BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami penjinakkan (domestikasi) selama berabad-abad lamanya. Namun ada juga yang menduga bahwa perjinakkan tersebut terjadi di pulau Jawa, akan tetapi sekarang sudah mulai tersebar dibanyak daerah di Indonesia (Gunawan, dkk 1998). Hal ini sejalan dengan usaha yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, yaitu sebagai petani. Ternak sapi merupakan bagian dari sebagian kehidupan petani karena dengan memelihara ternak sapi petani mendapatkan manfaat yang dapat meningkatkan hasil pertanian dan kesejahteraan keluarga petani. Sapi Bali lebih unggul dibandingkan bangsa sapi lainnya, misalnya sapi bali akan memperlihatkan perbaikan performans pada lingkungan baru dan menunjukkan sifat-sifat yang baik bila dipindahkan dari lingkungan jelek ke lingkungan yang lebih baik. Selain cepat beradaptasi pada lingkungan yang baru, sapi bali juga cepat berkembang biak dengan angka kelahiran 40% - 85%. Sapi bali merupakan salah satu Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) asli Indonesia yang mempunyai banyak keunggulan, antar lain memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap cekaman lingkungan, mampu tumbuh dengan baik pada kondisi buruk, tingkat produktifitasnya tinggi serta kualitas daging yang baik. Ukuran untuk Sapi Bali betina rata-rata mencapai dewasa kelamin pada umur 18 bulan (Martojo, 1988). Rata-rata siklus estrus (masa birahi) adalah 18 hari, pada sapi
betina muda berkisar antara 20 - 21 hari, dan pada sapi betina dewasa/lebih tua antara 16 - 23 hari. Lama masa birahi sangat panjang, sekitar 36 - 48 jam, dengan masa subur 18 -27 jam. Lama kebuntingan pada Sapi Bali adalah sekitar 380 – 294 hari. Sedang presentase kebuntingan di laporkan 86,56 persentase lahir mati adalah relative kecil sekitar 3,65 persen. Selain itu, persentase kelahiran dari jumlah Sapi Bali yang dikawinkan adalah 83,4 persen, dan interval kelahiran adalah sekitar 15,48 – 16,28 bulan. Selanjutnya (Martojo, 1988). Karakterisrik karkasnya, Sapi Bali di golongkan sapi potong paling ideal di tinjau dari bentuk badan yang kompak dan serasi, bahkan dinilai lebih unggul dari sapi potong Eropa. Sekalipun pemeliharaan Sapi Bali pada umumnya dilakukan secara tradisional atau dengan merumput sendiri tanpa pemberian makanan penguat (kosentrat), diketahui bahwa Sapi Bali mempunyai keistimewaan, yakni gangguan pertumbuhan menunjukkan tidak berarti. Di samping itu, pada tahap tertentu dari segi ketahanan hidup, sapi bali memiliki respon yang menggembirakan terutama terhadap perlakuan. Menurut Bandini (1999), jenis sapi potong yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah Sapi Bali yang merupakan ternak potong andalan Indonesia. Sapi Bali merupakan sapi hasil keturunan dari sapi liar yang sudah mengalami proses yang cukup lama. Sapi Bali memiliki bulu halus, pendek-pendek, dan mengkilap. Pada saat muda, warna bulunya yang cokelat akan berubah menjadi hitam. Sapi Bali dapat mencapai bobot badan jantan dewasa 350 – 400 kg dan betina 250 – 300 kg. hewan ini memiliki persentase karkas yang tinggi lemaknya sedikit, serta perbandingan tulang sangat rendah. Selama ini sapi potong dijual
untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal seperti rumah tangga, hotel, industry pengolahan daging, serat pasar antar pulau terutama untuk pasar kota-kota besar. Menurut Guntoro (2002), Sapi Bali memiliki karakteristik tersendiri dibanding bangsa sapi lainnya. Untuk sapi jantan warna bulu badan hitam (kecuali kaki dan pantat). Lebih lanjut menyatakan bahwa ternak ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan sapi lainnya yaitu adanya bulu yang berwarna putih yang terdapat pada bagian tertentu, seperti pada bagian bawah keempat kakinya, pantat, bibir atas dan bibir bawah. Sapi Bali memiliki kelebihan yang amat banyak yakni Nampak dalam kehidupannya yang sederhana, mudah di kendalikan, dan jinak. Keistimewaan Sapi Bali adalah tidak selektif terhadap pakan, Sapi Bali dapat hidup dengan mengkonsumsi pakan yang bergizi rendah akan tetapi untuk mendapatkan pertumbuhan dan kesehatan yang tinggi maka diberikan pakan yang cukup bergizi dan memiliki daya cerna terhadap makanan serat kasar yang cukup baik. Di samping itu kelebihan lain yaitu kemampuan beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Sapi Bali lebih unggul dibandungkan sapi-sapi lokal lainnya karena mempunyai fertilitas yang tinggi, angka kebutuhan dan angka kelahiran yang tinggi (lebih dari 80 %) dan potensial sebagai penghasil daging. B. Pemasaran Kotler (2000) menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran hasil
pertanian sebagai suatu performans semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa mulai dari titik usaha tani sampai pada konsumen akhir. Proses mengalirnya komoditi pertanian dari titik-titik usahatani sampai konsumen akhir dilakukan melalui saluran-saluran. Sedangkan secara khusus pemasaran adalah analisa terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomis dari produsen ke konsumen melalui pedagang perantara. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyebabkan nilai kepada pelanggan dan mengolah hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Pemasaran suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang benilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller, 2006). Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun konsumen potensial. Pada prinsipnya pemasaran adalah pengaliran barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang tersebut dapat terjadi karena adanya lembaga pemasaran yang dalam hal ini tergantung dari sistem yang berlaku dan aliran yang bernilai dengan pihak lain (Fanani, 2002). Pemasaran pertanian didefinisikan sebagai sejumlah barang dan jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input maupun produk pertanian. Pendekatan dalam studi dan analisis pemasaran
digunakan sebagai sarana untuk pengambilan keputusan oleh pelaku yang terkait dengan proses pemasaran. Pendekatan tersebut adalah pendekatan fungsional, pendekatan kelembagaan, pendekatan produk, pendekatan manajerial dan pendekatan sistem. Pendekatan fungsional digunakan untuk menganalisis kegiatan-kegiatan fungsional yang akan dilakukan oleh setiap pelaku dalam proses pemasaran suatu komoditas. Pendekatan lembaga digunakan untuk menjawab mengenai siapa yang akan melakukan fungsi pemasaran dalam proses pemasaran suatu produk secara efektif dan efisien. Pendekatan produk memfokuskan bagaimana produk tersebut dapat menjadi mudah dan murah untuk diterima dan digunakan oleh konsumen. Pendekatan manajerial memfokuskan pada kerangka analisis berdasarkan fungsi-fungsi manajemen (Said dan Intan 2001). Saluran pemasaran adalah saluran atau jalur yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memudahkan pemilihan suatu produk itu bergerak dari produsen sampai berada di tangan konsumen (Soekartawi, 1993). Menurut Sudiyono (2002), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen. Selanjutnya dalam pemasaran sapi potong terdapat beberapa lembaga pemasaran yang ikut serta mengambil bagian, diantaranya: pedagang perantara, pedagang pengumpul dan pedagang antar
propinsi. Peranan lembaga ini sangat mempengaruhi harga ternak yang akan dijual, secara jelas lembaga-lembaga penyaluran. C. Margin Pemasaran Margin pemasaran merupakan konsep-konsep penting dalam kajian efesiensi yang kemudian dapat menentukan apakah efesien atau tidak. Margin pemasaran terdiri atas dua bagian, bagian pertama merupakan perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang di terima oleh produsen. Bagian kedua margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran tersebut. Selanjutnya margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayar konsumen untuk sebuah produk dan harga di terima produsen untuk bahan baku. Margin pemasaran merupakan selisih antara dua pengembalian atau hasil produk pada dua tingkatan dalam saluran pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007). Sunhudi (2003), menjelaskan bahwa biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh setiap tingkatan lembaga pemasaran sapi potong berbeda. Perbedaan harga tersebut tergantung pada tambahan nilai guna dari ternak sapi potong, seperti kegunaan tempat, waktu dan kepemilikan. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh konsumen terakhir (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Perilaku pasar merupakan tingkah laku dalam rangka penyesuaian pasar dimana mereka membeli atau menjual (Napitupulu, 1989). Perilaku pasar dapat diamati melalui praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan harga dan pembayaran, dan kerjasama diantara lembaga pemasaran mendefinisikan bahwa
margin pemasaran sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani produsen. Analisis pemasaran merupakan aktivitas pemasaran sangat penting untuk menunjang kegiatan pemasaran dalam upaya mencapai tujuannya, untuk itu sampai tingkat tertentu hal itu diimbangi pula dengan besarnya biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Pengertian analisis pemasaran dibedakan menjadi dua kategori yaitu Dalam arti sempit bahwa analisis pemasaran diartikan sebagai biaya penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjual produk ke pasar. Dalam arti luas bahwa biaya pemasaran meliputi semua biaya yang terjadi sejak saat produk selesai diproduksi dan di simpan dalam gudang sampai dengan produk tersebut diubah kembali dalam bentuk uang tunai (Fanani, 2002). Abubakar (2002) menyatakan bahwa margin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu: 1. margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima peternak. 2. margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa penawaran. Sedangkan dalam margin pemasaran dikenal berbagai komponen yang terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembagalembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional. Keuntungan (profil) lembaga pemasaran, lembaga-lembaga pemasaran ini membentuk distribusi margin pemasaran. Pada umumnya produk yang berbeda
mempunyai jasa pemasaran yang berbeda. Data empiris menunjukkan bahwa margin pemasaran yang tinggi tidak mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya-biaya yang harus dikeluarkan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Saliem (2004), menyatakan bahwa analisis margin pemasaran bertujuan untuk melihat efisiensi pemasaran semakin tinggi harga yang diterima produsen, semakin efisien pemasaran tersebut. Nilai produk yang dipasarkan atau pemasaran yang efisien jika biaya pemasaran lebih rendah dari nilai produk yang dipasarkan. Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima peternak dengan pedagang dalam pemasaran ternak potong. Keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang berbeda-beda tergantung dari tingkat usahanya (Yusuf dan Nulik, 2008). D. Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran merupakan badan atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Konsumen memberikan bebas jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007). Dalam usaha memperlancar arus barang dan jasa ari produsen ke konsumen terdapat salah satu faktor yang tidak boleh
diabaikan, yaitu memilih secara tepat saluran distribusi (channel of distribution) yang digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Pengertian saluran distribusi adalah pertama, jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen ke perantara dan sampai pada konsumen pemakai kedua, struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri dari agen, pedagang besar, dan pengecer yang dilalui barang / jasa saat dipasarkan (Suarda, 2009)
menyatakan bahwa ada tiga macam saluran
pemasaran dalam pemasaran masing-masing yaitu: 1. Produsen
Konsumen akhir
2. Produsen
Pedagang pengumpul
3. Produsen
Pedagang pengumpul
Konsumen akhir pedagang besar
Konsumen
akhir Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen akhir dapat menggunakan
saluran
panjang maupun
saluran
pendek
sesuai
dengan
kebijaksanaan distribusi yang ingin dilaksanakan perusahaan. E. Farmer’s Share Farmer’s Share adalah perbandingan antara harga yang di terima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 1987). Selanjutnya farmer’s share sebagai selisih antara harga retail dengan margin pemasaran. Farmer’s share merupakan bagian dari harga konsumen yang diterima oleh petani dan dinyatakan dalam persentase harga konsumen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen di nikmati oleh petani (Nugraha, 2006). Tingkat efesiensi sebuah sistem pemasaran dapat dilihat
dari penyebaran margin pemasaran, farmer’s share (pembagian peternak) dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya menunjukan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang dihasilkan. Angka rasio keuntungan dan biaya sama dengan satu menunjukan bahwa keuntungan yang dihasilkan sama besar dengan biaya yang dikeluarkan, dan lebih besar dari satu menunjukan bahwa keuntungan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Semakin meratanya margin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, menunjukan bahwa secara teknis (operasional) sistem pemasaran tersebut semakin efesien. Selanjutnya efesiensi operasional digunakan mendekati efesiensi produksi dalam menetapkan efesiensi operasional diasumsikan sifat utama output tidak mengalami perubahan atau efesien ini lebih berkaitan dengan kegiatan fisik pemasaran, dengan penekanan ditunjukan pada usaha mengurangi input untuk menghasilkan output pemasaran. Sudiyono (2002), menyatakan bahwa rasio perubahan harga rata-rata pengecer dengan perubahan harga rata-rata di tingkat produsen. (Rahim dan Hastuti, 2007) menyatakan bahwa harga merupakan perbandingan perubahan harga di tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petani. F. Efisiensi Pemasaran Efesiensi pemasaran merupakan tolak ukur atas produktifitas proses pemasaran dengan membandingkan sumber daya yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007). Efesiensi pemasaran dapat terjadi yaitu pertama, jika pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi kedua,
persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi ketiga, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan keempat, adanya kompetisi pasar yang sehat. Efesiensi pemasaran memaparkan bahwa tingkat produktifitas sistem pemasaran ditentukan oleh tingkat efesiensi dan aktifitas seluruh kegiatan fungsional sistem pemasaran tersebut, yang selanjutnya menentukan kinerja kerja operasi dan proses sistem. Efesiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari terselanggaranya integrasi vertikal dan integrasi horozontal yang kuat, terjadi pembagian yang adil dari rasio nilai tambah yang tercipta dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produktif masing-masing pelaku (Said dan Intan, 2004). Efisiensi pemasaran terbagi menjadi dua kategori yaitu efesiensi operasional teknologi dan efesiensi harga (ekonomi). Efisiensi opersional meliputi efesiensi dalam pengolahan, pengemasan, pengangkutan dan fungsi lain dari sistem pemasaran. Dengan adanya efesiensi operasional tersebut biaya akan menjadi lebih rendah dan output dari barang atau jasa tidak berubah atau bahkan meningkat kualitasnya. Sedangkan efesiensi harga, harus memperhatikan jumlah produsen yang ada di pasar, kemampuan dari produsen baru untuk memasuki pasar dan kemungkinan terjadi kolusi antar produsen (Limbong dan Sitorus, 1987). G. Kerangka Pikir Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka dapat dilihat kerangka pikir sebagai berikut:
Penelitian ini menganalisis Analisis Margin Pemasaran Ternak Sapi Bali Di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo, besarnya perbedaan harga diantara lembaga pemasaran dimana dalam melakukan transaksi jual beli harus memperhatikan perbedaan harga yang akan di pasarkan sehingga lebih efesien berdagang. Lembaga-lembaga pemasaran merupakan suatu sistem atau cara untuk menyalurkan barang dan jasa sampai ke tangan konsumen seperti: Produsen pedangang pengumpul, sampai ketangan konsumen. Dalam metode ini menggunakan analisis deskriptif berdasarkan dengan analisis margin pemasaran, sehingga dapat melihat efesien pemasaran ternak Sapi Bali di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo, merupakan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima peternak. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.
Pasar Hewan Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo
Pemasaran Ternak Sapi Bali
Lembaga – Lembaga Pemasaran
Produsen Peternak
Pedagang Pengumpul
Konsumen
Analisis
Analisis Deskriptif
Margin Pemasaran
Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Margin Pemasaran Ternak Sapi Bali di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.