BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian terdahulu yang membahas tentang Kepolisian adalah penelitian yang berjudul Kualitas Pelayanan Pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian oleh Sangidun dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian ini membahas tentang kualitas pelayanan pembuatan pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang belum mengacu pada prinsip-prinsip pelayanan yang meliputi kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, dan kelengkapan sarana/prasarana.Disamping itu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kurang dapat memelihara hubungan kerja serta menciptakan kepuasan kepada masyarakat yang dilayani. Misalnya efesiensi waktu dalam pelayanan, kemudahan pelayanan, dan keadilan pelayanan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas Pelayanan Pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di Polresta Pontianak dapat dikatakan cukup baik.Hal ini dibuktikan dari beberapa hasil wawancara informan yang menyatakan cukup baik terutama pada indikator kehandalan dan kesigapan petugas. Sedangkan pada indikator lain seperti keberwujudan, empati dan competensi masih ada informan yang menyatakan kurang puas. Menyikapi fenomena yang ada aparat harus memahami betul tugas pokok dan fungsinya terutama yang bertugas di ruang pelayanan SKCK.Peningkatan pengetahuan dan keterampilan senantiasa perlu ditingkatkan, agar penilaian
7
masyarakat yang kurang puas terhadap citra dan kualitas pelayanan Kepolisian yang diberikan aparat Kepolisian dapat diminimalisir sekecil mungkin. Disamping itu masyarakat agar lebih memahami tentang keuntungan memiliki SKCK, dan memahami tata cara dan prosedur pembuatan SKCK sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Apapun yang dilakukan Kepolisian adalah untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri tentang keamanan yang diupayakan oleh aparat untuk diri masyarakat sendiri, dan tidak menjadikan polri sebagai musuh rakyat melainkan sebagai penjaga keamanan masyarakat.Untuk mempertegas solusi alternatif permasalahan lembaga polresta diharapkan untuk mendukung sepenuhnya terhadap petugas atau polri dalam upaya meningkatkan citranya dimata masyarakat terutama dalam pemberian pelayanan SKCK, penyediaan fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana sehingga memudahkan polri dalam melaksanakan tugas secara maksimal. Selanjutnya adalah penelitian yang berjudul Optimalisasi Penyidik Unit Reserse Dalam Menangani Pencurian Dengan Kekerasan. Penelitian ini ingin Mengetahui dan menganalisis Optimalisasi Penyidik Unit Reserse dalam Menangani Pencurian dengan Kekerasan, serta ingin mengetahui dan menganalisa kendala yang di hadapi Penyidik Unit Reserse dalam menangani Pencurian dengan Kekerasan dan yang terakhir ingin Mengetahui upaya mengatasi kendala penyidik unit reserse dalam menangani pencurian dengan kekerasan di Polsek Lowokwaru Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Polsek Lowokwaru Malang kurang
8
Optimal karena kurangnya Penyidik Unit Reserse dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Polsek Lowokwaru tetap melakukan upaya agar bisa mengoptimalkan yaitu dengan tindakan preventif melalui pencegahan atau penanggulangan tindak pidana dengan dua obyek sistem yaitu sistem Abiolisionistik dan sistem Moralistik, sedangkan tindakan represive yaitu dengan Penegakkan hukum, serta meningkatkan jumlah personel. Kendala yang dihadapi yaitu kendala internal dan eksternal. Upaya mengatasi kendala dengan cara melakukan pendekatan terhadap masyarakat Kota Malang. 1.2 Landasan Teori 1.2.1 Pelayanan Publik 1.2.1.1 Pengertian Pelayanan Publik Pengertian
pelayanan
menurut
American
Marketing
Association, seperti yang di kutip oleh Donald (1984:22) bahwa “pelayanan pada dasarnya merupakan kegiatan atau manfaat yang di tawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”. Secara etimologis, pelayanan berasal dari kata “Layan” yang artinya membantu menyiapkan atau mengurus apa-apa yang di perlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat di artikan sebagai suatu perihal atau cara melayani (Poerwadarminta, 1995:571). Menurut rasyid (1998:139) pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat
9
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, pengertian dari pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang di laksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Menurut Bab I Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009 tentang pelayanan publik, di sebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,jasa, dan/atau pelayanan administratif yang di sediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan umum atau pelayanan publik menurut Sadu Wasistiono (2001:51-52) adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Menurut
Departemen
Dalam
Negeri
(Pengembangan
Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, 2004) mengemukakan bahwa, Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum, dan definisi
10
Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Dari pengertian dan penjelasan penyelenggaraan pelayanan publik menurut Bab I Pasal 1 ayat 2 UU No. 25/2009, terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu yang pertama adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu pemerintah atau pemerintah daerah, yang kedua adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan, dan yang ketiga adalah kepuasan yang di berikan dan atau di terima oleh penerima layanan (pelanggan). Menurut
Lovelock dan Wright (2002), Zeithaml dan Bitner
(2003:22), menyatakan dimensi kualitas pelayanan berdasarkan riset ada 5, yaitu : 1. Reliability, yaitu suatu kemampuan untuk menyediakan jasa yang dijanjikan secara mandiri dan tepat. 2. Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu pelanggan dan menyediakan jasa yang tepat. 3. Assurance, yaitu pengetahuan dan keramah-tamahan staf/karyawan serta kemampuan mereka untuk dipercaya. 4. Emphaty, yaitu peduli dan perhatian pada setiap pelanggan. 5. Tangibles, yaitu penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, staf/karyawan dan materi tertulis dari perusahaan.
11
1.2.1.2 Pelayanan Publik Baru ( New Public Service) New Public Service dianggap sebagai usaha kritikan terhadap paradigma Old Public Administration dan New Public Management yang dirasa belum memberikan dampak kesejahteraan dan malah menyebarkan ketidakadilan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat harusnya dianggap sebagai warga Negara dan bukannya client atau pemilih seperti dalam paradigma Old Public Administration atau customer yang diusung oleh paradigma New Public Management. Berikut ini adalah akar dari berkembangnya paradigma Pelayanan Publik Baru yang dipahami dari ide mengenai demokrasi yang pernah di kemukakan oleh Dimock, Dahl dan Waldo, yaitu: 1) Teori tentang demokrasi kewarganegaraan, yaitu tentang perlunya warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik. 2) Model komunitas dan masyarakat sipil, yaitu tentang akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan menbangun social trust, kohesi social dan jaringan social dalam tata pemerintahan yan vg demokratis. 3) Teori organisasi humanis dan administrasi Negara baru, yaitu mengenai bagaimana administrasi Negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai
12
kemanusian (human being) dan respon terhadap nilainilai kemanusian, keadilan dan isu-isu sosial lainnya. 4) Administrasi
Negara
postmodern,
yaitu
tentang
mengutamakan dialog (diskursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective. Sedangkan menurut Denhart dan R.B Denhart (2003), prinsipprinsip atau asumsi dasar dari Pelayanan Publik Baru ( New Public Service) adalah sebagai berikut : 1) Melayani warga negara bukan pelanggan (Serves Citizen, Not Customer), melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) Negara bukan pelanggan. 2) Mengutamakan kepentingan publik (Seeks the Public Interest), kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks,
tetapi
negara
berkewajiban
untuk
memenuhinya. 3) Kewarganegaraan lebih berharga atau bernilai daripada kewirausahaan
(Value
Citizenship
over
Entrepreneurship). 4) Berpikir strategis dan bertindak demokratis (Think Strategically, Act Democratically), pemerintah harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan
13
dialog dalam menyelesaikan persoalan publik. 5) Menyadari (Recognize
bahwa
akuntabilitas
tidaklah
mudah
that
Accountability
Isn’t
Simple),
pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat. 6) Melayani daripada mengarahkan (Serve Rather than Steer), fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan. 7) Menghargai manusia tidak hanya sekedar produktivitas (Value People, Not Just Productivity), kepentingan masyarakat
harus
menjadi
prioritas
meskipun
bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas. 1.2.2 Birokrasi Istilah birokrasi berasal dari bahasa prancis “bureau” yang berarti kantor atau meja tulis, dan “cratein” yang berarti mengatur. Awalnya istilah tersebut digunakan untuk menunjukan pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan,1998). Kamus akademi perancis memasukan kata birokrasi tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Dalam kamus bahasa jerman edisi 1813, mengartikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen
14
pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesame warga Negara. Sedangkan dalam kamus teknik bahasa italia yang terbit tahun 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia birokrasi di artikan , yang pertama sebagai sistem pemerintahan yang di jalan kan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan, yang kedua sebagai cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan ( adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya. Tidak lama kemudian, devinisi birokrasi ini mengalami revisi , yang selanjutnya di definisikan, yang pertama sebagai sistem pemerintahan yang di jalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, dan yang kedua sebagai cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai. Menurut Weber (dalam Suradinata, 2002:27), birokrasi adalah sebagai salah satu sistem otorita yang di tetapkan secara rasional oleh berbagai peraturan. Menurut Rod. Haque (1993) mendefinisikan Birokrasi adalah sebuah institusi pemerintahan yang melaksanakan tugas Negara. Sedangkan menurut Rourke (1978) mendefinisikan Birokrasi adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang
15
terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya oleh orang-orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya. Selain itu, menurut Pfiffner & Presthus (1960), birokrasi adalah suatu sistem kewenangan, kepegawaian, jabatan dan metode yang di pergunakan pemerintah untuk melaksanakan program-programnya. Menurut Soekamto, Soerjono (1982), birokrasi merupakan suatu organisasi yang dimaksud untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus menerus, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber adalah: 1. Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically) 2. Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence) 3. Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih,
berdasarkan pada
kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination ) 4. Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries according to rank). 5. Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri. (The job is a career and the
16
sole, or at least primary, employment of the civil servant) 6. Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office) 7. Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline) 8. Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement) Sedangkan, Reformasi Birokrasi Kepolisian adalah upaya penyempurnaan
dan
perbaikan
sistem
birokrasi
yang
berlaku
dilingkungan organisasi Kepolisian yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan masyarakat sebagai obyek masyarakat Kepolisian karena pengaruh lingkungan lokal, global, maupun regional dikaitkan dengan tingkat
kepuasan
masyarakat
saat
ini
yang
mengharapkan transparansi, kepastian hukum, kemudahan, keadilan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan peran Kepolisian. Secara umum sasaran dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kepolisian adalah : 1) Terwujudnya Birokrasi Polri yang bersih bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) 2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik dari kepada masyarakat 3) Meningkatkan
kapasitas
Birokrasi
17
dan
akuntabilitas
kinerja
Secara khusus atau kultural sasaran dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kepolisian adalah : 1) Perubahan pola pikir (mind set) 2) Perubahan budaya kerja (culture set) 3) Perubahan sistem manajemen Kepolisian 1.2.3 Kebijakan Publik Kebijakan
publik
merupakan
instrumen
nyata
yang
menggambarkan hubungan yang riil antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini dikarenakan melalui kebijakan publik inilah segala proses penyelenggaraan Negara, pembangunan dan pelayanan publik akan mulai berjalan. Kebijakan publik sebagai titik awal pengoperasian program-program dan atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta. Oleh karena itu, Pareto pernah berkata bahwa kebijakan publik merupaka factor kritikal bagi kemajuan dan kemunduran suatu Negara-Bangsa. Menurut Dye (1992:2) , kebijakan publik di artikan sebagai “whatever governments choose to do or not to do”, atau yang artinya kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Edward III dan Sharkansky dalam Islamy (1984:18), yang mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak dilakukan.
18
Menurut
Kartasasmita
(1997:142)
kebijakan
merupakan
serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintahan. Menurut Anderson dalam Islamy (1994:19), mengartikan kebijakn publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksankan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Friedrich dalam Wahab (1991:13), mengartikan kebijakan sebagai sesuatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambtan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Selain itu, Anderson dalam Lembaga Administrasi Negara (2002:2), meengartikan kebijakan publik sebagai suatu respon dari sistem politik terhadap demands/claims dan supports yang mengalir dari lingkungannya.
1.3 Landasan Konsep 1.3.1 Kepolisian 2.3.1.1 Sejarah Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan Kepolisian Nasional di Indonesia yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas Kepolisian
19
diseluruh wilayah Indonesia. Pada awal masa kerajaan majapahit, sebenarnya bibit awal mula terbentuknya Kepolisian sudah ada. Pada saat itu patih Gajah Mada membentuk pasukan pengaman yang disebut dengan Bhayangkara yang melindungi raja dan kerajaan. Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga asset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda. Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk Kepolisian seperti, veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja). Pada tahun 1897-1920, dibentuklah Kepolisian modern Hindia Belanda yang merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat ini. Pada masa pendudukan Jepang, wilayah Kepolisian Indonesia dibagi menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur yang berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin. Tiap kantor polisi di daerah tersebut, meskipun di kepalai oleh seorang pejabat Kepolisian bangsa Indonesia, tetapi selalu didampingi juga oleh pejabat Jepang yang disebut Sidookaan yang kenyataannya lebih berkuasa dari kepala polisi.
20
Pada awal kemerdekaan Indonesia periode tahun 19451950, setelah Jepang menyerah kepada sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi Kepolisian menjadi Kepolisian Indonesia yang merdeka. Pada tanggal 21 Agustus 1945 di Surabaya, Komandan Polisi Mochammad Jassin memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia. Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN). Pada tanggal 29 September 1945, Presiden Soekarno melantik R.S.Soekanto Tjokrodiatmo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN). Pada zaman orde lama, melalui ketetapan pemerintah, pada tanggal 1 juli 1946, dibentuklah Jawatan Kepolisian Negara yang berada dibawah Perdana Menteri. Maka sejak saat itu, semua badan kepolisian menjadi satu dalam Jawatan Kepolisian Negara. Lalu, pada tahun 1960, Kepolisian dilebur ke dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Pada zaman orde baru, Kepolisian dijadikan alat untuk menumpas pihak-pihak yang mengancam eksistensi orde baru. Bersama dengan Angkatan Darat, polisi sering terlibat operasi penangkapan maupun eksekusi terhadap anggota masyarakat yang
21
diduga sebagai komunis. Pada zaman Reformasi, Kepolisian mengalami perubahan kembali. Sejak tahun 1999, Polri kembali kepada hakekatnya, yakni sebagai satuan penjaga keamanan dan ketertiban nasional. Akhirnya, Polri terlepas dari ABRI dan berada langsung dibawah komando Presiden. 2.3.1.2 Fungsi, Tujuan dan Tugas Kepolisian Menurut Undang-undang No 2 Tahun 2002 Pasal 2, Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat. Menurut Undang-undang No 2 Tahun 2002 Pasal 3, Kepolisian Negara
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Menurut Undang-undang No 2 Tahun 2002 Pasal 13, Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan
22
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Undang-undang No 2 Tahun 2002 Pasal 14 ayat 1, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patrol terhadap
kegiatan
masyarakat
dan
pemerintah
sesuai
kebutuhan; b. Menyelenggarakan
segala
kegiatan
dalam
menjamin
keamanan,ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina
masyarakat
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-
undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan
identifikasi
23
Kepolisian,
kedokteran
Kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian; i.
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasukmemberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j.
Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani
oleh
instansi
dan/atau
pihak
yang
berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas Kepolisian; serta l.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.
2.3.1.3 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Polsek Berdasarkan PERKAP Nomor : 23 Tahun 2010, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor, di jelaskan pada pasal 78, Polsek bertugas menyelenggarakan tugas pokok polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas polri lain dalam daerah hukumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
24
PERKAP Nomor : 23 Tahun 2010, pasal 80, susunan organisasi polsek terdiri dari: 1.
Unsur pimpinan
2.
Unsur pengawas
3.
Unsur pelayanan dan pembantu pimpinan
4.
Unsur pelaksana tugas pokok
5.
Unsur pelaksana tugas kewilayahan PERKAP Nomor : 23 Tahun 2010, pasal 84 , unsur pelaksana
tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf d, terdiri dari: 1.
SPKT
2.
Unit Intelijen Keamanan
3.
Unit Reserse Kriminal
4.
Unit Pembinaan Masyarakat
5.
Unit Samapta Bhayangkara
6.
Unit Lalu Lintas
7.
Unit Polisi Perairan
1.3.2 Pengaduan Pengaduan merupakan laporan yang mengandung informasi atau indikasi terjadinya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan atau pelanggaran perilaku yang dilakukan oleh aparat pengadilan, yang berasal dari masyarakat, anggota instansi peradilan, instansi di luar pengadilan, maupun dari media massa dan sumber-sumber informasi lainyang relevan.
25
Penanganan pengaduan masyarakat, adalah rangkaian proses penanganan atas pengaduan yang ditujukan terhadap instansi, atau pelayanan publik, atau tingkah laku aparat pengadilan,dengan cara melakukan monitoring dan atau observasi dan atau konfirmasi dan atau klarifikasi dan atau investigasi (pemeriksaan) untuk mengungkapkan benar tidaknya hal yang diadukan tersebut. Materi pengaduan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pelanggaran terhadap kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim; 2. Penyalahgunaan wewenang/jabatan; 3. Pelanggaran sumpah jabatan; 4. Pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil atau peraturan disiplin militer; 5. Perbuatan tercela, yaitu berupa perbuatan amoral, asusila, atau perbuatan perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan oleh seorang aparat lembaga peradilan, maupun selaku anggota masyarakat; 6. Pelanggaran hukum acara, baik yang dilakukan dengan sengaja, maupun karena kelalaian dan ketidakpahaman; 7. Mal administrasi yaitu terjadinya kesalahan, kekeliruan atau kelalaian yang bersifat administratif 8. Pelayanan publik yang tidak memuaskan yang dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan serta masyarakat secara umum. 1.3.3 Tindak Pidana
26
Menurut Moeljatno, perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar aturan tersebut (2002:71). Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam tindak pidana menpunyai unsure-unsur sebagai berikut : 1. Perbuatan 2. Yang di larang ( oleh aturan hukum) 3. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan) Sedangkan menurut Pompe, tindak pidana adalah tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum (Lamintang, 1990:174). Menurut R.Tresna, peristiwa pidana merupakan sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undangundang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman (2002:72). Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam peristiwa pidana mempunyai syarat-syarat yaitu : 1. Harus ada suatu perbuatan manusia 2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum. 3. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan. 4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.
27
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang (1959:27). 1.3.4 Kriminalias Kriminalitas menurut kamus bahasa indonesia adalah sama dengan kejahatan (pelanggaran yang dapat dihukum) yaitu perkara kejahatan yang dapat dihukum menurut Undang-Undang. Sedangkan, pengertian kriminalitas menurut istilah diartikan sebagai suatu kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum yang berlaku dalam suatu negara). Pengertian
kejahatan
sebagai
unsur
dalam
pengertian
kriminalitas, secara sosiologis mempunyai dua unsur-unsur yaitu: 1) Kejahatan itu ialah perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugikan secara psikologis. 2) Melukai perasaan susila dari suatu segerombolan manusia, di mana orang-orang itu berhak melahirkan celaan. 1.3.5 Masyarakat Masyarakat menurut Maciver dan Page mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini dapat kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Menurut Ralph Linton, masyarakat merupakan setiap kelompok
28
manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Sedang kan, menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Berdasarkan
pengertian
masyarakat
diatas,
unsur-unsur
masyarakat adalah sebagai berikut, yang pertama adalah manusia yang hidup bersama, yang kedua adalah bercampur untuk waktu yang lama, yang ketiga adalah mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan, yang keempat adalah mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.
29
1.4 Kerangka Pemikiran UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Angka Kriminalitas Semakin Tinggi
Tuntutan Masyarakat Agar Mendapatkan Pelayanan Prima
Pengaduan Masyarakat Tentang Tindak Kriminal
Optimalisasi Pelayanan Kepolisian
SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu)
Reserse Kriminal
Analisis Deskriptif
Kesimpulan dan Recomendasi
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomer 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia mengemukakan “bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi Kepolisian yang
30
meliputi ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayom, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”. Serta Menurut Bab I Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009 tentang pelayanan publik, yang di sebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,jasa, dan/atau pelayanan administratif yang di sediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Mengacu pada dua Undang-Undang tersebut, optimalisasi pelayanan oleh pihak Kepolisian sangat lah penting untuk dilaksanakan, hal ini di karenakan di tengah-tengah prestasi Kepolisian yang telah berhasil mengungkap sebagian kasus-kasus kriminal tersebut, ternyata belum lah cukup untuk meningkatkan citra positif di mata masyarakat kecamatan mendoyo. Sebagian masyarakat masih menilai rendah nya pelayanan yang di berikan pihak Kepolisian. Selain itu hal ini didorong juga karena angka kriminalitas yang semakin tinggi dan keadaan masyarakat di zaman sekarang ini yang sudah semakin berkembang pola pikirnya akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga masyarakat semakin selektif dalam menilai pelayanan publik khususnya dalam hal hukum dan hak asasi manusia. Semakin berkembangnya masyarakat di kecamatan Mendoyo tersebut , tidak membuat kecamatan tersebut lepas dari segala tindakan kriminalitas.
31
Sehubungan dengan meningkatnya angka kriminalitas tersebut di kecamatan mendoyo, kabupaten jembrana, Bali. Masyarakat mulai membuat suatu reaksi untuk memberantas masalah kriminalitas dan membantu pihak Kepolisian salah satunya dengan cara melaporkan atau melakukan pengaduan tindak kriminalitas yang terjadi di wilayah sekitarnya tersebut kepada pihak Kepolisian. Menghadapi dinamika dari masyarakat tersebut, pihak Kepolisian terus senantiasa membangun kompetensi dirinya untuk memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat, Kepolisian dalam menangani suatu tindak kriminal akan di laksanakan oleh reserse kriminal. Fungsi teknis reserse merupakan salah satu fungsi Kepolisian yang mengemban tugas penyelidikan dan penyidikan serta penegakkan hukum yang tidak terlepas dari kesalahan dalam melaksanakan proses penyidikan. Apabila Kepolisian dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penegak hukum, memelihara keamanan dalam negeri, ketertiban dan pelayanan terhadap masyarakat maka penyelenggaraan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan terlaksana sehingga hubungan masyarakat dengan polisi akan tercipta dengan baik.
32