BAB II TINJAUAN PUSTAKA (MASJID, USAHA MIKRO DAN TEORI PERAN) A. Masjid 1.
Pengertian Masjid Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajadadimana sajadaberarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Arab. Diketahui pula bahwa, kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke-5 sebelum masehi yang berarti “tiang suci” atau “tempat sembahan”. Dalam bahasa Inggris, kata masjid dalam disebut mosque yang berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol.1 Mesjid adalah tempat Muslim berkumpul. Sembahyang lima waktu sehari semalam menjadikan mesjid tempat berkumpulnya Muslim sekitar mesjid lima kali sehari. Sembahyang Jum’at pula membuat pula mesjid tempat berkumpul dan bertemunya anggota masyarakat Muslim yang lebih luas. Mesjid adalah pula tempat mengumumkan hal-hal penting yang menyangkut hidup masyarakat Muslim. Suka dan duka dan peristiwa-
1
Aisyah Nur Handryant, Masjid Sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat, (Malang: UINMaliki Press, 2010), hlm. 51.
27
28
peristiwa yang langsung berhubungan dengan kesatuan sosial di sekitar mesjid.2 Masjid bagi ummat Islam merupakan salah satu instrument perjuangan dalam menggerakan risalah yang dibawa Rasulullah dan merupakan amanah beliau kepada kita umatnya. Masjid tidak hanya sekedar tempat sujud atau i’tikaf. Kalau hanya sekedar sujud untuk menghadap dan shalat kepada Allah SWT sebenarnya secara umum, kecuali 5 tempat (kuburan, tempat perhentian binatang ternak, jalan umum, toilet, di atas Ka’bah) semua permukaan bumi ini sah dijadikan sebagai tempat sujud.Masjid bagi umat Islam merupakan kebutuhan mutlak yang harus ada dan sejak awal sejarahnya masjid merupakan pusat segala kegiatan masyarakat Islam. Pada awal Rasulullah hijrah ke Madinah maka salah satu sarana yang dibangun adalah masjid. Sehingga masjid menjadi point of development.3 2.
Fungsi Masjid a.
Fungsi Masjid di Masa Nabi Rasulullah Muhammad SAW pun telah mencontohkan multifungsi masjid dalam membina dan mengurusi seluruh kepentingan umat, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan, militer, dan lain
2
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2002), hlm. 127. 3 Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Masjid, (Yogyakarta: Dhana Bakti Prima Yasa, 2001) hlm. 5-6. .
29
sebagainya. Sejarah juga mencatat, bahwa masjid Nabawi oleh Rasulullah SAW difungsikan sebagai: 1. Tempat ibadah (shalat, zikir). 2.Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya). 3.Tempat pendidikan. 4. Tempat santunan sosial. 5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya. 6. Tempat pengobatan para korban perang. 7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa. 8. Aula dan tempat menerima tamu. 9. Tempat menawan tahanan, dan 10. Pusat penerangan atau pembelaan agama. Agaknya masjid pada masa silam mampu berperan sedemikian luas, disebabkan antara lain oleh: 1. Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama. 2. Kemampuan pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan masjid.4
4
Aisyah Nur Handryant, Masjid Sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat, (Malang: UINMaliki Press, 2010), hlm. 52-53.
30
b.
Fungsi Masjiddi masa sekarang Masjid dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam
kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 2. Masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin/keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian. 3. Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. 4. Masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan. 5. Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jama’ah dan kegotongroyongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. 6. Masjid
dengan
majelis
taklimnya
merupakan
wahana
untuk
meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin. 7. Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat. 8. Masjid tempat mengumpulkan dana, menyimpan dan membagikannya. 9. Masjid tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial.
31
Fungsi-fungsi tersebut telah diaktualisasikan dengan kegiatan operasional yang sejalan dengan program pembangunan. Umat Islam bersyukur bahwa dalam dekade-akhir ini masjid semakin tumbuh dan berkembang, baik dari segi jumlahnya maupun keindahan arsitekturnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan ekonomi umat, peningkatan gairah, dan semaraknya kehidupan beragama.5 3.
Peran Masjid a.
Masjid sebagai Sumber Aktifitas Dalam sejarah perkembangan dakwah Rasulullah sa. terutama dalam periode Madinah, eksistensi masjid tidak hanya dimanfaatkan sebagai pusat ibadah yang bersifat mukhdhah/khusus, seperti shalat, tetapi juga mempunyai peran sebagai berikut: 1.
Dalam keadaan darurat, setelah mencapai tujuan hijrah di Madinah, beliau bukannya mendirikan benteng pertahanan untuk berjaga-jaga dari
kemungkinan
serangan
musuh
tetapi
terlebih
dahulu
membangun masjid. 2.
Kalender Islam yaitu tahun Hijriyah dimulai dengan pendirian masjid yang pertama, yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal,
5
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm 7-8.
32
permulaan tahun Hijriyah selanjutnya jatuh pada tanggal 1 Muharram. 3.
Masjid menghubungkan ikatan yang terdiri dari kelompok orang Mujahirin dan Anshar dengan satu landasan keimanan kepada Allah SWT.
4.
Masjid didirikan oleh orang-orang taqwa secara bergotong royong untuk kemaslahatan bersama. Memasuki
zaman
keemasan
Islam,
masjid
mengalami
penyesuaian dan penyempurnaan. Dalam perkembangannya yang terakhir, masjid mulai memperhatikan kiprah operasional menuju keragaman
dan
kesempurnaan
kegiatan.
Pada
garis
besarnya,
operasionalisasi masjid menyangkut:6 a.
Aspek Hissiyah (bangunan) Dalam masalah bangunan fisik masjid, Islam tidak menetukan dan mengaturnya. Artinya umat islam diberikan kebebasan sepanjang bangunan masjid itu berperan sebagai rumah ibadah dan pusat kegiatan jama’ah/umat, bukan hanya menitik beratkan kepada aspek kemegahan saja.
6
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm 8.
33
Nabi bersabda: ”Masjid-masjid dibangun megah, tetapi sepi dari pelaksanaan petunjuk Allah”. (HR. Baihaqi) b.Aspek Maknawiyah (tujuan) Pada masa Rasulullah, pembangunan masjid mempunyai dua tujuan, yaitu: 1.
Masjid dibangun atas dasar taqwa dengan melibatkan masjid sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan umat Islam.
2.
Masjid
dibangun
atas
dasar
permusuhan
dan
perpecahan
dikalangan umat dan sengaja untuk menghancurkan umat Islam. c. Aspek Ijtima’iyah (segala kegiatan) 1.
Lembaga Dakwah dan Bakti Sosial Kegiatan dalam bidang dakwah dan bakti sosial dimiliki hampir oleh semua masjid. Kegiatan dakwah bisa dilihat dalam bentuk pengajian/tablig, diskusi, silaturahmi dan lain-lain. Kegiatan bakti sosialterwujud dalam bentuk penyantunan anak yatim, khitanan masal, zakat fitrah, pemotongan hewan qurban dan lain-lain.7
7
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm 8-9..
34
2. Lembaga Manajemen dan Dana Pola masjid kita pada umumnya bercorak tradisional, hanya dibeberapa masjid tertentu manajemen masjid dapat dilaksanakan secara profesional. 3. Lembaga Pengelola dan Jama’ah Antara pengelola dan jama’ah terjalin ikatan yang tidak dapat dipisahkandari kegiatan masjid. Kedua komponen ini merupakan pilar utama yang memungkinkan berlangsungnya beraneka kegiatan masjid.8 b.
Masjid dalam Arus Informasi Modern Islam sebagai agama universal (Kaffah atau menyeluruh) ditakdirkan sesuai dengan tempat dan jaman, ia sempurna sebagai sumber dari segala sumber nilai. Dewasa ini kita memasuki era globalisasi. Era yang ditandai dengan gencarnya pembangunan menyeluruh dan pemamfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan arus informasi sebagai acuan utamanya.9 Dampak negatif globalisasi sudah banyak kita rasakan contohnya mempermudah penyusupan budaya asing praktik gaya hidup bebas yang
8
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm 10. Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Masjid, (Yogyakarta: Dhana Bakti Prima Yasa, 2001)
9
hlm. 8.
35
mengakibatkan krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan silaturahmi dan lain-lain. Pada sisi lain ia menghembuskan dampak positif berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu krearif dalam berfikir maupun dalam hal berkarya. Jelasnya manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya. Bagi masjid dampak positif ini berarti kesanggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil tindakan ataupun langkah yang tepat dan cepat.10 4.
Struktur dan Bagan Organisasi Masjid a.
Struktur Organisasi Masjid Struktur organisasi masjid adalah susunan unit-unit kerja yang menunjukkan hubungan antara unit, adanya pembagian kerja sekaligus keterpaduan fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut, dan adanya wewenang, garis pemberian tugas, dan laporan.
b.
Bagan organisasi masjid Struktur organisasi pada umumnya dapat digambarkan dalam suatu sketsa yang disebut bagan organisasi. Bagan organisasi adalah suatu gambar struktur organisasi, yang didalamnya memuat garis-garis yang
10
menghubungkan
kotak-kotak
yang
disusun
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm 10-15.
menurut
36
kedudukan/fungsi tertentu sebagai garis penegasan wewenang atau hierarki.11 Contoh Struktur dan bagan Organisasi Masjid
KETUA
PELINDUNG
BADAN
WAKIL KETUA
SEKRETARIS
BENDAHARA
WAKIL SEKRETARIS
WAKIL BENDAHARA
SEKSI
SEKSI
SEKSI
SEKSI
PEMBANTU UMUM
5.
Manajemen Masjid Manajemen Masjid adalah proses/usaha mencapai kemakmuran masjid yang ideal yang dilakukan oleh pemimpin pengurus masjid bersama staff dan jama’ahnya melalui berbagai aktivitas yang positif. Manajemen Masjid juga merupakan upaya memanfaatkan faktor-faktor manajemen dalam
11
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid,(Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm. 44-45.
37
menciptakan kegiatan masjid yang lebih terarah dan diperlukan pendekatan sistem manajemen, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling.12 Tujuan Manajemen Masjid: Kalau kita berbicara tentang manajemen masjid maka pengertiannya adalah bagaimana kita mencapai tujuan Islam (masjid) yaitu mewujudkan masyarakat, umat, yang diridhoi oleh Allah SWT melalui fungsi yang dapat disumbangkan lembaga masjid dengan segala pendukungnya. Dengan kata lain bagaimana kita mengelola masjid dengan benar dan profesional sehingga dapat menciptakan suatu masyarakat jama’ahnya yang sesuai dengan keinginan Islam yaitu masyarakat yang baik, sejahtera, rukun, damai dengan ridho, berkah dan rahmat Allah SWT, sehingga masyarakatnya memberikan rahmat kepada alam dan sekitarnya.13 6.
Kepemimpinan Masjid Kepemimpinan merupakan proses mengarahkan perilakuorang lain kearah pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam sebuah organisasi atau lembaga masjid. Masjid yang makmur dan berhasil karena peran pemimpin yang berhasil, baik memimpin beberapa atau beratus-ratus jama’ah, karyawan, dan pengurus masjid. Untuk kata pemimpin atau memimpin, di dalam literatur Islam digunakan setidaknya tiga istilah: imam, wali atau
12
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2002), hlm 146. 13 Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Masjid, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2001), hlm. 27-28.
38
auliya, ra’in. Kepemimpinan melukiskan tanggung jawab yang harus diemban bagi setiap pemimpin. Dalam mengemban amanat kepemimpinan tersebut, pemimpin memiliki tipe atau gayanya sendiri-sendiri. 1.
Gaya
kepemimpinan
otoriter
atau
otokrasi,
artinya
sangat
memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya kepada bawahan; 2.
Gaya kepemimpinan demokratis, artinya bersikap tengah antara memaksakan kehendak dan memberi kelonggaran kepada bawahan;
3.
Gaya kepemimpinan laissez faire, yakni sikap membebaskan bawahan; dan
4.
Gaya kepemimpinan situasional, yakni suatu sikap yang lebih melihat situasi: kapan harus bersikap memaksa, kapan harus moderat, dan pada situasi apa pula pemimpin harus memberikan keleluasaan pada bawahan. Pemimpin masjid yang paling cocok adalah orang yang bergaya
kepemimpinan situasional. Figur dengan gaya itu akan lebih mudah diterima oleh jama’ah yang pada kenyataannya sangat beragam. Jama’ah memerlukan pemimpin yangngemongdan tidak kaku, yang afdhol diajak berbicara oleh lapisan sosial yang mana pun.14
14
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm. 52-56.
39
7.
Jama’ah Masjid Jama’ah masjid mempunyai arti dan makna khas. Selain kandungan pengertian yang umum, jama’ah masjid juga memiliki nuansa khusus yang berhubungan dengan masjid dan aktifitas-aktifitasnya dalam rangka memakmurkan masjid. Adapun makna luas jama’ah masjid mencakup: 1.
Orang-orang yang gemar mensucikan dirinya dalam masjid
2.
Orang-orang yang memakmurkan masjid, beriman kepada Allah dan hari akhirat, menegakan sholat, membayar zakat, dan tidak ada yang ditakutinya selain Allah SWT.
3.
Orang-orang yang terikat hatinya kepada masjid
4.
Orang-orang yang mencintai masjid, dan
5.
Orang-orang yang sering mendatangi masjid.15 Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa jama’ah masjid ialah, “orang-orang beriman yang senantiasa mendatangi, mencintai, dan memakmurkan masjid dengan melaksanakan berbagai kegiatan ibadah dalam rangka mensucikan dirinya. “ Tugas jama’ah dalam memakmurkan masjid antara lain :
15
Sofyan Syafri Harahap, Manajemen Masjid, (Yogyakarta: Dhana Bakti Prima Yasa, 2001)
hlm. 12.
40
1.
Membantu pengurus masjid
2.
Menjaga dan membela citra masjid
3.
Potensi jama’ah masjid
Tugas dan kewajiban jama’ah masjid: 1.
Mengeluarkan infaq dan sedekah
2.
Turut memelihara masjid
3.
Aktif mengikuti kegiatan masjid
4.
Memilih dan meminta pertanggung jawaban pengurus
5.
Melindungi masjid dari bahaya.16
B. Usaha Mikro 1.
Pengertian Usaha Mikro Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Usaha Mikro adalah Peluang Usaha Produktif milik orang perorangan atau badan Usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 17 Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, dengan hasil penjualan tahunan paling banyak
16
Moh. E. Ayub dkk, Manajemen Masjid,(Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm 131-133. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, pasal 1, ayat 1.
17
41
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).18 Asas Dan Tujuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:19
2.
a. Kekeluargaan Asas
kekeluargaan
adalah
asas
yang
melandasi
upaya
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyatIndonesia.20 b. Demokrasi Ekonomi Asas Demokrasi Ekonomi adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,
dan
Menengah
diselenggarakan
sebagai
kesatuan
dari
pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.21
18
Teguh Wahyono, “Membuat Sendiri Program Akuntansi”, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 5. 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, pasal 2. 20 PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
a. 21
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
b.
42
c. Kebersamaan Asas Kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Dunia Usaha secara bersamasama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.22 d. Efisiensi Berkeadilan Asas
Efisiensi
Berkeadilan
adalah
asasyang
mendasari
pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilandalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif,dan berdaya saing.23 e. Berkelanjutan Asas
Berkelanjutan
mengupayakan
adalah
berjalannya
asas
yangsecara
terencana
prosespembangungan
melalui
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, danMenengah yang dilakukan secara
berkesinambungan
sehinggaterbentuk
perekonomian
yang
tangguh dan mandiri.24 f. Berwawasan Lingkungan Asas Berwawasan Lingkungan adalahasas pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil,
dan
Menengah
yangdilakukan
dengan
tetap
22
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
c. 23
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
d. 24
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
e.
43
memperhatikan dan mengutamakanperlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.25 g. Kemandirian Asas Kemandirian adalah asaspemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukandengan tetap menjaga danmengedepankan potensi, kemampuan,dan kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.26 h. Keseimbangan Kemajuan Asas Keseimbangan Kemajuan adalahasas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yangberupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayahdalam kesatuan ekonomi nasional.27 i. Kesatuan Ekonomi Nasional Asas Kesatuan Ekonomi Nasional adalahasas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yangmerupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonominasional.28
25
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
f. 26
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
g. 27
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
h. 28
PenjelasanAtasUndang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2008, Pasal 2, Huruf
i.
44
3.
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah: a.
Mewujudkan
struktur
perekonomian
nasional
yang
seimbang,
berkembang, dan berkeadilan; b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan
daerah,
penciptaan
lapangan
kerja,
pemerataan
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.29 4. Kriteria Usaha Mikro a. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).30 b. Menurut World Bank, membagi UMKM ke dalam 3 jenis, yaitu : 1.1Medium Enterprise, dengan kriteria : 1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang 2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta 29
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, pasal 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6.
30
45
3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta 1.2Small Enterprise, dengan kriteria : 1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang 2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta 3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta 1.3 Micro Enterprise, dengan kriteria : 1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang 2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu 3. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu.31 C. Teori Peran 1.
Pengertian Peran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat atau organisasi.32 Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
31
Jaka Sriyana, Strategi Pengembangan usaha kecil menengah (UKM) Studi Kasus di Kabupaten Bantul, http://dppm.uii.ac.id/dokumen/dikti/files/DPPM-UII_09._79-103_, (Diakses pada tanggal 10 Juli 2016). 32 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1979), hlm. 17.
46
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto, yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.33 Peran tidak dapat dipisahkan dengan status atau kedudukan, walaupun keduanya berbeda akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi keletakannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peran karena dia atau orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun kedudukannya itu berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya. Sedangkan Gross, Mason, dan A.W. Mc Eachern sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapanharapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut masih menurut David Berry, merupakan pertimbangan dari norma-norma sosial oleh karena itu dapat dikatakan peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya
33
Anis Chariri, Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah, https://core.ac.uk/download/pdf/11730081.pdf(Diakses pada 12 juli 2016).
47
seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal
yang diharapkan oleh
masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya. Peran sangat menentukan kelompok sosial masyarakat,dalam artian diharapkan masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan perannya yaitu menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dalam masyarakat (lingkungan). Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran. Dari penjelasan di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.34 Peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: 1.
Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran.
2.
Harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat
atau
terhadap
orang-orang
yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajibankewajibannya. Selain itu, peranan atau role juga memiliki beberapa bagian, yaitu:
34
Ayu Wandira, Peran BMT Masjid Al-Azhar Cabang Kunciran Ciledug dalam Mengembangkan Produktivitas Usaha Kecil Menengah, http://repository.uinjkt.ac.id (Diakses tanggal 9 Januari 2016).
48
1. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang dalam menjalankan suatu peranan. 2. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu. 3. Konflik peranan (Role Conflick) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain. 4. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan secara emosional. 5. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan peranan tertentu. 6. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti. 7. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya.35
35
Anis Chariri, Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah Daerah, https://core.ac.uk/download/pdf/11730081.pdf(Diakses pada 12 juli 2016).