perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia
berusaha
mengambil
manfaat
materi
yang
tersedia
dilingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak sedikitnya jumlah penduduk serta unsur – unsur yang berkaitan dengan jumlah dalam batas tertentu merupakan potensi dalam bidang pembangunan. Bangsa yang sedang membangun melalui pembangunan nasional yang berusaha
meningkatkan
hasilnya
di
segala
bidang
kehidupan.
Pembangunan nasional akan lebih bermakna sejauh pembangunan itu mampu mewujudkan tujuan hakiki kebudayaan. Sumber daya manusia sebagai pendukung pembangunan adalah perilaku produktif dari manusia dalam bentuk tindakan nyata, sikap dan fikiran dalam menghadapi hari depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. Sumber
daya
manusia
memegang
peranan
penting
dalam
pembangunan. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan suatu wilayah atau negara perlu diketahui keadaan sumber daya manusia yang ada diwilayah tersebut. Semakin lengkap dan tepat data mengenai sumber daya manusia yang tersedia, semakin mudah dan tepat pula perencanaan pembangunan. Ukuran (measurement) adalah kunci sukses kegiatan Sumber Daya Manusia (Mathis dan Jackson, 2001:105)
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pengertian Kinerja Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2001:378) Kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Standar kinerja (performance standards) mendefinisikan tingkat yang diharapkan
dari
kinerja,
dan
merupakana
“pembanding
kinerja”(benchmark), atau “tujuan”, atau “target”. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dipahami dengan jelas, akan bermanfaat baik bagi organisasi maupun karyawannya.
C. Keselamatan dan Kesehatan kerja 1. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahkan dan proses pengelolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta tata cara melakukan pekerjaan dan proses produksi (Tarwaka,2008:4). Keselamatan kerja merupakan faktar yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa luka/cidera, cacat atau kematian. 2. Kesehatan Kerja Tawaka (2008:22) mengartikan Kesehatan Kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan/kedokteran yang mempelajari bagaimana melekukan usaha
preventif
dan
kuratif
serta
rehabilitative,
terhadap
penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memperoleh derajat kesehatan yang setingi-tinggi nya baik fisik, mental maupun sosial
D. Penyebab Kecelakaan Kerja Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai factor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi. Menurut
Tawaka
(2008:7)
penyebab
kecelakaan
kerja
dapat
dikelompokkan sebagai berikut : 1. Sebeb Dasar atau Asal Mula. Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industry antara lain meliputi faktor : a. Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaannya. b. Manusia atau para pekerjannya sendiri. c. Kondisi tempat kerja, sasaran kerja dan lingkungan kerja 2. Sebab Utama Sebab utama dari kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandards). Sebab utama kecelakaan kerja meliputi factor : a. Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (Unsafe Actions) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilator belakangi oleh berbagai sebab antara lain :
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Kekurangan pengetahuan dan keterampilan. 2) Ketidak mampuan untuk bekerja secara normal. 3) Ketidak fungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak. 4) Kelelahan dan kejenuhan. 5) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman. 6) Kebingungan dan stress karena prosedur kerja yang baru belum dapat dipahami. 7) Belum menguasai atau belum terampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru. 8) Penurunan konsentrasi dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. 9) Sikap masa bodoh dari tenaga kerja. 10) Kurang adanya motivasi kerja dari tenaga kerja. 11) Kurang adanya kepuasan kerja. 12) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri. b. Faktor Lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe Conditions) yaitu kondisi tidak aman dari mesin, peralatan, pesawat, bahan, lingkungan atau tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan, dan system kerja. Lingkungan dalam arti luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesame pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Interaksi Manusia dan Sasaran Pendukung Kerja. Interaksi manusia dan sasaran pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja.dengan demikian, penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desian sistem kerja.
E. Penyakit Akibat Kerja 1. Faktor dan potensi bahaya penyebab penyakit akibat kerja. Setiap tempat kerja selalu mengundang berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik maupun psikis terhadap tenaga kerja. Pengenalan potensi bahaya ditempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui
pengaruhnya
terhadap
tenaga
kerja,
serta
dapat
dipergunakan untuk mengadakan upaya – upaya pengendalian potensi bahaya dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : a. Faktor Teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Faktor Lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi. c. Faktor Manusia. Dimana manusia merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima, baik fisik maupun psikis. Selanjutnya untuk lebih mempermudah pemahaman tentang adanya potensi bahaya tersebut, menurut Tawaka (2008:25) potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut : a. Potensi bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan – gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, dan radiasi. b. Potensi bahaya kimia yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan – bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengarui tubuh tenaga kerja melalui : inhalation (melalui jalan pernafasan), ingestion (melalui mulut ke kesaluran percenaan) atau skin contact (melalui kulit). c. Potensi bahaya biologis yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kuman – kuman penyakit yang terdapat diudara, yang bersumber dari tenaga kerja yang menderita penyakit - penyakit
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tertentu, missal : TBC, Hipatitis, Aids, ataupun yang berasal dari bahan – bahan yang digunakan dalam proses produksi. d. Potensi bahaya fisiologis yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang
tidak
sesuai
dengan
kemampuan
pekerja
ataupun
ketidakserasian antara manusia dan mesin. e. Potensi bahaya Psiko-sosial yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek – aspek psikologi ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapat perhatian seperti: penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi
dan
klasifikasi
tenaga
kerja
yang
tidak
sesuai.
Kesemuannya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja. f. Potensi bahaya dari proses produksi yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat tergantung dari bahan dan peralatan yang dipakai.
2. Pengaruh potensi bahaya tehadap tenaga kerja Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan kerja dalam waktu tertentu, akan mengalami gangguan – gangguan kesehatan baik fisik maupun psikis, sesuai dengan jenis dan besarnya
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
potensi bahaya yang ada, atau dengan kata lain akan timbul penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja akan timbul apabila potensi bahaya yang memapari tenaga kerja berada dalam waktu dan kadar yang melebihi ambang batas yang diperkenankan. Tergantung pada jenis dan bentuk potensi bahaya yang ada, maka dikenal berbagai pengaruh potensi bahaya terhadap kesehatan tenaga kerja, seperti : a. Secara Fisik Potensi bahaya fisik yang akan menyebabkan gangguan – gangguan atau kerusakan pada bagian tubuh tertentu, misalnya : 1) Kebisingan
yang
melebihi
nilai
ambang
batas,
bisa
menyebabkan kerusakan pada telinga sehingga timbul ketulian yang bersifat sementara maupun tetap setelah terpapar untuk jangka waktu tertentu dan tanpa proteksi yang memadai. 2) Iklim
kerja
yang
terlalu
panas,
bias
menyebabkan
meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat sehingga bias terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat. 3) Getaran yang kuat dan terus menerus bias menyebabkan gangguan atau kerusakan pada otot, tulang dan saraf. 4) Penerangan yang tidak baik (kurang terang, silau) bisa menyebabkan kerusakan dan kelelahan pada mata. 5) Radiasi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan – jaringan tubuh, dan bila berlangsung untuk waktu
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lama dan terus menerus bisa menyebabkan timbulnya kanker. 6) Pelaksanaan pekerjaan yang tidak benar dan tidak sesuai dengan norma – norma ergonomi, bisa menyebabkan kelelahan dengan segala akibatnya, gangguan muskuloskeletal dan bila berlangsung terus menerus untuk waktu yang lama bisa timbul perubahan bentuk tubuh. b. Secara Psikis Adanya potensi bahaya lingkungan kerja yang mempengaruhi tenaga kerja secara psikologis yang menyebabkan rasa tidak aman dan rasa takut dalam melaksanakan pekerjaannya. Keadaan seperti ini menyebabkan penurunan produktivitas kerja, juga akan menyebabkan gangguan psikologis bagi tenaga kerja, misalnya dengan terjadinya konflik dalam diri tenaga kerja yang tidak segera diatasi dapat menyebabkan timbulnya stress kerja, baik perorangan ataupun kelompok. Hubungan antara manusia di dalam suatu organisasi kerja sangat menentukan keberhasilan tenaga kerja dalam
melakukan
tugasnnya
sehingga
perlu
dibina
dan
ditingkatkan, untuk menciptakan suatu ketenangan bekerja dan berusaha di dalam tempat kerja. c. Secara Lokal Potensi bahaya yang mengenai bagian – bagian tubuh tertentu akan menyebabkan gangguan atau perubahan pada bagian tersebut.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Misalnya : gangguan paru akibat inhalasi debu yang ada dalam udara, sesak nafas sebagai akibat dari inhalasi bahan – bahan yang bersifat asfiksian. d. Secara Sistemik Di mana bahaya potensi yang ada akan masuk kedalam aliran darah dan akan menyebabkan kerusakan jaringan atau organ tubuh bagian dalam, sehingga terjadi gangguan kesehatan secara umum misalnya : bahan kimia beracun, bahan dalam bentuk gas, uap, kuman – kuman penyakit yang terdapat di udara, bisa masuk kedalam aliran darah tubuh melaluisaluran pernafasan maupun pencernaan, dan bisa menyebabkan gangguan atau perubahan pada bagian organ tubuh sehingga terjadi gejala – gejala secara umum. e. Secara Khusus Beberapa jenis bahan berbahaya dapat menyebabkan gangguan khusus pada bagian tubuh tertentu, seperti merusak saraf, merusak jaringan otak, menyebabkan kelainan darah (pembentukan dan pematangan sel – sel darah).
F. Evaluasi Kinerja Keselamatan Kerja Untuk membandingkan periode kinerja keselamatan kerja satu dengan yang lainnya dan juga untuk mengevaluasi pengaruh program keselamatan kerja tertentu dalam suatu perusahaan atau unit usaha, mungkin dapat digunakan beberapa indek keselamatan kerja. Menurut Tarwaka (2008:19) Pengukuran secara tradisional meliputi: Tingkat Kekerapan Kecelakaan, Tingkat Keparahan Kecelakaan, dan
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rerata Hari kerja Hilang di samping pengukuran Tingkat Insiden. Pengukuran - pengukuran tersebut tidak hanya digunakan untuk mengevaluasi satu unit kinerja keselamatan untuk suatu periode waktu tertentu, tetapi juga dapat digunakan untuk membandingkan antar perusahaan lain yang sejenis. Pengukuran kinerja keselamatan kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tingkat Kekerapan. Pengukuran ini digunakan untuk menghitung tingkat kekerapan kecelakaan atau cidera yang mengakibatkan cacat sehingga tidak mampu bekerja pada interval waktu tertentu (biasan untuk suatu periode nya untuk periode 1 tahun), yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Jumlah Kecelakaan x 1.000.000 Tingkat Kekerapan Kecelakaan = Jumlah Jam Kerja Pekerja Rumus tersebut digunakan untuk menghitung angka kekerapan atau frekuensi kecelakaan untuk suatu periode per juta jam kerja pekerja. Jadi, jika di perusahaan terjadi 25 kejadian kecelakaan dalam 1 tahun untuk 1.500.000 jam kerja pekerja, maka angka tingkat kekerapan kecelakaan adalah 25 x 1.000.000 / 1.500.000 = 16,67 per juta jam kerja pekerja. 2. Tingkat Keparahan Tingkat Keparahan kecelakaan berhubungan dengan hari kerja yang dihitung berdasarkan jumlah jam kerja selama periode 1 tahun dan
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diekspresikan dalam unit juta jam kerja, selanjutnya dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Total Hari Kerja Hilang x 1.000.000 Tingkat Keparahan Cidera = Jumlah Jam Kerja Pekerja Diasumsikan bahwa dalam perusahaan terjadi kasus kecelakaan yang mengakibatkan cidera cacat sebanyak 38 buah dalam 1 tahun. Total hari kerja hilang karena insiden tersebut adalah sebanyak 19.000 hari kerja. Sedangkan jumlah jam kerja pekerja keseluruhan adalah 2.000.000 jam kerja pekerja, maka tingkat keparahan kecelakaan pada perusahaan tersebut adalah 19.000 x 1.000.000 / 2.000.000 = 9.500 hari kerja. 3. Rerata Hari Kerja Hilang Pengukuran ini digunakan untuk menghitung tingkat keparahan untuk masing – masing cidera dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Total Hari Kerja Hilang Rerata Hari Kerja Hilang = Jumlah Cidera Cacat Atau Tingkat Keparahan Cidera Rerata Hari Kerja Hilang = Tingkat Kekerapan Cidera
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Diasumsikan bahwa total hari kerja hilang pada perusahaan untuk 20 kasus cidera adalah sebanyak 1.000 hari kerja, maka rerata hari kerja hilang adalah 1.000 / 20 = 50 hari per cidera. 4. Tingkat Insiden Pengukuran ini dihitung berdasarkan pada 200.000 jam kerja pekerja (senilai dengan 100 pekerja yang bekerja selama 40 jam seminggu untuk 50 minggu dalam 1 tahun). Pengukuran ini tidak hanya digunakan untuk menghitung cidera cacat yang tidak mampu bekerja, tetapi juga dapat digunakan untuk kasus Nondisabling Injury yang menyebabkan sakit akibat kerja, pindah kepekerjaan lain, perawatan
kesehatan,
pemberhentian
kerja
dari
pekerjaannya.
Pengukuran tingkat insiden dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Jumlah Cidera dan Sakit x 200.000 Tingkat Insiden = Jumlah Jam Kerja Pekerja Atau Jumlah Hari Kerja Hilang x 200.000 Tingkat Insiden = Jumlah Jam Kerja Pekerja
Diasumsikan bahwa pada suatu unit usaha terdapat sebanyak 16 kasus cidera dan sakit akibat kerja dalam 1 tahun dari total 800.000 jam kerja pekerja. Maka tingkat kekerapan insiden cidera cacat pada unit kerja tersebut adalah 16 x 200.000 / 800.000 = 4 per 200.000 jam kerja pekerja.
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berbagai peraturan perundang-undangan telah diterbitkan dalam upaya pembinaan masyarakat pekerja, khususnya dalam bidang keselamatan kerja, antara lain: 1. Undang -
undang dasar 1945 “ Setiap Warganegara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” a. Layak bagi kemanusiaan manusiawi. b. Manisiawi kondisi kerja selamat dan sehat. 2. Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja a. Keselamatan Kerja yang diatur dalam undang – undang ini mencangkup semua tempat kerja. b. Syarat keselamatan kerja wajib dipatuhi untuk mengendalikan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 3. Undang – undang No 14 tahun 1969 tentang ketentuan pokok tentang ketenagakerjaan setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas : a. Keselamatan b. Kesehatan c. Kesusilaan d. Pemeliharaan moral kerja e. Perlakuan sesuai martabat manusia dan f. Moral agama 4. Undang – undang No 1 tahun 1970 memuat aturan – aturan dasar dan ketentuan – ketentuan umum sebagai berikut :
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pasal 2 dan pasal 3, menyatakan bahwa setiap tempat kerja harus memenuhi syarat – syarat keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan b. Pasal 8, mewajibkan kepada pengurus untuk memeriksakan kesehatan tenaga kerja sesuai peraturan perundangan. c. Pasal 9, mewajibkan kepada pengurus untuk memberikan pembinaan kepada tenaga kerja yang meliputi: penyelenggaraan pelatihan K3, menyediakan alat pelindung diri, melakukan upaya – upaya pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan K3 dan pemberian P3K bagi setiap tenaga kerja yang bekerja diperusahaannya.
H. Undang – undang jaminan sosial tenaga kerja Undang – undang No. 3 tahun 1992 tentang jaminan social tenaga kerja (jamsostek) dimasudkan untuk menggantikan undang – undang No. 2 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya undang – undang kecelakaan No. 33 tahun 1947 dan peraturan pemerintah No. 33 tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Undang – undang ini mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 17 Februari 1992, seperti didalam konsidera undang – undang bahwa dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan industri dapat mengakibatkan semakin tinggi resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, maka perlu upaya perlindungan tenaga kerja. Pemberian perlindungan tenaga kerja adalah meliputi pada
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
saat tenaga kerja melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui program jaminan sosial tenaga kerja dengan mekanisme asuransi. 1. Pada pasal 6 (1), dinyatakan bahwa ruang lingkup program jamsostek meliputi: jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. 2. Daftar penyakit yang timbul karena hubungan kerja diatur di dalam keputusan presiden No. 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja. 3. Penyelenggaraan program
jamsostek diatur dengan peraturan
pemerintah No. 14 tahun 1993 meliputi: kepesertaan, iuran, besar dan tata cara pembayaran dan pelayanan jaminan social serta sanksi. Selanjutnya melalui peraturan pemerintah No. 28 tahun 2002 dilakukan perubahan ketiga atas peraturan pemerintah No. 14 tahun 1993, khususnya untuk mengubah ketentuan pasal 22 (1). Mengenai jaminan kematian dan lampiran II huruf A angka 3 mengenai besarnya satuan kematian (lumpsum). 4. Petunjuk teknis kepesertaan dan pelayanan jamsostek diatur di dalam peraturan menteri tenaga kerja No. per-05/MEN/1993.
commit to user 24