BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra
penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan (Setiawati dan Dermawan, 2008). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu artinya mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Memahami bukan sekedar tahu tetapi dapat menjelaskan atau menyimpulkan terhadap objek yang dipelajari.
Universitas Sumatera Utara
3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya atau dapat menerapkan prinsip yang diketahui dalam situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan/atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007) 2.2.
Sikap Sikap adalah reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Allport dalam buku Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Notoatmodjo, seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). 2. Menanggapi (responding) Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
3. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi orang lain. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab adalah tingkatan sikap yang paling tinggi, yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan menerima segala resiko. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pada pendapat responden (Notoatmodjo, 2007). 2.3.
Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2007). Mengingat sikap itu belum berupa tindakan, maka untuk dapat mewujudkan sikap menjadi tindakan dibutuhkan tingkatan-tingkatan tindakan, yaitu : 1. Persepsi Individu mulai membentuk persepsi dalam proses pikirnya tentang suatu tindakan yang akan diambil.
Universitas Sumatera Utara
2. Terpimpin Persepsi yang sudah ada pada seseorang akan ditindaklanjuti dengan kegiatan secara berurutan. 3. Mekanisme Kegiatan atau tindakan yang sudah dilakukan secara benar dengan tepat dan cepat, akan dilakukan kembali tanpa harus diperintah atau ditunggui. 4. Adopsi Kegiatan yang sudah dilakukan secara otomatis selanjutnya individu akan mengembangkan kegiatan tersebut dengan tidak mengurangi makna dan tujuan dari kegiatan tersebut (Setiawati dan Dermawan, 2008). 2.4.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.4.1. Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingakatan tertentu. Sedangkan risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya suatu bahaya yang menyebabkan kecelakaan dan intensitas bahaya tersebut (HIPSMI dalam buku Notoatmodjo, 2007). Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenega kerja. Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini terdapat dua masalah penting yaitu kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan dan kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Suma’mur, 1987). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi tidak aman dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan praktis yang kemudian dikembangkan menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan. Pada umumnya teori tentang kecelakaan memusatkan perhatian pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu peralatan, cara kerja dan manusia atau pekerja (Anonim, 2010). Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan dapat dicegah dengan peraturan perundangan tentang ketentuan wajib di tempat kerja, standardisasi keselamatan kerja, pengawasan tentang kepatuhan ketentuan yang diwajibkan dalam peraturan, penelitian bersifat teknik, riset medis, penelitian psikologis, penelitian secara statistik, pendidikan, pelatihan keselamatan kerja, penggairahan dengan cara penyuluhan, asuransi, dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja (Suma’mur, 1987). 2.4.2. Pengertian Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah masyarakat pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usahausaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja (Notoatmodjo, 2007). Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Anonim, 2009). Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan antara beban kerja, beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Suma’mur, 2009). Tujuan akhir kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain suhu ruangan yang nyaman, penerangan/pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomi), dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suardi yang dikutip oleh Zulliyanti (2011) bahwa perubahan secara signifikan di bidang industri memberikan konsekuensinya terhadap terjadi perubahan pola penyakit/kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan), faktor fisik (panas, bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja, stress kerja, penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Pihak manajemen perusahaan cenderung melakukan pendekatan pemecahan masalah kesehatan pekerja hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan antara lain mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Dalam pasal 23 Undang-Undang Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja. Upaya kesehatan kerja wajib dilakukan di setiap tempat kerja, dan mencakup pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja serta penerapan syarat-syarat kesehatan kerja. 2.4.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan
Universitas Sumatera Utara
pendekatan ilmiah dan praktis secara sistematis (systematic),dan dalam kerangka pikir kesisteman (system oriented) (Anonim, 2010). Keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja (Yuli, 2005). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatannya utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan bahaya (Notoatmodjo, 2007). Penerapan praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di berbagai sektor di dalam kehidupan atau di suatu organisasi tidak secara sembarangan. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dan perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan (Anonim, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
2.5.1. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi, dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Sastrohadiwiryo, 2002). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahwa :
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Dalam Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 ayat 1 dituliskan bahwa : “Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
Universitas Sumatera Utara
manajemen perusahaan.” Maka dalam hal ini, Sistem Manajemen K3 merupakan sebuah kewajiban dalam sebuah perusahaan untuk mencapai kesejahteraan tenaga kerja di tempat kerja yang menyangkut dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan penerapan Sistem Manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. b. Menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat. c. Menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja (Notoatmodjo, 2007). Menurut
Sastrohadiwiryo
(2002),
ketentuan-ketentuan
yang
wajib
dilaksanakan oleh perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 adalah : 1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja 3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja 4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan
Universitas Sumatera Utara
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3
secara
berkesinambungan
dengan
tujuan
meningkatkan
kinerja
keselamatan dan kesehatan kerja. 2.5.2. Prinsip dalam
Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Menurut Sastrohadiwiryo (2002) yang sesuai dengan Lampiran I Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, yang menjadi prinsip dalam penerapan Sistem Manajemen K3 adalah sebagai berikut : 1.
Komitmen dan Kebijakan
2. Perencanaan 3. Penerapan 4. Pengukuran dan Evaluasi 5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen Prinsip dalam penerapan SMK3 di perusahaan mencakup lima hal di atas yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak manajemen bekerja sama dengan para pekerja. Dari kelima prinsip tersebut, dalam hal penerapanlah peran pekerja sangat dibutuhkan agar pelaksanaan SMK3 dapat dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Dalam penerapannya, SMK3 terkait langsung dengan pekerja. Perilaku pekerja tentang SMK3 menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3 sebagaimana yang diisyaratkan dalam Permenaker Nomor: 05/Men/1996. Keberhasilan realisasi program keselamatan dan kesehatan kerja serta SMK3 berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja (Zulliyanti, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Penerapan SMK3 di perusahaan tetap berpedoman dengan Permenaker Nomor: 05/Men/1996. Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menunjuk personel yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan. Penerapan SMK3 mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Jaminan Kemampuan 1) Sumber Daya Manusia, Sarana, dan Prasarana Perusahaan harus menyediakan personel yang memiliki kualifikasi, sarana, dan dana yang memadai sesuai dengan Sistem Manajemen K3 yang diterapkan. Dalam menyediakan sumber daya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yang dapat memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan. Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 yang efektif perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) Menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan b) Melakukan identifikasi kompetisi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan c) Membuat ketentuan untuk mengonsumsikan informasi keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif d) Membuat peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran dan para ahli e) Membuat peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan ketertiban tenaga kerja secara aktif.
Universitas Sumatera Utara
2) Integrasi Perusahaan dapat mengintegrasikan Sistem Manajemen K3 ke dalam sistem manajemen perusahaan yang ada. Dalam pengintegrasian tersebut dapat terjadi pertentangan antara tujuan dan prioritas perusahaan, maka: a) Tujuan dan prioritas Sistem Manajemen K3 harus diutamakan b) Pernyataan Sistem Manajemen K3 dengan sistem manajemen perusahaan dilakukan secara selaras dan seimbang. 3) Tanggung Jawab dan Pertanggungjawaban Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila seluruh pihak dalam perusahaan didorong berperan serta dalam penerapan pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan hal-hal berikut: a) Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan, dan mengkomunikasikan tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja serta wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk seluruh tingkatan manajemen, tenaga kerja, kontraktor, dan pengunjung b) Memiliki prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab yang berpengaruh terhadap sistem dan program keselamatan dan kesehatan kerja c) Dapat memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Tanggung jawab pengurus terhadap keselamatan dan kesehatan kerja meliputi: a) Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa Sistem Manajemen K3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan b) Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan Sistem Manajemen K3. 4) Konsultasi, Motivasi, dan Kesadaran Pengurus harus menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja melalui konsultasi dan dengan melibatkan tenaga kerja maupun pihak lain yang terkait dalam penerapan, pengembangan, dan pemeliharaan Sistem Manajemen K3, sehingga seluruh pihak merasa memiliki dan merasakan hasilnya. Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3, dan perlu disadarkan terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomi, radiasi, biologis, dan psikologis yang mungkin dapat mencederai dan melukai tenaga kerja pada saat bekerja serta harus memahami sumber bahaya tersebut. Dengan demikian, dapat dikenali dan dicegah tindakan yang akan menimbulkan insiden. 5) Pelatihan dan Kompetisi Kerja Penerapan dan pengembangan Sistem Manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetisi dan pelatihan setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. Proses untuk melakukan identifikasi standar kompetisi kerja dan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia. Standar kompetisi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan dengan: a) menggunakan standar kompetisi keselamatan dan kesehatan kerja yang ada b) memeriksa uraian tugas dan jabatan c) menganalisis tugas kerja d) menganalisis inspeksi dan audit e) meninjau ulang laporan insiden. Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetisi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya harus ditetapkan. Kompetisi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi, penilaian kinerja tenaga kerja, serta pelatihan. b. Kegiatan pendukung 1) Komunikasi Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan Sistem Manajemen K3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan seluruh pihak yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menjamin bahwa informasi keselamatan dan kesehatan kerja terbaru dikomunikasikan ke seluruh pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan untuk hal-hal berikut: a) Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, pemantauan, audit, dan tinjauan ulang manajemen pada seluruh pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki kontribusi dalam kinerja perusahaan b) Melakukan identifikasi dan menerima informasi keselamatan dan kesehatan kierja yang terkait dari luar perusahaan c) Menjamin bahwa informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan yang membutuhkannya. 2) Pelaporan Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa Sistem Manajemen K3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan. Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani: a) Pelaporan terjadinya insiden b) Pelaporan ketidaksesuaian c) Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja d) Pelaporan identifikasi sumber bahaya. Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani: a) Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan b) Pelaporan kepada pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
3) Pendokumentasian Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan didokumentasikan serta diperbarui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif. Pendokumentasian Sistem Manajemen K3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja serta evaluasi terhadap sistem dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur Sistem Manajemen K3 terintegrasi dengan
sistem
manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian Sistem Manajemen K3 harus dintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada. Perusahaan
harus
mengatur
dan
memelihara
kumpulan
ringkasan
pendokumentasian untuk: a) Menyatukan secara sistemik kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja b) Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja c) Mendokumentasikan peran, tanggung jawab, dan prosedur d) Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan
Universitas Sumatera Utara
e) Menunjukkan bahwa unsur-unsur Sistem Manajemen K3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan. 4) Pengendalian Dokumen Perusahaan harus menjamin bahwa: a) Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan b) Dokumen harus ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan dapat direvisi c) Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personel yang berwenang d) Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu e) Seluruh dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan f) Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat, dan mudah dipahami. 5) Pencatatan dan Manajemen Informasi Pencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukkan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3 dan harus mencakup: a) Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja keselamatan dan kesehatan kerja b) Izin kerja c) Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin, pesawat, alat kerja, peralatan lain, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi d) Kegiatan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
Universitas Sumatera Utara
e) Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharaan f) Pemantauan data g) Rincian insiden, keluhan, dan tindak lanjut h) Identifikasi produk termasuk komposisinya i) Informasi mengenai pemasok dan kontraktor j) Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3 c. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian, dan Pengenalan Risiko Sumber daya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko. 1) Identifikasi Sumber Bahaya Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan: a) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya b) Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat dicapai. 2) Penilaian risiko Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. 3) Tindakan Pengendalian Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar terhadap tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan,
Universitas Sumatera Utara
prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode: a) Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi b) Pendidikan dan pelatihan c) Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan, dan motivasi diri d) Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden, dan etiologi e) Penegakan hukum 4) Desain dan Rekayasa Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahap desain dan perencanaan. Setiap tahap dari siklus desain meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang, validasi, dan penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian, dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Personel yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang serta tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan Sistem Manajemen K3. 5) Pengendalaian Alternatif Prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi pada saat dibuat harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap
Universitas Sumatera Utara
tahapan. Desain dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses, atau bahan baku yang digunakan. 6) Tinjauan Ulang Kontrak Pengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditentukan. 7) Pembelian Sistem pembelian barang dan jasa termasuk prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja. Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada seluruh pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 8) Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat dan Bencana Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keadaan pada saat kejadian yang sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang memiliki bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang. 9) Prosedur Menghadapi Insiden Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden perusahaan harus memiliki prosedur yang meliputi: a) Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medis b) Proses perawatan lanjutan. 10) Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma. 2.5.3. Manfaat Penerapan SMK3 Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan SMK3 adalah sebagai berikut : 1. Melindungi Pekerja Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pekerja adalah asset perusahaan yang paling penting. Dengan menerapkan SMK3, angka kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan sama sekali, hal ini juga akan menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa aman dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan bekerja lebih bersemangat dan produktif.
Universitas Sumatera Utara
2. Patuh terhadap peraturan dan Undang-undang Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya terlihat lebih sehat. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri. 3. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok mereka untuk menerapkan SMK3. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih baik karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif. 4. Membuat sistem manajemen yang efektif Dengan menerapkan SMK3, maka sistem manajemen keselamatan akan tertata dengan baik dan efektif karena didalam SMK3 dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan secara konsisten. Rekaman-rekaman
sebagai
bukti
penerapan
sistem
disimpan
untuk
memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. Sehingga analisis atau identifikasi ketidaksesuaian tidak berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada akhirnya memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau
Universitas Sumatera Utara
tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang, umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang efektif (Anonim, 2010). 2.5.4. Faktor Penghambat dan Keberhasilan Penerapan SMK3 Dalam penelitian Marpaung (2005) PT Sucofindo (Persero) dalam Seminar Nasional K3 di Medan tahun 2005 mengungkapkan beberapa faktor penghambat dan keberhasilan penerapan SMK3. Faktor-faktor penghambat antara lain: a. Belum adanya persyaratan dari konsumen mengenai pembuktian penerapan SMK3 b. Dampak krisis ekonomi c. Tidak terdapatnya konsekuensi bagi perusahaan yang menunda dan menolak pelaksanaan audit SMK3 d. Kekurangsiapan perusahaan dikarenakan ketidaktaatan perusahaan untuk menerapkan SMK3 e. Biaya audit yang dianggap memberatkan perusahaan f. Frame koordinasi pelaksanaan audit dengan Departemen Teknis lain belum terwujud. Sedangkan menurut Gallagher dalam Ismail (2010) menyampaikan beberapa kendala atau hambatan dalam penerapan sistem manajemen keselamatan pada suatu perusahaan sehingga tujuan penerapan sistem ini tidak tercapai, yaitu: 1.
Sistem yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Lemahnya komitmen pimpinan perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen tersebut.
3.
Kurangnya keterlibatan pekerja dalam perencanaan dan penerapan.
4.
Audit tool yang digunakan tidak sesuai serta kemampuan auditor yang tidak memadai.
Faktor-faktor keberhasilan penerapan SMK3 antara lain: a. Telah diterapkannya beberapa sistem manajemen yang mendukung penerapan SMK3 b. Tingginya komitmen K3 dari manajemen puncak atau perusahaan induknya c. Melakukan studi banding d. Adanya tenaga ahli di bidang K3 e. Adanya departemen atau bagian yang khusus menangani K3 f. Telah diperolehnya penghargaan di bidang K3 dari institusi asing g. Telah dimilikinya Safety Committee yang berperan aktif dalam pelaksanaan K3 h. Terdapatnya tuntutan dari pihak konsumen kepada perusahaan untuk menerapkan SMK3 yang tersertifikasi i. Terpacunya suatu perusahaan dalam sektornya karena perusahaan lain telah berhasil menerapkan SMK3 j. Adanya upaya pembinaan mengenai SMK3 baik dari asosiasi profesi ataupun dari pembina kawasan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Kerangka Konsep
Pekerja Penerapan Sistem 1. Pengetahuan Manajemen Keselamatan 2. Sikap dan Kesehatan Kerja 3. Tindakan
Universitas Sumatera Utara