BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pejalan Kaki (Pedestrian) Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana
berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti “person walking in the street”, yang berarti orang yang berjalan di jalan. Hal yang lain dikemukakan oleh Lynch adalah path merupakan jalur-jalur yang mana pengguna biasanya, kadang-kadang atau secara potensial dilalui. 2.1.1
Defenisi Pejalan kaki (Pedestrian)
Pengertian pejalan kaki berasal dari kata pedestres – pedestris yaitu orang yang berjalan kaki (Dody Darmawan, dari Liza Maneli, Skripsi; Pedestrian dan Jalur Pedestrian). Berikut merupakan beberapa pengertian dasar mengenai pejalan kaki, yaitu : Menurut Wikipedia, pejalan kaki adalah orang yang berjalan dilintasan pejalan kaki baik di pinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun dalam menyebrang jalan. Menurut Listianto (2006) pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang/manusia yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke
7 Universitas Sumatera Utara
tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup/ alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis. Dapat diambil kesimpulan bahwa pejalan kaki merupakan orang yang melakukan kegiatan berjalan baik dimana pun mereka berjalan.
2.1.2
Jenis Pejalan Kaki Rubenstein (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat jenis
pejalan kaki menurut sarana perjalananya, yaitu : Pejalan kaki penuh (berjalan kaki penuh dari tempat asal sampai tempat tujuan), Pejalan kaki pemakai kendaraan umum (berjalan kaki dari tempat asal ke tempat pemberhentian kendaraan umum), Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi dan kendaraan umum (berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat permberhentian kendaraan umum) dan Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh (berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi sampai tempat tujuan). 2.1.3
Karateristik Pejalan Kaki Menurut Khisty prinsip analisis arus pejalan kaki adalah hubungan
kecepatan, tingkat arus dan kepadatan. Definisi dari istilah yang sering digunakan adalah :
Kecepatan pejalan kaki (Pedestrian Speed) didefinisikan sebagai ratarata kecepatan berjalan pejalan kaki. Dinyatakan dalam satuan meter per menit (m/mnt).
8 Universitas Sumatera Utara
Arus rata-rata pejalan kaki (Pedestrian Flow Rate) didefinisikan sebagai jumlah pejalan kaki yang melewati sebuah titik dalam satuan waktu. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per 15 menit (Ped/15 mnt). Titik yang dimaksud disini adalah menunjukkan garis tegak lurus terhadap sisi lebar trotoar atau jalur pejalan kaki.
Tingkat arus rata-rata (Unit Widht Flow) didefinisikan sebagai arus rata-rata pejalan kaki untuk satu unit lebar efektif. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per menit per meter (Ped/mnt/m).
Grup (Platoon) didefinisikan sebagai jumlah pejalan kaki yang berjalan bersama dalam satu grup, umumnya dengan tanpa sengaja.
Kepadatan pejalan kaki (Pedestrian Density) didefinisikan sebagai jumlah rata-rata area jalan atau area antrian. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per meter persegi (Ped/m2).
Ruang pejalan kaki (Pedestrian Space) didefinisikan sebagai area rata-rata yang dibutuhkan tiap pejalan kaki yang merupakan kebalikan dari kepadatan. Dinyatakan dalam satuan meter persegi per pejalan kaki (m2/Ped).
2.1.4
Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Pada penelitian yang dilakukan oleh Federal Highway Administration
University Course menghasilkan karateristik pejalan kaki yang berhubungan dengan kebutuhan ruang yang dibutuhkan oleh pejalan kaki. Adapun kebutuhan ruang didasarkan ada body ellipse dengan ukuran tebal 50 cm
9 Universitas Sumatera Utara
(19,7 inci) dan lebar 59,9 cm ≈ 60 cm (23,6 inci) ketika seseorang berdiri tegak, sehingga total luas untuk seseorang ketika berdiri tegak ialah 0,3 m2 seperti yang tampak pada gambar 2.1 .
Gambar 2.1
syarat minimum ruang ketika seseorang berdiri tegak.
Sumber : literatur review Highway Capacity Manual.
Dalam buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook menyatakan bahwa ruang rata-rata yang diperlukan untuk dua pejalan kaki yang berdampingan atau melewati satu sama lain (berlawanan arah) adalah 1,4 m dengan daerah bebas yang memadai di kedua sisi. Dapat dilihat pada gambar 2.2.
10 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2
Ukuran ruang untuk pejalan kaki
Sumber : Pedestrian Facilities Guidebook
Lebar minimum yang paling nyaman untuk melayani 2 (dua) pejalan kaki baik berjalan berdampingan atau yang melewati satu sama lain adalah 1,8 m. ruang tambahan diperlukan selebar 2,7 – 3,9 m untuk ,mengakomodir situasi dimana tiga atau lebih pejalan kaki berjalan secara bersama-sama (berdampingan). Dalam buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook juga menyatakan ruang bebas berjalan oleh pejalan kaki tergantung pada tujuan pejalan kaki tersebut. Adapun tujuan berjalan kaki berjalan kaki menurut buku panduan terbagi atas : berjalan kaki menghadiri acara publik (pesta, seminar dan sebagainya), berjalan kaki untuk berbelanja, berjalan kaki untuk aktivitas
11 Universitas Sumatera Utara
normal (aktivitas sehari-hari) dan berjalan kaki untuk kesenangan (jalanjalan). Adapun ruang bebas yang telah di tentukan dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3
Ruang bebas yang dibutuhkan pejalan kaki.
Sumber : Pedestrian Facilities Guidebook
2.2 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Sidewalks) Tempat yang disediakan bagi pejalan kaki termasuk didalamnya bagi kaum penyandang cacat atau different ability di sebut jalur pejalan kaki atau pedestrian sidewalks. Jalur pejalan kaki atau lebih dikenal dengan istilah trotoar berasal dari bahasa Perancis Trotoire yang berarti jalan kecil selebar 1,5–2 meter, memanjang sepanjang jalan umum, jalan besar atau jalan raya. Dalam keputusan menteri perhubungan yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, dan lebar sesuai dengan kondisi lokasi atau jumlah pejalan kaki yang melalui atau
12 Universitas Sumatera Utara
yang menggunakan trotoar tersebut, yang memiliki ruang bebas di atasnya sekurang-kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar. Menurut Shirvani (1985) jalur pejalan kaki (trotoar) merupakan elemen perancangan kota yang penting, yaitu membentuk keterhubungan antar aktivitas pada suatu lokasi. Jalur pejalan kaki merupakan subsistem linkage dari jalur suatu kota. Jalur pejalan kaki akan semakin penting bila pejalan kaki adalah sebagai pengguna utama jalur tersebut bukan kendaraan bermotor atau hal lainnya. Menurut Darmawan (2003), menyatakan pejalan kaki juga merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena tidak hanya berorientasi pada keindahan, tetapi juga masalah kenyamanan dengan di dukung oleh kegiatan lain yang memperkuat kehidupan ruang kota.
2.2.1
Defenisi Jalur Pejalan Kaki Menurut Carr, Stephen, et. all (1992), jalur pejalan kaki (pedestrian
sidewalks) adalah bagian dari kota, dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), jalur pejalan kaki adalah sebuah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dapat berupa trotoar, penyebrangan sebidang, dan penyebrangan tidak sebidang.
13 Universitas Sumatera Utara
Menurut Iswanto (2006), jalur pejalan kaki merupakan suatu ruang publik dimana pada jalur tersebut juga terjadi interaksi sosial antar masyarakat. Dapat diambil kesimpulan bahwa jalur pejalan kaki merupakan jalur yang diperuntukkan bagi pejalan kaki termasuk kaum penyandang cacat untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain dimana juga merupakan suatu bentuk pelayanan yang ditujukan sebagai kepada pejalan kaki.
2.2.2
Ketentuan Umum Jalur Pejalan Kaki Jalur Pejalan Kaki dan perlengkapannya harus direncanakan sesuai
ketentuan umum seperti : (1) Lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar dan aman, (2) Adanya kontinuitas Jalur Pejalan Kaki, (3) Lengkap dengan fasilitas-fasilitasnya termasuk bagi penyandang cacat dan (4) Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras, tidak licin dan terbebas dari genangan air (disarankan lengkap dengan peneduh).
2.2.3
Fungsi Jalur Pejalan Kaki Fungsi jalur pejalan kaki adalah antara lain : (1) sebagai pemisah
pejalan kaki dengan jalur kendaraan, (2) sebagai jalur pejalan kaki yang berperan dalam menghubungkan antar tempat fungsional dengan tempat fungsional lainnya, (3) sebagai tempat transit, dan (4) sebagai wadah pergerakan pejalan kaki dalam berbagai aktivitas.
14 Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Ruang Pejalan Kaki Berdasarkan Pedoman Dinas Penataan Ruang Nasional, tipologi
ruang bagi pejalan kaki di bedakan menjadi : 1. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (sidewalk) Merupakan bagian dari sistem jalur pejalan kaki dari tepi jalan raya hingga tepi terluar lahan milik bangunan.
Gambar 2.4 Perspektif Sidewalk Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
Gambar 2.5 Tampak atas dan Potongan Sidewalk Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
15 Universitas Sumatera Utara
2. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade) ialah ruang pejalan kaki yang pada salah satu sisinya berbatasan dengan badan air.
Gambar 2.6 Perspektif Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
Gambar 2.7 Tampak atas dan Potongan Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
3. Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Komersial/Perkantoran (Arcade) ialah ruang pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah satu atau kedua sisinya.
16 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Pespektif Arcade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
Gambar 2.9 Tampak atas dan Potongan Arcade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
4. Ruang Pejalan Kaki di RTH (Green Pathway) terletak diantara ruang terbuka hijau dan merupakan pembatas di antara ruang hijau dengan ruang sirkulasi pejalan kaki.
17 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Perspektif Green Pathway Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
Gambar 2.11 Tampak atas dan Potongan Green Pathway Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 5. Ruang Pejalan Kaki Di bawah Tanah (Underground) adalah jalur khusus pejalan kaki yang berada di bawah permukaan tanah.
Gambar 2.12 Perspektif Underground Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
18 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Tampak atas dan Potongan Underground Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Ruang pejalan kaki dibawah tanah ini harus terhubung dengan tempattempat penyeberangan bagi pejalan kaki di bawah tanah. Penyeberangan ini harus mampu dilihat dengan tepat untuk dapat melewatinya dan memiliki penerangan yang cukup. 6. Ruang Pejalan Kaki di Atas Permukaan Tanah (Elevated).
Gambar 2.14 Perspektif Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
19 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Denah Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
Gambar 2.16 Potongan Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional
2.2.5
Kriteria Desain Jalur Pejalan Kaki Menurut Departemen Pekerjaan Umum, kriteria desain secara teknik
untuk jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut : 1.
Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adaah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergerak tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki menjadi 150 cm.
20 Universitas Sumatera Utara
2.
Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki (W) dipakai rumus sebagai berikut: l = V/35 + 1.5 Keterangan : V = volume pejalan kaki (orang/menit/meter) ; l = lebar jalur pejalan kaki.
3.
Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture). Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi dengan
4.
perlengkapan jalan dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No.
Jenis perlengkapan jalan
Lebar Tambahan (cm)
1
Kursi roda
100 – 120
2
Tiang lampu penerang
75 – 100
3
Tiang lampu lalu lintas
100 – 120
4
Rambu lalu lintas
75 – 100
5
Kotak surat
100 – 120
6
Keranjang sampah
100
7
Tanaman peneduh
60 – 120
8
Pot bunga
150
Sumber : Departeman Pekerjaan Umum
21 Universitas Sumatera Utara
5.
Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras (dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran) dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas.
6.
Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang ≥7%.
2.2.6
Fasilitas Jalur Pejalan Kaki Menurut Dinas Pekerjaan Umum, Fasilitas pejalan kaki yang formal
terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut : (a) Trotoar, (b) Penyebrangan : Penyebrangan Sebidang (Zebra cross dan Pelican cross) dan Penyebrangan Tak Sebidang (Jembatan Penyebrangan dan Terowongan) dan (c) Non trotoar. a.
Trotoar, disarankan memenuhi syarat-syarat dalam Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar (1991), yaitu:
Dari segi penempatan, trotoar dapat di buat sejajar dengan jalan dan terletak pada ruang manfaat jalan (Rumaja). Pada keadaan tertentu trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan karena topografi setempat atau karena adanya pertemuan dengan fasilitas lain. Trotoar dapat juga terletak di ruang milik jalan. Sebuah jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila terdapat tempat-tempat di sepanjang jalan tersebut yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas. Adapun tempat-tempat tersebut antara lain : perumahan/sekolah,
22 Universitas Sumatera Utara
pusat perbelanjaan, terminal bis, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan sosial dan daerah-daerah industri.
Dimensi trotoar, dalam perencanaan trotoar yang perlu diperhatikan adalah kebebasan kecepatan berjalan untuk mendahului pejalan kaki lainnya dan juga kebebasan waktu berpapasan dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau kapasitas (lebar), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar disarankan untuk direncanakan sesuai dengan tingkat pelayanan trotoar / Level Of Service.
Ruang bebas trotoar, persyaratan ruang bebas trotoar adalah : (1). Kebebasan vertikan paling rendah ialah 2.50 m dan kedalaman minimum sebesar 1.00 m dari permukaan trotoar; (2). Kebebasan samping minimum 0,3 m harus diberikan bila ada penghalang tetap.
23 Universitas Sumatera Utara
Ruang Bebas Trotoar Gambar 17 Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar
b. Penyebrangan , menurut Dinas Pekerjaan Umum, fasilitas penyebrangan terdiri dari : 1) Penyebrangan Sebidang :
Zebra Cross dipasang pada kawasan arus lalu lintas yang cepat dan arus pejalan kaki yang relatif rendah dan lokasinya mempunyai jarak pandang yang cukup.
Pelikan Cross dipasang pada lokasi-lokasi dengan kecepatan arus lalu lintas dan arus penyeberang tinggi
24 Universitas Sumatera Utara
dengan jarak penempatan minimal 300 m dari persimpangan. 2) Penyebrangan Tak Sebidang Jembatan
Penyeberangan
disarankan
memenuhi
ketentuan: bila terdapat fasilitas penyebrangan sebidang yang mengganggu lalu lintas dan pada ruas jalan dimana arus lalu lintas dan arus pejalan kaki tinggi. Terowongan
disarankan
memenuhi
persyaratan
perletakkan : Bila fasilitas penyeberangan lain tidak memungkinkan untuk dipakai, apabila kondisi lahannya memungkinkan untuk dibangunnya terowongan dan apabila arus lalu lintas dan arus pejalan kaki tinggi. c.
Non Trotoar, disarankan memenuhi syarat-syarat seperti elevasinya harus sama atau bentuk pertemuannya harus dibuat sedemikan rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. persyaratan lebar disarankan mengikuti perencanaan Level Of Service.
2.2.8 Pengembangan Zona Pejalan Kaki di Pusat Kota Berdasarkan Dinas Tata Ruang Nasional, kawasan pusat kota adalah kawasan yang mengakomodir volume pejalan kaki yang lebih besar dibanding kawasan pemukiman. Ruang pejalan kaki di area ini dapat berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam dan terdiri dari berbagai zona yang dapat dimanfaatkan antara lain: zona bagian depan gedung, zona bagi
25 Universitas Sumatera Utara
pejalan kaki, zona bagi tanaman/perabotan jalan, dan zona untuk pinggiran jalan.
Gambar 2.18
Ilustrasi Zona Pedestrian di Pusat Kota (Bisnis) Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional
a. Zona Bagian Depan Gedung merupakan area antara dinding gedung dan pejalan kaki. Jarak minimum penempatan jalur setidaknya berjarak 0,6 meter dari sisi gedung atau tergantung pada penggunaan area ini. Ruang bagian depan dapat dimanfaatkan sebagai ruang tambahan. Bagi tuna netra pengguna tongkat dapat menggunakan suara dari gedung yang berdekatan sebagai orientasi atau dapat berjalan dengan jarak antara 0,3 meter hingga 1,2 meter dari bangunan. b. Zona Penggunaan bagi Pejalan Kaki adalah area dari koridor sisi jalan yang secara khusus digunakan untuk area pejalan kaki dan penyandang cacat sehingga area ini harus dibebaskan dari seluruh rintangan. Berukuran 1,8-3,0 m / lebih luas untuk memenuhi tingkat pelayanan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Zona yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor adalah 1,2 m dan jalan arteri dan jalan utama 1,8 m. Ruang tambahan
26 Universitas Sumatera Utara
untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5 meter x 2,4 meter. c. Zona Tanaman / Perabot Jalan berfungsi sebagai zona penahan antara zona lalu-lintas dengan zona pejalan kaki dan sebagai penyangga dan tempat untuk meletakkan berbagai elemen perabot jalan. d. Zona Pinggir Jalan merupakan bagian integral dari jalan dan sistim saluran air, dan juga berfungsi sebagai pembatas antara zona lalu-lintas dengan zona tanaman/perabot jalan atau zona pejalan kaki tersebut.
2.3 Defenisi Kenyamanan Menurut Weisman (1981), kenyamanan adalah suatu keadaan lingkungan yang memberi rasa yang sesuai dengan panca indra dan antropemetry disertai fasilitas yang sesuai dengan kegiatannya. Antropemetry adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia serta karakter fisiologis laninya dan sanggup berhubungan dengan berbagai kegiatan manusia yang berbeda-beda dan mikro lingkungan. Menurut
Hakim
(2002),
kenyamanan
adalah
segala
sesuatu
yang
memperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, suara, bunyi, cahaya, atau lainnya. Kenyamanan dapat pula diartikan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. (Albert Rutlegde, Anatomy of Park)
27 Universitas Sumatera Utara
Dapat diambil kesimpulan bahwa, kenyamanan ialah suatu keadaan yang memperlihatkan penggunaan ruang yang sesuai dengan keinginan sehingga memberikan rasa puas dan nikmat baik secara fisik maupun non fisik.
2.3.1 Faktor-Faktor Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki Jalur pedestrian harus memiliki rasa aman dan nyaman terhadap pejalan kaki, keamanan disini dapat berupa batasan-batasan dengan jalan yang
berupa
peninggian
trotoar,
menggunakan
pagar
pohon,
dan
menggunakan street furniture. Kenyaman terjadi setelah ditangkap menurut panca indera. Ukuran penting kenyamanan menurut Unterman (1984) adalah tingkat kenyamanan (comfort level) dan kapasitas sistem ruang pejalan kaki. Menurut Weisman (1981) tingkat kenyamanan pejalan kaki dalam melakukan aktivitas berjalan dapat dicapai apabila jalur pedestrian tersebut lancar dan bebas hambatan, selain itu jalur pedestrian harus lebar agar dapat menampung arus lalu lintas pejalan kaki dari dua arah. Adapun untuk menunjang kenyamanan pejalan kaki di jalur pedestrian adalah adanya fasilitas pada jalur pejalan kaki.
2.3.2 Standar Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki/Trotoar Menurut Dinas Penaatan Ruang Nasional dan buku Khisty (2003), dijelaskan tingkat pelayanan jaringan pejalan kaki pada pedoman ini bersifat
28 Universitas Sumatera Utara
teknis dan umum, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Tingkat pelayanan (level of service/LOS) trotoar dikelompokkan menjadi 6 kriteria. Dapat di lihat pada tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Keterangan Pembagian LOS LOS
Ruang (m2/ped)
Laju Arus (ped/mnt/m)
Kecepatan (m/mnt)
A
≥ 5,6
≤ 16
> 78
B
≥ 3,7 – 5,6
≤ 16 - 23
> 75,6 – 78
C
≥ 2,2 – 3,7
≤ 23 – 33
> 73,2 –75,6
D
≥ 1,4 – 2,2
≤ 33 – 50
> 68,4 – 73,2
E
≥ 0,74 – 1,4
≤ 50 – 77
> 45,6 – 68,4
F
≤ 0,74
Beragam
≤ 45,6
Sumber : Khisty (2003) Keterangan : 1. LOS A Jalur pejalan kaki seluas ≥ 5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki ≤ 16 pedestrian/menit/meter. Pada ruang pejalan kaki dengan LOS A orang dapat berjalan dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antar sesama pejalan kaki.
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Ilustrasi LOS A Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 2. LOS B Jalur pejalan kaki seluas ≥ 3,7 – 5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki ≤ 16 – 23 pedestrian/menit/meter. Pada LOS B, ruang pejalan kaki masih nyaman untuk dilewati dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya.
Gambar 2.20 Ilustrasi Gambar LOS B Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional
30 Universitas Sumatera Utara
3. LOS C Jalur pejalan kaki seluas ≥ 2,2 – 3,7 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki ≤ 23 – 33 pedestrian/menit/meter. Pada LOS C, ruang pejalan kaki masih memiliki kapasitas normal, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan kecil. Arus pejalan kaki berjalan dengan normal tetapi relatif lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki.
Ilustrasi Gambar LOS C Gambar 2.21 Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 4. LOS D Jalur pejalan kaki seluas ≥ 1,4 – 2,2 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki ≤ 33 – 50 pedestrian/menit/meter. Pada LOS D, ruang pejalan kaki mulai terbatas, untuk berjalan dengan arus normal harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan. Arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan konflik. LOS D masih menghasilkan arus ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki.
31 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22 Ilustrasi Gambar LOS D Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 5. LOS E Jalur pejalan kaki seluas ≥ 0,74 – 1,4 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki ≤ 50 – 77 pedestrian/menit/meter. Pada LOS E, setiap pejalan kaki akan memiliki kecepatan yang sama, karena banyaknya pejalan kaki yang ada. Berbalik arah, atau berhenti akan memberikan dampak pada arus secara langsung. Pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur. Keadaan ini mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari kapasitas rencana ruang pejalan kaki.
Gambar 2.23
Ilustrasi Gambar LOS E
Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional
32 Universitas Sumatera Utara
6. LOS F Jalur pejalan kaki seluas ≤ 0,74 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki beragam pedestrian/menit/meter. Pada LOS F, kecepatan arus pejalan kaki sangat lambat dan terbatas. Akan sering terjadi konflik dengan para pejalan kaki yang searah ataupun berlawanan. Untuk berbalik arah atau berhenti tidak mungkin dilakukan. Karakter ruang pejalan kaki ini lebih kearah berjalan sangat pelan dan mengantri. LOS F ini merupakan tingkat pelayanan yang sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan kaki.
Ilustrasi Gambar LOS F Gambar 2.24 Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional Dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan pembagian tingkat pelayanan pejalan kaki (level of service), tingkat/level minumim yang masih termasuk dalam kategori nyaman adalah LOS D. Sedangkan LOS E dan LOS F sudah masuk ke dalam kategori tidak nyaman untuk dilalui pejalan kaki dikarenakan ketidaksesuaian antara volume pejalan kaki dengan lebar jalur pejalan kaki yang disediakan.
33 Universitas Sumatera Utara