BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah ilmu yang dalam cara berfikir menghasilkan kesimpulan berupa ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan, dalam proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang logis dan didukung oleh fakta empiris. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian lain yang meneliti hal yang sama, akan tetapi peneliti yang meneliti hal yang sama jumlahnya masih terbatas. Penulis mencoba untuk mempertegas hasil penelitian yang menyangkut pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Non Performing Financing terhadap penyaluran dana perbankan khususnya perbankan syariah. Maka penelitian terdahulu tersebut yaitu: 1. Sulistyani (2002) meneliti dengan judul ”Pengaruh Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Terhadap Total Pinjaman Yang diberikan Pada PT. Bank Pembangunan Jawa Timur”. 2. Surbakti (2005) meneliti dengan judul ”Analisis Faktor-faktor Penyebab Non Performing Financing, Studi Kasus Pada Bank Syariah ”X” di Jakarta. 3. Fransisca dan Siregar (2008) meneliti dengan judul ”Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit Pada Bank yang Go Public di Indonesia”.
11
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.1. Penelitian Terdahulu No.
Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1
Sulistyani / 2002
Pengaruh Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Terhadap Total Pinjaman Yang Diberikan Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa timur
Total Pinjaman Yang Diberikan (Y), Giro (X1), Tabungan (X2), Deposito (X3)
Giro, tabungan, deposito secara bersama-sama mempunyai pengaruh dominan terhadap total pinjaman yang diberikan. Diantara ketiga variabel independen yang paling dominan pengaruhnya terhadap pemberian pinjaman adalah Tabungan
2
Surbakti /2005
Analisis Faktor-Faktor Penyebab Non Performing Financing, Studi Kasus Pada Bank Syariah ”X” di Jakarta
Non Performing financing (Y). Kualitas Karakter Nasabah (X1). Kualitas dan Stabilitas Cash flow Nasabah (X2), Partisipsi dan kecukupan Modal (X3), Kecukupan Jaminan (X4)
Kualitas karakter nasabah dan kualitas cash flow mempunyai pengaruh signifikan terhadap NPF, Variabel lainnya tidak mempunyai pengaruh signifikan.
3.
Fransisca dan Siregar / 2008
Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit Pada Bank yang Go Public Di Indonesia
DPK (X1), CAR (X2), ROA (X3), NPL (X4)
DPK dan ROA mempunyai pengaruh signifikan terhapa volume Kredit, CAR dan NPL tidak mempunyai Pengaruh terhadap volume kredit bank yang go Public di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
II.2. Pengertian Umum Perbankan Kasmir (2004 : 11) mengatakan bank secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut: Lebaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Menurut Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, bank konvensional menggunakan sistem bunga, sedangkan bank syariah menggunkan sistem bagi hasil, selain itu dikenal juga jenis bank lain yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu Bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional juga syariah dan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. II.3. Sistem Bank Konvensional Sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, sistem perbankan konvensional mengenal dua jenis Bank yaitu Bank umum dan Bank Perkrditan Rakyat. Adapun jenis-jenis kegiatan Bank Umum adalah sebagai berikut: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Universitas Sumatera Utara
b. Penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit dengan berbagai jenis pelayanan. c. Memberi pelayanan jasa perbankan lainnya, surat berharga , pengiriman atau transfer uang, penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, kegiatan usaha kartu kredit, sebagai wali amanah , sebagai bank garansi, penyediaan jasa Letter Of Credit (LC) dan kegiatan lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan utama bank, sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa pelayanan lainnya hanya untuk mendukung kegiatan utamanya. Dalam menghimpun dan mencari dana dari masyarakat, yaitu dalam bentuk giro, tabungan, deposito berarti bank membeli dana tersebut dari masyarakat dengan imbalan bunga (dalam hal ini bunga berarti harga dari dana tersebut), penghimpunan dan penyaluran dana dilakukan bank dengan berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank, kegiatan menghimpun dana disebut juga dengan istilah funding. Sedangkan kegiatan menyalurkan dana yang diperoleh melalui giro, tabungan, deposito yaitu melempar kembali dana tersebut kepada mayarakat dalam bentuk pinjaman (Kredit) bagi bank yang berdasarkan sistem konvensional dan pembiayaan bagi bank yang berdasarkan sistem syariah. Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat disebut juga dengan istilah lending. Keuntungan utama bank diperoleh melalui selisih antara bunga simpanan dengan bunga pinjaman yang disebut dengan Spread Based. Jika pendapatan dari bunga pinjaman lebih besar dari pembayaran bunga simpanan maka bank mengalami
Universitas Sumatera Utara
Positif Spread, dan jika bank mengalami kondisi sebaliknya maka bank mengalami Negative Spread . II.4. Sistem Perbankan Syariah Menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah menyatakan bahwa Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Jadi Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Bedasarkan pengertian diatas maka bank syariah tidak mengenal istilah bunga dalam kegitan menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, tetapi melaksanakan kegitannya berdasarkan sistem bagi hasil atau Profit and loss Sharing, tidak hanya menghimpun dan menyalurkan serta memberikan jasa-jasa lainya tetapi bank syariah juga melaksankan fungsi sosial yaitu mengeluarkan dan mengelola zakat dan dana sosial.
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.2. Perbedaan Karakteristik Bank Syariah dan Bank Konvensional No
Jenis Perbedaan
Bank Syariah
Bank Konvensional Hubungan kreditur-debitur dimana kreditur (termasuk pengertian deposan) telah ditetapkan besarnya pendapatan yang menjadi haknya dalam bentuk bunga (interest atau riba), demikian juga sebaliknya terhadap debitur(termasuk bank sebagai penerima dana deposan) Semata- mata berorientasi pada rate of return dan kelayakan hasil arus kas. Jika ada pembatasan, terutama dikarenkan oleh nilai-nilai etika yang dapat berubah sesuai nilai yang dianut masyarakat.
1.
Hubungan Bank dengan Nasabah
Hubungan investorinvestor (Mutual Investment Relationship) ysng berlandaskan kepada prinsip bagi hasil (Frofit and Loss Sharing), Transaksi perdagangan, dan pelayanan transaksi lainnya
2.
Kriteria bidang usaha
Tunduk kepada syariat Islam yang melarang investasi pada bisnis yang diharamkan dan harus berlandaskan kepada keadilan, produktifitas dan kemanfaatan (maslahat) bagi manusia
3.
Ruang lingkup bidang usaha
4.
Akuntansi dan penyajian laporan keuangan
Lebih variatif dan luas, meliputi system bagi hasil, investment Banking, jual beli, sewa (leasing), anjak piutang, novasi dan jasa lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam Akuntansi dan penyajian laporan keuangan berorientasi pada pertanggungjawaban bisnis dan social, berlandaskan aspek tranparansi, akuntabilitas kepada seluruh Stakeholder, dan keadilan. Sistem pencatatan dan pelaporan mengacu kepada standar akuntansi, sesuai dengan prinsip syariah, diantaranya adalah PSAK No.59 dan PAPSI 2003 dan AAOIFI
Terbatas hanya kepada mekanisme pinjam meminjam dengan instrument bunga atau riba. Beberapa transaksi financial lainnya adalah derivative (option dan exchange) dan investasi pada instrument surat berharga dan saham Akuntansi dan penyajian laporan keuangan berorientasi kepada kepentingan para pemegang saham, dan tidak dikenal konsep pertanggungjawaban social dan keadilan
Sumber: Surbakti (2005, hal 3)
Universitas Sumatera Utara
Dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan terutama pada sisi teknis penerimaan uang, pelayanan dan teknologi. Menurut Rivai dan Andria (2008:116) kegiatan operasional perbankan syariah mencakup: a. Manajer investasi (mengelola dana nasabah). b. Investor (Menginvestasikan dana miliknya dan dana yang dititipkan nasabah). c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran. d. Pelaksana kegiatan sosial (mengeluarkan dan mengelola zakat maupun dana sosial lainya). Sedangkan menurut Iqbal dan Abbas (2007 : 126) mengatakan bahwa: Although committed to carrying out their transactions in accordance with the rules of the shariah, Islamic bank perform the same essensial administrators of the economi’s payments system and as financial intermediaries. II.5. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Sebagaimana pada bank konvensional, penghimpunan dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito, sedangkan BPRS hanya dapat melayani tabungan dan deposito. Namun demikian mekanisme penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip syariah. Prinsip operasional syariah yang telah ditetapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah (Siamat, 2001: 190). Dengan demikian jenis penghimpunan dana di bank syariah sesuai dengan prinsip yang melandasinya.
Universitas Sumatera Utara
II.5.1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/Alwadiah) Dalam kegitan perbankan Syariah istilah menabung dikenal dengan nama alwadiah/depository dalam hal ini tabungan nasabah prinsipnya hanya sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki, Pada dasarnya ada 2 (dua) Prinsip titipan (Antonio, 2001:85) yaitu: a. PrinsipYad al-Amanah (Tangan amanah) Pada dasarnya, penerima simpanan adalah yad al-amanah (tangan amanah) artinya dia tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan asset yang dititipkan selama hal ini bukan kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan (karena factor-faktor diluar batas kemampuan). 1. Titipan barang
NASABAH Muwaddi’ (penitip)
BANK Mustawda’ (Penyimpan)
2. Beban biaya Penitipan Sumber : (Antonio, 2001)
Gambar II.1. Skema Alwadi’ah Yad al-Amanah Dengan konsep al-wadiah yad al-amanah, Pihak yang menerima tidak boleh menggunkan benar-benar
dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi harus menjaganya
sesuai
kelaziman.
Pihak
penerima
titipan
dapat
Universitas Sumatera Utara
membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Contoh titipan ini adalah Safe Deposit Box. b. Prinsip Yad Adh –dhamanah (Tangan Penanggung) Penerima titipan (bank) tidak akan mungkin meng-idle-kan beberapa jenis asset yang sudah dititipkan, tetapi menggunakanya dalam aktivitas perkonomian tertentu, oleh karenanya si penerima titipan harus meminta izin dari si pemberi titipan untuk kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan si penerima titipan
menjamin akan mengembalikan asset tersebut secara utuh.
Dengan demikian disini penerima titipan tidak lagi sebagai yad al-amanah, tetapi yad adh-dhamanah (tangan penanggung) yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/ kerusakan yang terjadi pada barang atau asset tersebut. Mengacu pada prinsip yad al-dhamanah, bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan al-wadiah untuk tujuan Current account (giro) dan Saving account (tabungan). Sebagai konsekuensi dari yad adh-dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan menjadi milik bank, demikian juga bank menjadi penanggung segala kerugian. Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya. Akan tetapi bank tidak menutup kemungkinan memberi insentif berupa bonus dengan catatat tidak di syaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persen tetapi merupakan kebijakan dari manajemen bank.
Universitas Sumatera Utara
1. Titipan Dana NASABAH Muwaddi’ (Penitip)
BANK BANK Mustawda’ Mustawda’ (Penyimpan) (Penyimpan)
4. Beri Bonus 3. Bagi Hasil
2.Pemanfatan Dana
USER OF FUND (Dunia Usaha)
Sumber : (Antonio, 2001)
Gambar II.2. Skema al –Wadiah Yad adh-Dhamanah Dengan prinsip al wadiahYad adh- Dhamanah, Pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tentunya pihak bank dalam hal ini mendapat bagi hasil dari penggunaan dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus. II.5.2. Prinsip Mudharabah Menurut Siamat (2001: 191) bank syariah menerapakan akad mudharabah untuk tabungan dan deposito, dalam hal ini nasabah bertindak sebagai Shahibul mal dan bank sebagai mudharib.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip mudharabah dalam hal ini adalah dimana bank wajib memberi tahu kepada pemilik dana
mengenai nisbah dan tata cara perhitungan pembagian
keuntungan serta resiko yang dapat timbul dalam penyimpanan dana. Apabila terjadi kesepakatan maka harus dicantumkan dalam akad Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM sebagai dan/atau alat penarikan lainnya kepada penabung, dan penabung dapat menarik dananya kapan pun, namun tidak boleh mengalami saldo negative (Overdraft). Sedangkan untuk deposito mudharabah bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. Akad mudharabah mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan. Tenggang waktu itu adalah sifat deposito II.6. Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Sumber utama dana perbankan adalah dana yang berasal dari pihak ketiga, yaitu masyarakat, tak terkecuali dengan perbankan syariah. Dana pihak ketiga bank syariah hampir sama jenisnya dengan bank konvensional yang menbedakan hanya pada imbalan yang diterima nasabah, dimana pada bank konvensional dihitung berdasarkan bunga, dan pada bank syariah dihitung berdasarkan bagi hasil. Menurut Siamat (1999: 116) dan Muhammad (2004 : 53) Dana Pihak Ketiga yang diperoleh dari masyarakat terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
a. Giro Syariah Simpanan berupa Giro Syariah dilakukan berdasarkan prinsip Al Wadiah (Depository atau simpanan) Yaitu pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya, dan setiap saat dapat ditarik dengan menggunakan cek atau bilyet giro. b. Tabungan Syariah Tabungan syariah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, Tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Penerimaan dana dalam bentuk tabungan digunakan dengan prinsip al- wadiah atau Al Mudharobah atau Trust financing/ Trust Investment yaitu Perjanjian antara Pemilik modal ( uang atau barang) dengan pengusaha. c. Deposito Syariah Deposito berjangka, yakni simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan dan penerimaan dana ini berdasarkan prinsip
Al Mudharabah.
Dengan prinsip ini, kepada deposan imbalan atas dasar pembagian keuntungan yang telah ditetapkan dan disetujui sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
II.7. Prinsip Perhitungan Keuntungan Bagi Nasabah Penabung Prinsip pembagian keuntungan antara bank dengan nasabah penabung di bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan, Bank syariah menghitung keuntungan berdasarkan pada beberapa prinsip yang menjadi tuntunan dan sesuai dengan syaraiat Islam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel perbedaan prinsip perhitungan keuntungan Tabel II.3. Perhitungan Keuntungan (Bagi Hasil) Bagi Deposan Bank Syariah
Bank konvensional
A. Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh deposan tergantung pada: 1. Pendapatan Bank 2. Nisbah bagi hasil 3. Nominal deposito 4. Rata-rata saldo deposito 5. Jatuh tempo deposito
A.
B. Keuntungan untuk deposan dengan pendekatan FDR (Rasio antara DPK dan PYD)
B. Bunga yang diberikan kepada deposanmenjadi beban biaya langsung tanpa memperhitungkan pendapatan yang dihasilkan dan dan yang dihimpun. Akibatnya bank harus menambahi bila bunga dari peminjam ternyata lebih kecil dinbandingkan dengan kewajiban bunga untuk deposan (negative spread) atau rugi.
C. Dalam Perbankan syariah FDR bukan saja mencerminkan keseimbangan tetapi juga keadilan
Besar kecilnya bunga yang tergantung Pada : 1. Tingkat bunga yang berlaku 2. Nominal deposito 3. Jangka waktu deposito 4. Biaya Administrasi
diperoleh
Sumber : Antonio, Hal. 145.
II.8. Penyaluran Dana Perbankan Syariah Menurut Karim (2006) menyatakan bahwa dalam penyaluran dana perbankan syariah dikenal beberapa prinsip, yaitu pertama ialah kategori bagi hasil (Profit and Loss sharing) dapat dilakukan atas prinsip musyarakah, mudharabah. Kategori kedua ialah jual beli (Sale and Purchase) yang dilaksanakan yang dilaksanakan atas prinsip murabahah, salam dan istisna. Sementara kategori ketiga ialah sewa (Operation lease and financial lease) yang dilaksanakan atas prinsip ijarah. Sedangkan katagori
Universitas Sumatera Utara
keempat ialah jasa (fee based service) yang dilaksanakan atas prinsip wakalah (Deputyship), Kafalah (Guaranty), hawalah (Transfer service), rahnu (Mortgage) dan gardh (Soft and benevolen loan). II.8.1. Prinsip Bagi hasil dalam Pembiayaan Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari pertimbangan syariah, karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti minuman keras, makanan yang mengandung alkohol, pornografi, prostitusi, perjudian dan sebagainya. Beberapa perbedaan antara sistem bunga dengan prinsip syariah (bagi hasil) yang diterapkan oleh bank konvensional dan bank syariah dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah antara lain dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.4. Perbedaan Perhitungan Keuntungan Bunga atau Bagi Hasil Dalam Penyaluran Dana Perbankan di Indonesia No.
Pokok-pokok Perbedaan
Sistem bunga
Prinsip Syariah
1.
Dasar perjanjian penentuan bunga dan/ imbalan.
Perjanjian pengenaan bunga tidak berdasarkan keuntungan.
Perjanjian imbalan berdasakan keuntungan/ Rugi.
2.
Dasar perhitungan bunga / imbalan.
Persentase tertentu dari total dana yang dipinjamkan kepada nasabah.
Besarnya nisbah bagi hasil didasarkan atas jumlah keuntungan yang diperoleh nasabah.
3.
Kewajiban pembayaran bunga / imbalan.
a.
Pembayaran bunga tetap harus dibayar, meskipun usaha nasabah mengalami kerugian.
b.
Besarnya pembayaran bunga oleh nasabah jumlahnya tetap meskipun keuntungan nasabah lebih besar dari jumlah yang diperkirakan.
a.
Pembayaran bagi imbalan dilakukan apabila nasabah memperoleh keuntungan. Sebaiknya bila rugi, jumlah kerugian/ risiko titanggung kedua belah pihak.
b.
Besarnya imbalan berubah sesuai dengan besar kecilnya keuntungan yang didapat nasabah.
4.
Persyaratan Jaminan pembiayaan.
Pembiayaan umumnya memerlukan penyerahan jamian berupa barang/ harta nasabah.
Persyaratan jaminan tidak mutlak diperlukan.
5.
Objek pembiayaan.
Jenis usaha yang dibiayaai tidak dibedakan, sepanjang memenuhi persyaratan.
Jenis usaha yang dibiayaai harus sesuai dengan ketentuaan syariah.
6.
Pandangan prinsip syariah tentang bunga.
Pembayaran / pengenaan bunga oleh kreditur kepdada nasabah dianggap haram.
Pembayaran imbalan berdasrkan bagi hasil sifatnya halal.
Sumber: Siamat, hal 189
Universitas Sumatera Utara
II.8.2. Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak kontribusi dana (amal / expertise ) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepkatan. Pihak-pihak yang turut dalam kerjasama memasukkan dana musyarakah dengan porsi yang telah disepakati, ketentuan dapat berupa uang tunai atau asset dan dana yang terhimpun bukan lagi milik perorangan, tetapi menjadi dan usaha. Pengelolaan kegiatan usaha dipercayaakan kepada nasabah, dan selaku pengelolan nasabah wajib menyampaikan laporan berkala mengenai perkembangan usaha, kepada bank-bank sebagai pemilik dana. Disamping itu pemilik dana dapat melakukan intervensi kebijakan usaha. Prinsip Musyarakah memberi manfaat dimana bank menikmati peningktan dalam jumlah tertentu jika keuntungan nasabah meningkat. Bank juga tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan hasil usaha bank, sehingga bank tidak pernah mengalami negative spread. Dalam hal pengembalian pinjaman pokok, pembiayaan akan disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. Karena ini adalah usaha patungan maka prinsip kehati-hatian akan benarbenar dipengang bank dalam mencari memilih nasabah yang akan dibiayai. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah dan mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional, dimana bank akan menagih
Universitas Sumatera Utara
penerimaan pembiayaan (nasabah) dalam jumlah bunga yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan ketika rugi.
Akad Musyarakah
50%
Laba
60 % Modal Bank Syariah Partner I
50%
40 % Modal Nasabah Patrner 2
Proyek Usaha Keahlian
60%
Keahlian
Rugi
40%
Sumber: (Rivai dan Andria, 2008)
Gambar II.3. Skema Pembiayaan Al Musyarakah II.8.3. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan
(nisbah) yang sudah disepakati. Seandainya kerugian diakibatkan
Universitas Sumatera Utara
kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pemilik modal tidak ikut campur dalam pengelolaan usaha, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. Mudharabah memberi manfaat dimana bank menikmati peningktan dalam jumlah tertentu jika keuntungan nasabah meningkat. Bank juga tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan hasil usaha bank, sehingga bank tidak pernah mengalami negative spread. Dalam hal pengembalian pinjaman pokok, pembiayaan akan disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. Karena ini adalah usaha patungan maka prinsip kehati-hatian akan benar-benar dipengang bank dalam mencari memilih nasabah yang akan dibiayai. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah dan mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional, dimana bank akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) dalam jumlah bunga yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan ketika rugi.
Universitas Sumatera Utara
Akad Mudharabah (1)
(1)
100%
Rugi
(3a)
(3b)
Bank Syariah
100 % modal (2)
50% ( Nisbah) (3a)
0%
Usaha Konveksi
Laba
Keahlian
Nasabah
(2)
50% (Nisbah) (3a)
Sumber : (Rivai dan Andria, 2008)
Gambar II.4. Skema Pembiayaan Mudharabah
II.8.4. Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Bank akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan harga setelah ditambah keuntungan yang disepakati. Guna memastikan untuk membeli bank dapat mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang muka. Nasabah membayar kepada bank atas harga
Universitas Sumatera Utara
barang tertentu (setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka waktu yang disepakati. Dengan memperhatikan kemampuan mengangsur ataupun arus kas usahanya. Pembayaran secara angsuran ini dikenal dengan istilah Bai’u Bitsaman Ajil (BBA). Baik harga jual maupun besar angsuran yang telah disepakati tidak berubah hingga akad
pembiayaan berakhir dan tidak ada denda atas keterlambatan
pembayaran angsuran.
Negosiasi
(1) (2)
Akad Murabahah
(1) (2)
Bayar uang muka
(3) Bank Syariah
CV. Bina Amanah
Bayar Angsuran
(6) Serahkan surat-surat ruko (7)
Beli Ruko (4)
Ruko
Beli Ruko (5)
Sumber: ( Rivai dan Andria,2008)
Gambar II.5. Skema Pembiayaan Murabahah
Universitas Sumatera Utara
II.8.5. Pembiayaan Bai’u Salam Pembiayaan salam adalah akad jual beli atas suatu barang dengan jenis dan dalam jumlah tertentu yang penyerahannya dilakukan beberapa waktu kemudian, sedangkan pembayarannya segera dimuka. Aplikasi dalam perbankan biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian jangka pendek ( 2 hingga 6 bulan ) dalam hal ini bank bertindak sebagai pembeli dan penjual produk dan memberikan uangnya terlebih dahulu, sedangkan para nasabah mempergunakanya untuk mengelola pertaniananya. Tidak hanya barang pertanian bisa juga barang industri. Bank membeli barang dari produsen kemudian menjualnya kembali kepada pihak lain yaitu nasabah yang memesan barang tersebut. Dalam istilah perbankan islam proses ini dikenal dengan nama salam pararel. Aplikasi perbankan untuk salam pembiayaan Salam seperti tergambar dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Negosiasi
Akad Salam Bayar uang muka
Bank Syariah
PT. Anugerah
(4) Bayar angsuran
Akad salam (2a) Produksi jagung
Negosiasi (1a) Bank garansi (3)
Jagung
Kirim jagung
KUD
Bayar produk (5) Kirim faktur (7a) Sumber: (Rivai dan Andria,2008)
Gambar II.6. Skema Pembiayaan Bai ‘u Salam Dalam salam pararel pembayaran nasabah kepada bank dapat dilakukan di muka, pada saat ditandatanganinya akad salam atau secara tunai pada saat penyerahan barang, atau dengan cara mengangsur. Apabila pembayaran oleh nasabah dilakukan secara tunai atau dengan cara mengangsur, biasanya bank mensyaratkan agar nasabah terlebih dahulu membayar sejumlah uang muka yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
II.8.6. Pembiayaan Bai’u Istishna’ Bai’u Istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang atau juga pembiayaan modal kerja misalnya untuk modal kerja industri barang-barang konsumsi, Pembiayaan investasi misalnya untuk mengadakan barang-barang modal seperti mesin-mesin, atau juga pembiayaan konstruksi.
Proyek Ruko PT. Angin Ribut (Kontraktor)
Nasabah
Negosiasi (1a)
Negosiasi (1)
Akad Istishna (2a) Bank garansi (3a) Kembali bank garansi (6)
Akad istishna (2)
Bank Syariah
Bayar uang muka (3a) Bayar angsuran (8)
Bayar proyek (7) Sumber: (Rivai dan Andria, 2001)
Gambar II.7. Skema Pembiayaan Bai’u Istishna Dalam sebuah kontrak bai’u Istishna bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontrak untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada
Universitas Sumatera Utara
kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai Istishna pararel. Bank sebagai pembuat dalam kontrak pertama, tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Istishna pararel atau subkontrak, untuk sementara harus dianggap tidak ada. Dengan demikian sebagai shani’(Pembuat/Produsen) pada kontrak pertama, Bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel. Sementara itu penerima subkontrak pembuat pada Istishna pararel bertanggung jawab kepada bank sebagai pemesan, dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’u Istishna kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontrak tersebut tidak mempunyai kaitan hukum sama sekali. Bank sebagai shani atau pihak yang siap membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas kelalaian pelaksanaan subkontrak dan jaminan yang timbul darinya. Kewajiban inilah yang membenarkan keabsahan istishna pararel, sebagai dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada. II.8.7. Pembiayaan Ijarah Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik) jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli. Perbedaannya terletak pada objek transaksinya, pada jual
Universitas Sumatera Utara
beli objeknya transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau jasa. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Manfaat transaksi ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok, sementara jenis pembiayaan ini mengandung resiko mungkin terjadi gagal bayar (default) dimana nasabah tidak membayar cicilan secara sengaja. Kerusakan juga bisa mengakibatkan biaya pemeliharaan bertambah, apalagi bila disebutkan dalam kontrak biaya pemeliharaan ditanggung oleh lembaga keuangan. Demikian juga apabila nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli asset tersebut. Akibatnya bank akan menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebahagian kepada nasabah. 3. Akad ijarah
Bank Syariah
Nasabah
1. Permohonan pembiayaan
Suplier/Penjual/ Pemilik
Objek ijarah
Sumber: (Rivai dan Andria,2008)
Gambar II.8. Skema Pembiayaan Ijarah
Universitas Sumatera Utara
II.8.8. Pembiayaan Qardh Al Hasan Konsep perbankan Islam mengharuskan bank-bank Islam memberikan pelayanan sosial apakah melalui dan Qard (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Disamping itu konsep perbankan islam mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberi kontribusi bagi kesejahteraan sosial (Harahap, Wiroso dan Yusuf 2005 : 7 ) Pembiayaan Qardh hasan adalah merupakan pinjaman kebajikan yang diterapkan sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang terbukti loyaliyas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. Qardh hasan juga dapat sebagai fasilitas yang memerlukan dana cepat, sementara ia tidak bisa menarik dananya, mungkin tersimpan dalam deposito dan sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial Sifat pembiayaan qardh hasan ini tidak memberikan keuntungan finansial bagi bank syariah karena pembiayaan ini hanya mewajibkan nasabah mengembalikan pinjaman pokok saja. Oleh karena itu pendanaan ini dapat diambil untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan jangka pendek yang dapat diambil dari modal bank ataupun untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat,infak dan sadakah.
Universitas Sumatera Utara
Disamping dari sumber dana ummat, para praktisi perbankan syariah, demikian juga ulama, melihat adanya sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk pembiayaan qardh hasan, yaitu pendapatan-pendapatan yang diragukan seperti bung atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya. Salah satu pertimbangan memanfaatkan dana-dana ini adalah kaidah akhafuu dhararain (mengmbil mudharat yang lebih kecil), hal ini mengingat jika dana ummat dibiarkan di lembaga-lembaga non muslim mungkin dapat dipergunakan untuk sesuatu yang merugikan islam, misalnya dana kaum muslim arab di bank-bank Yahudi Switzerland. Oleh karenanya dana yang parkir tersebut lebih baik diambil dan diamanfaatkan untuk penanggulangan bencana alam atau membantu dhuafa. Selain itu qardh hasan dapat memberi manfaat diantaranya memungkinkan nasabah yang sedang mengalami kesulitan mendesak untuk mendapat dana talangan jangka pendek. Pembiayaan ini merupakan ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersil. Dengan adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah. Namun demikian qard hasan mengandung resiko yang tinggi karena dianggap pembiayaan yang tidak perlu ditutup dengan jaminan. Skema Qardh hasan dapat digambarkan seperti dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Akad Qardh (1)
(2) Pinjaman dana (Qardh) (2) Pengelolaan
Nasabah
Usaha
Modal usaha
(3)
Bank syariah
(2)
Modal + Keuntungan Sumber: (Rivai dan Andria, 2008)
Gambar II.9. Skema Pembiayaan Qardh Hasan II.9. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas resiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan. Menurut Siamat ( 2001 :174) Pembiayaan bermasalah adalah pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya factor kesengajaan dan atau karena factor eksternal diluar kemampuan kendali nasabah peminjam.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perbankan syariah pembiayaan bermasalah sering juga disebut Non Performing Financing dan dapat diukur dari kolektifitasnya. Kolektibilitas merupakan gambaran kondisi pembayaran pokok, bagi hasil dan tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga. Menurut Rivai dan Andria (2008 : 33) kualitas pembiayaan didasarkan atas beberapa criteria antara lain sebagai berikut: II.9.1. Pembiayaan Lancar (Pass) Pembiayaan yang digolongkan lancar apabila memenuhi criteria antara lain: a. Pembayaran angsuran pokok dan / atau bunga tepat waktu: dan b. Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) II.9.2. Perhatian Khusus (Spesial Mention) Pembiayaan digolongkan pembiayaan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga bagi hasil yang belum melampaui sembilan puluh hari; atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening rekening relatif aktif; atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontarak yasang diperjanjikan; atau e. Didukung oleh pinjaman baru
Universitas Sumatera Utara
II.9.3. Kurang Lancar (Substandard) Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan kurang lancar apabila memenuhi kriteria: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bagi hasil b. Sering terjadi cerukan; atau c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrakyang diperjanjikan lebih dari sembilan puluh hari; atau e. Dokumentasi pinjaman yang lemah II.9.4. Diragukan (Doubtfull) Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan diragukan apabila memenuhi kriteria: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan /atau bunga b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d. Terjadi kapitalisasi bunga; atau e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun yang pengikatan jaminan.
Universitas Sumatera Utara
II.9.5. Macet (Loss) Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan macet apabila memenuhi kriteria: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan /atau bunga; b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Apabila pembiayaan dihubungakan dengan tingkat kolektifitasnya, maka yang digolongkan dengan pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Kecenderungan kerugian yang timbul dari pembiayaan yang disalurkan pada dasarkan karena antara lain kurangnya perhatian bank secara serius setelah pembiayaan berjalan. Disamping itu minimnya analisis yang dilakukan bank pada saat terjadi perubahan dalam siklus usaha. Oleh karena itu permasalahan yang sesungguhnya adalah masalah deteksi dini. Bagaimana suatu pembiayaan yang mulai mengalami masalah dapat segera diketahui masih terdapat waktu untuk melakukan tidakan pencegahan dan perlindungandan pencegahan terhadap kerugian. Dengan deteksi dini tersebut akan dapat dihindari kerugian atau resiko yang tidak seharusnya terjadi.
Universitas Sumatera Utara