12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran 2.1.1
Pengertian Anggaran Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan
cukup penting karena dengan anggaran manajemen dapat merencanakan, mengatur dan mengevaluasi jalannya suatu kegiatan. Menurut Nafarin (2007) mengemukakan bahwa anggaran adalah : “Suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan programprogram yang telah ditetapkan” Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2011) : “Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial” Menurut Bastian (2010) anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu periode mendatang. Dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 dijelaskan pengertian Keuangan Negara yaitu Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabillitas
13
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Terdapat berbagai definisi tentang arti penganggaran, namun secara umum penganggaran (budgeting) dapat diartikan sebagai suatu cara atau metode yang sistematis untuk mengalokasikan sumber-sumber daya keuangan. Sedangkan anggaran (budget) dirumuskan secara singkat oleh Brimson dan Antos (1994) sebagai rencana yang dituangkan dalam angka angka finansial. Berkaitan dengan organisasi pemerintahan, penganggaran berarti proses pengalokasian sumber daya keuangan negara yang terbatas untuk digunakan membiayai pengeluaran oleh unit pemerintahan (kementrian dan lembaga sebagai pengguna anggaran).
2.1.2
Pengertian Anggaran Negara Pengertian anggaran negara yang ada pada berbagai literatur, namun para
ahli di bidang anggaran sepakat memberikan pengertian umum sebagai berikut : Anggaran negara merupakan rencana keuangan pemerintah dalam suatu waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun mendatang, yang satu pihak memuat jumlah pengeluaran setinggi-tingginya untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang, dan di lain pihak memuat jumlah penerimaan negara yang diperkirakan dapat menutup pengeluaran tersebut dalam periode yang sama (Dedi, 2007). Menurut Mahmudi (2007) pengertian lebih lanjut sebagai berikut: a. Penyusunan anggaran negara adalah suatu proses politik, penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran
14
dengan tahap yang sangat rumit dan mengandung nuansa politik yang sangat kental karena memerlukan pembahasan dan pengesahan dari wakil rakyat di parlemen yang terdiri dari berbagai utusan partai politik. b. Berbeda dengan anggaran pada sektor swasta di mana anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya anggaran negara justru harus dikonfirmasikan kepada publik untuk diberi masukan dan kritik. c. Anggaran negara merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan progam-program yang dibiayai dengan uang publik. Proses penganggaran dimulai ketika perencanaan strategi dan perumusan strategi telah diselesaikan. Jadi anggaran negara merupakan artikulasi dari perumusan strategi dan perencanaan strategi yang telah dibuat. d. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Penganggaran memiliki tiga tujuan utama yang saling terkait yaitu stabilitas fiskal makro, alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi, dan pemerataan pendapatan. e. Anggaran Negara juga berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengawasan aktivitas pemerintahan.
15
Sebagai alat perencanaan kegiatan publik, anggaran dinyatakan sebagai satuan mata uang sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian (Mardiasmo, 2011). Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka sistem pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dalam pembahasan berbagai literatur sering disebut anggaran negara atau anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah terjadi instrumen kebijakan multi-fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara. Hal tersebut tercermin dari komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011) bahwa proses perencanaan dan penyusunan anggaran negara dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar yaitu: a. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional, dan b. Anggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM) Menurut Mardiasmo (2011) Reformasi sektor publik salah satunya ditandai oleh munculnya era New Public Management (NPM) yang telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut,
16
muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (Performance Budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS). Adapun karakteristik anggaran dengan pendekatan New Public Management, yaitu : a. Komprehensif atau komparatif b. Terintegrasi dan lintas departemen c. Proses pengambilan keputusan yang rasional d. Berjangka panjang e. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas f. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost) g. Berorientasi input, output, dan outcome (value for money), bukan sekedar input. h. Adanya pengawasan kinerja. Menurut
Mardiasmo
(2011)
Anggaran
Tradisional
didominasi
oleh
penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar terhadap anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Adapun karakteristik Anggaran Tradisional, yaitu : a. Sentralistis b. Berorientasi pada input c. Tidak terkait dengan perencanaan jangka panjang,
17
d. Line-item dan incrementalism. e. Batasan departemen yang kaku (rigid department) f. Menggunakan aturan klasik. g. Vote accounting, h. Prinsip anggaran bruto i. Bersifat tahunan j. 2.2 Anggaran Berbasis Kinerja 2.2.1
Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja Pengertian penganggaran berbasis kinerja menurut Abdul Halim (2007)
merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mangaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang merupakan rencana
18
operasional dari renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah (Halim, 2007). Anggaran berbasis kinerja adalah proses penyusunan APBD yang diberlakukan dengan harapan dapat mendorong proses tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Penerapannya diharapkan akan membuat proses pembangunan menjadi lebih efisien dan partisipatif, karena melibatkan pengambil kebijakan, pelaksana kegiatan, bahkan dalam tahap tertentu juga melibatkan warga masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik (Utomo Dkk, 2007). Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Elemen-elemen untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja menurut Halim (2004:177) adalah: 1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya.
2. Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya.
19
3. Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga
dapat digunakan
dalam manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi. Siklus anggaran meliputi empat tahap yang diungkapkan menurut Mardiasmo (2009:70) yang terdiri atas : 1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Yang didasari oleh visi, misi dan tujuan organisasi. Terkait dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya doilakukan penaksiran pendapatan terlebih dahulu. 2. Tahap Ratifikasi Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit. Pimpinan eksekutif dituntut memiliki integritas serta kesiapan mental yang tinggi. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif. 3. Tahap Implementasi Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggungjawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah
20
disepakati, dan bahkan diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah. Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi kepada kepentingan publik. Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif (Putra, 2010).
21
2.2.2
Karakteristik Anggaran Berbasis Kinerja
Karakteristik anggaran berbasis kinerja menurut Nordiawan (2007) adalah sebagai berikut: 5. Mengklasifikasikan akun-akun dalam anggaran berdasarkan fungsi dan aktivitas dan juga berdasarkan unit organisasi dan rincian belanja. 6. Menyelidiki
dan mengukur aktivitas guna
mendapatkan efisiensi
maksimum dan untuk mendapatkan standar biaya. 7. Mendasarkan anggaran untuk periode yang akan datang pada biaya per unit standar dikalikan dengan jumlah unit aktivitas yangdiperkirakan harus dilakukan pada periode tertentu. Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan
kriteria
eksternalitas,
akuntabilitas,
dan
efisiensi
dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006:56).
2.3 Pengawasan Internal Pengawasan internal yang baik merupakan alat yang dapat membantu pimpinan organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Melalui pengawasan internal yang efektif, pimpinan perusahaan juga dapat menilai apakah
22
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan telah dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dalam Pasal 2 menyatakan bahwa pengawasan internal adalah : “Seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik”. Sedangkan menurut COSO (Communication Of Sponsoring Organization) dalam Santoyo Gondodiyoto (2009:153) : “Internal Control adalah suatu proses, melibatkan board of director, manajemen, komite audit, internal audit, dan seluruh anggora organisasi, dan memiliki tiga tujuan utama, yaitu: efektivitas dan efesiensi operasi, mendorong keandalan laporan keuangan, dan dipatuhi hukum dan peraturan yang ada.” Menurut Mulyadi (2001:163), menyatakan bahwa : “Pengawasan internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuranukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”
23
Dari definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pegawasan internal dalam suatu organisasi adalah penting untuk menghindari kesalahankesalahan dan kecurangan informasi keuangan yang menyebabkan kerugian bagi pihak organisasi.
2.3.1
Komponen Pengawasan Internal COSO (Communication Of Sponsoring Organization) dalam Santoyo
Gondodiyoto (2009:153), terdiri lima komponen (unsur-unsur) yang saling berhubungan yang akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan yaitu:
1. Lingkungan pengendalian (Control Environment) Komponen yang berperan dalam membangun atmosfer (iklim) yang kondusif bagi para karyawan mengenai kesadaran pentingnya kontrol sehingga dapat menciptakan suasana yang dapat membuat karyawan dapat menjalankan dan menyelesaikan tugas kontrol dan tanggungjawabnya masing-masing. Control environment merupakan hal dasar (fondasi) bagi komponen COSO yang lain. Lingkungan pengendalian meliputi faktorfaktor seperti intergrity dan ethical values of management, kompetensi personil, management philosophy and operating style, bagaimana delegasi tanggung jawab (responsilibity) dan wewenang (authority) dijalankan, serta pimpinan sebagai panutan. Sub-komponen Lingkungan Pengendalian terdiri dari:
24
a) Filosofi & gaya manajemen (management philosophy and operating style) b) Integritas dan nilai etika manajemen (integrity and ethical values of management) c) Komitmen pada kompetensi personel (commitment to competence) d) Peran direksi, dewan komisaris dan/atau komite audit (the board of directors or audit commite) e) Struktur organisasi (organizational structure) f) Pelaksanaan wewenang & tanggungjawab (assignment of authority and responsibility). Authority (otoritas) Wewenang pihak tertentu untuk memberi instruksi (right to command) ke bawahan. Sedangkan responsibility (tanggung jawab) adalah kewajiban orang yang ditugaskan untuk secara akuntable melaporkan hasilnya. Pada keadaan lingkungan tertentu dapat dilihat cara manajemen mengorganisasikan dan mengembangkan personilnya. g) Pedoman
yang
dibuat
manajemen
bagi
personel
dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya (human resourse policies and practices). 2. Penaksiran Resiko (Risk Assessment) Pengertian Penaksiran Resiko pada COSO adalah resiko tidak tercapainya financial reporting objectives, compliance, dan operasional objective. Proses ini merupakan identifikasi dan analisis resiko yang dapat menghambat atau berhubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan, serta menentukan cara
25
bagaimana resiko tersebut ditangani. COSO mengarahkan kita melakukan identifikasi terhadap resiko internal maupun eksternal dari aktivitas suatu entity atau individu. Pada tahap risk assessment terdapat cost-benefit consideration yang memperhitungkan cost dan benefit yang akan dihasilkan dari sesuatu penerapan control. Artinya, jika biaya untuk pengendalian internal terlalu besar, maka sistem pengendalian internal tersebut sudah tidak punya makna positif lagi. Resiko bersifat dinamic, artinya mengalami perubahan, dan COSO mendorong manajemen terus-menerus melakukan analisis serta memutakhirkan Sistem Pengendalian Internal. 3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memastikan dilaksanakannya kebijakan manajemen dan bahwa resiko sudah diantisipasi. COSO menekankan perlunya integrasi aktivitas pengendalian dengan penaksiran resiko. Aktivitas Pengendalian juga membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk penanganan resiko telah dilakukan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, misalnya : financial performance review, rekonsiliasi, sistem pengendalian, physical control, pemisahan tugas, verifikasi. Aktivitas pengendalian menurut COSO terdiri dari tiga kelompok tujuan: a. Aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mendorong akurasi laporan keuangan : Pemisahan tugas dan fungsi Otorisasi yang memadai Dokumentasi yang layak
26
Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan akuntansi Verifikasi independen atau review atas kegiatan/kinerja b. Aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mendorong pemeriksaan kinerja c. Aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mendorong keandalan informasi yang dihasilkan. 4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Komponen ini menjelaskan bahwa sistem informasi sangat penting bagi keberhasilan dan peningkatan mutu operasional organisasi. Informasi, baik yang diperoleh dari eksternal maupun pengolahan internal merupakan potensi strategis (potential strategic). Sistem informasi hendaknya terintegrasi/terpadu (integrated system), dan menjamin kebutuhan terhadap kualitas data. Sistem Informasi harus dapat memberikan data yang memiliki karakteristik: Relative to established objective (berhubungan dengan sasaran) Accurate and in sufficient detail (akurat dan terperinci) Understandable and in a usable form (mudah dipahami / digunakan) Komunikasi membahas mengenai perlunya penyampaian semua hal-hal yang berhubungan kebijakan pimpinan kepada seluruh anggota organisasi. Semua pegawai harus paham tentang kondisi perusahaan, kebijakan pimpinan, tentang internal control, competitive, dan keadaan ekonomi. Kebijakan manajemen harus diinformasikan, harus disampaikan dengan jelas, dibuat policy manual, tata administrasi (penggunaan surat menyurat, memo, perintah kerja), standar
27
pelaporan, adanya resiko yang mungkin timbul karena adanya bidang baru, perubahan sistem, atau teknologi baru, perkembangan pesat organisasi/entitas, aspek-aspek yang harus diperhatikan, dan sebagainya. Segala sesuatu harus dikomunikasikan kepada pihak dan seluruh personil. Contoh communication : kewajiban dan tanggung jawab karyawan terhadap pengendalian harus dikomunikasikan dengan jelas, tertulis. 5.
pengawasan (Monitoring) Aspek monitoring pada COSO adalah mengedepankan kebutuhan
manajemen untuk monitor sistem pengendalian internal melalui internal control system itu sendiri. Komponen atau pengawasan dijelaskan dalam COSO untuk memastikan keandalan sistem dan internal control dari waktu ke waktu. Monitoring merupakan proses yang menilai kualitas dan kinerja sistem dan pengendalian internal dari waktu ke waktu, yang dilakukan dengan melakukan aktivitas pengawasan dan melakukan evaluasi terpisah. Pada hakikatnya terdapat dua mekanisme pengawasan, yaitu: (a) yang bersifat on-going monitoring activities, yaitu pengawasan yang langsung dilakukan oleh masing-masing atasan pihak yang bersangkutan berdasarkan jenjang hierarki jabatan, dan (b) a separate monitoring activities, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh fungsi audit. Pada masa orde baru kedua jenis pengawasan itu sering disebut dengan istilah pengawasan melekat (oleh atasan) dan pengawasan fungsional. Contoh aktivitas pengawasan : Manajemen memeriksa pengeluaran aktual dengan pengeluaran yang dianggarkan pada unit yang dipimpinnya. Dilakukan pada suatu unit oleh fungsi audit.
28
2.3.2
Manfaat Pengawasan Internal Pengawasan internal dapat membantu suatu organisasi dalam mencapai
prestasi dan target yang menguntungkan, dan mencegah kehilangan sumber daya. Dapat membantu menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dan juga dapat memastikan suatu organisasi mematuhi undang-undang dan peraturan, terhindar dari reputasi yang buruk dan segala konsekuensinya. Selanjutnya dapat pula membantu mengarahkan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya, dan terhindar dari hal yang merugikan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Pasal 47 ayat 2 menyatakan : “Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Internal sebagaimana ayat (1), maka dilakukan : “ Pengawasan internal atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.” Sedangkan Pasal 49 ayat 1 menyatakan: “Aparat pengawasan internal pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri atas : a. BPKP; b. Inspektorat Jendral atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan internal ; c. Inspektorat provinsi dan; d. Inspektorat Kabupaten/kota.
29
Fungsi pemeriksaan internal merupakan bagian organisasi yang integral dan menjalankan fungsinya berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan, Fungsi pemeriksaan internal menguji sejauh mana kesesuaian pelaksanaan dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang – undangan, sehingga akan terwujud keandalan informasi perlindungan terhadap harta penggunaan sumber daya secara ekonomi dan efesien dan tercapainya tujuan organisasi. (Tugiman (2000) dalam Abdul Rohman (2009) Fungsi pengawasan internal merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Dimensi variabel fungsi pemeriksaan internal mencakup : (1) mengkaji sistem akuntansi dan pengendalian internal: (2) pengujian atas pengelolaan informasi keuangan dan operasi pemerintahan: (3) pengujian terhadap instrumen untuk menjaga harta, prosedur pemeriksaan yang tepat, standar operasional, dan identifikasi keadaan yang tidak efisien: dan (4) pengujian terhadap pengendalian non – finansial organisasi. (Abdul Rohman (2009) Menurut model COSO, Artinya, dengan adanya pengawasan internal, maka diharapkan perusahaan dapat bekerja atau beroperasi secara efektif dan efisien, penyajian informasi dapat diyakini kebenarannya dan semua pihak akan mematuhi semua peraturan dan kebijakan yang baik peraturan dan kebijakan perusahaan ataupun aturan (legal/hukum) pemerintah. Dengan dipatuhinya peraturan dan kebijakan maka penyimpangan dapat dihindari. COSO merumuskan internal control adalah “proses”, yang mendorong seluruh personil untuk
30
tercapainya tujuan organisasi, yaitu: efektif, efisien, laporan keuangan yang reliabel, dan kepatuhan pada hukum/regulasi. (meskipun definisi internal control adalah “process”, tetapi sesungguhnya evaluasi efektivitas internal control dilakukan as of a point in time). Model COSO merumuskan tujuan-tujuan pengendalian internal dalam kategori bidang kegiatan: a. Operasional b. Pelaporan Keuangan, dan c. Kepatuhan d. Model (framework). Dalam keputusan presiden nomor 74 tahun 2001 pasal (6), dinyatakan bahwa pengawasan pemerintah daerah merupakan proses kegiatan yang diajukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan undang – undang yang berlaku. (Askam Tuasikal, 2008)
2.4 Kinerja Aparatur Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mwujudkan tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema kegiatan suatu organisasi (Bastian, 2010). Menurut Indra bastian (2001:329) dalam Misni Erwati 2009 yang dimaksud dengan kinerja adalah:
31
“Secara umum dapat dikatakan kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu”. Menurut Rivai, Basri (2005:14) dan Lijan Poltak Sinambela (2012:6) kinerja adalah: “hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.” Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja yaitu : untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan, pengukuran, kinerja diorganisasi sektor publik bukanlah hal mudah. Salah satunya disebabkan oleh tidak adanya sebuah teknik atau cara yang baku untuk melakukannya. Diskusi dan wawancara tentang berkembang setidaknya dalam tiga hal yaitu : pertama; apa yang diukur, kedua; bagaimana pengukurannya, ketiga; bagaimana melaporkannya. (Dedi dan Ayuningtyas, 2011:158)
2.4.1
Kinerja Sektor Publik
Menurut Lijan Poltak Sinambela (2012:184) kinerja sektor publik adalah: “Kinerja birokrat atau pemerintah ataupun pengelola BUMN/BUMD (yang mewakili negara) dalam menyediakan berbagai kepentingan masyarakat (barang dan jasa) serta menyelenggarakan pelayanan kepada
32
umum atau masyarakat. Semakin baik pelayanan pemerintah kepada masyarakat, akan membawa kesejahteraan yang semakin meningkat.” Menurut Mardiasmo (2009; 121) Pengukuran kinerja sektor publik adalah : “Suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system”.
2.4.2
Kinerja Pemerintah Daerah
Menurut Abdul Rohman (2007) kinerja pemerintah daerah adalah : “merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema stategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat dikatakan juga bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam periode tertentu.” Menurut Wawan et al (2009) dalam jurnalnya menyatakan bahwa kinerja pemerintah daerah adalah: “Bagaimana atau sejauh mana Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan-urusannya tersebut”. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam dalam periode tertentu.(Abdul Rohman, 2009) Kinerja pemerintah daerah berati bagaimana atau sejauh mana pemerintah daerah
33
menyelenggarakan urusan – urusan tersebut. Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja dibagi dua yaitu informasi finansial dan informasi nonfinansial. (Wawan Dan Lia, 2009)
2.4.3
Manfaat Pengukuran Kinerja Manfaat pengukuran kinerja (Mardiasmo 2009; 122) antara lain sebagai
berikut: a. “Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. c. Untuk
memonitor
dan
mengevaluasi
pencapaian kinerja
dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja. d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi. f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memestikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif”.
34
Ihyaul Ulum MD (2004;282) mengatakan bahwa waktu yang cukup dan sumber daya yang memadai akan diperlukan dalam penerapan pengukuran kinerja karena kebijakan yang terperinci dengan baik perlu sebagai landasan dan memberi acuan bagi proses pengukuran kinerja. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan atas pengukuran kinerja : a. “Komitmen resmi pihak legislatif dan manajemen untuk mendukung proyek dengan sumber daya keuangan dan karyawan yang memadai serta komitmennya untuk menggunakan informasi yang dihasilkan. b. Tingkat peran serta karyawan dan masyarakat. c. Fokus pelayanan yang menyeluruh atau selektif. d. Bentuk dan frekuensi pelaporan. e. Koordinasi dengan sistem keuangan dan karyawan”.
2.4.4
Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Secara umum tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mardiasmo
(2009;112) adalah : 1. “Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan buttom up)”. 2. “Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi”.
35
3. “Untuk mengakomodasikan pemahaman kepentingan manajer level menengah
dan
bawah
serta
memotivasi
untuk
mencapai
goal
congruence”. 4.
“Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional”. Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik dalam dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai pengendalian organisasi kerena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Melalui pengukuran kinerja diharapkan instansi pemerintah dapat mengetahui kinerja dalam suatu periode tertentu. Dengan adanya suatu pengukuran kinerja maka kegiatan dan program instansi pemerintah dapat diukur dan dievaluasi. Dari pengukuran kinerja, setiap insatansi dapat diperbandingkan dengan instansi yang sejenis, sehingga penghargaan dan tindakan disiplin dapat dilakukan secara objektif (Misni Ermawati 2009). Pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2011:121) dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, antara lain: 1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.
36
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3. Ukuran
kinerja
sektor
publik
dimaksudkan
untuk
mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Ada enam langkah dasar yang perlu diikuti pemerintah daerah dalam membangun sistem pengukuran kinerja yang dikatakan oleh Ihyaul Ulum MD (2004:281) adalah sebagai berikut : 1. Memperkirakan kesiapan organisasi “keberhasilan dalam menerapkan sistem pengukuran kinerja tergantung pada tingkat kesiapan organisasi. Kesiapan berarti dimilikinya kombinasi yang tepat dari orang, manajerial dan perlengkapan pada tempatnya”. 2. Merumuskan tujuan “tujuan pengembangan sistem pengukuran kinerja harus
dirumuskan
menyempurnakan
secara
pembuatan
jelas.
Apakah
keputusan,
sasarannya
perencanaan,
untuk
manajemen,
penyusunan anggaran”. 3. Mengembangkan
rencana
kerja
“mencakup
pengelolaan
proyek,
kepegawaian, rencana kerja, anggaran, pelatihan, strategi dan kriteria pemantauan”. 4. Merumuskan
misi,
tujuan
sasaran
“tujuan
dan
sasaran
akan
memperlihatkan arah dan dapat menciptakan antusiasme untuk adanya penyediaan pelayanan publik yang berkualitas tinggi”. 5. Mengenali pengukuran dan memperhitungkan sumber – sumber daya yang digunakan dalam pelayanan yang tersedia”.
37
6. Pemantauan dan evaluasi “pemantauan yang cermat menyebabkan perbaikan sasaran, ukuran, target kinerja prosedur pengumpulan bentuk pelaporan dan rencana – rencana penyempurnaan dalam memberi respon terhadap suatu masalah yang ditentukan dengan kondisi yang berbeda – beda”. Pengukuran kinerja menunjukkan hasil yang mengimplementasikan sebuah kegiatan, kebijakan tetapi pengukuran kinerja tidak menganalisis alasan hal ini dapat terjadi atau mengidentifikasikan perubahan yang perlu dilakukan terhadap tujuan dan kegiatan kebijakan, Mahmudi (2007) dalam Deddi Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti (2007;158) mengatakan ada beberapa tujuan kinerja pada sektor publik diantaranya : 1. Mengetahui Tingkat Ketercapaian Tujuan Organisasi “Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui ketercapaian organisasi. Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak (milestone) yang menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan dan juga menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai arah penyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan”. 2. Menyediakan Sarana Pembelajaran Pegawai “Pengukuran kinerja merupakan pendekatan sistematik dan terintegrasi untuk memperbaiki kinerja organisasi dalam rangka mencapai tujuan strategik oraganisasi serta mewujudkan visi dan misinya”. 3. Mengevaluasi Target Akhir (Final Autcome) “Pengkuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja dimasa mendatang”.
38
4. Menentukan Standar Kinerja “Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan”. 5. Memotivasi Pegawai “Memberikan
dasar
sistematik
dalam
pembuatan
keputusan
pemberian
penghargaan (reward) dan hukuman (punishment)”.
2.4.5
Indikator Kinerja Dan Pengukuran Value For Money Mardiasmo (2009;128) mengatakan istilah “ukuran kinerja” pada dasarnya
berbeda dengan istilah “indikator kinerja” ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sedangkan indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal – hal sifatnya hanya merupakan indikasi – indikasi kinerja. Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah, maka perlu diketahui indikator – indikator sebagai penilai kinerja. Mekanisme untuk menentukan indikator kinerja tersebut memerlukan hal – hal sebagai berikut : 1. Sistem Perencanaan dan Pengendalian “meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasi ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang didasari pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi”. 2. Spesifikasi Teknis dan Standarisasi “kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi, diukur dengan menggunakan spesifikasi tenis secara detail untuk memberikan jaminan bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penelitian”.
39
3. Kompetensi Teknis dan Profesionalisme “untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan standarisasi yang ditetapkan, maka diperlukan personel yang memiliki kompetensi teknis dan profesional dalam bekerja”. 4. Mekanisme Ekonomis dan Mekanisme Pasar “mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan hukuman (reward & punishment) yang bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (alat pembinaan)”.
5. Mekanisme Sumber Daya Manusia “pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi”. Mardiasmo (2009:128) juga mengatakan peran indikator kinerja bagi pemerintah antara lain : 1) Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi. 2) Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan. 3) Untuk menunjukkan standar kinerja. 4) Untuk menunjukkan efektivitas. 5) Untuk membentuk menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran.
40
Indikator kinerja yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja program dapat dilihat dari aspek-aspek : 1. Efektivitas Efektivitas berkaitan erat dengan tindakan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang mempengaruhi keberhasilan suatu kegiatan agar dapat tercapai sesuai dengan rencana. Pengertan efektivitas menurut Syahrul (2000:326) yaitu tingkat dimana kinerja sesungguhnya (aktual) sebanding dengan kinerja yang ditargetkan. 2. Efisiensi Menurut Mardiasmo (2002) Kegiatan dikatakan efisien apabila hasil kerjanya dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya.
Untuk
melakukan
pengukuran
ini
perlu
mengaitkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan rencana yang disusun dan dilakukan evaluasi yang merupakan suatu proses penilaian. Selain efektivitas dan efisiensi, pertumbuhan pegawai akan berpengaruh pada kinerja suatu program atau kegiatan seperti yang diungkapkan oleh Tampubolon (2007) yang mengatakan bahwa sumber daya manusia sebagai salah satu faktor yang memegang peranan penting berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan sehingga perlu diarahkan melalui manajemen sumber daya manusia. Olh karena itu, pertumbuhan pegawai merupakan salah satu indikator dalam mencapai kinerja dan tujuan yang diharapkan.
41
2.5 Penelitian Terdahulu Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini telah disajikan daftar penelitian terdahulu yang sudah dijabarkan atau dikemukakan:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu NO 1
Peneliti
Judul
Hasil Penelitian
Misni erwati
Pengaruh partisipasi
Partisipasi penyusunan
ISSN 0854-
penyusunan Anggaran
anggaran berbasis kinerja
8986, juli
Berbasis Kinerja
mempunyai pengaruh yang
2009 vol 102
terhadap Kinerja
signifikan terhadap kinerja
kepala satuan kerja
kepala SKPD pemerintah
perangkat daerah
daerah
(SKPD) pemerintah daerah 2
Tubagus Syah
Pengaruh penerapan
Baik secara simultan maupun
Putra (2010)
Anggaran Berbasis
parsial, penerapan anggaran
Kinerja dan Sistem
berbasis kinerja dan sistem
Informasi Pengelolaan
informasi pengelolaan
Keuangan Daerah
keuangan daerah berpengaruh
terhadap Kinerja
terhadap kinerja SKPD di
SKPD di
lingkungan Pemerintah
Pemerintahan
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun
42
3
Sam Paulus
Pengaruh Anggaran
Silalahi (2012) Berbasis Kinerja, Sistem Akuntansi
Hasi penelitian ini menunjukkan bahwa anggaran berbasis kinerja, sistem
Keuangan Daerah, dan akuntansi keuangan daerah, Sistem Informasi
dan sistem informasi
Pengelolaan
pengelolaan keuangan daerah
Keuangan Daerah
berpengaruh positif dan
Terhadap Penilaian
signifikan terhadap penilaian
Kinerja SKPD (Studi
kinerja SKPD
Pemerintahan di Kota Dumai) 4
Wawan
Pengaruh pengawasan
Secara parsial pengawasan
sukmana &
intern dan
intern berpengaruh signifikan
Lia anggarsari. pelaksanaan sistem
terhadap kinerja pemerintah
Vol 4, no 1
akuntansi keuangan
daerah. Hal ini menunjukkan
(ISSN : 1907
daerah terhadap
bahwa pengawasan intern
– 9958)
kinerja pemerintah
dapat memberikan dukungan
daerah.
terhadap responsivitas,
(survei pada satuan
responsibilitas, dan
kerja perangkat daerah akuntanbilitas pemerintah. kota tasikmalaya)
Semakin baik pengawasan intern yang dilaksanakan akan memberi dampak semakin baik kinerja pemerintah daerah yang dicapai. Pelaksanaan sistem akuntansi keuangan daerah pun secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah artinya sistem akuntansi keuangan daerah dapat menimbulkan
43
dukungan yang kuat terhadap kinerja pemerintah daerah yang dicapai.
5
Julianto
Pengaruh Penerapan
Penerapan anggaran berbasis
(2009)
Anggaran Berbasis
kinerja berpengaruh terhadap
Kinerja terhadap
kinerja SKPD di Pemerintah
Kinerja SKPD di
Kota Tebing Tinggi
Pemerintah Kota Tebing Tinggi
2.6 Kerangka Pemikiran 2.6.1
Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (X1 dan Y) Misni erwati (2009) telah melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja kepala satuan kerja perangkat daerah pemerintah, hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD yaitu sebesar 64,1% tetapi ada faktor lain yaitu sebesar 35,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Julianto (2009) pun meneliti dengan judul Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemerintah Kota Tebing Tinggi, yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Hal ini menunjukkan Anggaran
44
berbasis kinerja dapat dinilai sebagai pendekatan manajerial yang dapat meningkatkan kinerja setiap anggota organisasi sebagai individual.
2.6.2
Pengaruh Pengawasan Internal Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (X2 dan Y) Wawan dan Lia (2009) meneliti pengaruh pengawasan internal dan
pelaksanaan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah (survei pada satuan kerja perangkat daerah kota tasikmalaya), hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa pengawasan internal dapat memberikan dukungan terhadap responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas pemerintah. Semakin baik pengawasan internal yang dilaksanakan maka akan memberikan dampak semakin baik kinerja pemerintah daerah yang dicapai. Sedangkan menurut Abdul Rohman (2009) mengatakan bahwa : “Pengawasan intern berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah, dan membantu para anggota organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab secara efektif dan mencapai kinerja yang lebih baik. Fungsi pengawasan intern memonitor apakah perilaku sudah berorientasi pada pencapaian kinerja yang baik, dan melakukan koreksi atau perilaku dan hasil yang menyimpang dari kinerja yang diinginkan”.
45
2.6.3
Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja dan Pengawasan Internal Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah (X1,X2 dan Y)
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa kinerja mencerminkan ekonomis, efisiensi dan efektifnya suatu pelayanan publik. Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendahrendahnya. Pengertian efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Tubagus Syah Putra (2010) meneliti Pengaruh penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD di Pemerintahan Kabupaten Simalungun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun parsial, penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Sam Paulus Silalahi (2012) pun meneliti dengan judul Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Penilaian Kinerja SKPD (Studi
46
Pemerintahan di Kota Dumai), Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anggaran berbasis kinerja, sistem akuntansi keuangan daerah, dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap penilaian kinerja SKPD. Dari uraian diatas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :
47
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Dikeluarkan Peraturan UUD No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan UUD No. 23 Tahun 2004 Tentang Pengembangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Satuan Kerja Perangkat Daerah Instansi Pemerintah
Rencana dan Program Kerja
Anggaran Berbasis Kinerja (X1) 1. 2. 3. 4.
Pengawasan Internal (X2) 1. Lingkungan Pengawasan 2. Penilaian Resiko 3. Aktivitas Pengawasan 4. Informasi dan komunikasi 1.5.1 Pemantauan .
Persiapan Ratifikasi Implementasi Laporan dan Evaluasi 2. 3. 4.
Kinerja Aparatur (Y) 1. Efisiensi 2. Efektivitas 3. Pertumbuhan Pegawai
48
2.7 HIPOTESIS Menurut Sugiono (2012:64) berpendapat bahwa : “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk 65kalimat pertanyaan”. Sedangkan menurut Umi Narimawati (2007:73) berpendapat bahwa : “Hipotesis dapat dikatakan sebagai pendugaan sementara mengenai hubungan antara variabel yang akan diuji kebenarannya. Karena sifatnya dan dugaan, maka hipotesis hendaknya mengandung implikasi yang lebih jelas terhadap pengujian yang dinyatakan”. Penulis
mengasumsikan
dalam
pengambilan
keputusan
sementara
(hipotesis) bahwa sebagai berikut : H1
: Terdapat pengaruh antara Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat.
H2
: Terdapat pengaruh antara Pengawasan Internal terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat.
H3 : Terdapat pengaruh antara Anggaran Berbasis Kinerja dan Pengawasan Internal
terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah pada Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat.