BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan Teoritis A. Zakat Zakat menurut bahasa (lughat) berasal dari kata zaka (bentuk masdar) yang berarti: berkah, tumbuh, bersih, suci dan baik. Dikatakan berkah, karena zakat akan membuat keberkahan pada harta seseorang yang telah berzakat. Dikatakan suci, karena zakat dapat mensucikan pemilik harta dari sifat tama’, syirik, kikir dan bakhil. Dikatakan tumbuh, karena zakat akan melipatgandakan pahala bagi muzakki (pembayar zakat) dan membantu kesulitan para mustahiq (penerima zakat). Sedangkan zakat menurut istilah (syara’), dalam pandangan ahli fiqh memiliki batasan yang beraneka ragam. Asnaini (2008:26) menyebutkan beberapa definisi zakat menurut para ahli fiqh, yaitu sebagai berikut: 1. Zakat menurut Al-Syirbini adalah: nama bagi kadar tertentu yang wajib didayagunakan kepada golongan-golongan masyarakat tertentu. 2. Zakat menurut Ibrahim Usman asy-Sya’lan adalah: memberikan hak milik harta kepada orang yang fakir yang muslim, bukan keturunan Hasyim dan bukan budak yang telah dimerdekakan oleh keturunan Hasyim, dengan syarat terlepasnya manfaat harta yang telah diberikan itu dari pihak semula, dari semua aspek karena Allah. 3. Menurut ulama lain ada yang mengartikan zakat sebagai: hak yang wajib terkandung dalam harta benda tertentu, untuk golongan masyarakat tertentu, dalam waktu tertentu. Adapula ulama yang mengartikan zakat sebagai berikut: zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta yang mencapai satu nisab, untuk orang yang berhak menerimanya manakala sempurna
pemilikannya dan sempurna satu tahun bagi harta selain barang tambang dan selain hasil tanaman. 4. Zakat menurut Sayyid Sabiq adalah: suatu sebutan dari suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang untuk fakir miskin. Dinamakan zakat karena dengan mengeluarkan zakat itu di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, pembersihan jiwa dari sifat kikir bagi orang kaya atau menghilangkan rasa iri hati orang-orang miskin dan memupuknya dengan berbagi kebajikan.
Dari semua pengertian di atas, apabila diteliti semuanya mencakup unsur-unsur yang harus ada dalam zakat, yaitu: 1. Harta 2. Basis harta 3. Subjek yang berhak menerima zakat Sedangkan menurut Pasal 1 Butir 2, Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah: harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. B. Ruang Lingkup Perusahaan Mufraini (2006:124) menyebutkan bahwa: “Yang dimaksud dengan perusahaan dalam konteks perhitungan zakat adalah sebuah usaha yang diorganisir sebagai sebuah kesatuan resmi yang terpisah dengan kepemilikan dibuktikan dengan kepemilikan saham.” Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan kepada kategori zakat komoditas perdagangan, bila dilihat dari aspek legal dan
ekonomi (entitas) aktivitas sebuah perusahaan, pada umumnya berporos kepada kegiatan di bidang barang (hasil industri/pabrikasi) maupun jasa dapat menjadi wajib zakat. C. Harta yang Wajib Dizakatkan Tidak semua harta yang dimiliki seorang muslim atau badan yang dimiliki orang muslim diwajibkan untuk dizakatkan. Menurut Mufraini (2006:19) syarat-syarat harta yang wajib dizakatkan adalah sebagai berikut: kepemilikan sempurna (milkiyah tammah), aset produktif atau berpotensi untuk produktif (mengalami perkembangan nilai aset), harus mencapai nisab, aset surplus nonkebutuhan primer, tidak ada tanggungan utang, dan kepemilikan satu tahun penuh (haul). Keenam syarat harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang mutlak, artinya apabila salah satu atau lebih syarat tidak terpenuhi maka zakat tidaklah wajib atas harta kekayaan tersebut. Kemudian, dalam Asnaini (2008:36) menyebutkan ada beberapa fuqaha (ahli fikih) yang memberikan pendapat mengenai jenis harta yang wajib dizakati, yaitu antara lain: Yusuf al-Qardawi dan Didin Hafidhuddin. Yusuf al-Qardawi menyebutkan ada 10 jenis harta yang wajib dizakati, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Binatang ternak. Emas dan perak. Hasil perdagangan. Hasil pertanian.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Hasil sewa tanah. Madu dan produksi hewan lainnya. Barang tambang dan hasil laut. Hasil investasi, pabrik dan gudang. Hasil pencaharian dan profesi. Hasil saham dan obligasi. Seiring dengan berkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berdampak terhadap kemajuan ekonomi dan dunia usaha, Didin Hafidhuddin mengemukakan jenis harta yang wajib dizakati sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Zakat profesi. Zakat perusahaan. Zakat surat-surat berharga. Zakat perdagangan mata uang. Zakat hewan ternak yang diperdagangkan. Zakat madu dan produk hewani. Zakat investasi properti. Zakat asuransi syari’ah. Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, dan sektor modern lainnya yang sejenis. 10. Zakat sektor rumah tangga modern. Jenis harta yang wajib dizakati juga diatur dalam Pasal 11 Butir 2, Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. Dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Emas, perak, dan uang. Perdagangan dan perusahaan. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan. Hasil pertambangan. Hasil peternakan. Hasil pendapatan dan jasa. Rikaz
D. Macam-macam Zakat dan Penerima Zakat Umumnya zakat terdiri dari dua macam, yaitu zakat jiwa (nafs)/zakat fitrah dan zakat harta/zakat maal.
1. Zakat nafs (jiwa)/zakat fitrah Fitrah artinya ciptaan, sifat asal, bakat, perasaan keagamaan, dan perangai. Zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi mengembalikan manusia muslim kepada fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya sehingga manusia itu menyimpang dari fitrahnya. 2. Zakat harta/zakat maal Zakat harta adalah zakat yang dikenakan atas harta yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan. Semua macam zakat ini nantinya akan diserahkan kepada orangorang yang berhak menerima harta zakat atau disebut juga mustahiq. Para penerima zakat tersebut antara lain: fakir dan miskin, amil zakat atau pengumpul zakat, muallaf, budak agar terbebas dari perbudakan, orang-orang yang berutang, fi sabilillah (di jalan Allah), dan orang yang sedang dalam perjalanan. E. Zakat Perusahaan (Badan Usaha) Salah satu prinsip akuntansi yang dipakai dalam sistem perhitungan zakat adalah konsep entitas. Dalam konsep ini perusahaan dianggap sebagai seorang wajib zakat, terpisah dengan kewajiban zakat dari para pemilik maupun pengelolanya.
Konsep entitas ini juga diatur dalam hukum Islam, baik dalam hadis maupun dalam firman Allah SWT. Dalam Hadis Riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik disebutkan bahwasanya Abu Bakar Shidiq telah menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat yang berisikan: “Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan
sesuatu
yang
tergabung
(berserikat),
karena
takut
mengeluarkan zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka keduanya harus dikembalikan (diperlakukan) secara sama”. Sedangkan dalam firman Allah SWT terdapat pada surat at-Taubah ayat 103: “Ambilkan zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka ...”. Juga dalam surat AlAn’am ayat 141 yang berbunyi: “Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikanlah haknya (kewajibannya) di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)”. Semua landasan hukum Islam di atas berisi perintah untuk menunaikan zakat perusahaan. Bagaimana dengan landasan hukum yuridisnya? Dalam hukum yuridis juga diatur mengenai kewajiban perusahaan untuk mengeluarkan zakat yaitu dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, bab IV pasal 11 ayat 2 poin b menyebutkan bahwa harta yang dikenakan zakat adalah perdagangan dan perusahaan. Dengan kata lain, setiap badan usaha dikenakan zakat. Ketentuan ini
dibuat pemerintah untuk membantu pemberantasan kemiskinan di Indonesia. Landasan fiqh atau hukum Islam atas kewajiban zakat tidak dapat secara mutlak dijadikan patokan kepatuhan para muzakki untuk mengeluarkan zakat yang menjadi kewajibannya. Landasan fiqh yang ada tidak menyediakan sangsi “nyata” bagi pelanggarnya. Oleh karena itu, landasan fiqh harus dipertegas lagi dengan keberadaan landasan yuridis seperti disebutkan di atas. Ditambah lagi, pada umumnya para pemilik (pemegang saham/investor) perusahaan-perusahaan yang sudah besar (go public) tidak semuanya beragama Islam. Kondisi inilah yang menyebabkan landasan normatif-religius tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya patokan kepatuhan para muzakki dalam berzakat. Untuk itu landasan yuridis yang lebih tegas sangat dibutuhkan peranannya demi pemenuhan kewajiban zakat. F. Nisab dan Persentase Mufraini (2006:124) menyatakan bahwa nisab zakat perusahaan yaitu senilai 85 gram emas sedangkan persentasenya adalah 2,5% dari aset wajib zakat yang dimiliki perusahaan selama masa haul. Sedangkan menurut ahli fiqh lainnya ada beberapa syarat khusus untuk zakat perusahaan, yaitu: 1. Mencapai satu nisab, yaitu dengan mengkonversikannya kepada nisab emas dan perak (90 gram emas). Alasan pengkonversian ini adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki barang dagangan senilai dengan 200 dirham atau 20 dinar wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% (HR. Abu Dawud dari Samurah bin Jundub). 2. Berlaku masa satu tahun (haul), sejak barang itu dimiliki pedagang. 3. Barang itu memang diniatkan pedagang untuk diperdagangkan, bukan untuk dimanfaatkan sendiri. 4. Barang dagangan itu dimiliki melalui perdagangan, bukan melalui warisan, hibah dan wakaf. Pendapat lainnya datang dari Gambling dan Karim yang memberikan penjelasan mengenai pengukuran zakat, yaitu: “untuk kepentingan zakat, pengukuran yang lebih relevan digunakan adalah net cost accounting atau net realizable value atau continously contemporary accounting
(CoCoA)
dan
tidak
menggunakan
historical
cost
accounting.” Perbedaan pendapat di atas mengenai pengukuran zakat ini salah satunya disebabkan oleh perbedaan standar dalam pembuatan laporan keuangan yang berbasis syariah. Maka untuk mengatasi masalah ini telah dikeluarkan suatu standar untuk pembuatan laporan keuangan berbasis syariah yang berbeda dengan perbankan konvensional. Standar tersebut adalah PSAK Nomor 59 yang merupakan penggabungan dari PSAK yang ada, prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta standar lain yang diadopsi dari luar negeri. Dalam PSAK Nomor 59 ada
beberapa jenis laporan keuangan yang harus disajikan oleh sebuah lembaga keuangan syariah yaitu: 1.
Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya, yang dilaporkan dalam: a. Laporan posisi keuangan b. Laporan laba rugi c. Laporan arus kas d. Laporan perubahan ekuitas
2.
Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihakpihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
3.
Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah, yang dilaporkan dalam: a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah. b. Laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Lebih lanjut lagi, dalam PSAK Nomor 59 paragraf 15 dan 16
disebutkan: 15.
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain
diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan dapat menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna dalam pengambilan keputusan. 16. Perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas. G. Standar Akuntansi Zakat Badan Usaha Standar akuntansi zakat secara umum menurut Harahap (2001:322) adalah sebagai berikut: 1. Penilaian current exchange value (nilai tukar sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para fuqaha mendukung bahwa harta perusahaan pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar sekarang. 2. Aturan satu tahun. Untuk mengukur nilai aktiva, kalender bulan harus dipakai kecuali untuk zakat pertanian. Aktiva harus diberlakukan lebih dari satu tahun.
Zakat yang dihitung tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang pendapatan yang bukan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan untuk tahun-tahun berikutnya bukan termasuk kekayaan subjek zakat. 3. Standar realisasi. Kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah transaksi selesai atau belum. Disini hanya piutang tertagih yang harus dimasukkan dalam perhitungan zakat. 4. Nisab Nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut hadist dimana tidak ditagih zakat dari orang yang tidak cukup kekayaan senisab. 5. Net income. Setelah satu tahun penuh, biaya, utang dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari income yang akan dikenakan zakat. Menurut standar akuntansi zakat dari AAOFI, hutang harus dikeluarkan dalam perhitungan zakat pada periode berjalan kecuali untuk hutang jangka panjang. 6. Aktiva tetap tidak dikenakan zakat. 7. Kekayaan/aktiva. Apakah di negara Islam atau bukan, jika pemiliknya adalah Islam, maka harus dimasukkan dalam perhitungan kekayaannya yang akan dikenakan zakat dan dihitung nisabnya. Jika perusahaan, zakat
dibayarkan dari net worth (kekayaan bersih) selama satu periode dengan tarif zakat yang diatur dalam syariah yaitu 2,5%. Kemudian Triyuwono (2001:81) menyebutkan bahwa yang termasuk dalam aktiva yang dikenai kewajiban zakat (selain aktiva tetap) adalah: 1. Kas dan setara kas Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan yang signifikan. 2. Piutang Piutang adalah klaim terhadap pihak lain atas penyerahan barang atau jasa dalam rangka kegiatan usaha perusahaan. Piutang disini adalah piutang netto setelah dikurangi provisi untuk piutang ragu-ragu. 3. Aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan (misalnya persediaan, surat-surat berharga, real estate, dan lain-lain) Aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan harus diukur pada nilai ekuivalen tunainya pada saat zakat sampai haul dan nisabnya. 4. Aktiva pembiayaan (misalnya mudharabah, musyarakah, salam dan istisna’ dan lain-lain) Aktiva pembiayaan haruslah merupakan aktiva bersih (netto) dari semua provisi untuk semua nilai atau non-collectibility-nya. Dana-dana
yang digunakan untuk mendapatkan aktiva tetap yang berhubungan dengan aktiva pembiayaan harus dikurangkan. AAOFI juga menetapkan standar akuntansi zakat dengan membagi standar akuntansi zakat untuk perusahaan yang wajib zakat dan perusahaan yang ditetapkan tidak wajib zakat tetapi zakat diwajibkan atas pemegang saham. Perusahaan hanya berfungsi sebagai lembaga penerima zakat dan penyalur dana zakat. Standar akuntansi zakat menurut AAOFI adalah sebagai berikut: 1. Lembaga atau bank syariah sebagai muzakki (yang membayar zakat). Zakat diakui sebagai biaya yang termasuk sebagai unsur dalam menentukan laba bersih dalam laporan laba rugi perusahaan. Zakat yang belum dibayarkan oleh perusahaan diakui sebagai hutang yang dicantumkan dalam neraca. 2. Lembaga atau bank syariah sebagai amil zakat. Perusahaan adalah sebagai agen dalam membayar kewajiban zakat. Sumber zakat yang terkait dengan investasi yang ditanamkan oleh pemegang saham, ditentukan dari pembagian laba (dividen) yang dikurangkan dari laba. Jika laba yang dibagikan kepada pemegang saham tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban zakatnya (misalnya kurang dari nisab) maka jumlah zakat yang dibayar perusahaan atau bank diakui sebagai piutang pemegang saham.
H. Perhitungan Zakat Perusahaan/Perdagangan/Tijarah Dalam Harahap (2001:305) dijabarkan mengenai perhitungan zakat perusahaan beserta contoh neraca dari PT. Bank Citra Hasanah yang akan dihitung zakat perusahaannya. Neraca PT. Bank Citra Hasanah terdapat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 PT. Bank Citra Hasanah Neraca Per 31 Desember 2001 (Dalam Rupiah Penuh) Aktiva Jumlah Pasiva Jumlah Kas dan setara kas Rp. 204.554.392 Utang lancar Rp. 21.130.727 Piutang bersih Wesel bayar 49.561.094 (Mudharabah, Salam) 428.234.216 Utang lain-lain 53.185.054 PembiayaanMudharabah 20.000.000 Cadangan untuk Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 resiko investasi 9.444.298 Istisna’ 20.000.000 Utang jangka Real estate yang panjang 100.000.000 diperdagangkan 11.330.659 Surat berharga yang Total utang 233.321.173 diperdagangkan 164.542.229 Persediaan 10.814.130 Modal investasi tak Investasi yang 684.504.716 terbatas diperdagangkan 40.500.000 Penyertaan Investasi yang tidak 20.000.000 minoritas diperdagangkan 34.432.992 Penyertaan modal: Total aktiva lancar 964.408.618 Kenaikan modal 104.000.000 Aktiva/bangunan yang 3.334.340 Cadangan 82.992.031 10.000.000 disewakan Laba ditahan 10.759.580 Aktiva tetap yang dipakai Laba bersih tahun 3.000.000 berjalan 93.751.611 Total aktiva tetap 120.334.340 Total modal Total aktiva
1.058.160.229
Total pasiva
1.058.160.229
Sumber: Harahap (2001:306) Informasi tambahan: Penyertaan modal termasuk penyertaan modal dari pemerintah, penyertaan lembaga atau organisasi non-profit dan sumbangan sebesar Rp. 4.000.000 Di bawah ini juga disajikan nilai setara kas untuk aset yang diperdagangkan dari PT. Bank Citra Hasanah yang nantinya diperlukan dalam perhitungan zakat perusahaan dengan menggunakan metode perhitungan zakat menurut AAOFI. Nilai setara kas untuk aset yang diperdagangkan terdapat pada tabel 2.2 di bawah ini yaitu:
Tabel 2.2 Nilai Setara Kas PT. Bank Citra Hasanah Per 31 Desember 2001 (Dalam Ribuan Rupiah) Penilaian Nilai kas dan Akun berdasarkan pada setara kas laporan keuangan Surat berharga Rp. 164.542.229 Rp. 180.542.229 Persediaan 10.814.130 15.814.130 Bangunan/properti 11.330.659 16.330.659 Investasi lainnya 40.500.000 45.000.000 Total Rp. 227.187.018 Rp. 257.687.018 Sumber: Harahap (2001:306)
Selisih Rp. 16.000.000 5.000.000 5.000.000 4.500.000 Rp. 30.500.000
Harahap (2001:307) menyebutkan ada berbagai pendapat mengenai metode perhitungan zakat usaha, antara lain: 1. Perhitungan zakat dengan metode TE Gambling dan RA Karim Zakat usaha dikenakan pada nilai bersih kekayaan yaitu: (modal + laba bersih) x 2.5% atau atas modal kerja atau laba bersih. Zakat dikenakan pada perusahaan jasa dan perdagangan. Akan tetapi untuk tarif zakat industri sebesar 10% berdasarkan contoh di atas maka kewajiban zakat adalah sebagai berikut: (modal + cadangan – aktiva tetap) + laba bersih x 2.5% = [(Rp. 117.334.340 – Rp. 10.759.580) + Rp. 3.000.000] x 2,5% (Rp. 106.574.760 + Rp. 3.000.000) x 2,5% Rp. 109.574.760 x 2,5% = Rp. 2.739.369 Maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah sebesar Rp. 2.739.369. 2. Yusuf Qardhawi Zakat perusahaan menurut Yusuf Qardhawi disamakan dengan zakat untuk harta perdagangan. Yang dimaksud dengan harta benda perdagangan adalah
sesuatu yang dibeli atau dijual untuk tujuan memperoleh keuntungan. Seseorang yang memiliki kekayaan perdagangan yang sudah satu tahun dan senisab pada akhir tahun (periode) itu, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2.5% dihitung dari modal dan keuntungan (zakat dikenakan dari pangkal dan pertumbuhannya), bukan dari keuntungannya saja. Sedangkan untuk aktiva tetap maka tidak diwajibkan atasnya zakat kecuali jika aktiva tetap itu menghasilkan keuntungan atau pendapatan, maka zakat atas aktiva tetap (tanah, gedung dan pabrik) besarnya 10% dari hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan. Tetapi bila hasil bersih tidak mungkin untuk diketahui, maka zakat dikenakan atas seluruh hasil sebesar 5%. Berdasarkan contoh di atas maka perhitungan zakat perusahaan adalah sebagai berikut: a. (Modal + Laba bersih) x 2,5% (Rp. 117.334.340 + Rp. 3.000.000) x 2,5% = Rp. 3.008.358 b. Keuntungan dari aktiva tetap yang disewakan yaitu sebesar Rp. 82.992.031 dan keuntungan bersih diasumsikan sebesar Rp. 7.250.000 dengan tarif zakat 10%, maka zakat yang wajib dibayar adalah: Rp. 7.250.000 x 10% = Rp. 725.000 Total zakat perusahaan: Rp. 3.008.358 + Rp. 725.000 = Rp. 3.733.358 3. Bazis DKI Bazis DKI menghitung zakat dari aktiva lancar sesuai dengan neraca tahunan, yaitu uang yang ada di kas dan bank, surat-surat berharga dan persediaan dikurangi dengan kewajiban yang harus dibayar dengan ketentuan
nisab 98 gram emas murni dan tarif zakat 2.5%. dalam perhitungan ini aktiva tetap dan utang jangka panjang tidak diperhitungkan. Berdasarkan contoh di atas maka zakat dapat dihitung sebagai berikut: (Aktiva lancar – utang lancar) x 2,5% (Rp. 929.975.626 – Rp. 133.321.173) x 2,5% Rp. 796.654.453 x 2,5% = Rp. 19.916.361 4. Syarikat Takaful Malaysia Sdn Berhad Menurut Syarikat Takaful Malaysia Sdn Berhad, zakat dihitung sebesar 2.5% dari keuntungan sebelum pajak. Laba bersih tahun berjalan dalam laporan keuangan di atas adalah Rp. 3.000.000, maka diasumsikan bahwa laba perusahaan sebelum dikurangi pajak adalah sebesar Rp. 4.835.500. Maka perhitungan zakatnya adalah sebagai berikut: Laba sebelum zakat dan pajak x 2,5% Rp. 4.835.500 x 2,5% = Rp. 120.887 Zakat perusahaan adalah sebesar Rp. 120.887. 5. Bank Muamalat Indonesia Zakat perusahaan dihitung sebesar 2.5% dari laba peseroan setelah pajak (laba dihitung menurut prinsip akuntansi) yang berlaku (PSAK). Berdasarkan contoh di atas zakat dapat dihitung sebagai berikut: Laba setelah pajak x 2,5% Rp. 3.000.000 x 2,5% = Rp. 75.000 Maka, zakat perusahaan adalah Rp. 75.000
6. Hafidhuddin (1998) Hafidhuddin mengemukakan bahwa tarif zakat usaha (lebih tepat zakat perdagangan/tijarah) adalah 2.5% dihitung dari jumlah seluruh nilai aset barang dagangan dan laba yang diperoleh dari barang tersebut setelah sampai nisab (setara 98 gram emas) dan sudah cukup masa satu tahun. Di bagian lain beliau mengemukakan bahwa yang dihitung hanya nilai barang yang diperdagangkan tidak termasuk aktiva tetap dalam bahasa fiqh: “seluruh harta yang sejak awalnya diperuntukkan untuk diperjualbelikan untuk mendapat keuntungan”. Kalau ini benar maka nilai yang menjadi dasar perhitungan zakat adalah persediaan barang dagangan akhir serta laba yang ditimbulkannya. Di bagian lain beliau menjelaskan bahwa uang tunai di bank, emas yang dibeli dari hasil usaha, persediaan barang dagangan, dan piutang yang timbul dari penjualan barang yang kolektibilitasnya tinggi juga termasuk dalam nilai dasar perhitungan zakat. Berdasarkan contoh di atas zakat perusahaan adalah sebagai berikut: (Total aktiva lancar + Laba bersih) x 2,5% (Rp. 929.975.626 + Rp. 3.000.000) x 2,5% Rp. 932.975.626 x 2,5% = Rp. 23.324.390 Zakat perusahaan yang wajib dibayarkan adalah Rp. 23.324.390 7. ‘Atiyah ‘Atiyah membagi harta ke dalam dua jenis harta yang berubah dan harta tetap. Harta yang berubah merupakan barang yang dapat dipindah-pindahkan seperti barang perniagaan, uang, binatang ternak atau kapal. Khusus mengenai
perniagaan, jenis-jenis dalam pembagian ini merupakan harta perniagaan yang bertujuan untuk diperdagangkan dan sifat dari harta tersebut berkembang, misalnya persediaan, harta dalam bentuk kas/uang. Zakat harta perniagaan (harta yang berubah) ini dapat dihitung berdasarkan modal yang berkembang yaitu modal dan keuntungan bersih akhir periode sebesar 2.5%. Sedangkan harta tetap adalah barang yang dimiliki tetapi tidak untuk diperdagangkan, aktiva tetap ini tidak dibebankan zakat. Akan tetapi untuk aktiva tetap yang menghasilkan keuntungan misalkan akibat penilaian kembali maka zakat dibebankan atas kenaikan nilai tersebut sebesar 10%. Zakat perusahaan dapat dihitung sebagai berikut: a. (Modal + Laba bersih) x 2,5% (Rp. 117.334.340 + Rp. 3.000.000) x 2,5% Rp. 120.334.340 x 2,5% = Rp. 3.008.358 b. Dari kenaikan nilai atau keuntungan aktiva tetap, misalkan sebesar Rp. 82.992.031. Rp. 82.992.031 x 10% = Rp. 8.299.203 Total zakat perusahaan sebesar Rp. 3.008.358 + Rp. 8.299.203 = Rp. 11.307.561 8. Zakat menurut AAOFI Menurut AAOFI, zakat dihitung dengan dua metode, dimana kedua metode ini menggunakan penanggalan Syamsiah yang telah ditetapkan persentasenya sebesar 2,5775%, sedangkan persentase 2,5% jika yang digunakan adalah penanggalan Qomariyah. Kedua metode tersebut adalah:
a. Metode aktiva bersih (Net Asset) i. Subjek zakat pada metode aktiva bersih terdiri dari kas dan setara kas, piutang bersih (total piutang dikurangi piutang ragu-ragu), aktiva yang diperdagangkan seperti: persediaan, surat berharga, real estate dan lainlain, dan pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, Salam, Istisna’. Aktiva tetap bukan merupakan subjek zakat. ii. Aktiva yang dimaksudkan untuk diperdagangkan kembali diukur pada nilai kas ekuivalen dari aktiva tersebut pada saat kewajiban zakat dibayarkan. Rumus dari metode aktiva bersih adalah sebagai berikut: Zakat = Aktiva subjek zakat – (Utang lancar + modal investasi tak terbatas + penyertaan minoritas + penyertaan pemerintah + penyertaan lembaga sosial, endowment dan lembaga non profit). Dasar penilaian dalam menghitung zakat: Tabel 2.3 Dasar Penilaian Metode Aktiva Bersih Metode Aktiva Bersih Dasar Penilaian Aktiva: Nilai kas atau setara kas Kas dan setara kas Nilai kas atau setara kas Piutang bersih Nilai kas atau setara kas Pembiayaan mudharabah Nilai kas atau setara kas Pembiayaan musyarakah Nilai kas atau setara kas Salam Nilai kas atau setara kas Istisna’ Nilai kas atau setara kas Aktiva yang diperdagangkan: Persediaan Nilai kas atau setara kas Surat berharga Nilai kas atau setara kas Real estate Nilai kas atau setara kas Lain-lain Nilai kas atau setara kas Utang: Utang lancar Nilai buku
Wesel bayar Utang lain-lain Modal investasi tak terbatas Penyertaan dari pemerintah, endowment, lembaga sosial, organisasi non profit Penyertaan minoritas Sumber: Harahap (2001:316)
Nilai buku Nilai buku Nilai buku Nilai buku Nilai buku
b. Metode Invested Funds/Net Equity Metode invested funds sebagai dasar dalam menghitung zakat perusahaan diterapkan oleh sistem perhitungan zakat di Arab Saudi. Pos-pos yang terdapat dalam dasar perhitungan zakat perusahaan dengan metode ini adalah sebagai berikut: i. Modal disetor (Paid up capital) atau tambahan modal yaitu modal pemilik dan setiap tambahan/kenaikan modal selama satu tahun. ii. Cadangan tidak dikurangkan dari aktiva. iii. Laba ditahan termasuk laba ditahan yang digunakan sebagai cadangan. iv. Laba bersih yang belum dibagikan. Dikurangi: v. Aktiva tetap bersih. vi. Investasi yang tidak digunakan dalam perdagangan, misalnya gedung yang disewakan. vii. Kerugian yang terjadi selama satu periode. Formula perhitungan zakat adalah sebagai berikut: Zakat = tambahan modal + cadangan + cadangan yang bukan dikurangkan dari aktiva + laba ditahan + laba bersih + utang jangka panjang – (aktiva tetap + investasi yang tidak diperdagangkan + kerugian)
Untuk menghitung zakatnya adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan zakat dengan metode aktiva bersih (Net Asset) Untuk
memperjelas
perhitungan
zakat
perusahaan
dengan
menggunakan metode aktiva bersih maka pada tabel 2.4 di bawah ini diterakan perhitungan zakat perusahaan pada PT. Bank Citra Hasanah, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.4 Perhitungan Zakat Metode Aktiva Bersih (Dalam Rupiah Penuh) Aktiva Subjek Zakat Rp. Rp. Kas dan setara kas 204.554.392 Piutang bersih 428.234.216 Pembiayaan mudharabah 20.000.000 Pembiayaan musyarakah 30.000.000 Istisna’ 20.000.000 Persediaan 15.814.130 Surat berharga 180.542.229 Real estate yang diperdagangkan 16.330.659 Investasi lainnya yang diperdagangkan 45.000.000 Total Dikurangi: Utang Utang lancar 21.130.727 49.561.094 Wesel bayar Utang lain-lain 53.185.054 Penyertaan pemerintah dan organisasi nonprofit/sosial, dll. 4.000.000 Penyertaan minoritas 20.000.000 Modal investasi tak terbatas 684.504.716 Total Dasar perhitungan zakat Zakat periode berjalan = 128.094.035 x 2,5775% Sumber: Harahap (2001:318)
960.475.626
(823.381.591) 128.094.035 3.301.624
2. Perhitungan zakat menggunakan metode Net invested funds Untuk
memperjelas
perhitungan
zakat
perusahaan
dengan
menggunakan metode Net Invested Funds maka pada tabel 2.5 di bawah ini dijelaskan mengenai perhitungan zakat perusahaan PT. Bank Citra Hasanah yaitu sebagai berikut: Tabel 2.5 Perhitungan Zakat Metode Invested Funds (Dalam Rupiah Penuh) Rp. Rp. Total modal (dikurangi penyertaan pemerintah dan sumbangan) 116.334.340 Ditambah: Selisih nilai aktiva yang diperdagangkan dalam neraca dan nilai setara kas 30.500.000 Utang jangka panjang 100.000.000 Cadangan untuk resiko investasi 9.444.298 256.278.638 Dikurangi: Aktiva yang disewakan 82.992.031 Investasi bukan untuk diperdagangkan 34.432.992 Aktiva tetap 10.759.580 (128.184.603) Dasar perhitungan zakat 128.094.035 Zakat periode berjalan = 128.094.035 x 2,5775% 3.301.624 Sumber: Harahap (2001:318)
II. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebagai pembanding dan pelengkap dari penelitian ini akan diterakan beberapa penelitian terdahulu yang sejenis, sebagai berikut: 1.
Manurung (2004) meneliti tentang “analisis perhitungan zakat badan usaha dan kaitannya dengan pajak penghasilan pada PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk. Cabang Medan”. Hasil penelitian
menyatakan bahwa perhitungan zakat yang dilakukan PT. Bank Muamalat Indonesia telah sesuai dengan aturan yang ada, baik itu secara konsep Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat serta Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. 2.
Puspita (2009) meneliti tentang “analisis perbandingan metode aktiva bersih dan metode dana diinvestasikan bersih dalam perhitungan zakat usaha menurut AAOIFI pada bank syariah di Indonesia”. Hasil penelitian menyatakan bahwa kedua metode perhitungan zakat menurut AAOIFI tersebut menghasilkan nilai zakat yang berbeda yaitu metode aktiva bersih menghasilkan nilai zakat yang lebih besar dibandingkan dengan metode dana diinvestasikan bersih. Dari kedua metode ini dapat dipilih sesuai dengan tingkat kemampuannya. Sekalipun secara finansial perbedaan tersebut cukup berarti, namun keduanya
telah
dianggap
menjalankan
kewajibannya
sempurna sekalipun dengan jumlah yang berbeda.
dengan
3.
Zaitun (2001) meneliti tentang “analisis pengaruh rasio profitabilitas terhadap zakat pada PT. Bank Muamalat Indonesia”. Hasil penelitian menyatakan bahwa dari hasil analisis menggunakan regresi linier diperoleh nilai p value sebesar 0,05 (tingkat signifikansi α = 5%) yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang terdiri dari ROA, ROE, dan ROOA secara bersama-sama memiliki pengaruh yang secara statistik ssignifikan terhadap zakat. Rasio keuangan profitabilitas mempunyai pengaruh yang dominan terhadap zakat. Ini sesuai dengan teori bahwa untuk mencapai nilai zakat yang baik maka harus melalui pencapaian laba keuangan yang baik.
4.
Riyanti (2007) meneliti tentang “analisis aplikasi metode perhitungan zakat perusahaan studi kasus pada PD. Lisha Mart”. Hasil penelitian menyatakan bahwa perusahaan dagang Lisha Mart menggunakan metode perhitungan zakat dengan tingkat tetap, dengan mengambil zakat dari laba bersih setiap bulannya dengan nominal tetap dan disalurkan secara langsung kepada mustahiq. Metode perhitungan zakat yang terbaik untuk Lisha Mart adalah sesuai dengan metode Syarikat Takaful Malaysia yaitu laba bersih sebelum pajak x 2,5%.
Pada tabel 2.6 akan diringkas tinjauan penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Tabel 2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu No. Nama Judul Perumusan Penelitian Masalah 1. Hamzah Analisis Bagaimana cara Manurung Perhitungan pihak Bank Zakat Badan Muamalat Usaha dan melakukan Kaitannya perhitungan dengan Pajak terhadap wajib Penghasilan zakat dari hasil dan pada PT. Bank operasinya kaitannya dengan Muamalat Indonesia Tbk. pajak Cabang penghasilan? Medan.
2.
Harsono Edwin Puspita
Analisis Perbandingan Metode Aktiva Bersih dan Metode Dana Diinvestasikan Bersih dalam Perhitungan Zakat Usaha Menurut AAOIFI pada Bank Syariah di Indonesia.
3.
Sri Zaitun
Analisis Pengaruh
Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai zakat yang dihasilkan dari kedua metode pengukuran zakat. menurut AAOFI?
1. Apakah rasiorasio keuangan
Hasil Penelitian Perhitungan zakat yang dilakukan PT Bank Mualamat Indonesia telah sesuai dengan aturan yang ada, baik itu secara konsep Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang No. 38 tentang Pengelolaan Zakat serta Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Kedua metode tersebut menghasilkan nilai zakat yang berbeda yaitu, metode aktiva bersih menghasilkan nilai zakat yang lebih besar dibandingkan dengan metode dana diinvestasikan bersih. Dari kedua metode ini dapat dipilih sesuai dengan tingkat kemampuannya, sekalipun secara finansial perbedaan tersebut cukup berarti, namun keduanya telah dianggap menjalankan kewajibannya dengan sempurna sekalipun dengan jumlah yang berbeda. Dari hasil analisis menggunakan regresi
Rasio Profitabilitas terhadap Zakat pada PT. Bank Muamalat Indonesia.
4.
Endang Riyanti
yang digunakan dalam model mampu memprediksi perubahan laba PT Bank Muamalat Indonesia? 2. Faktor apa saja dalam rasio keuangan yang mempengaruhi zakat perusahaan?
Analisis 1. Bagaimana Aplikasi metode Metode perhitungan Perhitungan zakatperusahaan Zakat dagang Lisha Perusahaan Mart dan Studi Kasus perlakuan Pada PD. akuntansi Lisha Mart terhadap zakat tersebut? 2. Metode apakah yang lebih baik digunakan oleh perusahaan dagang Lisha Mart dalam menghitung zakat perusahaan? Sumber: diolah penulis
linier diperoleh nilai p value sebesar 0,05 yang berada di bawah 0,05 (tingkat signifikansi α = 5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang terdiri dari ROA, ROE, dan ROOA secara bersamasama memiliki pengaruh yang secara statistik signifikan terhadap zakat. Rasio keuangan profitabilitas mempunyai pengaruh yang dominan terhadap zakat. Ini sesuai dengan teori bahwa untuk mencapai nilai zakat yang baik maka harus melalui pencapaian laba keuangan yang baik. Perusahaan dagang Lisha Mart menggunakan metode perhitungan zakat dengan tingkat tetap, dengan mengambil zakat dari laba bersih setiap bulannya dengan nominal tetap dan disalurkan secara langsung kepada mustahiq. Metode perhitungan zakat yang terbaik untuk Lisha Mart adalah sesuai dengan metode Syarikat Takaful Malaysia yaitu: laba bersih sebelum pajak x 2,5%.
III. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan model konseptual bagaimana teori akan berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan kerangka konseptual melalui gambar berikut: Perhitungan zakat PT. Bank Muamalat Indonesia
Penghasilan usaha PT. Bank Muamalat Indonesia
Metode perhitungan zakat yang sesuai untuk masing-masing bank
Delapan metode perhitungan zakat perusahaan
Perhitungan zakat PT. Bank Syariah Mandiri
Penghasilan usaha PT. Bank Syariah Mandiri
Sumber: diolah penulis Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Penelitian ini merupakan suatu kajian studi kasus yang berangkat dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Studi kasus dilakukan terhadap lembaga perbankan syariah di Indonesia dengan memfokuskan penelitian pada PT. Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank Syariah Mandiri. Dengan diberlakukannya Undang-undang
Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang di dalamnya termuat kewajiban bagi masing-masing perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh penganut agama Islam untuk membayarkan zakat perusahaan, maka lembaga perbankan syariah sebagai perusahaan yang dikelola dan dimiliki oleh orang Islam dinyatakan sebagai salah satu perusahaan wajib zakat di Indonesia. Lembaga perbankan syariah dalam kewajibannya mengeluarkan zakat perusahaan menggunakan berbagai metode perhitungan zakat perusahaan yang menurutnya sesuai dengan kondisi keuangan perusahaannya. Metode perhitungan zakat perusahaan yang digunakan masing-masing perusahaan perlu dikaji dengan teliti agar besarnya zakat perusahaan yang dikeluarkan tidak
mengganggu
terhadap
penghasilan
usaha perusahaan
yang
bersangkutan sehingga ke depannya secara berkelanjutan perusahaan tersebut
terus
mampu
menjalankan
kewajiban
membayar
zakat
perusahaannya. Dengan kata lain penggunaan metode perhitungan zakat perusahaan yang tepat diharapkan dapat memberi kemaslahatan baik bagi perusahaan yang mengeluarkan zakat (muzakki) maupun bagi para penerima zakat (mustahik).