BAB II AKIDAH ISLAM, SYIRIK DAN TRADISI A. PENGERTIAN AKIDAH ISLAM Akidah adalah masalah yang paling fundamental dalam ajaran Islam karena akidah adalah merupakan dasar konsepsi dari keseluruhan ajaran Islam, sehingga diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat beruntung pada akidahnya itu sendiri. Secara etimologi, akidah berasal dari kata ﻋﻘﺪyang artinya ikatan. Kata ﻋﻘﻴﺪﺓjamaknya ﻋﻘﺎﺋﺪartinya tali pengikat.1 Secara
terminologi
(istilah)
terdapat
beberapa
definisi
yang
dikemukakan oleh para ahli yaitu: 1. Menurut T.M. Hasbi ash-Shiddieqy: aqidah adalah urusan yang harus dibenarkan dalam hati dan diterimanya dengan cara puas, serta tertanam kuat ke dalam lubuk jiwa dan tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat.2 2. Hassan
al-Banna,
mendefinisikannya
sebagai
sesuatu
yang
mengharuskan hati anda membenarkannya, yang membuat jiwa anda tenang, tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan anda bersih dari kebimbangan.3 3. Menurut Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Burnikan, kata akidah telah melalui perkembangan makna, yaitu sebagai berikut: Tahap pertama, akidah diartikan sebagai berikut: a. Tekad yang bulat (al-azm al-muakkad) b. Mengumpulkan (al-jam’u)
1
Lois Ma’luf, Al-Munjid, Dar al-Masyriq, Beirut, 1997, hlm. 519.
2
T.M. Hasby ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 42. 3
Hassan al-Banna, Aqidah Islam, Terj. H. Hassan Baidlowi, al-Ma’arif, Bandung, 1983,
hlm. 9.
12
13
c. Niat (al-niyah) d. Menguatkan perjanjian e. Sesuatu yang diyakini dan dianut oleh manusia baik itu benar/bathil.4 Tahap kedua, perbuatan hati (sang hamba). Kemudian aqidah didefinisikan sebagai keimanan yang tidak mengandung kontra. Maksudnya membenarkan bahwa tidak ada sesuatu selain iman dalam hati sang hamba, tidak diasumsi selain, bahwa ia beriman kepada-Nya. Tahap ketiga, di sini akidah telah memasuki masa kematangan di mana ia telah terstruktur sehingga disiplin ilmu dengan ruang lingkup permasalahan tersendiri.5
Kata Islam berasal dari bahasa Arab, berarti berserah diri kepada Allah. Akar kata Islam adalah S-L-M yang diungkapkan salim berarti “damai”, berhubul dari kata aslama yang mengandung arti telah menyerah, yakni berserah diri kepada kehendak-Nya. Al-Islam atau Islam adalah agama yang kedamaian bagi umat manusia. Selama mereka berserah diri kepada Tuhan, dan pasrah atas kehendak-Nya. Sesuatu dengan kitab suci yang diwahyukan Allah kepada nabi Muhammad sae. Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Diakui oleh seluruh Nabi, sejak nabi Adam sampai nabi terakhir.6 Islam menurut Zuhairini adalah menempuh jalan keselamatan dengan yakin menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala ketentuan-ketentuan dan aturanaturan oleh-Nya untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan hidup dengan penuh keimanan dan kedamaian.7 4
Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Burnikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, terj. Muhammad Anis Matta, Robbani Pers, Jakarta, 1998, hlm. 4. 5 6
Ibid., hlm. 5. Khurshid Ahmad, dkk., Prinsip-prinsip Pokok Islam, Rajawali Press, Jakarta, 1989,
hlm. 3. 7
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, hlm. 36.
14
Dalam Islam akidah ialah iman atau kepercayaan sumber yang pokok ialah al-Qur’an. Iman adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan dahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicapai oleh keragu-raguan dan dipengaruhi oleh prasangka. Ia ditetapkan dengan prinsip oleh saling bantu membantunya teks-teks dan ayatayat al-Qur’an, kemudian adanya konsensus kaum muslim yang tidak pernah berubah, bertolak sejak penyiaran Islam pertama di masa Rasulullah hingga kini. Ayat al-Qur’an tersebut bisa menuntut kepada manusia untuk memiliki kepercayaan itu. Yang pula merupakan seruan utama setiap Rasul yang diutus oleh Allah sebagaimana yang dinyatakan al-Qur’an dalam pembicaraannya mengenai para Nabi dan Rasul.8 Akidah merupakan suatu pusaka yang ditinggalkan oleh Rasulullah yang tidak mungkin berbeda baik di masa maupun di tempat manapun juga. Selain itu akidah adalah suatu kepercayaan yang tidak memaksa. Mudah diterima oleh akal fikiran tetapi kuasa untuk mengarahkan manusia untuk menuju ke arah kemuliaan dan keluhuran dalam hidup ini.9 Menurut Sayyid Sabiq pengertian akidah Islam meliputi enam prinsip pokok, yaitu: 1) Ma’rifat kepada Allah. Ma’rifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud atua keberadaan-Nya serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta dan dunia ini. 2) Ma’rifat dengan alam yang ada dibalik alam ini, yakni alam yang tidak dapat dilihat. Dengan demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung di dalamnya, yakni malaikat juga keuatan jahat yang berupa syaitan. 3) Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah, yang diturunkan oleh-Nya kepada Rasul-rasul-Nya untuk dijadikan petunjuk tentang mana yang hak dan yang bathil, yang baik daan yang buruk, serta yang halal dan yang haram. 8
Nasruddin Razak, Dienul Islam, al-Ma’arif, Bandung, 1984
9
Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, Diponegoro, Bandung, 1989, hlm. 10.
15
4) Ma’rifat dengan Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah yang dipilih oleh-Nya untuk menjadi pembimbing ke arah petunjuk dan pemimpin seluruh makhluk guna menuju kepada yang hak. 5) Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, seperti kebangkitan dari kubur, memperoleh balasan pahala atau siksa surga atau neraka. 6) Ma’rifat dengan takdir (qadla dan qadar) yang di atas landasan itulah berjalan peraturan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, baik dalam penciptaan maupun dalam cara mengaturnya.10 Jelaslah di dalam agama Islam akidah diterima umat Islam sebagai suatu kebenaran yang diimani, maka percaya akan kebenaran nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Akidah Islam yang demikian itu bukan merupakan produk akal manusia melainkan dari Allah yang diterima manusia melalui Nabi dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
ﻮﺍ ِﻟﻘﹶﺎ َﺀﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻤ ﺪ ﹶﻓ ﺍ ِﺣﻪ ﻭ ﻢ ِﺇﹶﻟ ﻜﹸﺎ ِﺇﹶﻟﻬﻧﻤﻲ ﹶﺃ ﻰ ِﺇﹶﻟﻮﺣﻢ ﻳ ﺮ ِﻣﹾﺜﻠﹸﻜﹸ ﺸ ﺑ ﺎﺎ ﹶﺃﻧﻧﻤﹸﻗ ﹾﻞ ِﺇ (110 :ﺍ )ﺍﻟﻜﻬﻒﺣﺪ ﺑ ِﻪ ﹶﺃﺭ ﺩ ِﺓ ﺎﻙ ِﺑ ِﻌﺒ ﺸ ِﺮ ﻳ ﻭ ﹶﻻ ﺎﺎِﻟﺤﻼ ﺻ ﻤ ﹰ ﻋ ﻤ ﹾﻞ ﻌ ﻴﺑ ِﻪ ﹶﻓ ﹾﻠﺭ Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. al-Kahfi: 110).11 Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa akidah Islamiyah adalah suatu kepercayaan/keyakinan yang hendaknya diakui kebenarannya tanpa ragu-ragu, karena akidah merupakan masalah yang mendasar dalam Islam, juga akan menentukan jalan hidup dalam Islam, juga akan menentukan jalan hidup manusia yang meliputi keimanan kepada Allah,
10 11
Ibid., hlm. 16-17.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1989, hlm. 460.
16
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang diwahyukan kepada Rasul-Nya dan hari akhir serta lainnya yang bersifat gaib.
B. FUNGSI AKIDAH ISLAM Manusia harus memiliki akidah atau kepercayaan yang benar, maka akidah itu sangat perlu bagi manusia dalam hidupnya. Sebab akidah itu merupakan pelita hidup, tempat berpijak dan tali berpegang. Maka pelru sekali penanaman akidah sejak dini sehingga akidah tersebut menjadi kuat. Sedangkan fungsi akidah dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Akidah sebagai kompas kehidupan Akidah memberikan pedoman dan arah yang benar bagi manusia. Akidah yang menjadi segala sumber aktivitas akan membimbing manusia untuk selalu berbuat. Oleh karena itu jika berpegang teguh pada akidah ia takkan terombang-ambing dalam kehidupan. 2. Akidah sebagai pelita atau penerang Artinya dapat menyinari perjalanan hidup manusia dan membedakan antara yang hak dan yang batil, yang baik dan yang buruk, sehingga dapat menentukan yang terbaik (ke jalan Allah). 3. Akidah sebagai tempat berpijak Tegak berdirinya bangunan tergantung pada landasannya. Jika ia memiliki dasar yang kuat maka akan berdiri kokoh dengan megahnya, begitu pula sebaliknya, jika dasarnya tidak kuat bangunan di atasnya akan runtuh. 4. Akidah sebagai kendali kehidupan Akidah dapat digunakan sebagai penangkal diri dari perbuatan dosa dan tercela serta hal-hal lain yang mengarah ke arah perbuatan yang menyesatkan. Oleh karena itu akidah menjadi benteng spiritual, lebihlebih di zaman modern ini yang lebih utama adalah alat produksi.12 5. Akidah membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk
12
Hamka, Studi Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1982
17
Orang yang mempunyai akidah tauhid tidaklah mau menghambakan dirinya kepada sesama makhluk bagaimanapun keadaannya. Karena makhluk ciptaan Allah itu hanyalah hamba Allah semata.13 Seseorang yang memiliki akidah yang kuat sudah barang tentu akan melaksanakan ibadah secara baik dan tertib dan memiliki akhlak yang mulia, dan muamalah yang baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT. jika tidak dilandasi oleh akidah. Seseorang tidaklah akan dinamai berakhlak mulia bila tidak memiliki akidah yang benar.14 Sebab akidah merupakan pelita hidup, tempat berpijak dan tali berpegang. Fungsi aqidah identik juga dengan fungsi agama. Sebagaimana dikemukakan oleh Hendro Puspito dalam “Sosiologi Agama”, fungsi agama antara lain: a. Fungsi Edukatif Dalam hal ini, agama sanggup memberikan pengajaran yang otoritatif bahkan dalam hal-hal yang “sakral” sekalipun. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya, baik dalam upacara keagamaan, khutbah, renungan, pendalaman rohani dan lain-lain.15 Tetapi inti dari pesan agama adalah menebar kedamaian di muka bumi, sebagaimana Allah dalam al-Quran menjelaskan bahwa manusia ditempatkan di bumi adalah untuk membuat bumi semakin damai dan bermanfaat, bukan sebaliknya (QS. al-Baqarah/2:30). b. Fungsi Memupuk Persaudaraan Agama mengajarkan pada setiap manusia untuk selalu hidup aman, damai dan sentosa tanpa adanya pertikaian. Agama mengajarkan untuk
menggalang
persaudaraan
dan
kesatuan
umat
manusia.
Kebersamaan dan hidup berdampingan itulah pesan persaudaraan dari agama. Karena itu, agama sangat menekankan untuk selalu menghormati 13
Yusuf Qardlawi, Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan, terj. Abdurrohim Haris, Pustaka Progresif, Jakarta, 1992, hlm. 119. 14 Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, LPSS Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 1992, hlm. 9. 15
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Kanisius, jakarta, 1983, hlm. 38.
18
kepada siapapun dan di manapun. Dan jangan sampai berjalan di muka bumi dengan congkak dan tidak mengahargai satu sama lain (ﻣﺮﺣﺎ
)ﻭﻻ ﲤﺶ ﰲ ﺍﻻﺭﺽ.
Jadi agama Islam mendasarkan sepenuhnya pada al-Qur’an dan hadits untuk mencapai kemaslahatan dan menetapkan hukum dalam kancah kehidupan manusia dan budaya diperlukan adanya ijtihad, yakni hasil usaha pencapaian akal budi manusia, namun tak terlepas dari butir-butir pokok agama Islam yang terdapat al-Qur’an dan hadits. Di antara yang termasuk hasil ijtihad ini adalah ijma’, qiyas, istihsan dan maslahat mursalah.16 Untuk menunjang kemurnian akidah dalam beragama lebih utamanya mengenai hal-hal yang dapat merusak akidah, maka perlu diuraikan hal-hal yang dapat merusak akidah yaitu syirik.
C. SYIRIK DALAM ISLAM 1. Pengertian Syirik Pengertian syirik menurut bahasa adalah berasal dari kata syaraka yang berarti mensyariatkan atau menyekutukan. Sedangkan menurut istilah Yunan Nasution dalam bukunya “Islam dan Problema-problema Kemasyarakatan”, menjelaskan bahwa syirik menurut istilah syar’iyah adalah sikap jiwa mensyari’atkan atau menyekutukan Allah.17 Dari segi tingkatannya menurut Murtadha Mutahhari syirik dapat dikelompokkan menjadi empat hal yaitu: a. Syirik Zati, yaitu pengakuan bahwa ada dua, tiga atau lebih prinsip azaliyah yang abadi dan mandiri yaitu paham-paham dualisme trinitarianisme dan politeisme. b. Syirik dalam penciptaan, yaitu memandang Allah sebagai zat yang tidak ada sesuatupun yang menyerupainya, tetapi memandang 16
Muin Umar, dkk., Ushul Fiqih I, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta, 1986, hlm. 98. 17
M. Yunan Nasution, Islam dan Problema-problema Kemasyarakatan, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 33.
19
makhluk-makhluk tertentu sebagai sekutu bagi Allah dalam penciptaan. Misalnya mereka mengatakan bahwa Allah tidak bertanggung jawab atas adanya kejahatan-kejahatan tetapi kejahatankejahatan itu ciptaan makhluk-makhluk tertentu. c. Syirik dalam sifat, yaitu syirik dalam hal pengingkaran terhadap sifatsifat Allah, serta penyamaan atau penserupaan sifat-sifat Allah dengan makhluk-Nya. d. Syirik dalam ibadah, yaitu perbuatan menyembah bebatuan, pohon, binatang, termasuk penyembahan terhadap seseorang.18 Syirik zati, syirik dalam penciptaan dan syirik sifat merupakan syirik teoritis yang merupakan bentuk pengetahuan palsu, sedang syirik ibadah merupakan syirik praktis, yang merupakan bentuk wujud peribadatan palsu. Syirik praktis ini bertingkat-tingkat juga yaitu syirik yang nyata, yang membuat orang keluar dari Islam dan syirik yang tersembunyi yang sulit untuk dilihat. Sedangkan Hassan Basyri juga membagi syirik atas dua bagian yaitu: a. Syirik besar (akbar) Ialah beribadah kepada Tuhan lain di samping Allah, baik Tuhan berbentuk binatang, matahari, bulan, batu, anak lembu, sapi, manusia atau makhluk lain. b. Syirik kecil (asghar) Ialah termasuk dosa-dosa besar yang ditakutkan bagi pelakunya akan meninggal dalam keadaan kufur manakala Allah tidak mengampuninya dan selama dia tidak bertaubat kepada-Nya sebelum meninggal.19 Jenis-jenis syirik menurut Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah al-Buraikan ada 3 jenis yaitu: 18 Murtadha Mutahhari, Pandangan Dunia Tauhid, terj. Agus Efendi, Mizan, Bandung, 1993, hlm. 48. 19
Hasan basyri, Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik, Ramadhani, Solo, 1991, hlm. 72.
20
a. Syirik besar adalah bahwa ia menjadikan sekutu selain Allah yang ia sembah dan taati sama seperti menyembah dan mentaati Allah. b. Syirik kecil adalah bahwa ia menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah dalam bentuk perkataan atau perbuatan. c. Syirik tersembunyi adalah syirik yang tersembunyi dalam hakekat kehendak hati, ucapan lisan, berupa penyerupaan antara Allah dengan makhluk.20 Perkara atau perbuatan-perbuatan syirik atau membawa kepada syirik dan kufur oleh A. Hasan disebut antara lain adalah: a. Menyembah berhala, binatang, kayu, batu. b. Meminta pertolongan kepada manusia, binatang, pohon, dan makhluk lain dalam urusan agama. c. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. d. Meminta hujan kepada binatang-binatang atau arwah orang-orang yang sudah mati. e. Menganggap kayu, batu, kuburan mempunyai berkah. f. Tunduk merendahkan diri kepada kuburan, batu, kayu, besi dan sebagainya yang dipandang mempunyai keramat. g. Beribadah semata-mata supaya dipuja makhluk.21 Ahli ilmu tauhid memperinci dalam praktek kehidupan sehari-hari ditemukan lima bentuk syirik, yaitu: a. Syirik dalam ibadah Secara umum dapat dikatakan, bahwa orang-orang yang beriman melakukan ibadah dengan menyembah Allah SWT, akan tetapi secara sadar atau tidak sadar akan situasi tertentu, terutama ketika menghadapi kesulitan, ada orang yang tidak memohon secara langsung kepada Allah yang disembahnya, melainkan meminta
20 Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah al-Buraikan, Pengantar Studi Akidah Islam, terj. Muhammad Arus Matta, Robbani Press, Jakarta, 1998, hlm. 222-223. 21
A. Hasan, at-Tauhid, Diponegoro, Bandung, 1982, hlm. 22.
21
pertolongan dengan perantaraan manusia yang dianggap keramat, misalnya dukun, tukang jampi dalan lain sebagainya. b. Syirik terhadap peristiwa-peristiwa yang gaib Paham tauhid mengajarkan, bahwa manusia tidak dapat mengetahui sesuatu yang gaib, sebab hanya Allah saja yang mengetahuinya, akan tetapi masih banyak orang-orang yang percaya keterangan-keterangan tentang sesuatu hal yang sifatnya gaib, misalnya percaya pada ilmu perbintangan (horoskop). c. Syirik dalam menguasai (tasaruf) alam Percaya secara mutlak kepada ilmu sendiri tanpa menghiraukan kekuasaan ilahi, misalnya orang takabur mengatakan mampu menguasai dan menundukkan alam karena adanya teknologi. d. Syirik karena menyimpang dari prosedur yang ditetapkan oleh nash dan sunnah Misalnya berdoa kepada nabi Muhammad saw. atau dengan perantaranya, khalifah-khalifah, ulama-ulama dan lain sebagainya, padahal memohon doa seharusnya langsung kepada Allah SWT. e. Syirik mempercayai tradisi Orang-orang yang percaya dan bertumpu pada hal-hal yang bersifat tradisional, misalnya percaya adanya hari-hari baik dan hari-hari buruk/naas yang membawa kecelakaan.22 Syirik yang penulis bahas di sini bukan kepercayaan terhadap pencipta selain Allah atau tentang kepercayaan terhadap beberapa Tuhan, di samping Allah yang ikut menciptakan alam ini, tetapi syirik yang dilakukan kepada selain Allah. Meskipun mengakui tentang ke-Esaan Allah (akidah tauhid). Oleh karena itu, perbuatan tersebut dinamakan syirik dalam ibadah.
22
M. Yunan Nasution, op. cit., hlm. 39.
22
2. Faktor-faktor penyebab syirik Perbuatan syirik itu bukannya tanpa sebab, tetapi terdapat faktorfaktor yang mendorong manusia untuk melakukan hal itu, yang merupakan sebab timbulnya syirik dalam beribadah tersebut. Sebab-sebab itu, antara lain adalah: a. Penyembah berhala Penyembah berhala berarti membuat patung-patung atau benda-benda suci yang menurut para pengikutnya, yaitu pengikut agama multiteisme.23 b. Penyembah Tuhan lebih dari Satu Penyembahan Tuhan lebih dari satu dan orang-orang lain seperti mereka yang mempercayai adanya dua atau tiga Tuhan (lebih) terpaksa oleh kepercayaannya itu untuk memuja beribadah kepada lebih dari satu.24 c. Anggapan tentang jauhnya al-Khalik dari makhluk-Nya Menurut Syaikh Ja’far Subhani anggapan ini juga membawa manusia kepada perbuatan syirik. Dalam arti, bahwa Allah tidak mendengar ucapan mereka, tidak sampai kepada-Nya doa dan permohonannya,
sehingga
mereka
memilih
berbagai
wasilah
(perantara) yang diperkirakan dapat mewakili dalam menyampaikan doa mereka. Oleh karena itu, mereka menyembah (beribadah) kepada orang-orang yang
dianggap
suci,
malaikat,
jin,
arwah
agar
pengampunan doa-doa mereka dihadapan Allah. d. Perlimpahan wewenang pentadbiran kepada Tuhan-tuhan kecil Maksudnya
adalah
anggapan,
bahwa
kekuasaan
Allah
dilimpahkan kepada Tuhan-tuhan kecil di dunia menurut bidangnya
23
Laleh Bakhtiar, Agama Versis Agama, terj. Afif Muhammad dan Abdul Syukur, Pustaka Hidayah, Bandung, 1994, hlm. 27. 24
Syaikh Ja’far Subhani, Tauhid dan Syirik: Studi Kritis Faham Wahabi, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 37.
23
masing-masing. Berkaitan dengan hal ini, Syaikh Ja’far al-Subhani mengatakan: … karena itu, penghuni pantai lautan menyembah. Tuhan lautan agar ia mau melimpahkan kekayaan lautan untuk mereka dan mencegah bahaya serta bencana yang berasal darinya, seperti angin topan dan sebagainya. Sementara penghuni daratan dan padang luas menyembahmenyembah; Tuhan daratan agar ia mau memberikan kepada mereka segala hasil bumi yang bermanfaat dan mencegah mereka dari segala bencananya, seperti gempa bumi, tanah longsor dan lain sebagainya.25 Dalam buku Prinsip Akidah Ahlussunnah wal Jama’ah dijelaskan, bahwa yang termasuk dalam perbuatan syirik adalah mempersembahkan ibadah, seperti: berdoa, meminta kurban, takut, berharap dan mencintai selain kepada Allah Ta’ala meskipun perbuatan itu dilakukan kepada malaikat, seorang nabi utusan atau kepada hamba-Nya yang shaleh.26 Hasan Basyri dalam bukunya Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik, mengemukakan hal-hal yang menyebabkan masyarakat terjerumus ke dalam jurang syirik, yaitu: a. Harga diri yang sangat besar. Karena kekuatan duniawi yang absolut (mutlak) dan tidak terbatas adalah suatu fakta yang menipu beberapa orang, melalui itulah mereka terjerumus kepada syirik sampai menganggap dirinya sebagai Tuhan. b. Syirik timbul karena manusia berpegang teguh pada tradisi lama nenek moyang mereka. c. Syirik timbul karena beberapa orang yang berbudi tinggi pada suatu masyarakat dianggap sebagai Tuhan. d. Tunduk kepada hawa nafsu dan cinta kepada makhluk lainnya dari kepada cinta pada Allah.27
25
Ibid., hlm. 38-39.
26
Nashir ibn Abdul Karim, al-Aql: Prinsip-prinsip Akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, terj. Muhammad Yusuf Harun, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hlm. 19. 27
M. Yunan Nasution, op. cit., hlm. 37.
24
3. Bahaya syirik Perbuatan syirik merupakan perbuatan yang sangat halus, maksudnya adalah ketika manusia tidak berhati-hari dalam segala perbuatan, maka ia akan tergelincir di dalamnya. Dan itu akan menimbulkan bahaya bagi dirinya. Ada beberapa bahaya yang disebabkan oleh syirik antara lain sebagai berikut: a. Menyuburkan khurafat Masalah ini timbul karena manusia mempercayai, bahwa dari kalangan makhluk ada yang bisa memberi manfaaat dan madlarat. Keyakinan seperti ini akan menimbulkan khurafat dan lahirlah cinta-cinta palsu yang tidak masuk akal. b. Mengakibatkan ketuhanan manusia Masalah ini timbul karena manusia beribadah selain kepada Allah, yaitu sesama makhluk menjadikannya ma’bud (yang disembah dan ditaati) padahal dia tidak bisa memberi manfaat atau madlarat. Dia hanya sesama makhluk yang tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun.28 c. Menimbulkan rasa takut Orang yang melakukan perbuatan syirik kepada Allah, tidak percaya kepada Allah, maka hidupnya terombang ambing di antar keraguraguan dan khurafat. Ia takut tentang hidupnya, rizkinya serta segala sesuatunya.29 d. Merupakan kedzaliman yang terbesar Syirik adalah perbuatan yang sangat besar. Dzalim terhadap kebenaran, dzalim terhadap diri sendiri dan dzalim kepada orang lain.30 e. Mengakibatkan manusia masuk neraka 28 Muhammad bin Abdurrahman, al-Khumayyiz: Syirik dan Sebabnya, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm. 14. 29
Ibid., hlm. 14.
30
Hasan Basyri, op. cit., hlm. 108.
25
Syirk adalah penyebab utama seseorang masuk neraka, karena dosanya tidak akan diampuni selamanya oleh Allah. Itulah sebagian dari bahaya syirik dan dampak negatifnya, sehingga syirik harus dijauhi, karena bisa menyebabkan manusia menjadi sesat.
D. PENGERTIAN TRADISI Secara etimologis, tradisi berarti sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya) yang turun temurun dari nenek moyangnya.31 Sedangkan menurut itilah tradisi atau dalam bahasa Arab disebut dengan ‘urf adalah suatu ketentuan mengenai cara yang telah dibiasakan oleh masyarakat di suatu tempat dan masa yang tidak ada ketentuannya secara jelas dalam al-Qur’an dan sunnah.32 Tradisi bisa berarti ad-Din dalam pengertian yang luas-luasnya yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya; bisa pula disebut asSunnah, yaitu apa yang didasarkan pada model-model sakral sudah menjadi tradisi sebagaimana kata ini dipahami; bisa juga diartikan as-Silsilah dan pemikiran di dunia tradisional kepada sumber yang tampak demikian gamblang di dalam sufisme.33 Dalam terminologi Islam yang dimaksud dengan tradisi adalah identik dengan adat istiadat. Hanya saja dalam pemahaman masyarakat Islam sedikit tidak ada perbedaan. Adat istiadat biasaya dipakai sebagai tindakan atau tingkah laku yang berdasarkan pada nilai-nilai agama, sedangkan tradisi adalah tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat. Penggunaan adat atau tradisi sebagai umber hukum Islam sejauh selaras dengan ketentuan yang menurut Ahmad Azhar Basyir meliputi: 31
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasan Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm. 1088. 32
Harun Nasution, “Adat”, dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, Media Dakwah, Jakarta, 1989, hlm. 65. 33
Syed Hossein Nashr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Pustaka, Bandung, 1994, hlm. 3.
26
1. Dapat diterima dengan kemantapan oleh masyarakat dan berdasarkan pada pertimbangan akal sehat dan sejalan dengan tuntutan watak pembaruan manusia. 2. Menjadi kemantapan umum dalam masyarakat dan dijalankan secara terus menerus. 3. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. 4. Benar-benar telah ada pada saat hukum-hukum ijtihadiyah dibentuk. 5. Dirasakan
masyarakat
mempunyai
ketentuan
mengharuskan ditaati dan mempunyai akibat hukum.
yang
mengikat,
34
Adat atau tradisi suatu bangsa itu mulanya timbul dari kepercayaan agama, yaitu sebelum datangnya Islam. Agama Islam setelah dibentuk suatu bangsa kemudian baru melahirkan adat pula. Adat atau tradisi yang dipengaruhi oleh agama Islam merupakan perpaduan dari ajaran kepercayaan agama Hindu dan Budha. Contoh dari perpaduan itu adalah adanya pengaruh dari kebudayaan Hindu Budha, animisme dan dinamisme. Pengaruh dari paham tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kepercayaan Hindu Budha Sebelum Islam masuk ke Indonesia, khususnya Jawa, masyarakat Jawa masih berpegang teguh pada adat istiadat agama Hindu Budha. Kegiatan tersebut berupa:35 a. Tradisi dan ritual Dalam agama Hindu Budha tradisi upacara ritual masih dapat dilihat keberadaannya sampai saat ini. Ucapara-ucapacara tersebut dilakukan untuk
menjaga
keseimbangan
mikrokosmos
dan
menghindari
kegoncangan yang dapat mengakibatkan turunnya kesejahteraan materiil. b. Slametan
34
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam, Fakultas UII, Yogyakarta, 1983,
35
Abdul Djamil dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Semarang, 2000, hlm.
hlm. 30. 14.
27
Selametan pada dasarnya adalah suatu bentuk tradisi dari agama Hindu. Selametan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Dan dengan selametan juga manusia dapat terhindar dari roh-roh jahat yang akan menganggu dan membahayakan manusia.36 2. Animisme Pengertian animisme menurut bahasa Latin adalah animus, dan bahasa Yunani Avepos, dalam bahasa Sansekerta disebut prana/ruah yang artinya nafas atau jiwa.37 Dalam filsafat animisme adalah doktin yang menempatkan asal mula kehidupan mental dan fisik dalam suatu energi yang lepas atau berbeda dari jasad. Dari pandangan sejarah agama, istilah tersebut digunakan dan diterapkan dalam suatu pengertian yang lebih luas untuk menunjukkan kepercayaan terhadap adanya makhluk-makhluk spiritual yang erat sekali hubungannya dengan tubuh atau jasad. 3. Dinamisme Pengertian dinamisme pada masa Sokrates ditumbuhkan dan dikembangkan yaitu dengan menerapkannya terhadap bentuk atau form. Form adalah anasir atau bagian pokok dari sesuatu jiwa sebagai bentuk yang memberi hidup kepada materi atau tubuh. Aktivitas kehidupannya dan alam sebagai sumber daripada benda.38 Dalam ensiklopedi umum dijelaskan, bahwa dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primintif pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu ke Indonesia dengan berpedoman, bahwa pada dasarnya adalah kekuatan yang “Maha Ada” yang berada di mana-mana.
36
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dan Masyarakat Jawa, terj. Aswab Masakin, Pustaka Jaya, Jakarta, 1983, hlm. 18. 37 Proyek Bimbaga Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Perbandingan Agama I, Jakarta, 1982, hlm. 25. 38
Ibid., hlm. 93.
28
Dunia ilmu pengetahuan mana berkat uraian R.H. Condrinston dalam bukunya The Melainesains yang diterbitkan pada tahun 1981 menurut Condrinston, bahwa mana adalah suatu kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatan menonjol, menyimpang dari biasa, luar biasa dan adi kodrati.39 Tradisi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu adat shahih dan adat yang fasiq. Adat yang shahih adalah apa yang diketahui orang tidak menyalahi dalil-dalil syariat, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib, sedangkan adat atau tradisi yang fasiq adalah apa yang dikenal orang tetapi berlawanan dengan syariat atau menghalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib. Akidah Islam mengajarkan, bahwa manusia hanya boleh meminta pertolongan kepada Allah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT. dalam surat al-Fatikhah ayat 5 sebagai berikut:
(5 : )ﺍﻟﻔﺎﲢﺔﺘ ِﻌﲔﺴ ﻧ ﻙ ﺎﻭِﺇﻳ ﺪﻌﺒ ﻧ ﻙ ﺎِﺇﻳ Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (QS. al-Fatikhah).40 Dengan demikian, akidah Islam tidak melarang umat Islam untuk mengerjakan adat istiadat ataupun tradisi, sejauh hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai atau jiwa tauhid dan moralitas akidah Islam yang pada dasarnya juga berpangkal pada tauhid itu, sebaliknya adat istiadat atau tradisi yang bertentangan dengan jiwa tauhid, mengarahkan pada perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat dilarang dan harus dilenyapkan. Karena hal ini sangat membahayakan keimanan seseorang.
39 40
Ibid., hlm. 100.
Al-Qur’an Surat al-Fatihah: 5. Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Penafsiran alQur’an, al-Qur’an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989, hlm. bbbb
29
E. PENTINGNYA TRADISI Menurut Ulil Abshar, tradisi adalah semacam wadah tempat tersimpannya kenangan bersama yang membentuk masa kini. Karena itu tanpa tradisi kita tidak akan mungkin bisa memahami kekinian dan “kedisinian” kita. Untuk memahami masa lalu sekalipun, kita juga tidak bisa mengabaikan kenyataan, bahwa kita berada dalam sejarah tertentu dengan kepentingan tertentu.41 Seni tradisi kita berasal dari masyarakat lama yang masih kuat sistem kepercayaan sukunya (religi suku). Dengan demikian, konteks sosio budaya seni tradisi adalah budaya masyarakat lama dari sebuah suku. Artefak seni tradisi itu diwariskan turun temurun sampai generasi masyarakat sekarang ini. Jadi, simbol seni tradisi yang berasal dari masyarakat suku yang lama itu, kini digunakan untuk masyarakat sekarang. Dengan demikian, seni tradisi biasa dari masyarakat lama dan sekarang untuk masyarakat masa kini.42 Tentu saja akan terdapat perubahan-perubahan terhadap seni tradisi sepanjang sejarahnya. Tetapi perubahan itu harus diperhatikan apakah menyangkut strukturnya atau hanya sekedar berubah wujudnya saja. Untuk mengetahui apakah sebuah seni tradisi itu sudah mengalami perubahan atau belum harus dilihat dari struktur dan polanya. Tradisi itu sangat penting, karena tradisi mengingatkan sesuatu yang sakral, tradisi mirip sebuah pohon, akar-akarnya, tertanam melalui wahyu di dalam sifat jantung pohon tradisi itu berdiam agama, dan Saripatinya terdiri dari barakah yang karena bersumber dari wahyu, memungkinkan yang kudus yang langgeng, yang tetap, kebijaksanaan yang abadi, serta penerapan bersinambungan prinsip-prinsip yang langgeng terhadap berbagai situasi dan waktu.43 Tradisi (adat) itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam praktekya. Satu kelompok cendekiawan yang dipelopori oleh para ilmuwan 41
http://islamlib.com/id/index.
42
Ibid.
43
Syed Hossein Nashr, op. Cit., hlm. 3.
30
Belanda seperti G.A. Wilken dan C. van Vollenhoven memandang, bahwa aturan-aturan adat (tradisi) mempunyai akar yang kuat di desa-desa semenjak sebelum kehadiran agama-agama impor, seperti Islam, Hindu, Budha. Mereka juga memandang, bahwa ketundukan kepada agama dari luar ini tidak mampu mengguncang loyalitas mereka terhadap adat (tradisi). Sejalan dengan hal ini, mereka juga berpendapat, bahwa hukum Islam tidak pernah, dalam artinya yang kaku, diaplikasikan dalam masyarakat Indonesia di mana kekuatan hukum adat masih bertahan.44 Asumsi dasar yang dipegangi pemerintah Belanda adalah, bahwa hukum adat merupakan sistem hukum yang hidup dan diaplikasikan dalam masyarakat. Sementara hukum Islam tidak lain hanya sistem yang teoritis saja sifatnya. Walaupun sebagian besar masyarakat secara nominal beragama Islam. Bagi masyarakat pribumi hukum Islam dan adat (tradisi) keduanya saling berhubungan. Dalam bidang perkawinan, sebagai contoh walaupun orang Islam mentaati aturan-aturan tidak dapat dipahami sepenuhnya dipahami terpisah atau terisolasi dari permasalahan-permasalahan. Jadi, hukum adat (tradisi) dan hukum Islam tidak dapat saling dipisahkan.45
44 Komaruddin Hidayat, Pranata Islam di Indonesia: Pergulatan Sosial, Politik, Hukum dan Pendidikan, Logos Wacana Ilmu, Ciputat, Februari, 2002, hlm. 63. 45
Ibid., hlm. 66-67.