BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Peran Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori , orientasi maupun disiplin ilmu. Istilah “Peran” diambil dari dunia teater, dimana posisi actor dalam dunia teater itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat sehingga hasilnya bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, tapi selalu ada dalam kaitannya dengan orang lain yang berhubungan dengan orang / actor tsb. Dalam pembahasan teori peran ini akan dipusatkan pada teori milik Biddle & Thomas (1966) Menurut teori peranan (Role Theory), peranan adalah sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu (Sarbin & Allen, 1968; Biddle & Thomas, 1966). Menurut teori ini, peranan yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula. Tetapi apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain relatif independent (bebas) pada seseorang yang menjalankan peranan tersebut. Jadi tiap orang mempunyai peran pada masing-masing situasi, dia akan berbeda bila menjadi ayah, berbeda lagi bila menjadi anak, jadi bos, dll. Teman saya itupun mempunyai perannya sendiri, dia akan berperan sebagai seorang teman yang supel bila berkumpul dengan teman-temannya, dia akan berperan sebagai dosen yang galak bila mengajar, dia akan berperan sebagai penjual yang ramah bila berada di tokonya, dia akan berperan sebagai ayah dan suami yang baik bila berada dirumahnya, dst. Demikian pula dengan dosen yang saya anggap sombong tersebut, dia
Universitas Sumatera Utara
memiliki peranannya sendiri pula. Dia mempunyai peranan yang bermacam-macam, dia akan berperan lain bila dirumah, sebagai dosen yang bertemu dengan mahasiswa yang pintar maupun bodoh dia akan mempunyai peranan yang berbeda pula.
2.2.Teori Kelembagaan Meskipun banyak ditemui pemberian batasan yang tumpang tindih antar penulis, namun tampak bahwa istilah kelembagaan memberi tekanan kepada lima hal berikut : Pertama, kelembagaan berkenaan dengan seuatu yang permanen. Ia menjadi permanen, karena dipandang rasional dan disadari kebutuhannya dalam kehidupan. Cooley (dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964) secara sederhana menyimpulkan bahwa:. “....institution defined as established norm or procedures. It is sometime the practice to refer to anything which is socially established as an institution”. Suatu norma dan tata cara yang bersifat tetap tersebut berada dalam suatu kelembagaan. Sejalan dengan itu, Uphoff juga menyatakan bahwa kelembagaan berkenaan dengan sesuatu yang telah berjalan lama. Namun, Uphoff tidak menyebut sesuatu yang bersifat tetap tersebut norm dan procedurs, tapi norm dan behaviour. “In general, institutions, are complexes of norm and behaviour that persist over time by serving collectively valued purpose” (Uphoff, 1986). Meskipun dalam batasan Uphoff ‘norma’ dan ‘perilaku’ merupakan dua hal pokok dan berada dalam satu kalimat, namun keduanya bukanlah sesuatu yang selevel. Atau, bukan dua hal yang dapat dipisahkan saja dengan mudah begitu saja.
Universitas Sumatera Utara
Menurut struktur peristilahan, ‘perilaku’ diturunkan dari ‘norma’, sehingga norma berada di level yang lebih tinggi. Kedua, berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku. Sesuatu yang abstrak tersebut merupakan suatu kompleks beberapa hal yang sesungguhnya terdiri dari beberapa bentuk yang tidak selevel. Hal yang abstrak ini kirakira sama dengan apa yang disebut Cooley dengan public mind, atau ‘wujud ideel kebudayaan’ oleh Koentjaraningrat, atau cultural menurut Johnson. Secara garis besar, hal yang dimaksud terdiri dari nilai, norma, hukum, peraturan-peraturan, pengetahuan, ide-ide, belief, dan moral. Kumpulan dari hal-hal yang abstrak tersebut, terutama norma sosial, diciptakan untuk melaksanakan fungsi masyarakat (Taneko, 1993). Fungsi-fungsi yang dimaksud merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Karena tingkat kepentingannya yang tinggi, maka seiring berjalannya waktu, akhirnya ia mempunyai kedudukan pasti, atau terkristalisasi menjadi semakin tegas. Ketiga, berkaitan dengan perilaku, atau seperangkat mores (tata kelakuan), atau cara bertindak yang mantap yang berjalan di masyarakat (establish way of behaving). Perilaku yang terpola merupakan kunci keteraturan hidup. Sebagaimana menurut Hebding et al. (1994), institusi sosial merupakan sesuatu yang selalu ada pada semua masyarakat, karena berguna untuk mempertemukan berbagai kebutuhan dan tujuan sosial yang dinilai penting. Jika masyarakat ingin survive, maka insitusi sosial harus ada. Keluarga misalnya, merupakan institusi sosial pokok yang mempertemukan kebutuhan sosial yang dinilia vital. Keempat, kelembagaan juga menekankan kepada pola perilaku yang disetujui dan memiliki sanksi.
Tekananya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan
Universitas Sumatera Utara
asalah. Hebding et al. (1994) menyatakan bahwa institusi sosial adalah nilai-nilai yang melekat pada masyarakat yang menyediakan stabilitas dan konsistensi di masyarakat, yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku. Menjamin sistuasi akan berulang, sehingga menjadi efektif. Efektifitas merupakan perhatian utama dalam apa yang dikenal dengan pemahaman “ekonomi kelembagaan”. Dari kelima tekanan pengertian di atas terlihat bahwa ‘kelembagaan’ memiliki perhatian utama kepada perilaku yang berpola yang sebagian besar datang norma-norma yang dianut. Kelembagaan berpusat pada sekitar tujuan-tujuan, nilai atau kebutuhan social utama.
2.3.Teori Pembelajaran 2.3.1. Pengertian Pembelajaran Dalam keseluruhan proses pendidikan, pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok disekolah. Sebab di dalam pembelajaran terdapat rangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dan interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik tersebut merupakan syarat utama bagi berlangsungnya pembelajaran. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran tersirat adanya suatu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara peserta didik yang belajar dan guru yang mengajar. Dan antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang. Dan untuk pengertian dari pembelajaran itu sendiri, para ahli pendidikan mengemukakan bahwa, pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. (Muhaimin, A. Ghafir, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Drs. Udin Saripudin, pembelajaran adalah sarana untuk memungkinkan terjadinya proses belajar dalam arti perubahan perilaku individu melalui proses mengalami sesuatu yang diciptakan dalam rancangan proses pembelajaran ( Winataputra, 1994).
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses terjadinya interaksi guru dengan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar dan mengajar yang didukung oleh sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.3.2.Tujuan Pembelajaran Pada masa sekarang, pembelajaran dicoba dikaitkan dengan kegiatan belajar. Hakekat mengajar bukanlah melakukan sesuatu bagi peserta didik, tetapi lebih berupa menggerakkan peserta didik melakukan hal-hal yang menjadi tujuan pendidikan. Tugas utama seorang guru bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku tetapi mendorong memberikan inspirasi- inspirasi dan membimbing peserta didik dalam usaha mereka mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum, pembelajaran dilukiskan sebagai upaya seseorang yang tujuannya adalah membantu orang belajar. Dalam sistem operasionalisasi kelembagaan pendidikan, berbagai tingkat tujuan pendidikan ditetapkan secara berjenjang dalam struktur program intruksional, sehingga tergambarlah klasifikasi gradual yang semakin meningkat. Bila dilihat dari pendekatan sistem intruksional tertentu sebagai berikut, (Arifin, 1991). a. Tujuan intruksional khusus, diarahkan pada setiap bidang studi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh anak didik.
Universitas Sumatera Utara
b. Tujuan intruksional umum, diarahkan pada penguasaan atau pengamalan suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya sebagai suatu kebulatan. c. Tujuan kurikuler, adalah tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui bidang studi tertentu. Dengan kata lain, tujuan kurikuler adalah tujuan untuk tiap-tiap bidang studi. Tujuan ini lebih mengarah pada pembentukan pribadi siswa. Di dalam rumusan tujuan kurikuler dapat diketahui bahwa aspek-aspek pribadi yang akan dibina dan dikembangkan melalui pendidikan bidang studi yang bersangkutan. d. Tujuan institusional, adalah tujuan yang dirumuskan dan hendak dicapai oleh sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan ini sudah bersifat khusus sesuai dengan apa yang akan dihasilkan oleh institusi atau lembaga tersebut. Tujuan umum atau tujuan nasional, adalah tujuan yang hendak dicapai melalui upaya pendidikan secara menyeluruh. Tujuan pendidikan ini merupakan tujuan umum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan tertera di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Tujuan yang sifatnya masih umum ini harus menjiwai semua gerak kegiatan pendidikan, walaupun tindakan-tindakan khusus harus dilakukan berdasarekan atas jabaran dari tujuan umum tersebut dalam bentuk tujuan yang lebih khusus. (Arikunto,1999)
2.4.Teori Pendidikan 2.4.1.Pengertian Pendidikan Dalam arti luas, pendidikan adalah berusaha membangun seseorang untuk lebih dewasa. Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya Sebaliknya menurut jean praget pendidikan berarti menghasilkan atau mencipta walaupun tidak banyak.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.. Lebih jelasnya pendidikan adalah setiap proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan/keterampilan sikap atau mengubah sikap. Secara garis besar, Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksi peserta didik dengan masyarakat sekitar.
2.4.2.Lembaga pendidikan Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari sejarah perkembanganya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki beragam corak dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang sebagian memiliki corak ala barat dan gereja, dan corak ketimuran ala pesantren sebagai
Universitas Sumatera Utara
penyeimbang, serta model dan corak kelembagaan yang berkembang saat ini tentunya tidak terlepas dari kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut. Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik. Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat: 1)
Pengembangan pribadi
2)
Pengembangan warga
Universitas Sumatera Utara
3)
Pengembangan Budaya
4)
Pengembangan bangsa
2.4.3.Klasifikasi Lembaga Pendidikan Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar peserta didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu pembangunan lembaga pendidikan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini lebih rincinya menjadi tiga bentuk: 1). informal. 2). formal 3). dan nonformal Sebelum kita melngkah pada pembahasan lebih jauh, tentunya kita harus mengetahui peran masing-masing lembaga secara umum, ketiga klasifikasi di atas dalam pergumulannya di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda, lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapanya adalah lebih banyak di arahkan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma. Lembaga pendidikan kedua,
Universitas Sumatera Utara
yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter sosial. Ketiga pembagian di atas adalah merupakan perubahan mendasar, Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga telah diberlakukan, namun masih termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, dan ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Penjelasan dari klasifikasi tersebut adalah: a. Pendidikan informal, atau pendidikan pertama adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, hal ini adalah menjadi pendidikan primer bagi peserta dalam dalam pembentukan karakter dan kepribadian. b. Pendidikan nonformal, atau pendidikan kedua meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan. Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
Ø
Jalur formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan: 1). umum 2). Kejuruan 3). Akademik 4). profesi 5). Advokasi 6). keagamaan.
Pendidikan formal dapat coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang sederajad. Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui
Universitas Sumatera Utara
jalur formal (TK, atau Raudatul Athfal), sedangkan dalam nonformal bisa dalam bentuk ( TPQ, kelompok bermain, taman/panti penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan Sedangkan Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas, pendidikan umum dan pendidikan kejuruan yang berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajad. Yang terakhir adalah pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, pendidikan ini mencakup program pendidikan 1). Diploma 2). Sarjana 3). Magister 4). Doktor, Perguruan tinggi memiliki beberapa bentuk 1). Akademi 2). Politeknik 3). Sekolah tinggi 4). Institut atau universitas Semua lembaga formal di atas diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut,. Khusus bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak
Universitas Sumatera Utara
memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni Untuk menagulangi permasalahan yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat saat ini, seperti pemberian gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain, pemerintah telah mengatur dan mengancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana, pasal 67-71).
2.4.4. Lembaga Pendidikan Dan Perubahan Sosial Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan Perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di atas tikan akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah
Universitas Sumatera Utara
diadakanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan. Prinsib dasar pembentukan tersebut adalah meliputi: 1)
Perumusan tujuan institusional yang meliputi: a. Orientasi pada pendidikan nasional b. Kebutuhan dan perubahan masyarakat c. Kebutuhan lembaga.
2)
menetapkan isi dan struktur progam
3)
penyusunan strategi penyusunan dan pelaksanaan kurikulum
4)
pengembangan progam
Diharapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana di atas, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-kader perubahan ke arah perbaikan di masyarakat. Selanjutnya mengenai pengembangan kurikulum ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan, yaitu: 1)
relevansi dengan dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat
2)
sesuai dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang
3)
efektifitas waktu pengajar dan peserta didik
4)
efisien, dengan usaha dan hasilnya sesuai
5)
kesinambungan antara jenis, progam, dan tingkat pendidikan
6)
fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memilih progam, pengembangan progam, dan kurikulum pendidikan.
2.5. Jasa 2.5.1. Pengertian Jasa
Universitas Sumatera Utara
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. (Kotler, 1997: 83). Pengertian jasa dapat diperjelas dengan mengetahui karakteristik utama yang membedakannya dengan barang, yaitu: 1. Intangibility (tidak berwujud), berbeda dengan barang yang merupakan obyek, alat atau benda sedangkan jasa adalah perbuatan, kinerja atau usaha. 2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi bersamaan. 3. Variability (berubah-ubah), bersifat variabel artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenisnya tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. 4. Perishability (daya tahan), tidak dapat disimpan, hal ini tidak menjadi masalah jika permintaannya tetap karena untuk menyiapkan pelayanan permintaan tersebut mudah tapi apabila berfluktuasi, berbagai masalah muncul (Kotler, 1997).
2.5.2.Pengertian dan Konsep Dasar Kualitas Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda tentang kualitas. Dalam Yamit (2001), Goetsch Davis mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan Juran menyatakan kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Konsep dasar kualitas dari suatu pelayanan (jasa) ataupun kualitas dari suatu produk dapat didefinisikan sebagai pemenuhan yang dapat melebihi dari keinginan ataupun harapan dari pelanggan (konsumen). Zeithami, Berry dan Parasuraman (Yamit, 2001) telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: 1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai,dan sarana komunikasi. 1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. 2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 5. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguraguan. 6. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
2.5.3. Defenisi Indikator Pelayanan
Universitas Sumatera Utara
1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai,dan sarana komunikasi. 2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. 3. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguraguan. 5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara