BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi Persepsi pada dasrnya adalah proses kognitif yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan dan lain-lain. Persepsi setiap orang itu berbeda karena sebagai mahkluk individu setiap manusia memilki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahamannya. Bertambah tinggi pengetahuan dan pemahaman seseorang pada objek yang di persepsi maka baik pula bentuk persepsi orang tersebut terhadap objek. Persepsi juga merupakan suatu proses pemahaman terhdapa apa yang terjadi dilingkungan orang yang sedang berpersepsi. Hubungan antara lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya adalah hubungan timabal balik saling terkait dan saling mempengaruhi. Beberapa pengertian persepsi yang diberikan oleh para ahli: Willliem James dalam Isbandi Rukminto Adi (1994:105) menyatakan bahwa persepsi adalah terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh panca indera dari pengalaman ingatan (memori) kita dan diolah kemabali berdasrkan pengalaman yang kita miliki. Sarlito Wirawan (1995: 77) menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil hubungan antar manusia dengan lingkungan kemudian diproses dalam alam kesadaran (kognbisi) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman tentang masa lampau, minat, sikaf, intelegensi, dimana hasil penelitian terhadap apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku.
Universitas Sumatera Utara
Soemanto (1990: 23) menyatakan bahwa persepsi adalah merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengalaman. Ada Tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang: 1. Diri orang yang bersangkutan Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interfretasi tentang apa yang dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan. 2. Sasaran persepsi tersebut Sasaran persepsi tersebut bisa berupa orang, benda ataupun peristiwa. Sifatsifatnya biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya, dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain sasaran persepsi turut menentukan cara pandang melihatnya. 3. Faktor stuasi Persepsi dilihat secara kontekstual yang dalam stuasi mana persepsi itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Stuasi merupakan faktor yang turut berpesan dalam penumbuhan persepsi seseorang (Wirawan 1991: 4)
Pengertian Masyarakat Beberapa orang sarjana telah mendefenisikan masyrakat, diantaranya: Mac Iver dan Page menyatakan bahwa masyrakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara wewenang dan keja sama antara berbagai kelompok dan golongan dari pengawasan tingkah laku serta pembebasan manusia. Keseluruhan yang selalu
Universitas Sumatera Utara
berubah ini kita namnakan masyrakat. Masyrakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyrakat selalu berubah. Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Perkawinan Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspek. Dalam aspek agama jelaslah terdapat dua kelompok besar yakni agama samawi yaitu Islam, Kristen dan Katolik, dan non samawi yaitu Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan lainnya. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal maupun secara horizontal, termasuk didalamnya tata cra perkawinan. Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama tersebut antar satu sama dengan agama yang lain, terdapat perbedaan akan tetapi tidak saling bertentangan. Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undangundang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyrakat kita (Sudarsono, 1991: 6). Adapun di Indonesia telah mengatur tentang perkawinan yang secara otentik diatur dalam Undang-undang no 1 tahun 1974. Makna perkawinan sendiri menurut KUH Perdata adalah suatu persekutuan seorang laki-laki dan seorang permpuan yang diakui oleh Undang-undang Hukum Perdata dengan tujuan menyelenggarakan tujuan hidup secara pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Secara otentik hukum perkawinan telah mengatur tentang dasar perkawianan yang terdiri dari: 1. Dalam Bab I Pasal 1 No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentruk rumag tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatan ditentukan bahwa: a. Perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketntuan ini dimuat dalam Pasal 2 Undang-undang no 1 tahun 1974. Prinsip-prinsip atau azas-azas atau tercantum dalam undang-undang ini adalah: a. tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing agar
dapat
mengembangkan
kepribadiannya
membantu
dan
mencapai
kesejahteraan material. b. dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa satu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
c. Undang-undang ini menganut azs monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang. d. Undang-undang ini menganut bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian. e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia kekal sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta dilakukan didepan sidang pengadilan. f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan masyrakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama. Pencatatan tiap-tiap perkawianan sama halnya dengan pencatatan peristiwaperistiwa penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian, dalam suratsurat keterangan suatu akte yang dimuat dalam daftar pencatatan. Disamping berlakunya undang-undang no 1 tahun 1974 yang ditetapkan oleh pemerintah serta adanya lembaga-lembaga perkawinan yang telah ditetapkan berbgai hukum perkawinan lainnya berlaku bai berbagai masyrakat di berbagai daerah dan golongan, : a. Bagi orang-orang asli Indonesia yang beragama islam berelaku hukum agama. b. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat.
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi orang Indonesia asli yang beragam keristen berlaku Hueliksordonantie Kristen Indonesia (S, 1933 no. 740 d. Bagi orang timur asing dan Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan. e. Bagi orang Timur asing lainnya dan warganegara Indonesia tersebut berlaku hukum adat mereka. f. Bagi orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berelaku kitab Undang-Undang hukum Perdata (Sudarsono, 1991:7). Perkawinan Dilihat Dari Beberapa Pandangan Perkawinan dapat dilihat dari tiga segi pandangan: 1. Dari segi hukum: Disamping dari segi hukum perkawinan merupakan suatu perjanjian karena cara mengadakan ikatan perkawinan telah di akui terlebih dahulu yaitu dengan akad dan dengan hukum syrat tertentu. Cara memutuskan ikatan perkawinan juga di atur dalam Undang-undang. 2. Dari segi sosial: Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang berkeluarga dan orang yang belum pernah berkekeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak atau yang belum menikah. 3. Dari segi agama Dipandang dari segi agama, perkawinan dianggap sebagi lembaga yang suci, yang kedua belah pihak dihubungkan menjadi pasangan suami istri.
Universitas Sumatera Utara
Perceraian Dalam PP No. 9 1975 dikenal istilah perceraian, namun bagi yang menurut agama islam perceraian ini sering disebut talak, kata talak ini didapati pada Peraturan Menteri Agama No: 3 tahun 1975. adapun yang dimaksud perceraian atau talak adalah pemutusan hubungan perkawinan antara suami istri dengan mempergunakan kata-kata “cerai (talak)” atau yang sama maksudnya dengan itu (Said, 1994:3). Oleh karena itu perceraian atau talak dapat dilakukan oleh suami baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan kata-kata yang menjurus kepada perceraian sebagai mana diungkapkan oleh Nakamuru, 1991: 31, bahwa cerai atau talak itu ialah suatu bentuk pemutusan perkawinan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan dengan bunyi “aku talak engkau” atau “aku ceraikan engkau”, juga dapat digunakan kata-kata lain yang sama artinya, suami yang menceraikan istrinya itu dengan kata-kata yang jelas. Dari defenisi diatas dapat dilihat bahwa perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan yang sah, yang selama ini telah terbina. Perceraian dianggap mala petaka karena perceraian dapat memutuskan silaturrahmi antara suami istri dan keluarga masing-masing dan dapat mengguncangkan kestabilan jiwa anak dan menggelisahkan masyarakat. Klasifikasi perceraian dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa : a. Perkawinan antara suami dan istri dapat putus karena: 1. Kematian 2. Perceraian 3. Atas putusan pengadilan
Universitas Sumatera Utara
“Mengakuai (melepaskan ) ikatan perkawinan dan mengahiri hubungan suami dan istri (Said, 1994: 2). b. Putusan perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian Cerai talak yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama islam. Maksud perceraiannya dapat diajukan kepada pengadilan agama di tempat mereka bertempat tinggal. Cerai gugat yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinannya menutut agamanya dan kepercayaannya selain agama islam dan bagi seorang istri yang melangsumgkan perkawinannya menurut agama islam gugat perceraiannya dapat dilakukan dalam Pengadilan Negeri / agama dimana mereka tinggal. Adapun menurut Djamil Latif dalam agama islam klasifikasi putusnya ikatan perkawinan disebabkan: 1. Kematian suami atau istri (hal ini tidak akan dibahas dalam penelitian ini) 2. Oleh perceraian karena a. Tidakan pihak suami b. Tindakan pihak istri c. Persetujuan kedua belah pihak d. Keputusan hakim Perceraian dapat terjadi bila seseorang yang akan bercerai mempunyai alasanalasan yang kuat untuk bercerai, bahkan antara suami dan istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri. Adapun alasan-alasan perceraian (Pasal 116) antara lain adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, yang lainsebagainya yang sukar di sembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 4 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri. 6. Antara suami istri terus saja terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sesuai dengan Undang-undang, batalnya perkawinan serta sahnya perceraian hanya dapat dibuktikan dengan keputusan Pengadilan Agama untuk orang-orang islam dan pengadilan negeri untuk orang-orang non islam. Namun sebagian masyarakat untuk proses perceraian lebih memilih menggunakan hukum adat atau memilih menggunakan proses perceraian dengan cara kekeluargaan. Dimana dalam proses perceraian ini pihak adat menjadi saksi putusnya perkawinan pasangan ini, begitu juga pereceraian dengan cara kekeluargaan akan dianggap sah apabila ada kesepakatan berpisah dari suami istri yang diketahui oleh keluarga kedua belah pihak, dengan alasan-alasan yang diterima. Walaupun proses ini sebenarnya tidak diketahui oleh negara.
Universitas Sumatera Utara