BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Pemasaran Perusahaan-perusahaan yang sukses saat ini memiliki persamaan dalam
suatu hal,yaitu mereka focus pada pelanggan dan mempunyai komitmen yang kuat pada pemasaran. Perusahaan-perusahaan tersebut mencurahkan pengabdian yang penuh untuk memahami dan memuaskan kebutuhan konsumen di pasar yang didefinisikan dengan baik. Pemasaran lebih berususan dengan pelanggan dibandingkan dengan fungsi bisnis lainnya. Memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai serta kepuasan kepada konsumen adalah inti dari pemikiran dan praktek pemasaran modern. Dua sasaran pemasaran yang utama adalah menarik konsumen yang baru dengan memberikan kepuasan. Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) adalah: “Distribution is one function organizations and a set of the process to create , communicate and put a value to customers and to manage relationship between customers in a lucrative manner organizations and stakeholders” Sedangkan menurut Shultz yang dikutip Alma (2007:2) : “marketing or distribution is the performances of business activities that direc the flow of good and service from producers to cunsumers or users”.
8
9
Pengertian pemasaran di atas menunjukan bahwa pemasaran bersandar pada konsep inti berikut : kebutuhan, keinginan, permintaan, produk (barang, jasa, dan gagasan), nilai, biaya, dan kepuasan , pertukaran dan transaksi, hubungan, dan jaringan pasar serta pemasaran. 2.1.1.
Pengertian Manajemen Pemasaran
Segala sesuatu kegiatan perusahaan memerlukan sejumlah upaya untuk dapat mengatur seluruh kegiatan perusahaan agar tujuan yang ingin diraih perusahaan dapat tercapai dengan baik dan sukses. Oleh karena itu, dalam hal ini manajemen pemasaran sangat diperlukan. Pengertian Manajemen Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) : “The arts and sciences choose market target and grabbed, maintain, and to cultivate customers by creating, lead, and communicate value customers superior” Definisi lain mengenai manajemen pemasaran menurut Buchory Achmad (2010:5) : “Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk menghasilkan pertukaranyang memuaskan individu dan memenuhi tujuan organisasi.” Dari definisi di atas menunjukan bahwa manajemen pemasaran adalah proses yang melibatkan analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang mencakup barang, jasa, dan gagasan yang tergantung pada pertukaran dan dengan tujuan menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat.
10
2.2.
Jasa
2.2.1. Pengertian Jasa Banyak ahli pemasaran yang mengemukakan definisi jasa,dimana masingmasing mengemukakan dengan berdasarkan pada sudut pandangnya masingmasing. Beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh ahli pemasaran adalah sebagai berikut. Menurut Kotler (2006;111) : “Services is any action or performance can be offered a party from to pihal other, essentially intangible and did not result in possession of something” Berdasarkan definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa jasa merupakan aktivitas yang dapat mengakibatkan suatu pertukaran, tanpa adanya suatu perpindahan kepemilikan yang dalam pelaksanaannya didukung oleh produk fisik untuk menunjang pelayanan jasa yang baik. Sedangkan menurut Berry seperti dikutip oleh Zeithaml dan Yasid (2001;3) “Jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) :Proses-proses dan untuk kerja yang intangible.” Pengertia jasa menurut Zeithalm dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2005;243): “Service is include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in from (such as convienience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are assentialy intangible concerns on its purchaser.” Definisi tersebut, pada intinya jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang output-nya bukan produk atau barang setengah jadi, yang dikonsumsi bersamaan
11
dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, kemudahan, hiburan, santai, dan sehat) bersifat tidak berwujud. Definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan dari suatu pihak pada pihak lain, yang pada hakekatnya suatu kebutuhan tertentu. Dalam menghasilkan jasa ini juga tidak digunakan benda nyata (tangible) sekalipun digunakan benda nyata, tidak terdapat perpindahan hak milik atas benda tersebut karena jasa hanya memberikan nilai tambah yang dapat di nikmati. 2.2.2.
Karakteristik Jasa
Jasa memiliki karakteristik yang luas, yang membedakan dari produk berupa barang. Karakteristik tersebut menimbulkan implikasi yang penting dalam pemasaran jasa. Menurut Kotler (2006 : 112-114), jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran yaitu : 1. Tidak Berwujud (Intangibility) Jasa merupakan suatu yang tidak berwujud, jasa tidak dapat dilihat, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli, seseorang yang menjalani pengencangan kulit wajah tidak dapat melihat hasilnya sebelum membeli jasa tersebut.Untuk mengurangi ketidak pastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti atau keterangan mengenai kualitas jasa.
2. Tidak Terpisahkan (Inseparability) Umumnya jasa dihasulan secara bersamaan, jadi jasa tidak dapat dipisahkan dari sumber yang menghasilkannya. Tidak seperti barang fisik yang
12
diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjual dan kemudian dikonsumsi. Jika jasa itu dilakukan oleh orang maka penyediaan adalah bagian dari jasa. Karena klien juga hadir saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia adalah ciri dari pemasaran jasa baik penyediaan maupun klien mempengaruhi hasil jasa. 3. Bervariasi (Variability) Jasa sangatlah bervariasi, karena tergantung pada siapa yang menyediakan, kapan serta dimana jasa itu dilakukan. Oleh karena sulitnya membuat standar kualitas tertentu, maka perusahaan jasa melakukan tiga langkah pengendalian kualitas : a. Melakukan investasi dalam seleksi dan latihan pribadi yang baik. b. Menstandarisasikan proses pelaksanaan jasa seluruh organisasi. c. Memonitor customer satisfaction lewat system saran and keluhan, survey pelanggan dan belanja perbandingan, sehingga pelayan yang kurang dapat dideteksi dan diperbaiki. 4. Tidak Tahan Lama Jasa tidak dapat di simpan, mudah lenyap, jasa tidak menjadi masalah bagi permintaan tetap karena mudah untuk lebih dahulu mengatur staf untuk melakukan jasa itu. Jika permintaan ber fluktuasi, perusahaan jasa mengalami masalah yang rumit, maka penyedia jasa harus mengusahakan terciptanya suatu kesesuaian antara permintaan dan penawaran bisnis jasa. Karakteristik umum dari jasa menurut Wheatley yang dikutip oleh Alma (2005;244) antara lain :
13
a. Permintaan jasa, sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi. b. Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat berwujud, dapat dilihat, disara, dicium, memiliki berat, ukuran, dsb. c. Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak. Jasa dibeli dan dikonsumsi pada waktu bersamaan. d. Barang dapat disimpan, sedangkan jasa tidak dapat disimpan. e. Ramalan dalam marketing barang merupakan masalah, tidak demikian dengan marketing jasa. Untuk menghadapi masa-masa puncak dapat dilatih dengan khusus. f. Adanya puncak yang sangat padat, merupakan masalah tersendiri dati karketing jasa. Pada masa puncak ada kemungkinan layanan yang dipersingkat, agar dapat melayani pelanggan, agardapat melayani pelanggan sebanyak mungkin. Jika mutu jasanya tidak terkontrol maka, ini dapat berakibat negative terhadap perusahaan, karena banyak pelanggan tidak puas. g. Usaha jasa sangat memantingkan unsur manusia. h. Distribusinya bersifat langsung, dari produsen ke konsumen. 2.2.3.
Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2004;8-12) terdapat tujuh kriteria sebagai berikut : 1. Segmen Pasar (Market Segmentation) Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan manjadi jasa kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa
14
kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hokum). 2. Tingkat Keterwujudan (Tangibility) Kriteria ini berhubuan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a. Rented Goods Service Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tariff selama waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila, dan apartement. b. Owened Goods Service Pada Owened Goods Service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembalikan atau ditingkatkan (unjuk kerja), atau dipelihara dan dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi (arloji, mobil, dan lain-lain)
c. Non Goods Service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelangan contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
15
3. Keterampilan Penyedia Jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiriatas professional service (misalnya konsultan manajeman, konsultan hokum, konsultan pajak) dan non-professional (misalnya sopir, penjaga malam). 4. Tujuan Organisasi Jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit (misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan, dan museum). 5. Regulasi Dari aspek tujuan, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, akuntan umum, dan perbankan) dan non-regulated service (seperti katering dan pengecetan rumah). 6. Tingkat Intensitas Karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), Jasa dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu equipment-based service (seperti cuci mobil otomatis, ATM, (automatic teller Machine) dan people-based service (seperti satpam, jasa akuntansi, dan konsultan hokum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi highcontact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelangannya tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan
16
jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun, dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang kontak dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan paling penting. Penawara suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Dimana komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil atau pun bagian utama dari keseluruhan penawaran. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang dan yang lainnya jasa murni. Berdasarkan kriteria ini. Menurut Tjiptono (2004;6-7) penawaran perusahaan dibedakan menjadi lima yaitu : 1. Produk Fisik Murni Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun mandi, pasta gigi, dan sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang menyertai produk tersebut. 2. Produk Fisik dengan Jasa Pendukung Penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan sedikit jasa untuk meningkatkan daya tarik pada konsumen. 3. Hybrid Hybrid merupakan gabungan dari barang dan jasa. Dimana penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar posisinya, misalnya restoran didukung oleh makanan dan pelayanan.
17
4. Jasa Utama yang Didukung dengan Barang dan Jasa Minor Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan (pelengkap) atau barang-barang pendukung. 5. Jasa Murni Merupakan penawaran yang hamper seluruhnya jasa, dalam hal ini dapat dikatakan jasa murni dalam penyampaiannya hamper tidak melibatkan produk fisik. 2.2.4. Strategi Pemasaran Jasa Perusahaan perusahaan jasa pernah tertinggal dengan perusahaanperusahaan produksi dalam menggunakan pemasaran karena kebanyakan dari perusahaan jasa berukuran keci, atau karena merupakan bisnis-bisnis professional yang tidak menggunakan pemasaran dank arena menghadapi persaingan yang besar atau persaingan yang kecil. Pada kenyataannya pemasaran jasa sedikit berbeda dengan pemasaran barang-barang manufaktur. Perbedaan ini dikarenakan sifat dan karakteristik produk jasa. Produk jasa membuat bermacam-macam kegiatan yang dilaksanakan dalam berbagai situasi dan kondisi. Strategi dalam pemasaran jasa menurut Kotler (2005;116) sebagai berikut: 1. Tiga P tambahan Pendekatan 4P’s tradisional berhasil dengan baik untuk barang, tetapi elemenelemen tambahan perlu diperhatikan untuk jasa Booms dan Bitner yang dikutip oleh Kotler (2005;166) mengusulkan 3P’s tambahan untuk pemasaran jasa : prang (people), bukti fisik (physical evidence) dan proses (process) karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, pemilihan, pelatihan, dan motivasi karyawan dapat menghasilkan perbedaan yang sangat dalam
18
kepuasan pelanggan. Perusahaan juga harus memperhatikan mutu jasannya melalui bukti fisik dan penyajian, perusahaan jasa juga dapat memilih diantara berbagai proses yang berbeda-beda untuk menyajikan jasanya. Menurut Gronross (Kotler, 2005;118) terdapat tiga strategi pemasaran jasa yaitu:
Perusahaan
Pemasaran Internal
Pemasaran Eksternal
Jasa perawatan/kebersihan Jasa perbankan/industri keuangan
Pelanggan
Pegawai
Pemasaran Interaktif Gambar 2. 1 Tiga Jenis Pemasaran dalam Industri Jasa Sumber : Kotler (2005:188), “Manajemen Pemasaran”, Jilid 2
Pada Gambar 2.1 tersebut diperhatikan tiga pihak yang dapat membuat suatu perusahaan jasa bisa sukses dalam menjual jasa, yaitu : perusahaan, pegawai, dan pelanggan sendiri. 1. Pemasaran Eksternal
19
Menggambarkan pekerjaan normal yang dilakukan oleh perusahaan untuk menyiapkan jasa, pemberian harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa itu pada konsumen. Misalnya : perusahaan bertanggung jawab terhadap harapan pelanggan dan selalu berusaha menjanjikan yang terbaik pada pelanggan sebelum pelayanan itu disampaikan. a) Pemasaran internal Menjelaskan pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melatih dan memotivasi pegawainya untuk melayani pelanggan dengan baik. Pemasaran internal dapat membangkitkan motivasi moral kerja, rasa bangga, loyalitas, dan rasa memiliki setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani. Misalnya : Pelayanan yang baik pada pelanggan. b) Pemasaran Interaktif Menggambarkan keahlian pegawai dalam melayani klien. Karena menilai jasa bukan hanya melalui kualitas teknisnya tepapi juga melalui kualitas fungsionalnya. Misalnya : Transaksi antar pegawai (yang memberikan pelayanan) dan pelanggan (yang menghendaki pelayanan) 2. Mengelola Diferensiasi Pemasar sering merasa kesulitan untuk dapat membedakan jasa mereka. Namun pada dasarnya jasa dapat dibedakan yang pertama adalah dengan
20
tawaran. Tawaran dapat meliputi ciri-ciri yang inofatif, apa yang diharapkan oleh pelanggan tersebut sebagai paket jasa primer (primary service package). Dalam paket ini penyedia jasa dapat menambahkan ciri-ciri jasa sekunder (secondary service features). Tantangan utama bagi perusahaan jasa adalah bahwa sebagian besar tawaran dan inovasi jasa mudah ditiru, namun perusahaan terus-menerus memperkenalkan inovasi, akan memperoleh banyak keunggulan dibandingkan dengan pesaingnya. 3. Mengelola Mutu Jasa Mutu jasa suatu perusahaan diuji dalam setiap pertemuan jasa. Pelanggan menciptakan harapan-harapan layanan dari pengalaman masa lalu, cerita dari mulut ke mulut, dan iklan. Pelanggan membandingkan jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Jika persepsi berada dibawah jasa yang di harapkan maka pelanggan akan kecewa, jika persepsi memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, masaka pelanggan akan cenderung menggunakan jasa tersebut. 4. Mengelola Produktifitas Perusahaan-perusahaan jasa mengalami tekanan-tekanan yang berat untuk tetap menurunkan biaya dan meningkatkan produktivitas. Ada tujuh pendekatan untuk meningkatkan produktivitas jasa. a. Meminta penyedia jasa untuk bekerja lebih terampil. perusahaan dapat merekrut dan mengembangkan pekerja yang lebih terampil melalui pemilihan dan pealtihan yang lebih baik. b. Meningkatkan kualitas jasa dengan melepas sebagian mutu.
21
c. “Mengindustrialisasikan jasa” dengan menambah peralatan dan menstandarisasikan produksi. d. Mengurangi dan menghilangkan kebutuhan jasa dengan menentukan solusi pokok. e. Merancang jasa yang efektif. f. Memberikan insentif kepada pelanggan untuk mengganti tenaga kerja perusahaan dengan tenaga kerja mereka sendiri. g. Memanafaatkan kekuatan teknologi untuk memberi akses kepada pelanggan kepada layanan yang lebih baik dan menjadikan pekerja jasa lebih produktif. 2.3.
Kualitas Jasa Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas jasa menurut Wykof yang dikutip oleh Tjiptono (2004;59), yaitu : “Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Dengan kata lain ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu dirasakan expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau disarankan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaiknya jika jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka
22
kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik atau tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. Sedangkan menurut Pasuraman, Zeithaml dan Berry yang dikutip Kotler (2005;123),
merumuskan model mutu jasa yang menekankan syarat-
syarat utama dalam memberikan mutu jasa yang tinggi, dan menjelaskan kesenjangan yang mengakibatkan ketidak berhasilan penyerahan jasa. a. Kesenjangan harapan konsumen dan persepsi manajemen. Kesenjangan ini timbul karena manajemen tidak selalu awas, tidak mengetahui sepenuhnya apa keinginan konsumen, misalnya orang bengkel tidak saja ingin jangka waktu perbaikann terlalu lama, dan ia juga ingin mendapatkan petunjuk tentang pemeliharaan mobil, inti masalahnya disini ialah manajamen tidak mengetahui apa yang diharapkan konsumen. b. Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kerja tertentu yang jelas. Hal ini bias dikarenakan tiga factor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan adanya kelebihan permintaan. c. Kesenjangan kualitas jasa dengan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang teliti (belum menguasai tugastugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-
23
standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain, misalnya para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi di sisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. d. Kesenjangan penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi akibat perbedaan antara jasa brosur atau media promosi lainnya. Ternyata jasa yang diterima tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya brosur suatu rumah makan mengatakan bahwa rumah makannya merupakan yang terbaik memiliki menu makanan yang beragam dan enak dengan pelayanan yang baik. Akan tetapi saat pelanggan dating dan merasakan ternyata makanan dan pelayanannya biasa-biasa saja. e. Kesenjangan jasa yang dialami, dipersepsikan dengan jasa. Yang diharapkan kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja, prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan atau bias juga keliru mempersepsikan kualitas jas tersebut misalnya seseorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya
untuk
menunjukan
perhatiannya
akan
tetapi
dapat
menginterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenan dengan penyakitnya.
24
Gambar 2. 2 Model Mutu Jasa Model Mutu Jasa
25
Sumber : A.Pasuraman, Valarie A. Zeithalm, and Leonarrd L. Berry,’A Conceptual Modal of Service quality and its Implication For Future Reseach. “Jurnal of Marketing Fall 1985, h.44” 2.3.1.
Prinsip-prinsip Kualitas Jasa
Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik
bagi perusahaan
manufaktur maupun perusahaan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut menurut Walkins yang dikutip oleh Tjiptono (2004;75) yaitu: 1. Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2. Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan perkenaan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
26
3. Perencanaan Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai visinya 4. Tinjauan ulang Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas. 5. Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti : pemasok, pemegang sahan, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. 6. Penghargaan dan pengakuan (Total Human Reward) Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.4.
Ekuitas Merek Ekuitas merek harus didefinisikan berdasarkan efek pemasaran yang
secara unik dapat diatributkan ke sebuah merek (Kotler, dan Keller, 2009). Artinya, ekuitas merek terkait dengan fakta bahwa akan diperoleh hasil yang
27
berbeda dari pemasaran suatu produk atau jasa karena mereknya, dibandingkan dengan hasil bila produk atau jasa yang sama tidak teridentifikasi oleh merek tersebut. Pembangunan ekuitas merek bergantung pada tiga faktor utama yaitu, 1. Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek, 2. Cara merek diintegrasikan ke dalam dukungan program pemasaran, 3. Sosiasi yang dipindahkan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan merek dengan entitas lainnya (misalnya perusahaan, negara asal, saluran distribusi, atau merek lain) (Kotler, dan Keller, 2009) David A. Aaker dalam (Andi M. Shadat; 2009:163) memberikan pengertian ekuitas merek yaitu : “Serangkaian aset dan kewajiban yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan symbol yang menambah atau nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan”. Menurut Astuti dan Cahyadi (2007:56): “Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing”. Menurut perspektif konsumen, sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik (Terence, 2000). Sedangkan ekuitas merek merupakan diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas produk atau jasa tersebut (Kotler, 2005:86). Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada
28
dasarnya identik. Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu tersebut merupakan ukuran ekuitas merek. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon dari konsumen terhadap merek itu sendiri yang kemudian mereka rasakan dan disimpan dalam ingatan konsumen sebagai bentuk pembeda antara merek yang satu dengan yang lainnya. Dari ekuitas merek ini akan timbul akibat konsumen dihadapkan pada suatu karakteristik pembeda produk antara satu produk dengan produk yang lain tapi pada dasarnya produk tersebut terlihat sama. Lima tingkat sikap pelanggan terhadap merek, mulai dari yang terendah hingga tertinggi, menurut Aaker dalam Kotler, (2005): 1. Pelanggan akan mengganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak ada kesetiaan merek. 2. Pelanggan merasa puas. Tidak alasan untuk berganti merek. 3. Pelanggan merasa puas dan akan mengalami kerugian dengan berganti merek. 4. Pelanggan menghargai merek tersebut dan menanggapinya sebagai teman. 5. Pelanggan sangat setia dengan merek tersebut. Ekuitas merek sangat terkait dengan berapa banyak pelanggan dalam kelompok 3, 4, dan 5 (Kotler, 2005). Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa standar ukur suatu ekuitas merek dapat dikatakan memiliki ekuitas yang kuat apabila pelanggan berada pada tingkatan pemenuhan kepuasan yang tinggi, kemudian mulai menghargai keberadaan merek tersebut, dan pada akhirnya pelanggan sangat setia terhadap merek tersebut.
29
Suatu merek yang memiliki dasar ekuitas yang kokoh akan berdampak pada tingkat penguasaan kesetiaan konsumen kepada perusahaan yang pada akhirnya dapat memberikan suatu hasil yang baik secara signifikan pada perusahaan itu sendiri. Dengan terbangunnya kesetiaan konsumen pada suatu merek, kecenderungan untuk beralih produk akan jauh berkurang dan akan merasa terus terpuaskan dari merek yang mereka terima sekarang, dari pengalaman yang telah dirasakan oleh konsumen mengenai kepuasan yang didapatkan setelah memanfaatkan suatu brand dapat dijadikan suatu indikasi pada akhirnya konsumen yang telah terpuaskan tersebut akan mereferensikan merek tersebut kepada orang lain. 2.4.1.
Dimensi Ekuitas Merek
Menurut Aaker (1997), konsep dasar ekuitas merek dibentuk dari empat dimensi, yaitu : 1. Kesadaran merek (brand awareness). 2. Persepsi kualitas (perceived quality). 3. Asosiasi merek (brand association). 4. Loyalitas merek (brand loyalty). Seperti terlihat pada tampilan gambar berikut ini :
Ekuitas Merek (Brand Equity)
Kesadaran Merek (brand
Persepsi kualitas (perceived quality)
Asosiasi merek (brand association)
Loyalitas merek (brand loyalty)
30
Gambar 2. 3 Dimensi Ekuitas Merek Sumber : Aaker 99
Masing-masing dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Kesadaran merek (Brand Awareness) Kesadaran merek adalah kemampuan pelanggan untuk mengenali atau mengingat kembali sebuah merek. Seperti kemampuan mengingat model varian merek, Kemampuan mengenal logo merek, Kemampuan mengingat iklan. 2. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Pemahaman kualitas terhadap merek menggambarkan respon keseluruhan pelanggan terhadap kualitas dan keunggulan yang ditawarkan merek. Seperti pemahaman akan performance atau tampilkan, kualitas pelayanan, serta persepsi produk yang berkualitas. 3. Asosiasi Merek (Brand Associations) Asosiasi merek berkenaan dengan segala sesuatu yang terkait dalam memory pelanggan terhadap sebuah merek, seperti inovasi pada merek, merek yang terkenal, merek memiliki nilai tinggi. 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Loyalitas merek adalah komitmen kuat dalam berlangganan atau membeli kembali suatu merek secara konsisten di masa mendatang, seperti melakukan pembelian ulang, membeli dengan harga premium dan memberikan rekomendasi kepada orang lain. Dapat disimpulkan bahwa salah satu usaha dalam mencapai keberhasilan dalam persaingan dan dalam menguasai pasar dalam jangka yang lama suatu
31
produk dengan merek-merek yang telah ada di pasar harus memiliki brand equity yang kuat. Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek (Durianto dkk,2004). Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut dan pada akhirnya akan mengarah pada keputusan pembelian produk (Durianto, dkk, 2004). Sedangkan menurut Aaker (1997) Peran brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan brand awareness dikelompokkan menjadi 4 tingkatan: 1. Brand Unaware (Tidak Menyadari Merek). 2. Brand Recognition (Pengenalan Merek) atau disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). 3. Brand Recall (Pengingatan Kembali Merek) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. 4. Top of Mind (Puncak Pikiran) merupakan brand awarenesstertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. 2.4.2.
Pengertian Kepuasan Pelanggan
Saat ini banyak perusahaan (termasuk perusahaan jasa) bertujuan untuk memuaskan pelanggan. Perusahaan semakin sadar bahwa pelayan dan kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting dalam rangka mempertahankan bisnis
32
yang dijalankan dan memenangkan persaingan. Dengan demikian perusahaan harus mewujudkan kepuasan pelanggan yang saat ini semakin terdidik dan memahami hak-haknya. Oleh karena itu untuk menghadapi pelanggan yang semakin kritis perusahaan harus menyusun strategi yang lebih baik. Kepuasan pelanggan ditentukan dari kualitas performa pelayanan di lapangan. Banyak ahli yang memberikan definisi tentang kepuasan pelanggan. Menurut Day (Tse dan Wilton, 1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2004;146) menyatakan bahwa : “Kepuasan atau ketidak pusasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma Kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian”. Engel, et al (1990) yang dikutip oleh Tjiptono (2004;146) : “Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui haarapan pelanggan, sedangkan ketidak puasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan”. Menurut Kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2004;147) menyatakan bahwa: “Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya”. Dari definisi diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa komponen kepuasan pelanggan yaitu harapan berbanding dengan hasil yang dirasakan. Umumnya harapan pelanggan merupakan pemikiran pelanggan tentang apa yang di terima bila mengkonsumsi sesuatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja adalah persepsi terhadap apa yang di terima pelanggan setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Sehingga pelanggan dapat merasakan tingkat kepuasan yang umum.
33
Gambar 2. 4 Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber : Tjiptono (2004), Strategi Pemasaran Dalam penelitian ini masalah kepuasan konsumen dinyatakan secara ordinal. Harapan dibentuk berdasarkan pengalaman pribadi dan juga komunikasi yang di sampaikan lewat iklan,brosur atau cara lain. Konsumen akan membandingkan harapannya dengan kenyataan saat konsumen tersebut membeli produk jasa. Jika jasa yang dikonsumsi berada dibawah harapan konsumen dapat diartikan konsumen belum terpuaskan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat memberikan pelayanan jasa melebihi dari harapan konsumen (customer satisfaction) agar perusahaan dapat bersaing. 2.4.3.
Nilai Kepuasan Pelanggan
Nilai kepuasaan pelanggan untuk mencapai kepuasan, konsumen akan memilih nilai yang paling maksimal dengan dibatasi oleh kemampuan biaya serta pengetahuan. Konsumen membentuk suatu harapan berdasarkan hal itu. Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2006;40) sebagai berikut:
34
“Customer delivered value (nilai bagi pelanggan adalah selisih antara nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total”. Nilai pelanggan total (total customer value) adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Biaya pelanggan total
konsumen
yang
dikeluarkan
untuk
mengevaluasi,
mendapatkan,
menggunakan, dan membuang produk atau jasa Total cutomer value harus lebih besar daripada total customer cost akan nilai tinggi yang akan diterima konsumen dan hal itu akan memuaskan konsumen. 2.4.4. Pengukuran Kepuasaan Pelanggan Setiap orang dalam melakukan pembelian memiliki harapan tertentu yang akan dilakukan terhadap produk atau jasa yang bersangkutan ketika digunakan. Kepuasan merupakan hal yang diharapkan bagi setiap pelanggan. Pengukuran kualitas jasa berarti membandingkan kinerja suatu jasa dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran dilakukan dengan skala likert dimana responden tinggal memilih derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan atas pernyataan tentang kualitas jasa, (Tjiptono, 2004;99), dalam menentukan kepuasan pelanggan melihat kriteria-kriteria dari jasa yang disampaikan perusahaan melalui kualitas-kualitas jasa. Kualitas jasa yang diterima atau dirasakan oleh konsumen merupakan proses evaluasi dimana pelanggan membandingkan
persepsi
mereka
mengenai
penyampaian
jasa
(service
expectation) dan hasil yang benar-benar mereka terima (service performance). Menurut Kotler seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2004;148-150) ada beberapa metode yang dapat dipergunakan perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan yaitu
35
1. System keluhan dan saran Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan
kesempatan
seluas-luasnya
bagi
para
pelanggan
untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Informasi yang diperoleh dari metoda ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan sehingga memungkinkan untuk membeli respon secara cepat dan tanggap terhadap masalah yang timbul. 2. Survey kepuasan pelanggan Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpak balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada setiap pelanggannya. 3. Gosht Shipping Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shipper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shipper menyampaikan temuantemuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. 4. Lost Costumer Analysis Metode ini sedikit unik, perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah perolehannya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
36
2.5
Loyalitas Pelanggan
2.5.1. Pengertian Loyalitas Perilaku setelah pembelian suatu produk (jasa) ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Setiap perusahaan pasti menginginkan konsumennya loyal karena konsumen yang loyal akan memberikankeuntungan jangka panjang bagiperusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan. Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2000;111) yaitu : “Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”. Sedangkan menurut Lovelock (2004;352), loyalitas adalah : “Loyalty is describe a customer’s willingness to continue patronizing a firm over the long term, purchasing and using its goods and services on a repeated and preverably exclusive basis, recommending the firm’s product to friends and associates”. Artinya, loyalitas menggambarkan keinginan konsumen untuk terus berlangganan dalam jangka waktu panjang, melakukan pembelian dan menggunakan barang dan jasa secara berulang, dan merekomendasikan produk perusahaan kepada teman dan koleganya. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan suatu sikap positif konsumen terhadap suatu prosuk atau jasa yang disertai dengan perilaku pembelian secara berulang dan bersifat konsisten, yang selanjutnya mereka atau konsumen merekomendasikan prosuk atau jasa perusahaan tersebut kepada orang lain.
37
2.5.2.
Karakteristik Loyalitas Pelanggan Konsumen yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan.
Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2000;107-108) mengemukakan beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, diantaranya : 1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten Pelanggan membeli kembali prosuk yang sama yang ditawarkan perusahaan. 2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut kepada orang lain. 3. Konsumen tidak mudah beralih kepada produk pesaing Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis dari pesaing. 2.5.3. Tipe-tipe Loyalitas Pelanggan Dalam cakupan yang lebih luas, loyalitas pelanggan (customer loyalty) dapat didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat prosuktif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Definisi tersebut mencakup dua komponen penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen itu menghasilkan empat situasi kemungkinan loyalitas atau disebut juga dengan tipe loyalitas pelanggan. Tipe-tipe loyalitas pelanggan menurut Dick dan Basu yang dikutip oleh Tjiptono (2000;110) diantaranya adalah : 1. No royalty Bila sikap perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua penyebabnya, yang pertama sikap yang
38
lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk / jasa baru diperkenalkan atau perusahaan tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unik produknya. Penyebabnya kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama. 2. Spurious loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah sprurious loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarty (penempatan produk yang strategis pada arak pajang, atau lokasi outlet dipersimpangan jalan yang ramai, atau faktor diskon). 3. Latent Loyalty Situasi ini merupakan situasi ideal yang pealing diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. 2.5.4. Proses Pengembangan Pelanggan Harus disadari bahwa pelanggan akan menjadi tidak aktif atau pergi, karena sebab-sebab tertentu seperti perusahaan kebangkrutan, kepindahan ke lokasi lain, konsumen merasa ketidakpuasan, dan lain sebagainya. Tantangan perusahaan adalah mengaktifkan kembali pada pelanggan yang tidak puas melalui
39
strategi mendapatkan kembali pelanggan. Sering kali tidak mudah untuk menarik bekas pelanggan daripada mendapatkan pelanggan yang baru. Untuk dapat memenuhi pemasaran berdasarkan hubungannya dengan pelanggan, langkah pertama kita harus memeriksa proses-proses yang terlibat dalam menarik dan mempertahankan pelanggan. Gambar dibawah ini menunjukan langkah-langkah utama dalam proses pengembangan pelanggan.
Gambar 2. 5 Proses Pengembangan Pelanggan Sumber : Kotler (2002;59)
40
Titik awal adalah tersangka (suspect), yaitu setiap orang yang mungkin berminat membeli produk atau jasa. Perusahaan memeriksa suspect ini dengan cermat untuk menemukan kemungkinan sebagai calon pelanggan (prospect), yaitu orang-orang yang memiliki mint potensial yang kuat terhadap produk dan memiliki kemampuan untuk membelinya. Calon pelanggan yang tidak memenuhi syarat (disqualified prospect), yaitu orang-orang yang ditolak oleh perusahaan karena dianggap berkredibilitas rendah atau tidak menguntungkan. Perusahaan berharap untuk mengubah banyak calon pelanggan untuk pertama kalinya (first time customers), dan kemudian mengubah para pelanggan pertama kali yang puas menjadi pelanggan berulang (repeat customers). Baik pelanggan pertama kali maupun pelanggan berulang mungkin juga terus membeli dari para pesaing. Perusahaan kemudian bertindak untuk mengubah pelanggan berulang menjadi klien (client), yaitu orang-orang yang diperlakukan perusahaan secara istimewa. Tantangan selanjutnya adalah untuk mengubah para klien menjadi anggota (members), dengan memulai program keanggotaan yang menawarkan keseluruhan perangkat tunjangan bagi pelanggan yang bergabung. Selanjutnya diharapkan para anggota akan beralih menjadi pembela (advocates), yaitu para pelanggan yang dengan penuh gairah merekomendasikan perusahaan beserta jasa dan produknya kepada orang lain. Tantangan terakhir adalah untuk mengubah advocates menjadi mitra (partners) dimana pelanggan dan perusahaan akan berkerja sama secara aktif memajukan usaha.
41
2.5.5. Alasan Perusahaan harus Menjaga dan Mempertahankan Pelanggan Menurut Kotler, Hayes dan Bloom yang dikutip oleh Alma (2004;275), Menyatakan terdapat enam alasan mengapa perusahaan harus menjaga dan mempertahankan pelanggannya diantaranya adalah : 1. Pelanggan yang sudah ada, prospeknya dalam memberi keuntungan cenderung lebih besar. 2. Biaya menjaga dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada, jauh lebih kecil daripada biaya mencari pelanggan baru. 3. Pelanggan yang sudah percaya pada suatu perusahaan dalan satu urusan bisnis, cenderung akan percaya juga dalam urusan atau bisnis yang lain. 4. Jika pada suatu perusahaan banyak langganan lama, akan memperoleh keuntungan karena adanya peningkatan efesiensi. Langganan lama pasti tidak akan banyak lagi tuntutan, perusahaan cukup menjaga dan mempertahankan mereka. 5. Pelanggan lama ini tentu telah banyak pengalaman positif berhubungan dengan perusahaan, sehingga mengurai biaya psikologis dan sosialisasi. 6. Pelanggan lama, akan selalu membela perusahaan dan berusaha pula menarik / memberi referensi kepada teman-teman lain dan lingkungannya untuk mencoba berhubungan dengan perusahaan. Tabel 2. 1Penelitian Terdahulu No Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Hasil
1
Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Loyalitas Pemilihan
Deskriptif dan Verifikatif
Ekuitas Merek berpengaruh signifikan terhadap
Dila Putri Maharani (2010)
42
2
Universitas Sebelas Maret Cindy Angelia(2009) Universitas Sebelas Maret
2.6.
Jenis Kartu Provider IM3 dan XL Pengeruh Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas pada Rocketz Live Coffee Surakarta
Loyalitas Deskriptif
Kepuasan Konsumen berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
Kerangka Pemikiran Ekuitas Merek merupakan salah satu daya tarik dari sebuah perusahaan di
mata konsumen. Ekuitas Merek juga menentukan konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya memberi keuntungan bagi perusahaan dari waktu ke waktu. Ekuitas merek harus didefinisikan berdasarkan efek pemasaran yang secara unik dapat diatributkan ke sebuah merek (Kotler, dan Keller, 2009). Artinya, ekuitas merek terkait dengan fakta bahwa akan diperoleh hasil yang berbeda dari pemasaran suatu produk atau jasa karena mereknya, dibandingkan dengan hasil bila produk atau jasa yang sama tidak teridentifikasi oleh merek tersebut. Pembangunan ekuitas merek bergantung pada tiga faktor utama yaitu, 1. Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek, 2. Cara merek diintegrasikan ke dalam dukungan program pemasaran, 3. Sosiasi yang dipindahkan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan merek dengan entitas lainnya (misalnya perusahaan, negara asal, saluran distribusi, atau merek lain) (Kotler, dan Keller, 2009). Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada
43
dasarnya identik. Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu tersebut merupakan ukuran ekuitas merek. Sedangkan ekuitas merek merupakan diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas produk atau jasa tersebut (Kotler, 2005:86). Dengan kuatnya nilai merek dalam suatu produk perusahaan akan menjadikan kekuatan untuk menghasilkan ketertarikan dimata konsumen, dengan adanya ketertarikan tersebut akan mendorong konsumen untuk mengkonsumsinya dan semakin banyak konsumen yangmengkonsumsi produk tersebut dapat menghasilkan keuntungan di sisi perusahaan itu sendiri, baik dari loyalitas maupun dari segi financial perusahaan. Menurut Aaker (1997), konsep dasar ekuitas merek dibentuk dari empat dimensi, yaitu : 1. Kesadaran merek (brand awareness). 2. Persepsi kualitas (perceived quality). 3. Asosiasi merek (brand association). 4. Loyalitas merek (brand loyalty). Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek (Durianto dkk,2004). Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut
44
dan pada akhirnya akan mengarah pada keputusan pembelian produk (Durianto, dkk, 2004). Selain itu, perusahaan semakin sadar bahwa pelayan dan kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting dalam rangka mempertahankan bisnis yang dijalankan dan memenangkan persaingan. Dengan demikian perusahaan harus mewujudkan kepuasan pelanggan yang saat ini semakin terdidik dan memahami hak-haknya. Menurut Kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2004;147) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
adalah tingkat
perasaan
seseorang setelah
membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Konsumen membentuk suatu harapan berdasarkan hal itu. Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2006;40) sebagai berikut Customer delivered value (nilai bagi pelanggan adalah selisih antara nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total. Nilai pelanggan total (total customer value) adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Biaya pelanggan total konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk atau jasa. Total cutomer value harus lebih besar daripada total customer cost akan nilai tinggi yang akan diterima konsumen dan hal itu akan memuaskan konsumen Sehingga penulis berasumsi bahwa dengan Ekuitas Merek yang kuat serta Kepuasan Pelanggan mempengaruhi kesetiaan konsumen terhadap suatu perusahaan berdasarkan pengalamannya.
45
Konsumen dapat menilai dan merasakan apakah perusahaan tersebut menghasilkan nilai merek yang baik, kuat, ataupun rendah serta perusahaan tersebut telah dapat melayani konsumen sehingga konsumen dapat terpuaskan atau layanan yang di berikan sesuat atau melebihi harapan konsumen yang pada akhirnya konsumen menjadi setia terhadap perusahaan dan tidak terhasut dengan produk sejenis dari pesaing.
Gambar 2. 6 Kerangka Pemikiran
2.7.
Hipotesis H1 : Ekuitas Merek (X1) berpengaruh terhadap Loyalitas (Y). H2 : Kepuasan Pelanggan (X2) berpengaruh terhadap Loyalitas (Y). H3 : Ekuitas Merek (X1) dan Kepuasan Pelanggan (X2) terhadap Loyalitas (Y).