BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Motif atau motivasi berasal dari kata latin ‘moreve’ yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau ‘needs’ atau ‘want’, kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut dan hasilnya orang akan merasa puas. Apabila kebutuhan tersebut belum direspon atau dipenuhi, maka akan berpotensi untuk muncul kembali sampai terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan (Notoatmodjo, 2007). Setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi tersebut ikut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah ‘motivasi’. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan tersebut berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dapat diartikan juga sebagai dorongan mental
10
terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat (Uno, 2008). Menurut Purwanto (1998) motif adalah penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan atau tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif-motif tersebut memberi tujuan dan arah kepada perilaku manusia, juga kegiatan yang dilakukan setiap hari mempunyai motif-motif tertentu. Niewhof, dkk (2004) dalam tulisan Indie (2009), menggambarkan motivasi sebagai “why” of human behavior, yang berarti bahwa motivasi yang ada dalam diri seseorang merupakan satu dorongan dasar yang menjadi alas an seseorang untuk memutuskan melakukan sesuatu atau tidak. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan atau keinginan dalam diri manusia yang menyebabkan
individu
melakukan
sesuatu
untuk
memenuhi
kebutuhannya. 2. Konsep Motivasi Menurut Notoatmodjo (2007), para ahli merumuskan konsep atau teori tentang motivasi, diantaranya yaitu: a. Teori Mc Clelland Teori ini menjelaskan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi, yakni motif primer atau motif yang yang tidak dipelajari, dan
11
motif skunder atau motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Motif ini sering disebut dengan motif sosial. Motif primer atau motif yang tidak dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis, sehingga mendorong seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologis seperti makan, minum, seksualitas dan kebutuhan-kebutuhan biologis yang lain. Motif skunder adalah motif yang ditimbulkan karena dorongan dari luar akibat interaksi sosial. Motif sosial ini dapat dibedakan menjadi 3 motif yaitu: 1) Motif Berprestasi Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal. Dalam memperoleh hasil yang lebih baik realitanya tidak mudah dan banyak kendala, oleh sebab itu perlu dorongan untuk berusaha mengatasi kendala tersebut dengan memelihara semangat belajar yang tinggi, sehingga motif berprestasi adalah dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan kepada ukuran keunggulan dibanding dengan standar ataupun orang lain. 2) Motif Berafiliasi Motif berafiliasi adalah kebutuhan atau dorongan manusia untuk menjadi bermakna interaksinya dengan manusia yang lain (sosial). Agar kebutuhan berafiliasi ini terpenuhi, maka harus menjaga hubungan baik dengan orang lain.
12
3) Motif Berkuasa Motif berkuasa adalah dorongan manusia untuk berusaha mengarahkan perilaku seseorang atau manusia lain untuk mencapai kepuasan melalui tujuan tertentu, seperti kekuasaan dengan cara mengontrol atau mengawasi orang lain. b. Teori Mc Gregor Dalam penelitiannya, Mc Gregor menyimpulkan teori motivasi itu dalam teori X dan Y. Teori ini didasarkan pada pandangan konvensional atu klasik (teori X) dan pandangan baru atau modern (teori Y). Teori X yang bertolak dari pandangan klasik ini bertolak dari anggapan bahwa : 1) Pada umumnya manusia itu tidak senang bekerja; 2) pada umumnya manusia cenderung sesedikit mungkin melakukan aktivitas atau bekerja; 3) pada umumnya manusia bersifat egois dan kurang acuh terhadap organisasi. Oleh sebab itu, dalam melakukan pekerjaan harus diawasi denga ketat. Teori Y yang bertumpu pada pandangan atau pendekatan baru ini beranggapan bahwa; 1) Pada dasarnya manusia itu tidak pasif, tetapi aktif; 2) pada dasarnya manusia itu tidak malas kerja, tapi suka bekerja; 3) pada umumnya manusia itu dapat berprestasi dalam menjalankan pekerjannya; 4) pada umumnya manusia selalu berusaha mencapai sasaran atau tujuan organisasi; 5) pada umumnya manusia selalu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan atau sasaran.
13
c. Teori Herzberg Teori motivasi ini dikenal dengan teori motivasi ‘dua faktor’ (Herzberg’s two factors motivation theory). Jadi menurut teori ini, ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam tugas atau pekerjaannnya, antara lain: 1) Faktor-faktor
penyebab
kepuasaan
(Satisfierr)
atau
faktor
motivasional. Faktor ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang seperti serangkaian kondisi intrinsik. Apabila kepuasaan belajar tercapai, maka akan menggerakkan tingkat motivasi atau kepuasan ini antara lain; prestasi (achievement), penghargaan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kesempatan untuk maju (possibility of growth), dan pekerjaan itu sendiri (work). 2) Faktor-faktor hygiene
penyebab
factor.
ketidakpuasan
Faktor
ini
(dissastifaction)
menyangkut
kebutuhan
atau akan
pemeliharaan atau maintenance factor yang merupakan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesehatan badaniyah. Hilangnya faktor-faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan bekerja (dissatisfaction). Faktor higienes ini meliputi kondisi fisik lingkungan
(physical
environment),
hubungan
interpersonal
(interpersonal relationship) kebijakan dan administrasi (policy and administration), dan pengawasan (supervision), reward, dan keamanan.
14
d. Teori Maslow Teori motivasi ini merupakan lanjutan atau pengembangan dari teori Eltom Mayo (1880-1949) dengan mendasarkan pada kebutuhan manusia yang dibedakan antara kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis, atau disebut kebutuhan materi (biologis) dan kebutuhan non materi (psikologis). Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten pada diri manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiologis (sandang pangan), kebutuhan rasa aman (bebas cahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini dikenal sebagai teori kebutuhan (needs) yang digambarkan seperti berikut: Aktualisasi Diri Penghargaan/penghormatan Rasa memiliki dan cinta/sayang Perasaan aman dan nyaman Kebutuhan Fisiologis
Gambar 2.1 Hierarki kebutuhan Maslow (Sumber: Stephen P. Robbin, 1996:214 dikutip oleh Uno 2008)
Teori ini mempunyai makna serta peranan kognisi dalam kaitannya dengan perilaku seseorang yang menjelaskan adanya peristiwa internal yang terbentuk sebagai perantara dari stimulus tugas dan tingkah laku berikutnya (Uno, 2008).
15
3. Tujuan Motivasi Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Dalam mencapai tujuan motivasi, maka setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi (Purwanto, 2007). 4. Jenis Motivasi Menurut Abraham C. dan Shanley F.(1999) dalam bukunya Sunaryo (2004), jenis motivator secara umum adalah uang, penghormatan, tantangan, pujian, kepercayaan atasan, lingkungan kerja yang menarik, jam kerja yang fleksibel, promosi, persahabatan, pengakuan, penghargaan, kemandirian, lingkungan yang kreatif, bonus atau hadiah, ucapan terimakasih, dan keyakinan dalam bekerja.
B. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia, karena manusia selain sebagai makhluk biologis, manusia merupakan makhluk sosial dan budaya. Artinya manusia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau diajar oleh manusia lain. Seperti contoh bayi yang baru dilahirkan tidak mempunyai daya, sehingga membutuhkan bantuan
16
orang dewasa yang lain agar mampu bertahan hidup. Selain itu bayi yang baru dilahirkan memiliki beberapa naluri atau insting dan potensi-potensi yang terbatas. Potensi-potensi bawaan itu tidak berkembang dengan baik tanpa adanya pengaruh dari luar (Purwanto, 2007). Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, dan ada juga kemungkinan untuk mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Belajar juga merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman (Purwanto, 2007). Dalam Wikipedia (2007), Slavin (2000) mendefinisikan belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah ‘input’ yang berupa stimulus dan ‘output’ yang berupa respon. Uno (2008) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu pengalaman yang diperoleh berkat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya. Belajar adalah proses perubahan perilaku atau pribadi seorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal, dan nonformal. Belajar adalah usaha memperoleh hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri. Dari pernyataaan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses belajar adalah memperoleh sesuatu yang baru yang dahulu
17
belum ada, sekarang menjadi ada, yang semula belum diketahui, sekarang diketahui,
yang
dulu
belum
dimengerti,
sekarang
dimengerti
(Notoatmodjo, 2003:37). Dijelaskan bahwa belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia luar dan hidup bermasyarakat (Notoatmodjo, 2007). Dari beberapa definisi belajar diatas dapat dirumuskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon akibat interaksi antara manusia (individu) dengan lingkungannya, sehingga memperoleh sesuatu yang baru, baik sesuatu itu yang bersifat positif (baik) maupun sesuatu yang negatif (jelek). 2. Ciri-ciri Kegiatan Belajar Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dapat disimpulkan bahwa belajar mempunyai ciri-ciri, yaitu belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu tersebut, baik aktual maupun potensial, perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama, dan perubahan itu terjadi karena usaha, bukan karena proses kematangan.
18
3. Konsep Proses Belajar Teori proses belajar dapat dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok
besar,
memperhitungkan
yakni faktor
teori internal
stimulus-respon dan
teori
yang
transformasi
kurang yang
memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus-respon ini apa yang terjadi pada diri subjek belajar merupakan rahasia atau biasa disebut ‘black box’. Belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabunggabungkan tanggapan dengan jalan mengulang-ulang. Tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan. Teori transformasi yang berlandaskan pada psikologi kognitif seperti yang dirumuskan oleh Neisser, bahwa proses belajar adalah transformasi dari masukan (input). Kemudian input tersebut direduksi, diuraikan, disimpan, ditemukan kembali, dan dimanfaatkan. Para ahli psikologi kognitif menggunakan faktor eksternal dan internal dalam mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan proses yang bersifat internal yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti metode pembelajaran atau pengajaran. Proses belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
19
Faktor Eksternal
Persentuhan (contigultg)
Repetisi (Repetition)
Penguat (Reinforcement)
Peristiwa belajar Faktor Internal Fakta Informasi (Factual Information)
Keterampilan Intelektual (Intelectual Skill)
Strategistrategi (Strategies)
Skema 2.2. Faktor Eksternal dan Internal yang Mempengaruhi Peristiwa Belajar (Sumber Notoatmojo, 2007:41)
4. Teori-teori Belajar Teori belajar yang merupakan hasil penyelidikan para ahli psikogi dan ahli pendidikan antara lain (Purwanto, 2007) : a. Teori Conditioning 1) Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson) Menurut teori ini belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah hasil dari pada conditioning, yaitu hasil latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan yang bereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialami dialami di dalam kehidupannya. 2) Teori Conditioning dari Guthrie Dalam teori ini Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-
20
deretan tingkah laku yang terdiri dari unit tingkah laku yang berikutnya secara terus-menerus. Pada proses Conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang beruntutuan. Ulangan-ulangan atau latihanlatihan memperkuat asosiasi yang terdapat antar unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang lainnya. 3) Teori Operant Conditioning Teori ini merupakan penyempurnan dari teorinya Ivan Pavlov dan John Watson, yang dikembangkan oleh Burhus Fredik Skinner (1930), menurut pendapatnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar atau subjek (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur. 4) Teori Systematic Behavior oleh Clark C. Hull Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingakat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat individu itu.
21
Prinsip
penguat
menggunakan
seluruh
situasi
yang
memotivasi, mulai dari dorongan biologis (kebutuhan utama seseorang) sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran (reward) misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan aspirasi sosial tingkat tinggi. Dua hal penting dalam proses belajar dari Hull adalah adanya incentive motivation (motivasi insentif) dan drive stimulus reduction (pengurangan stimulus pendorong). b. Teori Conditioning of learning dari Robert M. Gagne Menurut Gagne (1968) belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah efek dari belajar yang komulatif. Belajar bukan proses tunggal dan bersifat kompleks, dalam teorinya ini Gagne mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi kompleks. Kompetisi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar merupakan hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya di sebut kapasitas atau out come (Aderusliana, 2007). c. Teori connectionism (Thorndike) Proses belajar menurut Thorndike melalui dua proses (Purwanto, 2007): G. Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan). Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan
22
melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba. Jika dalam usaha mencoba-coba itu kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan itu dipegangnya. H. Law of effect; Artinya bahwa segala tingkah laku yang berakibat suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan) akan diingat dan dipelajari dengan baik dan dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan atau ganjaran dan juga memberi hukuman dalam pendidikan. Adanya law of effect ini terjadi hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah laku atau reksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect). d. Teori Belajar Menurut Gestalt Setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya, yang artinya bahwa keseluruhan (gestalt) itu tidak sama dengan penjumlahan. Keseluruhan itu lebih dari bagian-bagiannya. Dalam peristiwa belajar, keseluruhan situasi belajar sangat penting karena belajar merupakan interaksi antara subjek belajar dengan lingkungannya. Sehingga seseorang dikatakan belajar apabila ia memperoleh pemahaman atau insight. Pemahaman tersebut ditandai dengan adanya: 1) Perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tidak berdaya menjadi keadaan yang mampu menguasai atau memecahkan masalah; 2) retensi yang baik; 3) peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh dari situasi, dibawa, dan dimanfaatkan
23
atau ditransfer kedalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur yang sama atau hampir sama secara keseluruhan. Dari uraian tersebut dapat diambil disimpulkan bahwa menurut teori ini, belajar adalah memberikan problem kepada subjek belajar untuk dipecahkan dari berbagai macam segi (Notoatmodjo, 2007). e. Teori Belajar Menghafal dan Mental Disiplin Para ahli pendidikan membedakan teori belajar sebagai berikut (Notoatmodjo,2007): 1) Teori Menghafal Belajar adalah menghafal, dan menghafal adalah usaha mengumpulkan pengetahuan melalui ‘pembeoan’ untuk kemudian digunakan bila diperlukan. Orang yang sedang belajar dimiripkan dengan burung beo, otak dipandang sebagai gudang kosong yang perlu diisi dengan berbagai pengertian dan pengetahuan. Tugas pengajar adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan subjek belajar maupun fungsi dari pengetahuan tersebut. 2) Teori Mental Disiplin Menurut teori ini belajar diartikan mendisiplinkan mental. Disiplin mental ini dapat diperoleh melalui latihan secara terusmenerus, berencana, dan teratur. Manusia mempunyai beberapa jenis daya, seperti daya pikir, daya fantasi, daya tangkap, daya ingat, daya mengamati, dan sebagainya. Daya tersebut diperkuat, dikembangkan dan dipertajam melalui latihan-latihan tertentu,
24
seperti menghafal untuk melatih daya ingat, dan melatih daya pikir dengan mempelajari matematika, statistik, dan lain-lain. Dalam melatih daya pikir ada 2 (dua) faktor penting. a) Faktor Asah Otak Semakin sering melatih daya pikir kita, maka daya pikir yang sudah terlatih itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah apa saja yang ditemukandalam segala bidang kehidupan. b) Faktor Transfer Dalam dipermudah
mempelajari dengan
sesuatu
yang
baru,
pengetahuan-pengetahuan
akan yang
sebelumnya sudah dimiliki. Sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang akan diberikan kepada subjek belajar hendaknya dapat di transfer dalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari. f. Teori Asosiasi ( Lock and Herbart) Teori ini dirintis oleh John Lock dan Herbart. Menurut teori ini belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabunggabungkan tanggapan dengan jalan mengulang-ulang. Tanggapan di sini adalah suatu lukisan yang timbul dalam jiwa sesudah diadakan pengamatan
atau
penginderaan.
Tanggapan
yang
ada
saling
berhubungan, sedangkan yang baru bertemu dengan cara bergabung (mengasosiasikan
diri)
dengan
tanggapan
lama.
Sehingga
25
menyebabkan adanya penarikan dari tanggapan-tanggapan yang sudah ada (Aderusliana, 2007). Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah mengulang-ulang di dalam mengasosiasikan tanggapan-tanggapan, sehingga reproduksi yang lain dalam ingatan. Konsekuensinya pengajar harus sebanyak mungkin
memberikan
stimulus
kepada
subjek
belajar
untuk
menimbulkan respon. Makin banyak terjalin stimulus dan respon, maka makin mendalam orang mempelajari sesuatu, dan makin banyak stimulus maka makin banyak respon. (Aderusliana, 2007). g. Teori Belajar Sosial (Social Learning) Belajar sosial ini diartikan jika seseorang mempelajari peranannya dan peran-peran orang lain dalam kontak sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran sosial yang telah dipelajarinya (Notoatmojo,2007). Dalam tulisan Aderuslina (2007) teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1977) dan N.E Miller dan J. Dalard. 1) Teori Belajar oleh Albert Bandura Teori belajar ini dikembangkan untuk
menjelaskan
bagaimana orang belajar dalam seting yang alami atau lingkungan sebenarnya. Dalam hipotesa A. Bandura menyatakan bahwa baik dengan tingkah laku (behavior), lingkungan (environment), dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (perception) adalah merupakan hubungan yang
26
saling
mempengaruhi
(interlocking).
Harapan
dan
nilai
mempengaruhi tingkah laku, tingkah laku sendiri sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesankesan personal. Tingkah laku juga mengaktifkan kontingensi lingkungan seperti; karakter fisik (ukuran), jenis kelamin, dan atribut social yang menumbuhkanreaksi lingkungan yang berbeda (Aderusliana, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007) pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan menjadi 3 macam. a) Efek modeling (Modelling Effect) Peniru melakukan tingkah laku-tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model. b) Efek Penghambat (inhibition) dan penghapus hambatan (disinhibition) Tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku-tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku nyata. c) Efek Kemudahan (Facilitation Effect) Tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru, lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
27
2) Teori Belajar Sosial oleh N.E Miller dan J. Dallard Menurut teori ini, tingkah laku manusia merupakan hasil belajar, oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar social, kita harus mengetahui prinsip-prinsip belajar antara lain; dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling terkait dan saling dipertukarkan satu sama lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya. Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk bertingkah laku. Simulasi yang cukup kuat pada umumnya bersifat bilogis seperti lapar, haus, seksualitas, kejenuhan, dan sebagainya. Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respon akan timbul dan terjadi. Isyarat dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif . Dalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan kepada orang tertentu maupun yang tidak. Tingkah laku balas (response) adalah tingkah laku yang timbul pada hierarki bawaan tingkah laku tersebut. Setelah beberapa kali terjadi hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut. Dalam tingkah laku sosial, seseorang tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respon yang tepat sehingga ia tidak perlu
28
membuang waktu untuk belajar dengan mencoba dan meralat. Ganjaran adalah yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak dalam kesempatan yang lain. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Berhasil atau tidaknya belajar tergantung pada berbagai macam faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat dibedakan menjadi 2 golongan (Purwanto, 2007). a. Faktor Individual Faktor individual adalah faktor yang ada pada diri organisme atau seseorang itu sendiri, seperti: 1) Faktor Kematangan atau Pertumbuhan Dalam proses belajar harusmemperhatikan kematangan atau tingkat pertumbuhan dari pembelajar atau subjek, sebagai contoh kita tidak dapat mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama, dikarenakan
pertumbuhan
mentalnya
belum
matang
untuk
menerima pelajaran itu. 2) Faktor Kecerdasan atau Intelejensi Taraf kecerdasan juga turut memgang peranan penting dalam keberhasilan belajar, faktanya menunjukkan bahwa, meskipun anak yang berumur 14 tahun keatas pada umunya telah matang untuk belajar ilmu pasti , tetapi tidak semua anak pandai dalam ilmu tersebut.
29
3) Faktor Latihan Semakin sering berlatih atau mengulang sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki individu tersebut akan semakin
dikuasai.
Sebaliknya
tanpa
latiahan
pengalaman-
pengalaman yang telah dimilikinya dapat menjadi berkurang atau hilang. 4) Faktor Motivasi Motivasi merupakan pendorong bagi suatu organisme (individu) untuk melakukan sesuatu, sehingga seseorang tidak mungkin berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya, jika ia mengetahui seberapa penting dan manfaat yang akan dicapai dari belajarnya. 5) Faktor Pribadi Setiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadian masingmasing yang berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sifat-sifat kepribadian yang ada sedikit banyaknya berperan dalam hasil belajarnya, seperti faktor fisik kesehatan, sifat keras hati, berkemauan keras, tekun dalam usahanya, dan sebagainya. b. Faktor Sosial Faktor sosial adalah faktor yang ada di luar individu meliputi: 1) Faktor Keluarga Suasana dan keadaan keluarga yang beraneka macam turut menentukan keberhasilan belajar anak-anak, termasuk ada tidaknya
30
atau tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar. 2) Guru dan Cara Mengajar Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan cara guru itu mengajar anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai anak. 3) Faktor Alat atau Fasilitas Pelajaran Alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar, dapat membantu dan mempermudah guru (pendidik) dalam proses belajar mengajar di sekolah. 4) Faktor Motivasi Sosial Motivasi sosial dapat timbul pada orang lain di sekitarnya, seperti teman-teman sekolahnya, tetangga, dan saudara dekat. Motivasi sosial ini dapat membangkitkan hasrat dan dorongan untuk belajar lebih baik. Anak dapat menyadari apa gunanya belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu. 5) Faktor Lingkungan dan Kesempatan Faktor lingkungan di sini seperti jarak antara rumah dan sekolah, jika jarak antara runah dan sekolah jauh yang memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan kelelahan pada anak. Untuk faktor kesempatan seperti anak anak-anak yang tidak dapat belajar dengan baik dan tidak dapat meningkatkan belajarnya, akibat tidak adanya kesempatan yang disebabkan oleh pekerjan dan pengaruh lingkungan yang buruk.
31
Belajar adalah suatu proses yang terdiri dari masukan (input) dan hasil (output). Dalam hal ini belajar dapat dianalisis dengan pendekatan analisis sistem sehingga dapat melihat berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
metode
Input (Subyek belajar)
Fasilitas Belajar
Alat bantu
Proses Belajar
Output (Hasil Belajar)
Bahan Ajar
Skema 2.3 Proses Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Sumber: Notoatmodjo,2007 : 50)
Selain itu, masih ada lagi faktor lain yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang seperti yang digambarkan sebagai berikut:
32
Alam Lingkungan Luar
Sosial Kurikulum/Bahan Pelajaran Guru/Pengajar Sarana dan Fasilitas
Faktor
Instrumen
Administrasi/ managemen Kondisi Fisik
Fisiologi Dalam
Kondisi Panca Indra Bakat
Psikologi
Minat Kecerdasan Motivasi Kemampuan Kognitif
Skema 2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar (Sumber: Purwanto,2007:107)
6. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip-prinsip belajar pada hakekatnya meliputi (Notoatmodjo, 2007): a. Prinsip 1 Belajar adalah suatu penagalaman yang terjadi dalam diri si pelajar yang diaktifkan oleh individu itu sendiri. Proses belajar dikontrol oleh si pelajar sendiri dan bukan oleh si pengajar. Oleh karena itu mengajar bukan berarti memaksakan sesuatu terhadap si pelajar sehingga perubahan persepsi pengetahuan, sikap, dan perilaku adalah suatu produk manusia itu sendiri, bukan kekuatan yang dipaksakan kepada individu.
33
b. Prinsip 2 Belajar adalah proses penggalian ide-ide yang berhubungan dengan dir sendiri dan masyarakat sehingga pelajar dapat dapat menentukan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai, untuk itu apa yang relevan bagi pelajar harus ditemukan oleh pelajar itu sendiri. c. Prinsip 3 Belajar adalah suatu konsekuensi dari pengalaman, seseorang menjadi bertanggung jawab ketika ia diserahi tanggung jawab. Orang tidak akan mengubah perilakunya hanya karena seseorang mengatakan kepadanya untuk mengubahnya, sehingga belajar efektif tidak cukup jika hanyadengan member informasi saja, tetapi juga memberikan pengalaman. d. Prinsip 4 Belajar adalah proses kerjasama dan kolaborasi. Kerjasama akan memperkuat proses belajar, karena pada hakekatnya orang senang saling bergantung dan saling membantu. Dengan kerjasama, saling berinteraksi, dan saling berdiskusi, disamping memperoleh pengetahuan dari orang lain juga dapat mengembangkan pemikiranpemikiran dan daya kreasi individu. e. Prinsip 5 Belajar adalah proses evaluasi, bukan proses revolusi karena perubahan perilaku memerlikan waktu dan kesabaran. Perubahan perilaku adalah suatu proses yang lama, karena memerlukan
34
pemikiran-pemikiran dan pertimbangan orang lain, contoh, dan mungkin pengalaman sebelum menerima atau berperilaku baru. f. Prinsip 6 Belajar
kadang-kadang
merupakan
suatu
proses
yang
menyakitkan karena menghendaki perubahan kebiasaan yang sangat menyenangkan dan sangat berharga bagi dirinya dan mungkin harus melepaskan sesuatu yang menjadi jalan hidup atau pegangan hidupnya. Maka dalam mengenalkan hal-hal baru yang menghendaki subjek untuk berperilaku baru, sebaiknya tidak secara dramatis atau radikal. g. Prinsip 7 Belajar adalah proses emosional dan intelektual. Belajar dipengaruhi oleh keadaan individu atau si pelajar secara keseluruhan. Oleh karena itu hasil belajar sangat ditentukan oleh situasi psikologis individu pada saat belajar, sehingga harus diciptakan iklim proses belajar sedemikian rupa sehingga tidak kaku, tidak tegang, dan mati. h. Prinsip 8 Belajar bersifat individual dan unik. Setiap orang mempunyai gaya belajar dan keunikan sendiri dalam belajar. Untuk itu harus menyediakan media belajar yang bermacam-macam sehingga tiap individu dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan keunikan dan gaya masing-masing.
35
C. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi
dan
belajar
merupakan
dua
hal
yang
saling
mempengaruhi. Belajar adalah kebutuhan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung (Uno, 2008). Menurut Dian (2006) motivasi belajar adalah kesediaan, dorongan, dan semangat untuk melakukan kegiatan belajar pada berbagai tempat dan waktu yang ada. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Motivasi belajar pada dasarnya dapat timbul karena 2 (dua) faktor antara lain: a. Faktor Intrinsik Faktor intrinsik ini berasal dari dalam diri sendiri yang didasari oleh adanya kebutuhan untuk belajar, yang berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan keinginan kebutuhaan belajar, harapan akan cita-cita. Biasanya motivasi belajar intrinsik ini merupakan motivasi yang baik (Dian, 2006). Selain itu faktor fisiologis, yaitu keadaan sifat jasmani pada umumnya misalnya kondisi atau keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu (panca indra) juga
36
mempengaruhi anak (siswa) untuk belajar (Suryabrata, 1993 dalam tulisan Indie, 2009). b. Faktor Ekstrinsik Faktor ekstrinsik ini merupakan motivasi yang berasal dari luar, seperti dukungan keluarga (terutama orang tua), sebagai lingkungan terdekat dimana anak berada dalam kehidupan sehariharinya, adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2008). Faktor non sosial seperti suhu, cuaca, waktu, letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai serta kelengkapan alat-alat pelajaran (Suryabrata, 1993 dalam tulisan Indie, 2009). Motivasi belajar yang ada pada seorang pelajar dipengaruhi oleh cita-cita yang telah direncanakan dengan proses belajar yang dilakukan tersebut, kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan, kebutuhan untuk aktualisasi diri, dan kebutuhan untuk memahami serta menguasai apa yang dipelajari (Niewhof dkk, 2004 dalam tulisan Indie, 2009). 3. Peranan Motivasi Dalam Belajar Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan dari motivasi dalam belajar antara lain (Uno, 2008) :
37
a. Peran Motivasi Dalam Menentukan Penguatan Belajar Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang membutuhkan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan oleh bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. b. Peran Motivasi Dalam Memperjelas Tujuan Belajar Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang dipelajarinya itu sediktnya sudah dapat dinikmati atau dapat diketahui manfaatnya bagi anak. c. Peran Motivasi Dalam Menentukan Ketekunan Belajar Seorang anak yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal ini tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar.
D. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Karakteristik anak usia sekolah dasar antara lain (Sofa, 2008) : 1. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anakanak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini
38
antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orangtua terhadap anak, kebiasaaan hidup dan lain-lain. Nutrisi dan kesehatan sangat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. 2. Perkembangan Intelektual dan Emosional Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lainj kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi. Perkembangan emosional anak berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pimbinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa. 3. Perkembangan Bahasa Bahasa telah berkembang sejak anak usia 4-5 bulan. Orang tua yang selalu membumbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang
39
sederhana sampai anak memiliki ketrampilan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua untuk membimbing anaknya. Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: sebagai pemuas kebutuhan, sebagai alat untuk menarik orang lain, sebagai alat untuk membina hubungan sosial, sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri, untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain dan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. 4. Perkembangan Moral, Sosial dan Sikap. Orangtua diharapkan dapat memberikan bimbingan agar anak dapat bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan ketrampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada anak apabila berbuat atau berperilaku yang positif serta memberi hukuman yang sesuai jika anak berperilaku negatif. Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: memiliki nilai pendidikan, memberikan motivasi kepada anak, memperkuat perilaku dan memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi. Sedangkan fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: sebagai fungsi restruktif, fungsi pendidikan dan sebagai penguat motivasi.
40
E. Kerangka Teori Faktor Individual (Internal) 1. Kematangan/pertumbuhan 2. Kecerdasan/intelejensi 3. Latihan/mengulang 4. Minat 5. Kemauan 6. Keadaan fisik 7. Ketekunan Faktor Luar (Eksternal) 1. Lingkungan Keluarga a. Suasana dan keadaan keluarga b. Fasilitas belajar c. Dukungan orangtua 2. Lingkungan dan Sosial 1. Motivasi sosial (teman, tetangga,dll) 2. Faktor keadaan geografis 3. Instrumental a. Kurikulum/bahan pelajaran b. Guru/pengajar c. Sarana dan fasilitas d. Administrasi/manejemen
Motivasi Belajar
Proses Belajar
Skema 2.5 Kerangka Teori (Sumber: Purwanto, 2007)
F. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Dukungan Orangtua
Motivasi Belajar Anak
Skema 2.6 Kerangka Konsep
41
G. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen penelitian ini yaitu dukungan
orangtua,
sedangkan
motivasi
belajar
sebagai
variabel
dependennya.
H. Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara dukungan orangtua dengan motivasi belajar anak pada anak usia sekolah.
I. Jadwal Penelitian Terlampir.
42