BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu
1. Gumpita (2003) dalam penelitiannya Analisis Perekonomian dan
Kebijakan
Peningkatan Daya Tarik Investasi di Kabupaten Bengkalis Riau. a. Hasil penelitian dalam tahun 1996 sampai dengan tahun 2000, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi kabupaten Bengkalis rata-rata adalah 3,89%. Namun terjadi tingkat perlambatan pertumbuhan ekonomi pada waktu krisis 1988 sebesar 1,26%. Jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Riau, rata-rata pertumbuhannya lebih rendah yakni pertumbuhan Propinsi Riau 4,2 %. Namun pada saat krisis laju pertumbuhan Riau mengalami perlambatan mencapai 1,81%. b. Rata-rata kontribusi sektoral terbesar dalam struktur PDRB Kabupaten Bengkalis selama tahun 1996-2000 diberikan oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Pertanian, Industri Pengolahan, dan jasa-jasa masing-masing sebesar 32,21% dan 28,01% dan 13,81% dan 8,90%. 2. Imelda (2006) Analisis Faktor-faktor Penentu Daya Tarik Investasi Daerah Dan Hubungannya Terhadap Pembangunan Ekonomi Regional, dari hasil regresi dapat diketahui bahwa semua variabel-variabel independen dapat dikatakan signifikan secara statistik kecuali variabel kapasitas sambungan telepon. Nilai elastisitas terbesar adalah variabel pengeluaran konsumsi pemerintah dengan elastisitas sebesar 0.377446, diikuti oleh panjang jalan dengan elastisitas sebesar 0.234790, kualitas potensi tenaga kerja dengan
Universitas Sumatera Utara
elastisitas sebesar 0.222141, kapasitas sambungan listrik dengan elastisitas sebesar 0.207869, tingkat keterbukaan perdagangan dengan elastisitas sebesar 0.086844, tingkat domestic market size dengan elastisitas sebesar 0.071874 sedangkan kapasitas sambungan telepon mempunyai elastisitas sebesar 0.004741. Dengan mengetahui kontribusi masing-masing faktor penentu daya tarik daerah maka dapat diketahui jenis faktor penentu yang memberikan pengaruh besar terhadap daya tarik investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan investasi di daerah. Sehingga dapat ditentukan arah kebijakan pemerintah dalam mengembangkan daya tarik daerahnya yang sesuai dan memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan investasi. 3.
Wiratno Bagus Suryono, dalam Jurnal pdf. berjudul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : a.
Adanya pengaruh positif antara tingkat PAD dengan PDRB Jawa Tengah. Dimana koefisien PAD sebesar 0,81275 yang berarti Jika tingkat PAD naik sebesar 1% maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar 8,12%. Berdasarkan uji t dapat dilihat bahwa nilai angka probabilitas PAD 0,0050 lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukan bahwa tingkat PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB Jawa Tengah.
b. Adanya pengaruh yang positif antara Tingkat Investasi dengan PDRB Jawa Tengah berdasarkan hasil regresi dapat dilihat koefisien tingkat investasi 0,036161 yang berarti jika tingkat Investasi naik sebesar 1%
Universitas Sumatera Utara
maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar 3,61%. Investasi swasta mutlak dan perlu dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi khususnya di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan uji t dengan signifikansi tingkat investasi sebesar 0.0113 lebih rendah dari 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tingkat investasi ini berpengaruh signifikan terhadap PDRB Jawa Tengah.
c.
Adanya pengaruh yang positif antara Tenaga Kerja dengan PDRB Jawa Tengah berdasarkan hasil regresi dapat dilihat koefisien 0,924706 Tenaga Kerja yang berarti jika tingkat Investasi naik sebesar 1% maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar 92,47%. Berdasarkan uji t dapat diliat bahwa nilai angka probabilitas Tenaga Kerja 0,0229 lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukan bahwa Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap PDRB Jawa Tengah.
d.
Hasil output regresi menunjukkan nilai F hitung sebesar 83,89916 (83,89916> 3,29) dengan angka signifikansi sebesar 0,00000 ( 0,00000 < 0,05 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variable independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap PDRB jawa tengah.
4. Kuncoro. Mudrajad., Rahajeng. Anggi., Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY, Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang Halaman 171-184, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, bahwa berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY, a.
Faktor Kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY.
Universitas Sumatera Utara
b.
Kemudian diikuti oleh faktor Infrastruktur Fisik, yang ketiga
adalah
faktor Sosial Politik. c.
Berikutnya adalah faktor Ekonomi Daerah dan yang terakhir adalah faktor Tenaga Kerja (lihat tabel 6). Hal ini menunjukkan perbedaan antara peringkat bobot faktor penentu investasi daerah di DIY dengan peringkat bobot faktor penentu investasi yang dilakukan oleh KKPOD (lihat tabel 2). Ini agak berlainan dengan temuan KPPOD (2003, 2002) bahwa faktor yang memiliki bobot terbesar adalah faktor Kelembagaan, diikuti oleh faktor Sosial Politik, Ekonomi Daerah.
d.
Kemudian faktor Tenaga Kerja dan faktor Infrastruktur Fisik yang memiliki bobot sama. Menurut persepsi pelaku usaha di DIY, bobot ketersediaan infrastruktur memiliki peringkat pertama (lihat tabel 6), kedua adalah keamanan, diikuti oleh perda dan kebijakan,
e.
Berikutnya di peringkat keempat adalah potensi ekonomi, kepastian hukum, sospol, budaya, produktivitas tenaga kerja dan kualitas infrastruktur fisik.
f. Aparatur dan pelayanan berada di peringkat sepuluh diikuti oleh keuangan daerah, struktur ekonomi, biaya tenaga kerja, perbankan dan ketersediaan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY relatif lebih dipengaruhi oleh faktor nonekonominya terutama Kelembagaan, Infrastruktur Fisik dan Sosial Politik, dibandingkan dengan faktor ekonomi yaitu Ekonomi Daerah dan Tenaga Kerja. Menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor ekonomi cenderung lebih “controllable “dibandingkan dengan faktor nonekonom.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. (Widodo 2006 : 78) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara sederhana dapat diartikan sebagai keseluruhan nilai tambah bruto dari kegiatan perekonomian di suatu wilayah (Buku Gunungsitoli Dalam Angka 2010 : xxi). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar. Tahun dasar yang digunakan dalam penulisan ini adalah tahun 2000. Perhitungan atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi riil dari tahun ke tahun, dimana faktor perubahan harga telah dikeluarkan. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun dan digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam menghitung PDRB yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a.
Pendekatan produksi PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Nilai tambah merupakan hasil pengurangan output dengan input antara. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha (sektor) yaitu : 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. 2. Pertambangan dan Penggalian. 3. Industri Pengolahan. 4. Listrik, Gas dan Air Bersih. 5. Bangunan. 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran. 7. Pengangkutan dan Komunikasi. 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan. 9. Jasa-jasa termasuk Jasa Pelayanan Pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
b.
Pendekatan pendapatan PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan/enterpreneurship);
semuanya
sebelum
dipotong
pajak
Universitas Sumatera Utara
penghasilan dan pajak langsung lainnya. PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung netto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). c.
Pendekatan pengeluaran PDRB adalah semua komponenpermintaan akhir yang terdiri dari : 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba. 2. Konsumsi pemerintah. 3. Pembentukan modal tetap domestik bruto. 4. Perubahan stock 5. Ekspor neto (ekspor dikurangi import). Secara konsep tiga pendekatan di atas akan menghasilkan angka yang
sama. Jadi jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktorfaktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.
2.3.
Pertumbuhan Ekonomi (Produk Domestik Regional Bruto) Mahyudi
(2004:1)
Pertumbuhan
ekonomi
adalah
terjadinya
pertambahan/perubahan pendapatan nasional (produksi nasional/GDP/GNP) dalam satu tahun tertentu, tanpa memperhatikan pertumbuhan pendududuk dan aspek lainnya. Pertumbuhan ekonomi sering dijadikan indikator utama karena memberikan implikasi pada kinerja perekonomian makro yang lain. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi,
Universitas Sumatera Utara
investasi maupun perdagangan di daerah tersebut yang kemudian berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi (PDRB riil atau harga konstan) dirumuskan sebagai berikut : Yt – Yt-1 gt =
X 100 % Yt-1
Keterangan : g = Pertumbuhan ekonomi Yt = PDRB riil tahun t Yt-1 = PDRB rill tahun t-1 Perhitungan pertumbuhan juga dapat dilakukan untuk masing-masing sektor dengan rumus sebagai berikut : Yi,t – Y i,t-1 gt =
X 100 % Y i,t-1
Keterangan : g = Pertumbuhan ekonomi Yi,t = PDRB riil sektor i tahun t Yi,t-1 = PDRB rill sektor i tahun t-1 Samuelson dan Nordhous dalam (Widodo 2006 : 82) menyebutkan bahwa terdapat empat sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu : a.
Sumber daya alam. Penemuan sumber daya alam yang baru akan meningkatkan kemampuan perekonomian menghasilkan out put.
b.
Pertumbuhan penduduk (angkatan kerja). Pertumbuhan penduduk (angkatan kerja) disertai dengan lapangan pekerjaan akan dapat meningkatkan out put perekonomian. Pertumbuhan penduduk di sini juga mencakup produktivitas tenaga kerja itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
c.
Akumulasi kapital. Pemilik Modal akan memiliki kesempatan untuk melakukan investasi kembali (reinvest) sehingga akan meningkatkan out put perekonomian.
d.
Perubahan Teknologi. Penemuan teknologi baru yang mendukung produksi dan distribusi akan meningkatkan kemampuan perekonomian menghasilkan out put.
2.4.
Pengertian Investasi Investasi sering disebut juga dengan penanaman modal (pembentukan
modal), dimana investasi merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat setelah konsumsi. Investasi adalah sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian Sukirno (2010 : 121). Menurut Ahmad (1996 : 3) Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi (Ahmad hal. 3), antara lain yaitu : 1.
Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang akan datang. Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidak-tidaknya bagaimana berusaha untuk mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
2.
Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan inflasi dalam pemilihan perusahaan atau objek lain, seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena digerogoti oleh inflasi.
3.
Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
2.5.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Investasi di Daerah Tinggi rendahnya aktivitas perekonomian di suatu daerah sangat
mempengaruhi daerah tersebut. Jika suatu daerah aktivitas perekonomiannya sangat tinggi maka daerah tersebut dapat dikatakan maju dan jika suatu daerah aktivitas perekonomiannya sangat rendah maka daerah tersebut dapat dikatakan daerah terbelakang. Tinggi rendahnya aktivitas perekonomian dapat diukur melalui variabel investasi. Daerah yang ekonominya sangat maju membuat daya tarik daerah tersebut sangat besar bagi investor. Daerah yang terbelakang atau daerah yang aktivitas ekonominya sangat rendah membuat daya tarik daerah tersebut sangat kecil bagi investor baik investor swasta asing maupun investor swasta domestik hal ini disebabkan daerah terbelakang tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) serta kurangnya insentif yang diberikan. Insentif yang ditawarkan misalnya sarana dan prasarana (infrastruktur), perangkat lunak dan perangkat keras, sampai kepada hal yang
Universitas Sumatera Utara
terkecil tetapi menentukan contohnya keamanan dan kenyamanan bagi investor dan investasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di daerah sangat banyak. Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dalam Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota Di Indonesia yang diterbitkan tahun 2003, beberapa faktor –faktor dan variabel-variabel berikut yang bisa menjadi daya tarik investasi pemerintah daerah (Widodo 2006 : 154) yaitu : 2.5.1. Faktor Kelembagaan
Faktor
Kelembagaan
merupakan
faktor
yang
berkaitan
dengan
kemampuan atau kapasitas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Kapasitas Pemerintah Daerah dicerminkan melalui kemampuannya dalam hal kepastian dan penegakan hukum, pelayanan kepada masyarakat melalui aparatur pemerintahan, perumusan kebijakan pembangunan daerah melalui peraturan daerah dan keuangan daerah. Dari segi kelembagaan variabel- variabel yang perlu diperhatikan adalah : a.
Variabel aparatur dan pelayanan Aparatur dalam hal ini menunjuk pada pejabat dan pegawai dalam Pemerintah Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas sebagai pelaksana administrasi daerah dalam memberikan pelayanan publik dan infrastruktur fisik kepada masyarakat. Aparatur pemerintah juga mempunyai fungsi alam merumuskan peraturan/aturan main kepada dunia usaha. Penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintah daerah akan menurunkan daya darik investasi daerah.
Universitas Sumatera Utara
b.
Variabel kebijakan daerah/peraturan daerah Peraturan/Kebijakan Daerah merupakan aturan dan kebijakan secara formal ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam mengatur aktivitas perekonomian di kabupaten/kota. Kebijakan Daerah tersebut dapat berbentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. Fokus utama indikator yang mempengaruhi daya tarik investasi di suatu daerah adalah prosedur dan biaya yang diatur dalam Peraturan Daerah. Distorsi prosedur dan pengenaan biaya akan mengurangi daya darik investor terhadap daerah.
c.
Variabel keuangan daerah Variabel Keuangan Daerah menunjukkan bagaimana kebijakan, strategi, serta cara-cara pemerintah daerah dalam memperoleh dana serta pembelanjaan serta
pengalokasian
dana-dana
tersebut
dalam
pembangunan
dan
penyelenggaraan pemerintah daerah. Fokus dalam Variabel Keuangan Daerah adalah struktur pungutan dan komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan melalui pembiayaan anggaran. Struktur pungutan akan melihat besarnya pungutan kepada masyarakat dalam bentuk retribusi dan pajak. Semakin
tinggi
kontribusi
retribusi
maka
tidak
akan
mendukung
perkembangan dunia usaha. Sedangkan komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan dapat dilihat melalui besarnya alokasi pembiayaan pembangunan terhadap aktivitas-aktivitas pembangunan dalam mendukung pembangunan infrastruktur daerah. d.
Variabel kepastian hukum dan penegakan hukum Kepastian hukum merupakan gambaran konsistensi peraturan dan Penegakan Hukum di Kabupaten/Kota. Kepastian hukum dapat dijadikan pedoman
Universitas Sumatera Utara
peraturan dalam jangka waktu tertentu oleh investor. Konsistensi peraturan dapat menghindari kesan pergantian pejabat akan melahirkan pergantian peraturan. Hubungan eksekutif dan legislatif yang harmonis di daerah juga merupakan faktor yang mendukung kepastian hukum di daerah. Contoh nyata dalam kepastian hukum di daerah dilihat dengan keberadaan pungutan liar di luar peraturan serta birokrasi yang diatur oleh pemerintah daerah. Penegakan hukum dalam Variabel Kepastian Hukum dan Penegakan Hukum menunjuk pada kualitas aparat penegak hukumnya. Proses hukum tanpa membedabedakan subyek hukum merupakan cermin kualitas penegak hukum yang baik.
2.5.2 Faktor Sosial Politik Faktor Sosial Politik berkaitan dengan hubungan sosial-politik antar elemen-elemen masyarakat, pemerintah, dan bisnis di kabupaten/kota. Berikut ini adalah variabel-variabel penting yang perlu diperhatikan. a.
Variabel keamanan Variabel keamanan adalah kondisi yang mendukung keselamatan jiwa dan aset-aset produktif investor. Kondisi ini dapat diukur melalui rasa aman tingkat gangguan keamanan terhadap jiwa dan aset-aset produktif serta tingkat kecepatan aparat dalam menanggulangi permasalahan keamanan di suatu daerah. Semakin kondusif kondisi keamanan suatu daerah maka semakin menarik daerah tersebut terhadap investasi.
b.
Variabel sosial politik Kondisi sosial politik dalam daerah menggambarkan relasi pranata-pranata sosial dalam sistem sosial daerah. Baik pranata ekonomi, sosial masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
pemerintah serta elemen-elemen masyarakat itu sendiri. Semakin harmonis hubungan pranata-pranata sosial dalam sistem sosial daerah maka semakin stabil kondisi sosial daerah tersebut. c.
Variabel budaya masyarakat Terdapat empat hal nilai-nilai budaya yang mempengaruhi daya tarik investor terhadap daerah antara lain yaitu : keterbukaan masyarakat terhadap investor, tidak ada diskriminasi terhadap investor dalam masyarakat, etos kerja masyarakat yang tinggi serta adat istiadat masyarakat. Perilaku tidak membedakan investor dalam masyarakat akan menjadi faktor peningkat daya tarik investasi di daerah, serta sikap masyarakat yang antipati terhadap investor merupakan pengurang daya tarik terhadap prospek investasi di suatu daerah.
2.5.3. Faktor Ekonomi Daerah Faktor Ekonomi Daerah berkaitan dengan keunggulan-keunggulan komparatif
dan
kompetitif
(comparative
and
competitive
advantages)
kabupaten/kota. Variabel - variabel dari segi ekonomi yang perlu diperhatikan adalah : a.
Variabel potensi ekonomi Potensi daerah mencakup potensi fisik serta non fisik di daerah tersebut. Faktor-faktor seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya sosial merupakan faktor yang menjadi pertimbangan terhadap daya tarik investasi suatu daerah. Indikator pendapatan masyarakat melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencerminkan potensi masyarakat di
Universitas Sumatera Utara
suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator menarik tidaknya daerah terhadap investor. Semakin tinggi tingkat pendidikan misalnya akan membuat daerah tersebut menarik untuk investasi di sektor yang memerlukan sumber daya manusia yang tinggi yaitu sektor industri. b.
Variabel struktur ekonomi Struktur Ekonomi suatu daerah dapat dilihat melalui analisis jumlah nilai tambah (value added) bruto sektor ekonomi di daerah tersebut. Kemudian dapat dilihat basis struktur perekonomian dengan kontribusi per sektor terhadap nilai tambah seluruh sektor yang tercantum dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan hasil analisis nantinya akan dilihat basis ekonomi daerah tersebut apakah berbasiskan sektor primer atau sektor sekunder atau bahkan sektor tersier.
c.
Variabel perbankan Perbankan memberikan kredit kepada masyarakat berpenghasilan kecil dan pengusaha besar. Seberapa besar jumlah kredit yang disalurkan untuk usaha menengah dan kecil dan untuk pengusaha besar (investor). Mudah bagi masyarakat berpenghasilan kecil untuk memperoleh Kredit Usaha Kecil guna mengembangkan usahanya serta juga bagi investor (pengusaha).
2.5.4. Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas Faktor tenaga kerja dan produktivitas berkaitan dengan sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia di kabupaten/kota. Variabel-variabel dari segi sumberdaya manusia (SDM) yang perlu diperhatikan adalah :
Universitas Sumatera Utara
a.
Variabel produktivitas tenaga kerja Variabel produktivitas tenaga kerja merupakan pertimbangan utama investor dalam melakukan keputusan investasi di daerah. Semakin produktif tenaga kerja di suatu daerah maka semakin menarik bagi investor dalam melakukan investasi di daerah tersebut. Produktivitas tenaga kerja dicerminkan melalui perhitungan pembagian antara besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu sektor ekonomi dengan jumlah tenaga kerjadi sektor tersebut.
b.
Variabel biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja dapat tercermin melalui tingkat upahnya. Semakin kecil tingkat upah maka hal itu akan semakin menambah daya tarik daerah tersebut. Tingkat upah dapat dilihat melalui indikator UMP/UMK, sumber lainnya yang dapat dilakukan yaitu melalui analisis pasar upah di daerah.
c.
Variabel ketersediaan tenaga kerja Investasi memerlukan jumlah tenaga kerja yang tersedia berdasarkan spesifikasi yang dibutuhkan, contohnya, investor memerlukan tenaga kerja yang berpengalaman atau tidak berpengalaman. Ketersediaan tenaga kerja ini dapat dilihat berdasarkan rasio jumlah penduduk usia produktif dan rasio pencari kerja terhadap angkatan kerja.
2.5.5. Faktor Infrastruktur Fisik
Ketersediaan Infrastruktur Fisik di kabupaten/kota yang mendukung investor akan menentukan besarnya biaya investasi awal. Variabel-variabel dari segi infrastruktur adalah :
Universitas Sumatera Utara
a.
Variabel ketersediaan infrastruktur fisik Infrastruktur fisik diperlukan untuk memperlancar kegiatan usaha bagi dunia usaha. Sehingga ketersediaan fasilitas serta prasarana fisik seperti jalan raya, pelabuhan laut dan udara, kereta api, sarana komunikasi (telepon), dan sumber energi seperti listrik. Semakin tersedia infrastruktur dan fasilitas fisik maka semakin menarik daerah tersebut untuk dijadikan daerah investasi bagi investor.
b.
Kualitas dan akses terhadap infrastruktur fisik Selain tersedianya infrastruktur dan prasarana fisik di atas hal yang penting berikutnya adalah kualitas dari fasilitas serta infrastruktur pendukung. Kualitas ini digambarkan dengan siap serta layaknya fasilitas serta infrastruktur tersebut digunakan tidak kalah pentingnya adalah kemudahan akses terhadap infrastruktur serta fasilitas tersebut. Semakin baik kualitas dari fasilitas serta infrastruktur dalam bentuk prasarana fisik tersebut maka daya tarik investor terhadap daerah tersebut semakin tinggi. Investor akan mengalokasikan dananya untuk investasi tergantung dari
nilai bersih sekarang (Net Present Value). Berikut ini adalah gambar/bagan daya tarik investasi menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dalam daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia yang diterbitkan tahun 2003, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Daya Tarik Investasi
Sosial politik
Ekonomi Daerah
Tenaga Kerja
Infrastruktur Fisik
Aparatur dan Pelayanan
Keamanan
Potensi Ekonomi
Produktivitas Tenaga Kerja
Ketersediaan Infrastruktur fisik
Peraturan dan Kebijakan
Sosial Politik
Struktur
Biaya Tenaga Kerja
Kualitas dan Akses
Keuangan Daerah
Budaya
Perbankan
Ketersediaan Tenaga Kerja
Kelembagaan
Kepastian Hukum
Gambar 1.1. Faktor-faktor dan variabel-variabel yang dominan mempengaruhi daya tarik investasi daerah
Menurut (Sirojuzilam 2011 : 88-89), Faktor-faktor yang menentukan daya tarik investasi adalah sebagai berikut : 1.
Perekonomian kota Dalam hal ini yang menjadi perhatian penting adalah melakukan remapping terhadap potensi ekonomi kota dengan melakukan dan memperbanyak city icon terhadap aktivitas ekonomi yang sudah ada dan yang akan dilakukan sehingga kabupaten/kota memiliki regional branded. Disamping itu lebih mempertegas arah dari struktur ekonomi kota dan perbankan sebagai supporting system dalam menunjang peningkatan aktivitas ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
2.
Ada keterkaitan di antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi yaitu dalam hal produktivitas tenaga kerja dengan asumsi semakin tinggi kualitas dan mutu pendidikan, maka akan semakin tinggi produktivitas tenaga kerja dan semakin
tinggi
pula
pengaruhnya
terhadap
pertumbuhan
ekonomi.
Produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan kenaikan dalam pendapatan masyarakat lebih tinggi karena pendidikan yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Disamping itu perlu difikirkan mengenai biaya dan ketersediaan akan tenaga kerja itu sendiri. 3.
Sarana dan prasarana Hal ini terutama berkaitan dengan sarana transportasi dan sarana publik lainnya yang mempunyai keterkaitan erat dengan investasi baik kualitas maupun ketersediaannya.
4.
Sosial budaya Pada
bagian
ini
menyangkut
masalah
keamanan,
kondisi
sosial
kemasyarakatan dan faktor budaya. 5.
Institusi Hal ini sangat terkait dengan pelayanan, kebijakan, keuangan kota dan peraturan kota yang mendukung.
2.6.
Teori Basis dan Non Basis Kegiatan perekonomian suatu daerah atau wilayah digolongkan dalam 2
(dua) sektor kegiatan yaitu Sektor Basis dan Sektor Non Basis. Menurut Rustiadi et al. (2011: 179) sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme
Universitas Sumatera Utara
ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daaerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar didaerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang. Beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan kegiatan nonbasis (Tarigan 2009 : 32-33) sebagai berikut ini. 1.
Metode langsung Metode Langsung adalah dengan cara melakukan survai langsung
kepada
pelaku usaha tentang kemana mereka memasarkan barang yang diproduksikan dan darimana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. Dari jawaban yang mereka berikan maka dapat ditentukan berapa persen (%) produknya yang dijual keluar wilayah dan berapa persen (%) yang dipasarkan di dalam wilayah. Hal yang sama juga dilakukan untuk bahan baku yang mereka gunakan. Untuk kepentingan analisis maka perlu juga ditanyakan berapa orang yang bekerja pada kegiatan usaha tersebut dan berapa nilai tambah yang diciptakan oleh kegiatan usaha tersebut. Akan tetapi, apabila kita melakukan survai langsung ke pelaku ekonomi/ perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan usaha, maka variabel yang lebih mudah diperoleh adalah lapangan kerja. Menggunakan variabel nilai tambah/ pendapatan adalah sangat sulit, karena didalamnya ada unsur laba pengusaha yang biasanya sensitip untuk ditanyakan dan ada kemungkinan jawaban yang diberikan bukan yang sebenarnya. Di dalam unsur nilai tambah ini terdapat unsur laba perusahaan yang seringkali tidak mudah diketahui terutama untuk perusahaan
Universitas Sumatera Utara
perorangan. Dengan demikian menggunakan variabel pendapatan dalam sebuah survai langsung adalah cukup sulit untuk mendapatkan data yang akurat. Menggunakan variabel lapangan kerja juga memerlukan pemikiran dan kehatihatian yang cukup tinggi. Didalam sebuah kegiatan usaha seringkali tercampur kegiatan basis dan non-basis. 2. Metode tidak langsung Mengingat rumitnya melakukan survai langsung (ditinjau dari sudut waktu dan biaya) maka banyak juga dipakai metode tidak langsung dalam mengukur kegiatan basis dan non-basis suatu wilayah. Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan assumsi atau disebut saja Metode Assumsi. Dalam Metode Assumsi ini, berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (berdasarkan data sekunder), maka ada kegiatan tertentu yang di-assumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan non-basis. 2.7.
Teori Kutub Pertumbuhan (Teori Pusat Pertumbuhan) Teori Kutub pertumbuhan (pole de croissance atau pole de development)
pertama kali dicetuskan oleh seorang ahli ekonomi Negara Perancis yang bernama Francois Perroux (1955). Perroux dalam Adisasmita (2005 : 60) menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah, akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbedabeda intensitasnya. Hirschman yang mengikuti pendapat Perroux dalam Adisasmita (2005 : 60) mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi, terdapat keharusan untuk membangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dalam wilayah suatu negara, atau yang disebut sebagai pusat-pusat pertumbuhan (growth point atau growth pole). Menurut Allonso dalam Sirojuzilam dan Mahalli (2011 : 17) Theory Growth Poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsipprinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu. Tarigan (2009 : 162) pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan 2 (dua) cara, yaitu : a.
Secara fungsional Pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (wilayah belakangnya).
b.
Secara geografis Pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pusat pertumbuhan harus memiliki 4 (empat) ciri Tarigan (2009 : 162) yaitu: a.
Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi. Hubungan intenal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainya, karena saling terkait. Jadi, kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. Pertumbuhan tidak terlihat pincang, ada sektor yang tumbuh cepat tetapi ada sektor lain yang tidak terkena imbasnya sama sekali.
b.
Adanya efek pengganda (multiplier effect) Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang
pertama
meningkat permintaannya). Unsur efek pengganda ini sangat berperan dalam membuat kota itu mampu memacu pertumbuhan wilayah belakangnya. Karena kegiatan berbagai sektor di kota meningkat tajam, maka kebutuhan kota akan bahan baku/ tenaga kerja yang dipasok dari wilayah belakangnya akan meningkat tajam.
Universitas Sumatera Utara
c.
Adanya konsentrasi geografis Konsentrasi geografis dari berbagai sektor/ fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhannya pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, tenaga dan biaya. Hal ini membuat kota itu menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale, sehingga tercipta efisiensi lanjutan.
d.
Bersifat mendorong wilayah belakangnya Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat hubungan yang harmonis dengan wilayah belakangnya dan kota itu memiliki tiga karakteristik yang disebutkan terdahulu, maka otomatis kota itu akan berfungsi untuk mendorong wilayah belakangnya
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Kerangka Pemikiran
Perekonomian Wilayah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sektor Basis dan Non Basis
Daya Tarik Investasi
Pola Penyebaran Investasi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Di Daerah
Pengembangan Wilayah
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi pada penelitian ini bertempat di wilayah Kota Gunungsitoli, yang merupakan salah satu kabupaten/kota dari 33 (tiga puluh tiga) kabupaten/kota yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei.
3.2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian menurut jenis data dan analisis (Sugiyono 2008: 13) dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal yang utama yaitu kualitatif, kuantitatif dan gabungan keduanya. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah gabungan keduanya yaitu penelitian yang menggunakan jenis data dan analisis kualitatif dan kuantitatif. 3.3
Populasi dan Sample
3.3.1. Populasi Ridwan dan Kuncoro dalam Erlina (2011 : 80) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah sekelompok entitas yang lengkap yang dapat berupa orang, kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu, yang berada dalam suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan masalah penelitian (Erlina 2011 : 80). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Birokrasi Kota Gunungsitoli sebanyak 31 Kepala SKPD, Pengusaha (Pedagang) yaitu sebanyak 40 orang dan Kepala Desa sebanyak 98 Orang, Tokoh Masyarakat sebanyak 101 orang. Maka total populasi adalah sebanyak 270 orang.
3.3.2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. (Erlina 2011 : 81). Teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah Teknik Proportionate Random Sampling yaitu teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono 2008 : 93). Teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang ada, ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar 2000 : 47). Sehingga jumlah populasi yang digunakan dalam Rumus Slovin adalah sebanyak 270 orang yaitu jumlah Birokrasi (kepala SKPD), Pedagang (Pengusaha), Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat. Rumus dimaksud adalah: n=
N 1 N e
2
Keterangan: n N E
= Ukuran Sampel = Jumlah Populasi = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample yang masih dapat di tolerir atau diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan memperhatikan faktor-faktor keterbatasan dalam memberikan jawaban maka diambil keputusan bahwa digunakan ambang batas kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat di tolerir atau diinginkan sebesar 5 % sehingga jumlah minimal sampel penelitian ini adalah: n=
270 1 270(0.05) 2
n = 161 Jumlah minimal sampel yang dapat diambil adalah 161 orang. Dengan pertimbangan untuk mempermudah penelitian maka jumlah sampel yang diambil adalah 162 orang. Maka jumlah seluruh sampel adalah 162 orang Tabel 3.1. Distribusi Populasi dan Sampel No
Jenis Populasi
Jlh Populasi
Proportionate Random Sampling
Jlh Sampel
1
Birokrasi
31
31/270 x 162 = 18,60
19
2
Pengusaha
40
40/270 x 162 = 24
24
3
Kepala Desa
98
98/270 x 162 = 58,80
59
4
Tokoh masyarakat
101
101/270 x 162 = 60,60
60
Total Keseluruhan
270
3.4.
162
Teknik Pengumpulan Data Teknik
yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan cara
kuesioner. Penulis dalam penelitian ini menggunakan daftar pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Pernyataan yang diberikan kepada responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang tertera pada daftar pernyataan.
Universitas Sumatera Utara
3.5.
Jenis dan Sumber Data
Erlina (2011: 31) secara umum terdapat dua sumber data yang menentukan proses pengumpulan data yang akan dilakukan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan berdasarkan interaksi langsung antara pengumpul data dan sumber data. Metode atau teknik pengumpulan data primer yaitu : wawancara, kuesioner, observasi, eksperimen, survey. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah dicetak, dimana data tersebut sebelumnya telah dikumpulkan oleh pihak lain. Metode pengumpulan data sekunder yaitu : jurnal, buku, laporan perusahaan, internet, arsip/dokumentasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias (data sekunder) dan data dari responden (data primer) yaitu Birokrasi, Pengusaha, Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat yang akan digunakan untuk mengetahui lebih dalam tentang daya tarik investasi di Kota Gunungsitoli. Data primer didapatkan dengan menggunakan alat pengumpul data yaitu kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.
Universitas Sumatera Utara
3.6. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian No. 1.
Variabel Investasi
Defenisi Investasi adalah sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian a. Faktor kelembagaan adalah merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Indikator
Satuan Pengukur
1. Faktor kelembagaan Analisa 2. Faktor sosial politik Balance 3. Faktor ekonomi daerah 4. Faktor tenaga kerja dan produktivitas 5. Faktor infrastruktur fisik
Net
b. Faktor sosial politik adalah faktor sosial politik berkaitan dengan hubungan sosial-politik antar elemen-elemen masyarakat, pemerintah, dan bisnis di kabupaten/kota. c. Faktor ekonomi daerah adalah faktor yang berkaitan dengan keunggulan-keunggulan komparatif dan kompetitif (comparative and competitive advantages) kabupaten/kota. d. Faktor tenaga kerja dan produktivitas adalah faktor berkaitan dengan sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia di kabupaten/kota.
Universitas Sumatera Utara
Tenaga kerja (Man Power) adalah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang dianggap dapat memproduksi barang atau jasa. e. Faktor infrastruktur fisik adalah ketersediaan infrastruktur fisik di kabupaten/kota yang mendukung investor yang akan menentukan besarnya biaya investasi awal. 2.
Pola penyebaran Pola penyebaran investasi adalah bentuk penyebaran lokasi 1. Keberadaan Analisa investasi investasi secara lebih luas ke berbagai wilayah kelengkapan fasilitas Skalogram yang dimiliki daerah 2. Jumlah kelengkapan fasilitas yang dimiliki daerah
3
PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara sederhana 1. Pertumbuhan Analisa LQ dapat diartikan sebagai keseluruhan nilai tambah bruto dari ekonomi (PDRB) kegiatan perekonomian di suatu wilayah 2. Pergeseran struktur Analisa Shift ekonomi Share
Universitas Sumatera Utara
3.7.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas
3.7.1. Uji Validitas Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, maka kuisioner yang dijadikan sebagai instrumen pengumpulan data, harus diuji dahulu mengenai validitas dan reliabilitasnya Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang diukur itu valid. Valid itu berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama/konsisten. Menurut Umar (2003), untuk melakukan uji validitas instrumen dengan melakukan uji coba pengukur pada sejumlah responden, responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Jumlah responden untuk uji coba disarankan minimal 30 orang, agar distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. Untuk mengetahui apakah instrumen angket yang dipakai cukup layak digunakan sehingga mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan pengukurannya maka dilakukan uji validitas. Menurut Ghozali (2005) bahwa untuk mengukur validitas yaitu melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan skor konstruk atau variabel. Untuk menguji ketepatan kuesioner, dilakukan uji validitas instrumen terhadap 162 orang . Jika nilai validitas setiap pertanyaan lebih besar dari nilai koefisien korelasi (r) 0,159 maka butir pertanyaan dianggap sudah valid. Uji validitas dilakukan dengan bantuan program Software SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 17. Uji validitas dilakukan dengan metode sekali ukur
Universitas Sumatera Utara
(one shot methode), di mana pengukuran dengan metode ini cukup dilakukan satu kali. Hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut ini yaitu : Tabel 3.2. Hasil uji validitas No item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nilai Hitung r ,288 ,259 ,292 ,341 ,291 ,103 ,310 ,243 -,161 -,186 -,195 -,094 ,269 -,144 ,244 ,292 ,318 ,026 ,312 ,270 ,417 ,467 ,339 ,292 ,599 ,421 ,441 ,537 ,549 ,489 ,436 ,442 ,200 ,374 ,549 ,609
Nilai Tabel r 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. lanjutan 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
,445 ,553 ,429 ,277 ,255 ,303 ,390 ,296 ,163 ,205 ,468 ,478 ,374 ,309 ,354 ,464 ,412 ,524 ,495 -,007 ,211 ,381 ,058 ,354 ,464 ,320 ,226 ,481 ,212 ,389 ,476 ,460 ,546 ,369 ,437 ,476 ,428 ,487 ,413 ,416
0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159 0,159
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Universitas Sumatera Utara
3.7.2. Uji Reliabilitas Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji kehandalan atau kepercayaan pengungkapan data. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang mampu memberikan hasil yang dipercaya (reliable). Pengujian dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja (one shot), kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu, dalam hal ini teknik hasil uji yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach. Suatu variable dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.60 (Ghozali, 2003). Kriteria ukur, validitas dan reliabilitas ini adalah dengan membandingkan antara nilai r hitung dengan nilai r tabel. Jika nilai r hitung > nilai r tabel, maka dianggap valid dan reliabel. Jika nilai r hitung < nilai r tabel, maka dianggap tidak valid dan tidak reliabel. Dari out put spss di dapat Alpha Cronbach 0,905, sehingga di anggap valid dan reabel.
3.8.
Metode Analisa Data Metode Analisis Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data
penelitian dalam bentuk tabulasi, sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Statistik deskriptif umumnya digunakan untuk memberi informasi mengenai variabel penelitian yang utama. Ukuran yang digunakan berupa : frekuensi, tendensi sentral (rata-rata, median, modus), dispersi (deviasi standar, Variance) dan pengukur-pengukur bentuk (measures of shape). (Erlina 2011 : 93). Guna menjawab permasalahan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka digunakan beberapa metode analisis data, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1.
Untuk menjawab permasalahan pertama dipergunakan analisa Net Balance. Metode analisa Net Balance ini digunakan dengan cara menyusun tabel frekuensi serta uraian penjelasan dari data primer hasil penyebaran angket. Tabel frekuensi ini berguna untuk mengetahui distribusi dari tanggapan responden. Hasil tanggapan responden atas angket tersebut berisi lima alternatif tanggapan dengan menggunakan skala linkert yaitu : 1.
Sangat Tidak Setuju
2.
Tidak Setuju
3.
Ragu-ragu
4.
Setuju
5.
Sangat Setuju
Hasil tanggapan responden kemudian di analisa dengan cara yaitu: a.
Menghitung persentase dari hasil tanggapan dan kemudian dimasukkan ke dalam kategori sesuai dengan pendapat Arikunto (2006), yaitu sebagai berikut :
b.
1.
Nilai rata-rata antara 86% - 100% kategori sangat baik
2.
Nilai rata-rata antara 76% - 85% kategori baik
3.
Nilai rata-rata antara 66% - 75% kategori sedang
4.
Nilai rata-rata antara 40% - 65% kategori kurang baik
5.
Nilai rata-rata kurang dari 40% kategori tidak baik
Kemudian hasil tanggapan responden di analisa melalui metode net balance yaitu : poin a + b dijumlahkan dengan alasan bahwa poin a diartikan sangat tidak setuju dan poin b tidak setuju berarti ada keraguan (tidak setuju)
atas tanggapan yang diberikan. Pada poin d + e
Universitas Sumatera Utara
dijumlahkan dengan alasan bahwa poin d diartikan setuju dan e sangat setuju berarti tidak ada keraguan atas tanggapan yang diberikan. Sedangkan untuk poin c diartikan ragu-ragu berarti tidak diperhitungkan dengan alasan bahwa jawaban c dianggap tidak berpihak pada yang baik ataupun yang tidak baik. Kemudian hasil penjumlahan poin a + b dikurangi dengan poin d + e, jika hasil yang di dapat bernilai positif berarti mendukung pernyataan yang diajukan dan jika hasilnya bernilai negatif berarti kurang mendukung pernyataan yang diajukan. Untuk mendukung hasil penelitian melalui penyebaran angket di lengkapi dengan data dan informasi hasil penelitian yang hasilnya kemudian dituangkan dalam bentuk narasi.
2.
Untuk menjawab permasalahan kedua dipergunakan analisa skalogram. Analisa skalogram digunakan untuk mengetahui hirarki kota berdasarkan kelengkapan fasilitas yang dimiliki. Hirarki kota akan berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan baik skala lokal maupun regional. Dengan adanya pusat-pusat pelayanan tentunya dapat dilihat pusat-pusat pertumbuhan atau disebut kekuatan ekonomi dalam wilayah oleh Hirschman (Hirschman yang mengikuti pendapat Perroux dalam Adisasmita 2005 : 60), dimana adanya pembangunan kelengkapan fasilitas-fasilitas yang disediakan di daerah tersebut. Pembangunan-pembangunan kelengkapan fasilitas-fasilitas baik oleh pemerintah, swasta atau masyarakat merupakan investasi yang dilakukan di daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Budiharsono (2005 : 151) Metode skalogram dapat digunakan untuk menentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Tahapan-tahapan metode skalogram, misalnya akan disusun hierarki peringkat kecamatan-kecamatan dalam satu kabupaten, tahapan dari penyusunan analisa skalogram yaitu : a.
Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat jumlah penduduk.
b.
Kemudian
Kecamatan-kecamatan
tersebut
disusun
urutannya
berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada wilayah tersebut. c.
Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut.
d.
Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas.
e.
Peringkat Kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut.
3.
Untuk menjawab permasalahan ketiga dipergunakan metode analisa Location Quotient (LQ). Dengan menggunakan Metode Location Quotient (LQ) dapat diketahui bahwa di daerah analisis Kota Gunungsitoli, selama periode analisis/pengamatan terdapat beberapa sektor kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan sebagai sektor ekonomi unggulan, potensial atau basis. Ekonomi potensial dapat diketahui dari angka rasio masing-masing sektor PDRB yang menunjukkan nilai lebih dari satu. Dengan teknik kuantitatif LQ, dapat ditentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat kemandirian suatu sektor. Dalam analisis
Universitas Sumatera Utara
LQ, kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu : a.
Kegiatan sektor yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industri basis.
b.
Kegiatan sektor yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis atau industri lokal.
Teori Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang pada dasarnya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan ke luar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Adanya arus pendapatan dari luar daerah menyebabkan terjadinya konsumsi (C = Consumption) dan Investasi (I = Investment) di daerah tersebut. Kemudian hal tersebut akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut menaikkan permintaan terhadap industri basis dan juga menaikkan permintaan akan industri non basis (lokal). Kenaikan permintaan (demand) akan mendorong kenaikan investasi pada industri yang bersangkutan dan industri lainnya. Teknik Location Quotient mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan industri dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan industri sejenis dalam perekonomian regional maupun nasional. Tenik LQ dapat dibedakan
Universitas Sumatera Utara
menjadi 2 (dua) yaitu Location Quotient statis ( Static Location Quotient, SLQ) dan Location Quotient dinamis (Dynamic Location Quotient, DLQ) Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Widodo (2006:116) sebagai berikut: Vik Vk LQik = Vip Vp
Keterangan : Vik =
Nilai out put (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam pembentukkan Produk Domestik Regional Riil (PDRB) daerah studi k.
Vk =
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total semua sektor di daerah studi k.
Vip =
Nilai out put (PDRB) sektor i daerah referensi p (propinsi misalnya) dalam pembentukkan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah referensi p.
Vp =
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total di semua sektor daerah referensi p.
Penggunaan formula atau rumus adalah sebagai berikut :
PDRB GST,i ΣPDRB GST LQ = PDRBSumut,i ΣPDRB Sumut
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : PDRBGST,i
= PDRB sektor i di Kota Gunungsitoli pada tahun tertentu.
ΣPDRBGST
= Total PDRB di Kota Gunungsitoli pada tahun tertentu.
PDRBSumut,i
= PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.
ΣPDRBSumut = Total PDRB di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu. Dengan menggunakan rumus pada persamaan di atas, maka ada tiga kemungkinan nilai LQ yang dapat ditemukan Bendavid-Val dalam Widodo (2004:117), yaitu: a.
Nilai LQ di sektor i = 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah Kota Gunungsitoli adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
b.
Nilai LQ di sektor i > 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah Kota Gunungsitoli lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
c.
Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah Kota Gunungsitoli lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
Jika nilai LQ>1, sektor i merupakan sektor unggulan daerah Kota Gunungsitoli sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah Kota Gunungsitoli.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor i tersebut adalah tidak merupakan sektor unggulan dan bukan merupakan basis ekonomi serta tidak prospektif
untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota
Gunungsitoli. Analisa Location Quotient (LQ) ini menggunakan data PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kota Gunungsitoli tahun 2008-2010 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. 4.
Untuk menjawab permasalahan keempat dipergunakan metode analisa Shift Share. Metode Shift Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang digunakan untuk mengalisa perubahan struktur ekonomi Kota Gunungsitoli terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi (Provinsi Sumatera Utara) sebagai pembanding atau referensi. Analisis shift share ini menggunakan data PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kota Gunungsitoli tahun 2008-2010 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid (Tarigan, 2009:86). Dengan analisa shift share, maka perubahan struktur perekonomian wilayah Kota Gunungsitoli disebabkan oleh tiga komponen (Widodo 2006:113) , yaitu: a.
Provincial Share (PS), untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara terhadap perekonomian Kota Gunungsitoli.
b.
Proportional Shift (P) adalah pergeseran yang menunjukkan perubahan relative (naik turun) kinerja sektor PDRB Kota Gunungsitoli terhadap sektor PDRB yang sama Propinsi Sumatera Utara. Pergeseran
Universitas Sumatera Utara
proportional shift (P) disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). c.
Differential Shift (D) adalah pergeseran yang menunjukkan tingkat kekompetitifan suatu sektor PDRB Kota Gunungsitoli dibanding tingkat Provinsi Sumatera Utara. Jika nilai pergeseran diferensialnya positif, berarti sektor PDRB Kota Gunungsitoli lebih kompetitif dibanding sektor yang sama di tingkat Propinsi Sumatera Utara. Jika nilai pergeseran
diferensialnya
negatif,
berarti
sektor
PDRB
Kota
Gunungsitoli kurang kompetitif dibanding sektor yang sama di tingkat Propinsi Sumatera Utara. Pergeseran diferensialnya disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif. Rumus Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan Differential Shift (D) adalah sebagai berikut (Tarigan, 2009:88; Sjafrizal, 2008:91): a.
Provincial Share (PS) Ns i, t = E r, i, t-n (E N,t / E N, t-n) - E r, i, t-n
b.
Proportional Shift (P) P r, i, t = {(E N, i, t / E N, i, t-n) - (E N,t / E N, t-n)}
X
E r, i, t-n
atau ∆ E N, i, t P r, i, t =
E N, i, t-n
c.
∆ E N,t E N, t-n
Differential Shift (D) D r, i, t = { E r, i, t - (E N, i, t / E N, i, t-n) E r, i, t-n} Atau
Universitas Sumatera Utara
∆ E r, i, t D r, i, t = E r, i, t-n
∆ E N, i, t
E N, i, t-n
Untuk melihat pengaruh terhadap seluruh wilayah analisis
maka angka
untuk masing-masing sektor harus ditambahkan dalam PDRB Kota Gunungsitoli merupakan penjumlahan Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut: ∆ E r, i, t = (Ns i + P r, i + D r, i) Jika secara nasional (wilayah yang lebih tinggi jenjangnya telah di buat proyeksi lapangan kerja per sektor untuk tahu t + m maka lapangan kerja di daerah tersebut atau pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural dapat diproyeksikan. Proyeksi untuk nasional share dan proportional share adalah sama dengan rumus di atas, hanya t-n diganti dengan (t) dan (t) diganti dengan t + m. Rumus Proyeksi adalah sebagai berikut : a.
Proyeksi Nasional Share (NS)/Provincial Share (PS) Ns i, t + m = E r, i, t (E N, t + m / E N, t) - E r, i, t
b.
Proyeksi Proportional Shift (P) P r, i, t + m = {(E N, i, t + m / E N, i, t) - (E N,t + m / E N, t)}
c.
X E r, i, t
Proyeksi Differential Shift (D) Untuk Proyeksi differential shift (D), dianggap sama dengan differential shift (D) masa lalu dikalikan dengan indeks penyesuaian kenaikan lapangan kerja nasional atau pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural, rumusnya adalah D r, i, t + m = D r, i, t x (E N, i, t
+ m/
E N, i, t)
Universitas Sumatera Utara
Atau ∆ E r, i, t D r, i, t
+m
= E r, i, t
∆ E N, i, t -
E r, i, t-n
E N, i, t-n
Universitas Sumatera Utara