjadi (Pennington, et al. 2000). Nutrisi perioperatif adalah nutrisi yang diberikan pada pra bedah , durante, dan pasca bedah. Tujuan nutrisi perioperatif adalah untuk mencapai hasil yang optimal dari operasi, dan mengurangi morbiditas operasi diantaranya infeksi luka operasi, penyembuhan luka yang lambat, pneumonia, dan sepsis. Tujuan bantuan nutrisi pada pasien bedah adalah menyediakan kalori, protein, vitamin, mineral, dan trace element yang adekuat untuk mengkoreksi kehilangan komposisi tubuh dan untuk mempertahankan keadaan normal dari zat-zat gizi tersebut. Salah satu kebutuhan kalori pasien bedah adalah menggunakan formulasi Harris Benedict, yang menghitung pemakaian basal energi expenditure ( BEE): BEE (laki-laki ) = 66,4 + 13,7 W + 5 H – 6,7 A BEE ( wanita ) = 665 + 9,6 W + 1,8 H – 4,6 A Kebutuhan kalori sehari adalah = BEE X factor aktifitas X factor stress
Faktor aktifitas untuk pasien rawat jalan 1,25 ; pasien bed rest 1,15 dan dengan ventilator 1,10. Faktor stress pada pasien bedah bervariasi, untuk bedah minor dengan operasi elektif adalah 1,0 – 1,2 ; pada bedah mayor 1,3 – 1,55 (landt, 2002). Tabel 2.1. Kebutuhan protein berdasarkan tingkat stress pasien bedah Tingkat Stress Stress ringan (bedah elektif) Stress sedang (masa penyembuhan paska bedah) Stress tinggi (pembedahan dengan malnutrisi preoperasi)
Kebutuhan protein (g/kg berat badan/hari) 1 – 1,2 1,5 – 1,75 1,5 − 2
Sumber : Land (2002) C. Nutrisi pre bedah Persiapan pre bedah penting sekali untuk memperkecil risiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pre bedah. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya indikasi atau kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah, dan ditetapkan waktu yang tetap untuk melaksanakan pembedahan. (jong,1997). Pemberian diet pre bedah harus mempertimbangkan keadaan umum pasien, macam pembedahan (mayor atau minor), sifat operasi (segera atau elektif) dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pengkajian status gizi pre bedah sangat diperlukan untuk menentukan perlu tidaknya dukungan nutrisi, yang dapat berupa suplementasi nutrisi oral, enteral nutrisi maupun paranteral nutrisi. Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan hipoalbuminemia adalah: hipermetabolisme akibat stress (penyakit, infeksi, tindakan medik dan bedah), pasien DM terutama dengan ulkus dan gangren, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit saluran cerna,
perioperatif, kasus bedah digestive, keganasan, anoreksia nervosa, luka bakar, geriatric dan penyakit-penyakit kronis(Hill, 2000). D. Albumin Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma darah, yaitu lebih dari separuhnya. Protein ini disintesa oleh hati. Dalam serum darah albumin merupakan protein yang memegang tekanan onkotik terbesar untuk mempertahankan cairan vaskuler, membantu metabolisme dan transportasi obatobat, anti peradangan, anti oksidan, keseimbangan asam basa, mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga mencegah kuman masuk dari usus ke pembuluh darah dan efek anti koagulasi. Penurunan kadar albumin dalam darah (hipoalbuminemia) mengakibatkan cairan keluar dari pembuluh darah, keluar ke dalam jaringan menyebabkan terjadinya “oedema”. Selanjutnya, banyak penurunan pada syntesis di hepar merupakan kompensasi yang besar dengan penurunan katabolisme. Waktu paruhnya cukup panjang yaitu 19 – 22 hari (Marzuki S, 2003). Albumin serum akan meningkat pada keadaan : pasca infuse albumin, dan dehidrasi (peningkatan hemoglobin dan hematokrit).Sedangkan albumin serum akan menurun pada keadaan : (a) gangguan sintesa albumin (penyakit hati, alcoholism, malabsorbsi, starvasi penyakit kronis), (b) kehilangan albumin (sindroma nefrotic, luka bakar, dll.), (c) status gizi jelek, akibat rasio albumin dan globulin rendah (peradangan kronik, penyakit kolagen, kakeksia, infeksi berat).
Prinsip pemeriksaan: Spektrofotometrik Reagent Bromo Cresol Green (BMC) Nilai rujukan
: 3,4 – 5,0 g/dl, 52 – 68% dari protein total < 2,8 g/dl termasuk defisiensi.
Tabel 2.2 Interpretasi untuk memperkirakan defisiensi albumin serum Subject Infant 0-11 bulan Anak1-5tahun Ana6-17tahun Dewasa Hamil trimester 1 Hamil trimester 2& 3
Deficient <2,8 <2,8 <2,8 <3,0 <3,0
Low <2,5 <3,0 <3,5 <2,8-3,5 <3,0-3,9 <3,0-3,4
Acceptable ≥2.5 ≥3,0 ≥3,5 ≥3,5 ≥4,0 ≥3,5
Sumber : ASDI dan RSDK (2006) Kadar albumin dalam serum tergantung pada tiga proses yang dinamik, yaitu sintesa, degradasi dan distribusi. Penelitian terdahulu yang terkait upaya peningkatan kadar albumin dalam darah oleh Salman(1999) yaitu pemberian putih telur. Putih telur yang kental dan kokoh berbentuk albumin (Buckle et al, 1999). Komposisi zat gizi putih telur per 100 gram berat bahan mengandung 10,8 gram protein dan 95% nya merupakan albumin (DKBM, 1984). Sintesa albumin terjadi di hati dengan jumlah sekitar 13,6 gram per hari, dengan waktu paruh albumin dalam tubuh sekitar 14 – 20 hari. Beberapa factor dapat mempengaruhi sintesis albumin antara lain gizi, lingkungan, hormon dan adanya suatu penyakit. E. Therapi hipoalbuminemia 1. Therapi diet Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah
komplikasi. Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga beresiko memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT. Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and Coconut. Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun 1973. Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama kali dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda (Afrika) dengan hasil yang memuaskan. Manfaat modisco yang paling utama adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan mudah. Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh usus manusia. Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan penyakit sehingga biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana & Acep, 2005). Kombinasi MPT komposisinya antara lain: agar-agar dengan variasi rasa, putih telur ayam, gula pasir, susu skim dengan berat 80 gr. Tujuan utama MPT digunakan untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah. MPT diberikan pada pasien-pasien bedah yang hypoalbumin (<3gr/dl) dengan waktu pemberian 2x perhari (pk.10.oo dan 16.oo wib) selama 7 s/d 10 hari. Pembuatan Modisco Putih Telur ( MPT ) sesuai standar pelayanan gizi di RSUP Dr. Kariadi dilakukan oleh tenaga SMKK Boga dan produksi
dilaksanakan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi, sedangkan distribusi MPT ke pasien oleh tenaga pramusaji IRNA bedah. Namun sampai sekarang belum ada pembuktian peningkatan kadar albumin dalam darah sesuai yang diharapkan.(Sumber: Standar Pelayanan Instalasi Gizi RSUP. Dr. Kariadi Semarang). 2. Therapi Medis Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan transfusi FFP dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut pada kasus yang kadar albumin dalam darah ≤ 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua therapi medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara lain : pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk mendapatkannya khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas. 3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai conselor, educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis, gizi, fisiotherapi, dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar . Setelah yakin suplemen dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses penyembuhan
penyakit
dan
kepulangan
pasien
sehingga
akan
memperpendek LOS. F. Kerangka teori Gangguan Fungsi Hati
Therapi Medis : • FFP • Human albumin
Malnutrisi Luka Bakar
Tumor / Kanker
Albumin dalam darah
Penurunan Kadar Albumin (Hipoalbumin)
Kasus Bedah Gangguan fungsi ginjal
Therapi Gizi : • • • •
TKTP Ekstrak putih telur Ekstrak ikan gabus Ekstrak MPT
(Sumber : Purba dan Susetyowati, 2006)
G. Kerangka konsep
Pemberian therapi modisco putih telur
Albumin dalam darah
H. Variabel penelitian 1. Variabel Dependen / Terikat : Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar albumin dalam darah. 2. Variabel Independen / Bebas : Variabel independent adalah suplementasi modisco putih telur ( MPT ) I. Hipotesis penelitian : Ada pengaruh pemberian suplementasi Modisco Putih Telur ( MPT ) terhadap peningkatan kadar albumin dalam darah pada pasien