BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini Penulis mendiskripsikan suatu tinjauan kepustakaan. Deskripsi tentang Tinjauan Pustaka itu dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan (legal issue) yang telah Penulis kemukakan dalam Bab I yaituApakahDebitur mempunyai hak untuk mengetahui adanya peralihan piutang1. Gambaran tentang studi kepustakaan ini meliputi pula arti pentingnya studi kepustakaan dan sistem peralihan piutang antara asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur mengenai peralihan piutang yang difokuskan terhadap legal issue hak Debitur untuk mengetahui adanya peralihan piutang pada dua tradisi hukum, yaitu asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku baik dalam tradisi hukum positif di Inggris maupun yang terjadi dalam tradisi hukum positif di Indonesia.
2.1.Arti Penting Studi Kepustakaan Comperative study untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan studi kepustakaan tersebut diatas, dengan rumusan masalah penelitian2dan penulisan karya tulis kesarjanaan ini adalah baik subrogasi, cessie dan novasi dalam hukum positif Indonesia maupun metode assignment, cessie dan novation dalam hukum positif Inggris, berlaku prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang pada hakekatnya adalah kontrak (contracts) yang mendikte (the dictate of the
1
Lihat Rumusan Masalah, suatu Judul 1-3, dalam Bab I Karya tulis ini.
2
Tentang rumusan masalah penelitian skripsi ini dapat dilihat kembali pada Bab I sub judul 1-3.
14
low)bahwa suatu akta metode peralihan piutang tersebut mencatat peralihan piutang yang tidak menimbulkan akibat apapun bagi Debitur dalam hal ini tidak mengikat Debitur sebelum penyerahan itu diberitahukan kepada si Debitur atau secara tertulis untuk diketahui diakui oleh si Debitur. Sekalipun Debitur juga tidak dapat mengemukakan keberatannya mengenai terjadinya pergantian Kreditur tersebut3, namun hak Debitur untuk mengetahui peralihan piutang adalah suatu hal prinsipip dalam hukum. Memang, dalam studi kepustakaan,khususnya studi kepustakaan yang ditulis oleh penulis buku teks hukum positif Indonesia yang membicarakan mengenai pentingnya hak Debitur untuk mengetahui peralihan piutang melalui cessie, ada semacam keseimbangan. Namun, menurut Penulis, keseimbangan seperti itu adalah hal yang dibuat-buat dan spekulatif, tidak prinsipil. Sutan Remy, berpendapat bahwa Debitur cukup diberitahukan saja tentang adanya pergantian Kreditur. Dengan adanya pemberitahuan itu, Debitur kemudian harus membayar utangnya kepada Kreditur Baru4.Seorang Kreditur lama dan Kreditur baru tidak harus berunding atau meminta persetujuan-persetujuan terlebih dahulu dari Debitur, menurut kepustakaan yang dikemukakan di dalam uraian diatas. Namun menurut pendapat Penulis, pendapat professor dan ahli hukum perbankan
3
terkemuka di Indonesia itu
keliru.Sebab,professor itu
telah
Ibid,hlm. 92.
4
Loc.It, SjahdeniRemySutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dari Aspek Hukum, (Pustaka
Utama Grafika, Jakarta; 1997), hlm.91.
15
mencampuradukan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum yang memerintah perdagangan Internasional, atau barangkali tidak memahami lex mercatoria. Hukum perdagangan Internasional (international commercial law) berjalan diatas asumsi hukum yang pasti.Bahwa para pihak yang terlibat dalam peralihan piutang adalah para professional.Mereka itu para professional, kebiasaannya saling percaya (mutual trust) yang sangat kuat. Dikte hukum selalu membuat mereka yakin bahwa pihak Kreditur memahami dan patuh (obedience) betul kepada hukum untuk memastikan telah adanya persetujuan Debitur sebelum si Kreditur mencari pihak ketiga untuk “membeli” hak tagih (piutang) si Kreditur yang lama kepada Debitur. Prinsip seperti itulah yang menyebabkan KUHPerdata Indonesia mengatur secara terpisah Pasal 613 KUHPerdata ayat (3).Namun tidak boleh dibaca secara terpisah dan membenarkan tindakan pengalihan piutang tanpa melalui persetujuan pihak Debitur, seperti kebimbangan yang ditulis Profesor diatas. Apa yang dikatakan oleh sang Professor diatas, bahwa apabila Kreditur menginginkan agar pelaksanaan penjualan (piutang) cukup diketahui saja oleh Kreditur baru dan penjualan itu justru ingin disembunyikan dari pengetahuan Debitur, maka tentu bagi pelaksanan penjualan (piutang) tersebut tidak dapat ditempuh dengan menggunakan lembaga cessie semata-mata adalah suatu bukti pernyataan retrorika (tautologies) bahwa setiap peralihan piutang harus mendapat persetujuan Debitur. Hanya saja formulasi pernyataan tantologis sang professor itu kurang tegas dan tidak mencerminkan sifat hukum itu sendiri yang pasti dan tegas.
16
Seandainya Professor diatas mau sedikit lebih jujur dan teliti, maka dalam setiap perjanjian jaminan, hukum mendikte (the law dictate) bahwa Kreditur mempunyai kewajiban untuk merawat benda jaminan dan memiliki atau memikul tanggungjawab atas kerusakan yang diakibatkan baik karena kelalaian maupun sebagai akibat dari perbuatan orang-orang yang bekerja kepadanya. Berikut dibawah hasil penelitian individual Jeferson Kameo SH, LLM, Ph.D yang memberi formulasi tentang hak Debitur untuk mengetahui peralihan piutang yang tidak dipublikasikan sebagaimana berkorespondensi dengan apa yang baru saja Penulis kemukakan diatas. “The creditor must take reasonable care of the property and will be, liabel for damage thereto, causal by his negligence of that of his employees415 otherwise, he is not liable for accidental damageto that property, unless he retains it unlawfully426. His right expires with lost of possession437, but it has been held that possession is not lost meorely because he gives pledged jewelery to his family to
wear8 in the same case it was confirmed that while he is not entitled, unless otherwise agreed, to use the property, breach of this term will usually not warrant termination of the contract. It is submitted, however, that matters might be otherwise if that use 5
Dominian Bank v. Bank of Scotland (1889) 16 R.1081. R adalah suatu singkatan dari Law Reporting dikerajaan Scotland (Skotlandia). Penulis mengakui bahwa akses atau Law Reporting seperti ini dengan nama lengkap Rettie’s Session Cases sangat sulit, mahal dan membutuhkan keahlian tinggi untuk membacanya. Penelitian individual tersebut dilakukan di Glasgow dari tahun 2001-2005. 6
Frason v Smith (1899) 6.S.L.T 335. Kameo Jeferson, Penelitian Individual yang tidak dipublikasikan. SLT adalah Law Reporting kerajaan Scotland, Scots Law Times. 7
Bell, Principles, 206. Bell adalah seorang institusional writers authoritative, asal Scotland. Mengenai Bell dapat dilihat pada buku Kameo Jeferson, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 8
Wolitson V Horrison, 1970 S.L.T 95 penelitian Jeferson Kameo, tidak diplubikasikan.
17
materially reduced the value of the property. English authority has even suggested that, while it is a breach of contract for the creditor himself to pledged the good, that breach does not justify rescission9, if the does he would be in the position liable to the debtor accordingly10. If the good are lost when used, the creditor will wholly liable11.
Atas dasar itu, maka berikut ini Penulis meguraikan tentang tinjauan kepustakaan mengenai arti pentingnya asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur peralihan piutang menurut sistem hukum positif Indonesia yang selanjutnya diikuti oleh suatu uraian tentang asas-asas dan kaedah-kaedah yang mengatur adanya peralihan piutang yang dilakukan oleh Kreditur menurut hukum yang berlaku di Inggris.
2.2. Peralihan Piutang dan Hak Debitur Menurut hukum Indonesia, pengalihan piutang dapat terjadi dengan menggunakan tiga metode peralihan piutang.Ketiga metode peralihan piutang dalam hukum positif Indonesia yang Penulis temukan dalam studi kepustakaan yang ada, adalah cessie, subrogarsi dan novasi12.
9
Donald v Suckling (1866) L.R 19 B 585.L.R.Q.B adalah Law ReportingScotlandia lengkapknya Law Report, Queen’s Bech, penelitian Kameo Jeferson.
10
Wolitson v Horrison , 1978, S.L.T 95 Supra.
11
Hult J. In (1995) Bernad (1707) Id. Raym, 909 at 913, dikutip penelitian yang dilakukan oleh Kameo Jeferson.
12
Op. Cit, hlm. 71.
18
Beriku di bawah ini Penulis menguraikan masing-masing cara peralihan piutang sebagaimana telah dikemukakan di atas:
2.1.1. Peralihan Piutang Melalui Cessie Menurut kepustakaan yang ada, cessie adalah cara pihak untuk melakukan peralihan piutang-piutang atas nama dan kebendahan tak bertubuh, atau hak lainnya. Pustaka pada umumnya memberi isyarat, bahwa peralihan piutang dengan cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata.Menurut Pasal 613 KUHPerdata, cessie harus dilakukan secara tertulis.Peralihan piutang dengan caratertulis itu dilakukan dengan jalan membuat akta.Akta yang mencatat peralihan piutang dengan caracessie tersebut terbentuk akta otentik maupun akta di bawah tangan. Akta atau dokumen dan surat(letter) yang dapat Penulis sebut sebagai suatu kontrak (a contract) tersebut berisi penegasan bahwa hak-hak dari seseorang Kreditur atas piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnnya dialihkan kepada seorang pihak ketiga (a third party).Surat atau akta yang dimaksud disebut akta cessie. Dalam cessie, penyerahan hak-hak tersebut tidak menimbulkan akibat apapun bagi Debitur sebelum penyerahan atas piutang kepada pihak ketiga itu diberitahukan kepadanya atau secara tertulis. Menurut pendapat Penulis, apa yang dikatakan sebagai penyerahan atas piutang kepada pihak ketiga sebagaimana dinyatakan di dalam kepustakaan yang
19
Penulis kutip di atas tersebut tidak mempunyai arti apapun13 sebelum hal itu diberitahukan dan dipertimbangkan oleh pihak ketiga. Asas seperti itu juga merupakan suatu kaedah fundamental atau prinsipil dalam kontrak sebagai nama ilmu hukum,14 yaitu bahwa esensial dalam suatu kontrak adalah kehendak atau adanya persesuaian kehendak para pihak, atau yang sering dikenal dengan consent. Mengenai apa yang dimaksud dengan kebendaan tak bertubuh lainnya. Hal itu diatur dalam Pasal 613 Ayat (1) KUHPerdata. Menurut Pasal tersebut, bendabenda tak bertubuh adalah berupa piutang atas nama, juga berupa tagihan atas unjuk dan tagihan tas pembawa. Dengan perkataan lain, ketentuan Ayat (3) dari Pasal 613 KUHPerdata itu menentukan bahwa penyerahan atau peralihan dari surat utang atas pembawa (aan toonder) dan surat utang atas unjuk (aan order) dilakukan bukan dengan cara cessie seperti halnya piutang atas nama. Namun, hal itu tidak berarti bahwa penyerahan di luar cessie, menurut hukum boleh dilakukan tanpa persetujuan (consent) dari pemilik benda yang di atasnya dilatakkan suatu jaminan kebendaan seperti misalnya dalam perjanjian utang-piutang yang diikat dengan jaminan, baik, berupa fidusia maupun hak kebendaan seperti hak tanggungan yang dahulu disebut dengan hipotek atau creditferband. Seperti dipahami bersama, penyerahan suatu surat berharga sebagaimana dikemukakan di atas adalah penyerahan yang sama dengan
13
Bahkan, apabila dipaksakan maka hal itu dapat disebut sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang berakibat kepada batal demi hukum (null and void) pada perbuatan tersebut.
14
Mengenai hal ini dapat dilihat dalam buku Kameo Jeferson, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
20
penyerahan uang cash, yang dibedakan dengan penyerahan piutang di atas hanya melekat hak kehendak pihak lain. Peralihan atas hak atas surat utang atas pembawa dilakukan dengan cara si pembawa melakukan penyerahan surat utang15 itu kepada pihak ketiga. Dengan terjadinya penyerahan itu, maka pihak ketiga menerima hak-hak atas surat utang itu. Sedangkan penyerahan hak atas surat unjuk dilakukan dengan cara melakukan endosemen pada surat utang itu diikuti dengan penyerahan surat utang itu kepada pihak ketiga yang dengan adanya endosemen dari penyerahan itu, maka pihak ketiga menerima pengalihan hak atas surat utang itu, dan dapat langsung melakukan penagihan tak bersyarat (conditional) kepada pihak Debitur. Dari penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kepustakaan hukum juga mengenal bahwa dalam cessie, Debitur selamanya Pasif.Debitur cukup diberitahu saja tentang adanya pergantian Kreditur, dalam hal ini, sepanjang di atas utang16 itu melekat hak kebendaan yang telah diletakkan jaminan. Sehingga dengan adanya pemberitahuan itu, Debitur kemudian harus membayar utang si Debitur kepada sang Kreditur baru. Mengingat bahwa dalam cessie peranan Debitur pasif, dan hanya cukup diberitahu saja tentang terjadinya pergantian Kreditur itu, maka dalam beberapa literatur ada yang mengatakan bahwa, sebagai contoh, penjualan partisipasi dalam sindikasi kredit, selalu saja, dapat dilakukana oleh seorang Kreditur tanpa Kreditur lama dan Kreditur baru harus berunding dengan atau meminta persetujuan terlebih dahulu kepada Debitur. Debitur juga, menurut Pengamat yang 15
16
Bayangkan, dalam kehidupan sehari-hari seseorang menyerahkan uang cash kepada orang lain. Utang atau perjanjian atau suatu kontrak (a contract).
21
baru saja Penulis kemukakan di atas tersebut, juga tidak dapat mengemukakan keberatannya mengenai terjadinya pergantian Kreditur baru. Pandangan seperti apa yang baru saja dikemukakan oleh Pengamat di atas adalah keliru. Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa pada prinsipnya, dalam cessie, peralihan piutang harus diberitahukan kepada Debitur dan bahkan si Debitur harus memberikan persetujuan atas peralihan piutang yang di atasnya ada melekat hak-hak Kreditur atas benda jaminan dalam perjanjian utang-piutang. Hal seperti ini sudah barang tentu berbeda dengan peralihan uang cash. Memang,
ada
pula
yang
mengatakan
bahwa
apabila
Kreditur
menginginkan agar misalnya dalam hal pelaksanaan penjualan partisipasi cukup diketahui saja oleh Kreditur baru dan penjualan itu juga ingin disembunyikan17 dari pengetahuan Debitur, maka tentu bagi pelaksanaan penjualan partisipasi tersebut tidak dapat ditempuh dengan menggunakan cessie. Namundemikian, apabila metode lain yang dipilih pun, hak itu berarti bahwa si Kreditur, dengan metode lain daripada cessie itu boleh mengalihkan piutangnya dengan cara disembunyikan dari pengetahuan Debitur. Kembali perlu Penulis tegaskan bahwa setiap peralihan piutang pada prinsipnya wajib diketahui oleh Debitur. Pandangan seperti ini ada benarnya.Sebab dalam cessie, setiap peralihan piutang kepada pihak ketiga harus diketahui oleh pihak Debitur.Menurut pendapat Penulis, pernyataan dalam kepustakaan bahwa penjualan partisipasi, dalam hal ini maksudnya adalah penjualan atas piutang yang demikian itu tidak dapat ditempuh 17
Istilah “disembunyikan” adalah istilah yang digunakan oleh Pengamat yang pustakanya dirujuk oleh Penulis, dus bukan istilah Penulis.Lihat buku, Sjadeini Sutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Midas Surya Grafindo, Jakarta, 1999), hlm. 92.
22
dengan caracessie, sebetulnya adalah suatu permainan logika dan retorika sematamata. Apabila metode cessie yang dipergunakan dalam peralihan partisipasi seperti yang dikemukakan oleh Pengamat sebagaimana dikemukakan di atas itu maka hal itu memvawa akibat terjadinya suatu perbuatan melawan hukum yang berujung kepada batal demi hukum (null and void) peralihan yang ada18.
2.1.2. Metode Peralihan Piutang Melalui Subrogasi Penyelidikan Penulis terhadap kepustakaan yang ada menunjukkan bahwa subrogasi adalah lembaga pergantian hak-hak dari seorang Kreditur oleh pihak ketiga yang menjadi Kreditur baru. Kreditur baru yang menggantikan kedudukan Kreditur yang lama itu memperoleh posisi demikian mengingat si Kreditur yang baru telah membayar utang seorang Debitur kepada Kreditur lama tersebut.Menurut Pasal 1400 KUHPerdata Indonesia, subrogasi dapat terjadi karena diperjanjikan atau karena ditentukan demikian oleh Undang-Undang (terjadi demi hukum)19. Mengingat penjualan partisipasi atau dalam konteks penulisan skripsi Penulis ini yang dimaksud adalah peralihan piutang20 yang terjadi dalam sindikat kredit, hal itu hanya akan terjadi karena diperjanjikan. Maka, dalam tulisan ini 18
Analisis mengenai hal ini dalam putusan Pengadilan di Indonesia dapat dilihat pada Bab III dalam Skripsi ini.
19
Lihat, Pasal 1400 KUHPerdata. Menurut pendapat Penulis, baik terjadi karena perjanjian maupun terjadi karena Undang-Undang, sama-sama dapat disebut terjadi karena hukum.Bukankah perjanjian dan Undang-Undang itu adalah dua hal hasil dikte hukum.Lihat pendapat pakar hukum yang Penulis rujuk pada hlm.8 Bab 1 Skripsi ini.
20
Piutang artinya hak untuk menerima pembayaran, lihat Pengertian ini dala Bab 1 Angka (3) UU tentang Jaminan fiducia, No. 42/1999.
23
akan diuraikan subrogasi yang terjadi dengan persetujuan. Subrogasi yang terjadi karena memang para pihak itu dengan sengaja menjanjikan atau terjadi berdasarkan persetujuan (consent). Menurut Pasal 1401 KUHPerdata, subrogasi dapat terjadi menurut 2 (dua) cara, yang dalam kepustakaan yang diteliti oleh Penulis gambarannya adalah sebagai berikut: Pertama, peralihan piutang yng ada memang dikehendaki atau datang atas inisiatif Kreditur.Dalam hal ini subrogasi terjadi apabila pihak ketiga membayar kepada seorang Kreditur.Sehubungan dengan penerimaan pelunasan piutang oleh pihak ketiga tersebut, pihak ketiga tersebut menggantikan kedudukan si Kreditur lama dan si pihak ketiga itu kemudian bertindak selaku Kreditur terjadap seorang Debitur. Apabila hal yang demikian itu terjadi, maka pihak ketiga menggantikan hak-hak, gugatan-gugatan hak-hak istimewa yang semula dimiliki oleh Si Kreditur lama. Dalam hal ini, termasuk status atau kedudukan dari hipotek atau benda jaminan milik dari Debitur yang ada di tangan Kreditur yang lama kemudian beralih juga ke dalam tangan Kreditur yang baru dengan terlebih dahulu, sudah barang tentu, diketahui pula oleh Debitur. Perlu sekali diperhatikan bahwa untuk sahnya suatu subrogasi harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan pembayaran (tepat pada waktu pembayaran dilakukan).Subrogasi yang terjadi setelah pembayaran tidak menimbulkan akibat hukum, karena dengan terjadinya pembayaran, maka perikatan antara Debitur dan Kreditur telah dihapus, sehingga tidak mungkin lagi terjadi subrogasi.
24
Kedua, adalah subrogasi yang dikehendaki dan terjadi atas inisiatif Debitur.Menurut hukum positif di Indonesia, subrogasi dengan jenis yang kedua ini dapat terjadi jika Debitur meminjam uang kepada pihak ketiga dan membayar uang hasil pinjamannya itu kepada seorang Kreditur pelunasan utangnya. Dengan demikian, di dalam perjanjian di antara Debitur dengan pihak ketiga maka otomatis pihak ketiga itu akan menggantikan kedudukan Kreditur yang lama tersebut. Agar subrogasi ini sah, syarat-syarat yang perlu diperhatikan baik perjanjian pinjam uang antara Debitur dan pihak ketiga maupun tanda pelunasan utang Debitur kepada Kreditur semula adalah harus dibuat dengan akta otentik. Di dalam perjanjian pinjam uang antara Debitur dan pihak ketiga harus ditegaskan bahwa uang yang dipinjam dari pidak ketiga itu adalah untuk melunasi utang Debitur kepada Kreditur lama. Selanjutnya dalam surat tanda pelunasan harus pula diterangkan bahwa pembayaran utang Debitur kepada Kreditur semula dilakukan dengan menggunakan uang yang dipinjam dari pihak ketiga tersebut. Perlu diperhatikan bahwa menurut Pasal 1403 KUHPerdata, subrogasi tidak dapat mengurangi hak-hak seorang Kreditur apabila pihak ketiga hanya membayar sebagian saja dari piutangnya. Dengan kata lain sisa piutang pihak ketiga tidak mempunyai hak untuk didahulukan daripada hak pihak Kreditur tersebut. Sehubungan dengan ketentuan mengenai lembaga subrogasi seperti telah digambarkan di atas, maka apabila seorang Kreditur dalam sindikasi kredit menginginkan untuk menjual aset, maka is dapat menempuh penjualan itu dengan cara subrogasi dengan memperjanjikan kedudukannya selaku Kreditur naru.
25
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat mengenai sahnya subrogasi sebagaimana yang diatur KUHPerdata21. Dalam kredit sindikasi yang langsung berhubungan subrogasi dengan Penerima kredit adalah agent Bank dan bagi sahnya suatu subrogasi tidak perlu pergantian Kreditur diberitahukan kepada Debitur. Maka,agent Bank harus melaporkan terjadinya pergantian kredit bukan saja kepada para anggota sindikasi yang lain, tetapi juga kepada Debitur, kecuali apabila dalam perjanjian kredit sindikasi diperjanjikan secara tegas bahwa terjadi pergantian kredit sebagai akibat loan sale tidak wajib dilaporkan oleh agent Bank kepada para peserta sindikasi dan Penerima kredit atau Debitur. Dengan demikian, yang dapat dipastikan hanyalah bahwa denga cara ini, sahnya aset Kreditur yang berupa kredit sindikasi itu tidak perlu mendapat persetujuan atau diberitahukan kepada Debitur22, sepanjang telah diperjanjikan secara tegas sebelumnya oleh pihak-pihak terkait.
2.1.3. Peralihan Piutang Melalui Novasi Novasi adalah institusi pembaharuan utang yang terjadi karena diperjanjikan. Menurut Pasal 1413 KUHPerdata, ada 3 (tiga) macam cara untuk melakukan novasi. Adapun cara-cara tersebut adalah: Pertama, apabila seorang Debitur membuat suatu perjanjian utang baru untuk kepentingan kredit semula, sehingga pergantian dari perjanjian utang yang lama menjadi hapus karena dibuatnya perjanjian yang baru itu.Dengan demikian
21
Lihat, Pasal 1401 sampai dengan Pasal 1403 KUHPerdata.
22
Sjah deini Remy Sutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Midas Surya Grafindo, Jakarta, 1997), hlm. 92-94.
26
yang terjadi, bukan semata-mata perubahan (ketentuan-ketentuan dan syaratsyarat) perjanjian utang yang bersangkutan, tetapi yang terjadi adalah dibuatnya suatu perjanjian baru dengan tidak terjadi pergantian Debitur maupun Kreditur.Menurut pendapat Penulis, hal ini tidak ada kaitannya dengan pengalihan piutang.Novasi ini disebut novasi obyektif, oleh karena yang digantikan dengan perjanjian baru itu hanyalah objek dari perjanjian semula, tanpa pergantian subyek-subyeknya.Skripsi ini lebih menekankan kepada peralihan piutang dimana ada pergantian pihak (the party to contract). Kedua, apabila seorang Debitur baru ditunjuk untuk menggantikan Debitur lama yang oleh Kreditur dibebaskan dari perikatannya.Dalam hal ini tidak disebut suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, tetapi yang terjadi adalah digantikannya Debitur lama oleh seorang Debitur baru.Novasi jenis ini disebut novasi subyektif pasif.Disebut demikian karena yang digantikan adalah pihak Debitur yang menjadi subyek dari perjanjian itu. Menurut Pasal 1416 KUHPerdata23, novasi dengan penunjukan Debitur baru untuk menggantikan Debitur lama dapat dijalankan tanpa bantuan (dengan kata lain tanpa sepengetahuan) Debitur yang pertama. Menurut pendapat Penulis, penempatan kata-kata di dalam kurung di atas, kurang pada tempatnya, sebab hal itu dapat menimbulkan kesan bahwa seolah-olah hukum menganjurkan supaya dalam novasi subyektif pasif, surat pembaharuan utang dengan penunjukan seorang berutang baru untuk mengganti seorang yamng berutang lama tidak perlu diberitahukan atau atas persetujuan Debitur lama. Sebab, menurut Penulis, pada
23
Pasal 1416 KUHPerdata.
27
prinsipnya setiap pembaharuan utang seperti itu haruslah diketahui oleh Debitur yang lama.Tidak realistis apabila hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan Debitur lama yang digantikan oleh Debitur baru. Sekali lagi, dari studi kepustakaan di atas terkesan bahwa novasi subyektif pasif terjadi tanpa persetujuan Debitur. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1417 KUHPerdata, pemindahan yang dilakukan oleh seorang Debitur yang memberikan kepada Kreditur seorang Debitur yang baru, yang bersedia mengingatkan dirinya kepada Kreditur, tidak dengan sendirinya membebaskan suatu novasi, apabila Kreditur tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bersedia membebaskan Debitur lama dan perikatannya. Dengan kata lain, novasi subyektif pasif hanya dapat terjadi apabila disetujui oleh Kreditur. Ketiga, apabila sebagai akibat adanya suatu perjanjian yang baru, seorang Kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan Kreditur lama dalam hubungannya dengan seorang Debitur yang dibebaskan dari perikatannya dengan Kreditur lama tersebut, juga dalam hal ini tidak dibuatnya suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian yang lama, tetapi yang terjadi hanyalah digantikan Kreditur lama oleh seorang Kreditur baru. Novasi jenis ini disebut novasi subyek aktif.Disebut demikian, karena yang digantikan adalah Kreditur yang menjadi subyek dalam perjanjian itu. Penjualan
partisipasi
dalam
sindikasi
kredit
misalnya,
bertujuan
mengalihkan piutang atau partisipasi dari seorang lender atau Kreditur kepada pihak lain, yang akan menggantikan kedudukan selaku Kreditur baru.
28
Apabila yang ingin digunakan untuk melakukan penjualan atau pengalihan partisipasi itu adalah lembaga novasi, maka jenis novasi yang dapat ditempuh adalah novasi subyektif aktif.Sehubungan dengan itu perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu novasi subyektif aktif sah. Adapun persyaratan dimaksudkan adalah, pembaharuan utang tidak dipersangkakan tetapi harus dengan tegas terlihat dari perbuatan para pihak yang menghendaki terjadinya novasi24.Untuk menghindari ketidakpastian pembaharuan utang itu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian tertulis.Dengan Kreditur lama menunjuk pihak ketiga untuk menggantikan kedudukannya, tidak dengan sendirinya menerbitkan suatu novasi25.Hipotek-hipotek yang diikat pada utang lama, tidak berpindah menjadi utang baru. Novasi subyektif pada hakekatnya adalah perundingan segitiga, yang menghasilkan suatu persetujuan untuk menggantikan Kreditur lama dengan seorang Kreditur baru atau menggantikan Debitur lama dengan seorang Debitur baru26.Menurut pendapat Penulis, pandangan di dalam kepustakaan sebagaimana dikemukakan di atas tersebut memberi isyarat bahwa dalam suatu perundingan maka tidak mungkin tertinggal unsur diketahuinya peralihan tersebut oleh para pihak yang berunding. Hal ini berarti bahwa dalam novasi pun penting bagi hukum bahwa si Debitur mengetahui pembaharuan utang-utangnya. Dengan kata
24
Pasal 1415 KUHPerdata.
25
Lihat juga Pasal 1420 Ayat (2) KUHPerdata.
26
Subekti, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Indomasa; 1987), hlm. 70-71.
29
lain, tidaklah mungkin terjadi pergantian Kreditur lama oleh Kreditur baru tanpa diketahui oleh Debitur. Berkaitan dengan itu, apabila akan dilakukan penjualan partisipasi dalam sindikasi kredit oleh salah seorang Lender atau Kreditur kepada pihak-pihak lain untuk menggantikan kedudukannya, maka penjualan itu diketahui oleh Debitur. Pada novasi bukan saja penjualan itu harus diketahui oleh Debitur tetapi juga terjadinya penjualan itu harus disetujui oleh Debitur.
2.2. Peralihan Piutang dan Hak Debitur Di Inggris Menurut pendekatan hukum di Inggris, terdapat tiga metode tradisional yang biasanya digunakan dalam praktek penjualan aset Bank yang berupa kredit. Metode-metode tersebut ialah: assignment, novation dan sub-participation.
2.2.1. Peralihan Piutang Melalui Assignment Assignment terjadi dalam hal Bank Penjual mentransfer suatu kredit kepada Bank Pembeli dengan cara pengalihan (assignment) hak-hak terhadap Penerima kredit kepada Bank Pembeli. Menurut hukum Inggris, setelah terjadi assignment, Bank Pembeli kemudian berhak untuk mendapatkan bunga dengan angsuran pokok yang telah ditransfer dengan terjadinya assignment tersebut. Assignment tersebut dapat berlangsung berdasarkan ketentuan section 136 (1) dari Law of property Act 1925 atau berdasarkan hukum equity27.
27
Equityadalah suatu sistem dari prosedur-prosedur hukum yang berkembang berdampingan dengan common law dan statue law yang berlaku di Inggris, yang berasal dari prosedur-prosedur yang dikembangkan oleh Pengadilan yang Disebut Court of dalam usaha pengadilan tersebut
30
Assignment yang berlangsung berdasarkan Law of property Act 1925 disebut legal assignment, sedangkan yang berlangsung berdasarkan equity disebut equitable assignment. Perbedaan yang asasi antara legal assignment dan equitable assignment ialah dalam equitable assignment tidak tunduk kepada prasyaratprasyarat yang berlaku bagi legal assignment agar suatu assignment dinyatakan berlaku secara sah. Sekalipun berbeda dengan persyaratan-persyaratan, namun kedua jenis assignment itu menurut hukum Inggris mempunyai kekuatan berlaku yang sama. Untuk memahami secara jelas bagaimana legal assignment tersebut terjadi dan berlaku, maka berikut ini kutipan Section 136 (1) dari Law of poperty Act 1926 sebagai berikut: 136 (1) Any absolute assignment by writing under the hand of the assignor (not pupriting tobe by way of change) of any debtor, trustee or other person from whom the assignor would have been entitled to claim such debt or think in action, is efectual in Law (subject to equities having priority over the right of the assignee) to pass and transfer from the date of such notice. (1) The legal right to such debt or thing ini action; (2) all legal and other remedies for the same, and (3) The power to give a good dischange for the same without the concurnce of the assignor28.
Dari bunyi Section 136 (1) tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sebelum suatu assignment berlaku berdasarkan section 136 (1) tersebut perlu dipenuhi terlebih dahulu persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Pertama, assignment harus dilakukan secara tertulis yang harus ditulis oleh Assignor (pihak untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam common law. Dalam L. B. Curzon, Dictionary of Law, Thirth Edition, London: Pitman Publishing, 1988, hlm. 163. 28 Lihat penelitian individual Kameo Jeferson , tidak dipublikasikan; Faculty of law and financial studies University of Glasow, 2001 – 2005 Glasgow Scotland.
31
yang melakukan assignment) sendiri.Kedua, assignment tersebut berlaku mutlak, artinya bahwa assignment dilakukan sebagian terhadap sebagian dari satu utang tidak termasuk ketentuan section 136 (1) tersebut. Dan,Ketiga, telah disampaikan kepada Debitur secara tertulis29. Ada Pengamat yang meminjam pandangan Pengamat Inggris Tennekoom, mengetahui bahwa sekalipun untuk memenuhi persyaratan (a) tidak sulit, namun mengingat persyaratan (b) dan (c) tidak mudah, maka assignment melalui cara legal assignment menjadi tidak menarik dalam praktek. Hal itu disebabkan oleh karena suatu Bank yang bermaksud untuk menjual kreditnya mungkin menginginkan agar Debitur tidak mengetahui bahwa Bank itu untuk menagih dan mendapatkan bunga dan pokok dari kredit tersebut telah dialihkan kepada Bank lain. Menurut pendapat Penulis, pandangan Pengamat Hukum di Indonesia yang mengutip Pengamat hukum di Inggris seperti dikembangkan di atas harus diwaspadai sebab tidak sejalan dengan dikte hukum yang telah Penulis kemukakan sebelumnya. Sedangkan agar suau legal assignment itu di dalam sistem hukum Inggris30 berlaku secara sah, assignment itu harus diberitahukan kepada Debitur. Oleh karena suatu Bank mungkin saja tidak menginginkan untuk mengalihkan seluruh tetapi hanya sebagian saja dari kredit yang dipinjamkan oleh Penerima kredit, misalnya suatu kredit harus dibayar secara cicilan (diangsur sebagian-sebagian) dan Bank peminjam menginginkan untuk mentransfer hak-
29
Demikian ditentukan dalam putusan perkara Foster v Baker-baker.
30
Pandangan ini merujuk pandangan umum.
32
haknya terhadap beberapa cicilan saja dan tetap memiliki hak-hak terhadap cicilan yang lain. Menurut pandangan Penulis kepustakaan seperti dikutip di atas menyandarkan diri kepada argumen praktek bisnis yang cenderung mengabaikan prinsip hukum yang pada asasnya mendikte bahwa Debitur wajib mengetahui dan bahkan menyetujui peralihan piutang yang dilakukan oleh Krediturnya.Dari penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa legal assignment tidak dapat digunakan sebagai mekanisme pengalihan piutang apabila diinginkan agar pengalihan itu terjadi secara diam-diam tanpa pemberitahuan kepada Penerima kredit atau Debitur. Atau hanya sebagian saja dari piutang itu diinginkan untuk dialihkan, dan pabila terjadi hal yang demikian itu31, assignment dapat dilakukan menurut cara berlaku bagi pelaksanaan aquitable assignment. Menurut pendapat Penulis tersebut, suatu aquitable assignment berlaku tanpa keharusan adanya pemberitahuan tertulis kepada Debitur. Sekalipun aquitable assignment pemberitahuan kepada Debitur tidak diperlukan bagi keabsahan dari assignment tersebut, namun putusan perkara Dearle v Hall32menentukan bahwa prioritas di antara para Penerima assignment (assignees) dalam hal ini terjadi beberapa assignment yang telah dilakukan oleh suatu Kreditur terhadap suatu yang sama, tidak ditentukan oleh assignment yang lebih dahulu dilakukan, tetapi oleh urutan dari pelaksanaan pemberitahuan kepada Debitur. Dengan kat lain hak diberikan kepada pihak yang menerima assignment 31
Ibid, Sjadeini Sutan Remy, hlm. 87.
32
(1823) 3 Russ 1 dan Guest, A. G. L. et. al). Pendapat Remy Sutan mengutip Chitty on Contract, 26th edition, (London, Sweet and Maxwell, 1989) para 1425.
33
(assignee) yang telah lebih dahulu mengirimkan pemberitahuan kepada Debitur33 adalah suatu prinsip yang tidak dapat diabaikan oleh para pihak, sebagaimana dikehendaki oleh hukum (the dictate of the law). Perjanjian kredit sindikasi yang menggunakan assignment clausula mengatur sebagai berikut34: Any bank (the transferor) may at any time, with the prior written consent of the borrower (such concent not to be unreasohably with held), transfer to any other bank or financial institution (the transferee), the whole or any part of its right and/or obligation heveunder by delivery to the agent of a transfer certificate substantially in the form of Schedule. Each tranfer certificate delivered to the agent shall only be valid if it is in writing, signed by each of the trabsferor and the transferee and is contained in one document or two counter parts.
Dalam karya tulis ilmiah ini, klausula assignment yang hampir selalu dipergunakan di dalam praktek di Inggris menurut dikte hukum apabila ada terjadi pengalihan piutang dari Kreditur lama kepada Kreditur baru di atas memperlihatkan dengan jelas dan tegas suatu keharusan menurut hukum bahwa harus ada persetujuan (consent) dari Debitur. Hal itu terlihat dari rumusan katakata “with the prior writter consent of the borrower”.
2.2.2. Peralihan Piutang Melalui Novation Dalam hukum Inggris dimungkinkan terjadi atas para Kreditur melalui novation atas hak-hak dan kewajiban kontraktual apabila disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Suatu kredit sindikasi misalnya, 33
Stanley Hern, Syndicated Loans, New York etc., Woodhead-Faulknes, 1990, hlm. 181.
34
Penelitian individual KameoJeferson, diFaculty of Law and Financial Studies University of Glasgow, 2001-2005, Scotland the UK.
34
dimungkinkan sekali untuk mensubstitusi (menggantikan) suatu Bank peserta sindikasi dengan Bank lain sebagai Kreditur melalui suratnovations. Kesulitan dari praktisiyang menangani novation ialah bahwa di dalam novation diperlukan suatu persetujuan, bukan saja Penerima kredit Debitur, tetapi juga dari seluruh Bank-Bank yang terkait dengan perjanjian kredit sindikasi dimaksud. Hal ini terjadi oleh karena perjanjian kredit sindikasi menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bukan saja antara Penerima kredit (Debitur) dan setiap Bank peserta sindikasi (misalnya, sehubungan dengan berlakunya prorate sharingclausula atau klausula pembagian tanggung jawab secara prorate). Mengingat hal yang demikian itu, maka novation dalam praktek juga sekali dipakai untuk melakukan transfer atas loan asset. Pada titik ini, terlihat juga secara jelas bahwa peralihan piutang dalam tradisi sistem hukum Inggris dengan menggunakan novasi pun mensyaratkan consent pihak Debitur sebagai suatu prinsip hukum yang fundamental.
2.2.3. Peralihan Piutang Melalui Sub-Participation Dalam hal sub-participation, suatu peserta sindikasi35 yang menginginkan menjual loan asset-nya36, cukup melakukan hanya dengan cara membuat perjanjian kredit kedua dengan Bank Pembeli. Kemudian pihak Pembeli (Kreditur baru) harus mentransfer sejumlah dana deposit kepada Bank atau Kreditur lama 35
Dalam karya tulis ini, yang penulis maksudkan dengan peserta sindikasi adalah para Kreditur umumnya Bank-Bank besar yang berhimpun dan memberikan kredit kepada Debitur tertentu. Biasanya dalam rangka mendanai proyek-proyek pembangunan berskala super besar dengan dana yang sangat besar, baik untuk proyek Pemerintah Pusat maupun proyek-proyek Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia.
36
Loan-asset adalah piutang milik para Kreditur.
35
yang jumlahnya sama dengan jumlah partisipasi Bank Penjual (Kreditur lama) yang bersangkutan pada primary loannya. Sebaliknya Bank Pembeli (Kreditur baru) menyetujui untuk menyimpan dana deposit itu kepada Bank Penjual (Kreditur lama) selama jangka waktu primary sindicated loan yang dimaksud. Lebih lanjut, Bank Pembeli (Kreditur baru) memberikan persetujuannya bahwa hak terhadap pembayaran kembali deposito itu dan bunganya adalah tergantung kepada jumlah pembayaran bunga dan angsuran pokok oleh Debitur kepada Bank Penjual.Sampai di sini literatur atau pustaka tentang kewenangan Kreditur (lama dan baru) untuk memperoleh persetujuan kepada Debitur penjualan loan-asset tersebut, memang tidak disinggung. Apabila Penerima kredit (Debitur) cidera janji, baik terhadap seluruh atau sebagian dari pembayaran bunga atau angsuran pokok kredit yang dimaksud maka Bank Pembeli (Kreditur baru) tidak berhak menerima pembayaran deposito dan bunganya sampai sejumlah bunga dan angsuran pokok sindikasi kredit yang tidak dibayarkan oleh Penerima kredit atau Debitur. Dengan demikian, resiko terjadinya non-payment dialihkan dari Bank Penjual terhadap pembayaran bunga atau pokok pinjaman. Maka, terlihat bahwa perjanjian yang menyangkut kredit (menyangkut deposito) tersebut berlangsung antara Bank Penjual dan Bank Pembeli yang secara yuridis terpiash dari perjanjian kredit induk antara Penerima kredit dan Bank Penjual37. Dalam hal ini tidak
37
Kepustakaan yang Penulis rujuk untuk hal ini adalah Sjah deiniRemySutan, Ibid.
36
adakah kewenangan pemberitahuan kepada Debitur?Kepustakaan yang dirujuk Penulis tidak memberikan penjelasan mengenai hal ini. Sehingga, sampai dengan uraian kepustakaan mengenai sub-participation ini perlu Penulis tegaskan bahwa sama dengan yang terjadi dalam tradisi hukum Indonesia. Peralihan piutang dalam tradisi hukum Inggris pun, baik melalui assignment, novation dan sub-participation, pada prinsipnya menurut dikte hukum harus mendapat persetujuan (consent) Debitur. Rincian perbandingan metode dan asas peralihan piutang baik dalam tradisi hukum Inggris maupun Indonesia akan dikemukakan di bawah ini.
37