PENDAHULUAN Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan yang menghasilkan informasi dan digunakan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan. Salah satu informasi dari laporan keuangan adalah laba. Laba termasuk salah satu komponen yang menunjukkan perusahaan memiliki prospek yang baik, jika laba perusahaan tinggi maka perusahaan memiliki prospek yang baik pada periode selanjutnya begitu juga sebaliknya jika laba perusahaan rendah maka perusahaan memiliki prospek yang kurang baik pada periode selanjutnya. Sering kali pengguna laporan keuangan hanya melihat laba yang dihasilkan saja sehingga membuat manajemen perusahaan melakukan tindakan manajemen laba (earning management), salah satu manajemen laba yaitu perataan laba (income smoothing). Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Assih dan Gudono, 2000). Hal ini selaras dengan Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah. Suatu perusahaan dapat dikatakan memiliki nilai yang baik apabila kinerja perusahaannya baik. Nilai perusahaan dapat dilihat dari harga sahamnya, jika harga saham perusahaan tinggi maka nilai perusahaan tersebut baik begitu juga
1
sebaliknya jika harga saham perussahaaan rendah maka nilai perusahaan tersebut kurang baik. Nilai perusahaan ditingkatkan dengan meningkatkan kinerja perusahaan, salah satu cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan menerapkan corporate governance. Isu tentang corporate governance mulai hangat dibicarakan sejak terjadinya berbagai skandal yang mengindikasikan lemahnya corporate governance seperti skandal Enron, Tycon, Worldcom, dan global Crossing yang telah membangun masyarakat Amerika dan dunia bahwa Good Corporate Governance (GCG) amat diperlukan sebagai barometer akuntabilitas suatu perusahaan (Sukamulja, 2004). Pada penelitian perataan laba sebelumnya penelitian yang dilakukan adalah “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta” (Suwito dan Herawaty, 2005), “Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek Perataan Laba : Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI” (Aji dan Mita, 2010), “Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta” (Assih dan Gudono, 2000), untuk penelitian Negara asal perusahaan sejauh yang ketahui penulis belum pernah dilakukan maka penelitian ini akan dilihat apakah terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan yang ada di Indonesia. Pernyataan ini dikuat oleh kutipan dari Purwandari dan Purwanto (2012) perusahaan yang berstatus penanaman modal asing cenderung akan
2
melaporkan laporan keuangan yang luas dibandingkan perusahaan yang berstatus penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan uraian diatas bahwa income smoothing berhubungan dengan negara asal perusahaan dan good corporate governance, penelitian ini ingin meneliti apakah terdapat perbedaaan praktek perataan laba berdasarkan penerapan good corporate governance dan berdasarkan negara asal perusahaan yang berada di Indonesia. Obyek penelitian meliputi semua perusahaan manufaktur yang sahamnya terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 - 2011. LANDASAN TEORI Teori Keagenan Salah satu penyebab yang dapat mendorong manajer untuk melakukan income smoothing melalui tiga dimensi yaitu real, artificial dan classificatory smoothing adalah adanya perhatian investor yang selama ini cenderung terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan proses yang digunakan untuk mencapai tingkat laba tersebut (Mursalim, 2005). Oleh karena itu income smoothing bertujuan untuk menstabilkan laba sesuai kepentingannya, hal ini dilakukan untuk menarik perhatian investor. Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Pada teori keagenan yang disebut principal adalah pemegang saham yang hanya
3
tertarik pada hasil keuangan atau investasi mereka pada perusahaan dan agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan yang menerima kompensasi dengan syarat-syarat yang berlaku pada hubungan tersebut. Perbedaan masingmasing pihak akan membuat mereka memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang besar dan secepat-cepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan deviden dari tiap saham yang dimiliki. Sedangkan agent menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi / bonus yang memadai atas kinerjanya. Principal menilai prestasi agent dari hasil kinerja keuangan perusahaan apabila kinerja agent baik dapat dilihat dari laba yang akan dialokasikan pada pembagian deviden sehingga layak mendapat intensif yang tinggi. Sebaliknya agent memenuhi tuntutan principal agar mendapat kompensasi yang tinggi. Hal ini membuat agent memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah-olah target terpenuhi. Salah satunya dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan periode lain) agar setiap tahun kelihatan meraih keuntungan padahal merugi atau turun laba. Sedangkan para investor hanya melihat bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang baik dilihat dari laba perusahaan tersebut besar ataupun setabil. Perataan Laba Koch (1981) Perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode
4
akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi. Menurut Bieldman dalam Belkaouli (2000) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi perusahaan. Praktek perataan laba dilakukan oleh manajemen perusahaan yang dapat menyebabkan pengungkapan laba di laporan keuangan menjadi tidak memadai, bahkan terkesan menyesatkan (Aji dan Mita, 2010). Hal tersebut mengakibatkan informasi yang disajikan tidak memiliki informasi yang tepat dan investor gagal memperediksi resiko investasi mereka. Good Corporate Governance Good Corporate Governance menurut definisi komite Cadbury pada tahun 1992 adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini mengatur kewenangan direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lainnya. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera. Secara umum prinsip dasar good corporate governance yaitu (Kaihatu, 2006) :
5
Transparancy
(keterbukaan
informasi),
yaitu
keterbukaan
dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggung jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Responsibility (pertanggung jawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Sulistiyowati et. al (2010) pencapaian keuntungan merupakan wujud dari pemenuhan pemegang saham (shareholder) dan tidak dapat dilepaskan dari upaya pencapaian sustainability yang merupakan wujud pemenuhan kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders). Perusahaan yang memperoleh pendapatan yang lambat atau profitabilitas yang sedikit maka
6
cenderung akan mengumumkan lebih banyak tentang pelaksanaan Good Corporate Governance guna melepaskan tekanan dari pasar (Kusumawati, 2007). Corporate governance index secara keseluruhan merupakan hal penting dan menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat menjelaskan nilai pasar bagi perusahaan-perusahaan independen di Korea (Black, Jang, dan Kim, 2003). Menurut Johnson et. al (2000) rendahnya kualitas corporate governance dalam
suatu Negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang Negara bersangkutan pada masa krisis di Asia. Menurut Herawaty (2008) teori keagenan memberikan pandangan bahwa masalah earnings management dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governance. Praktek perataan laba oleh manajemen dapat diminimalisir
dengan
cara
monitoring
untuk
menyelaraskan
perbedaan
kepentingan agent dan principal antara lain : 1. Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga kepentingan pemegang saham dapat disejajarkan dengan kepentingan manajerial. Semakin tinggi
kepemilikan
manajerial
maka
semakin
rendah
kecenderungan melakukan praktek perataan laba. 2. Kepemilikan saham oleh institusional karena mereka dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat memonitor manajemen yang dapat mengurangi
motivasi
manajer
untuk
melakukan
earning
management (Pratana dan Mas’ud, 2003).
7
3. Peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen (Bamhart dan Rosenstein, 1998).
Negara Asal Perusahaan Menurut pendapat dari Prof. Mr. Kranenburg : “ Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa” (ruhcitra.wordpress.com). Perusahaan adalah suatu organisasi dimana sumber daya (input) dasar seperti bahan dan tenaga kerja dikelola serta diproses untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Negara asal perusahaan adalah suatu organisasi yang berasal dari suatu Negara berdasarkan jumlah penanaman modal pada perusahaan tersebut yang memiliki input dan output. Negara asal perusahaan dibagi menjadi dua yaitu, negara maju dan negara berkembang. Negara berkembang dapat disebut juga emerging market economy sedangkan Negara maju disebut dengan developed market economy. Emerging market economy (EME) didefinisikan negara yang potensi pertumbuhan ekonominya tinggi, tetapi beresiko politik, ekonomi, dan lain-lain. Negara-negara tersebut merupakan sekitar 80% dari populasi global, dan mewakili sekitar 20% dari ekonomi dunia, istilah ini dikemukakan oleh Antoine W. Van Agtmael dari International
Finance
Corporation
dari Bank
Dunia pada
tahun
1981.
Sedangkan developed market economy adalah negara dengan ekonomi yang sangat maju, biasanya dengan sektor jasa yang besar (http://www.learnbonds.com).
8
Emerging markets dan developed markets memberikan pengaturan yang sangat kaya di mana untuk membedakan karakteristik perusahaan yang digunakan dalam pemilihan mitra (Hitt et. al, 2000). Misalnya, perbedaan peraturan dalam institusi formal dan informal yang sangat ambigu. Stabilitas ekonomi dan sosial di negara maju relatif mempromosikan pengembangan dan penerimaan aturan pertukaran sedangkan, ketidakstabilan ekonomi dan kadang sosial di pasar negara berkembang menghasilkan ambiguitas dan ketidakpastian mengenai aturan pertukaran , dalam konteks ini , aturan sebagian besar muncul (Pedersen & Thomsen, 1997) . Beberapa karakteristik risiko dan return yang ada di emerging market antara lain (Endri, 2010):
volatilitas yang tinggi
menawarkan expected return yang tinggi, karena emerging market mengalami per-tumbuhan yang cukup menakjubkan
korelasi yang rendah antara emerging market dengan pasar saham yang maju.
Karakteristik developed markets :
tingkat konsistensi di pasar yang tinggi
lebih cepat melakukan recovery
paling mudah diakses dan sangat mendukung investor asing
9
Tabel 1 Negara-negara yang termasuk dalam developed markets dan emerging markets (http://www.djindexes.com/) yang berlaku September 2011 : Developed Markets Kanada
Australia Hong kong Jepang
Austria Belgia Denmark Finlandia Prancis Jerman Islandia Irlandia Inggris
Emerging Markets Amerika Amerika Brazil Mexico Chile Peru Kolombia Asia/Pasifik Selandia Baru China Filipina Singapura Indonesia Taiwan India Thailand Malaysia Korea Selatan Eropa Italia Ceko Rusia Luxembourg Hungaria Turki Belanda Polandia Norwegia Portugal Spanyol Swedia Swiss Yunani Timur Tengah
Israel Afrika Mesir Maroko
Afrika Selatan
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa negara-negara yang dikelompokkan dalam developed markets di dominasi oleh negara-negara Eropa, sedangkan untuk emerging markets di dominasi oleh negara-negara Amerika Latin dan
10
Asia/Pasifik. Salah satu indikator mengapa emerging market sangat bagus dibandingkan dengan Negara yang sudah maju adalah pertumbuhan PDB-nya lebih cepat. Perumusan Hipotesis Hubungan Perataan Laba dan Kepemilikan Manajerial Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri (Ross et al., 2002). Manajer akan lebih produktif dalam meningkatkan laba perusahaan karena mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap perusahaan. Sehingga perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi akan berupaya meningkatkan laba perusahaan dalam rangka meningkatkan image perusahaan. Sedangkan perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial rendah kurang berupaya meningkatkan laba peruahaan karena mereka merasa tidak memiliki perusahaan. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut : H1 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan manajerial yang tinggi dan yang rendah Hubungan Perataan Laba dan Kepemilikan Institusional Kepemilikan
institusional
memiliki
peran
yang
penting
dalam
meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dan manajer ( Jensen and Meckling 1976 ). Tingkat kepemilikan institusional yang
11
tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih dari pihak investor institusional dalam memonitor keputusan yang diambil pihak manajemen. Semakin besar kepemilikan oleh pihak institusi maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (Permanasari, 2010).
Jadi, semakin tinggi kepemilikan institusional akan
berupaya memaksimalkan laba perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dapat disimpulkan : H2 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan institusional yang tinggi dan yang rendah Hubungan Perataan Laba dan Komposisi Dewan Komisaris Independen Keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan pasti berhubungan dengan pengawasan atau monitoring. Komposisi dewan komisaris terdiri dari komisaris dalam perusahaan, maupun luar perusahaan (independen). Keberadaan komisaris independen cukup penting karena fungsinya sebagai pihak yang netral dalam perusahaan diharapkan mampu menjembatani adanya asimetri informasi yang terjadi antara pihak pemilik dengan pihak manajer, sekaligus sebagai pengawas pemegang saham, sehubungan dengan aktivitas perusahaan, serta mengendalikan perilaku para manajer perusahaan (Istanti, 2009). Semakin tinggi pihak independen dalam perusahaa, diharapkan dapat mengurangi tindakan perataan laba dalam perusahaan tersebut. Sebaliknya perusahaan yang memiliki komposisi dewan komisaris independen yang rendah atau sama sekali tidak memiliki dewan komisaris independen, dapat dikatakan kurang adanya
12
pengawasan dalam tindakan perataan laba di perusahaan tersebut. Dari uraian diatas, maka hipotesis dapat disimpulkan : H3
: terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan komposisi dewan komisaris independen yang tinggi dan yang rendah
Hubungan Perataan Laba dan Negara Asal Perusahaan Negara
asal
perusahaan
masuk
sebagai
variabel
karena
dapat
mempengaruhi laporan keuangan hal ini sesuai dengan Yusuf dan Soraya (2004) semua
perusahaan
yang
terdaftar
di
Bursa
Efek
Indonesia
memiliki
kecenderungan untuk melakukan praktek perataan laba, baik itu perusahaan asing maupun non asing. Negara asal perusahaan dapat dibagi menjadi dua yaitu, negara maju dan negara berkembang. Perusahaan negara maju (developed market) memiliki aturan yang lebih ketat dan dalam melaporkan laporan keuangannya diindikasikan lebih baik karena perusahaan negara maju harus mempertahankan citra perusahaan dibandingkan perusahaan negara berkembang (emerging market) oleh sebab itu negara berkembang memiliki indikasi untuk melakukan praktek perataan laba agar laba perusahaan tidak berfluktuasi dan terlihat stabil. Hal ini dilakukan agar laporan keuangannya terlihat lebih baik. Berinvestasi di negara-negara emerging market sering
dianggap
berisiko
tinggi,
meski return-nya
lebih
besar
(http://beritaretail.wordpress.com). Divecha et. al (1992) menginvetigasi sepuluh
pasar saham berkembang Asia dan menemukan bahwa mereka adalah homogen
13
dengan dominasi kekuatan pasar yang kuat dan kurang terkorelasi antara satu dengan yang lainnya dan dengan pasar yang lebih maju. H4 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan yang berada di Indonesia METODE PENELITIAN Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan asing dan non asing yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta memiliki tahun fiskal dari 1 Januari sampai 31 Desember. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan manufaktur yang telah menyerahkan laporan keuangan secara lengkap sampai 31 Desember 2011. Periode pengamatan yang akan dilakukan adalah untuk jangka waktu 5 tahun, yaitu dari Januari 2007 sampai Desember 2011. Dari 159 perusahaan manufaktur yang terdaftar, terdapat 50 perusahaan yang memenuhi kriteria dan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Dengan memilih terlebih dahulu perusahaan yang tergolong dalam developed markets dan jumlah perusahaan yang tergolong dalam developed markets adalah 25 perusahaan, setelah itu baru memilih perusahaan yang tergolong dalam emerging markets dengan cara membandingkan jumlah aset perusahaan developed dan emerging markets yang memiliki jumlah aset yang hampir sepadan.
14
Tabel 2 Sampel Penelitian Keterangan
Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2011 Perusahaan manufaktur yang tidak mempublikasikan laporan tahunannya tahun 2007-2011 Perusahaan manufaktur yang asetnya tidak sama antara perusahaan developed markets dan emerging markets Total sampel penelitian
159 (25) (84) 50
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari laporan keuangan tahunan yang diperoleh website perusahaan atau website BEI (www.idx.co.id). Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Perataan Laba perataan laba yang akan diukur menggunakan Indeks Eckel (1981) yang akan membedakan perusahaan yang melakukan praktek perataan laba atau tidak. Untuk menghitung Indeks Eckel maka digunakan rumus :
Indeks Perataan Laba =
………………………………………………...(3.1)
Dimana : ΔI
= Perubahan laba dalam satu periode
ΔS
= Perubahan penjualan dalam satu periode
CV = Koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dibagi nilai yang diharapkan
15
Apabila CV ΔI > CV ΔS Maka perusahaan tidak digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba. CV ΔI = koefisien variasi untuk perubahan laba CV ΔS = koefisien variasi untuk perubahan penjualan CV ΔI dan CV ΔS =
……………………………………………(3.2)
Atau
CV ΔI dan CV ΔS =
∑(∆
∆ )
∶∆
………………………………………..(3.3)
Dimana : Δx = perubahan penghasilan bersih / laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n-1 ΔX = rata-rata perubahan penghasialan bersih / laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n1 n
= banyaknya tahun yang diamati
Negara Asal Perusahaan Untuk variabel Negara asal perusahaan ini digunakan variabel dummy untuk menentukan Negara asal perusahaan. Cara menentukan Negara asal perusahaan dengan melihat company status perusahaan pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tersebut tergolong dalam perusahaan penanaman modal asing (PMA) atau perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Untuk perusahaan PMA masih dapat dipilah lagi yang tergolong dalam developed dan emerging markets seperti yang disebutkan dalam tabel 1. Jika negara asal
16
perusahaan tersebut tergolong dalam developed markets maka diberi nilai 1 sedangkan, negara asal perusahaan tergolong dalam emerging markets diberi nilai 0. Good Corporate Governance Variabel good corporate governance dapat dihitung dengan : 1. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. Variabel kepemilikan manajerial dibedakan menjadi proporsi tinggi dan rendah. Perusahaan dengan proporsi tinggi (di atas rata-rata industri sebesar 3%) dengan menggunakan variabel dummy diberi score 1, dan perusahaan dengan proporsi kepemilikan manajerial rendah diberi score 0. 2. Kepemilikan institusional yang diukur dengan prosentase kepemilikan saham oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain dibagi dengan total jumlah saham beredar. Variabel kepemilikan institusional dibedakan menjadi proporsi tinggi dan rendah. Perusahaan dengan proporsi tinggi (di atas rata-rata industri sebesar 6%) dengan menggunakan variabel dummy diberi score 1, dan perusahaan dengan proporsi kepemilikan institusional rendah diberi score 0.
17
3. Komposisi dewan komisaris independen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seberapa besar jumlah komisaris independen perusahaan jika dibandingkan dengan jumlah seluruh dewan komisaris yang dimiliki perusahaan. × 100%
Board of Independence =
Variabel komposisi dewan komisaris independen dibedakan menjadi proporsi tinggi dan rendah. Perusahaan dengan proporsi dewan komisaris independen tinggi (di atas rata-rata industri sebesar 35%) dengan menggunakan variabel dummy diberi score 1, dan perusahaan dengan proporsi dewan komisaris independen rendah diberi score 0.
Teknik Analisis Data 1. Mengelompokan hasil data menjadi dua kelompok, yaitu Negara asal perusahaan dikelompokan ke dalam kelompok Negara maju (developed markets) dan Negara berkembang (emerging markets). 2. Membandingkan jumlah aset antara perusahaan yang tergolong dalam developed dan emerging markets yang kira-kira sebanding. 3. Menghitung indek eckel dari masing-masing perusahaan manufaktur, kepemilikan
manajerial
dan
kepemilikan
institusional,
serta
mengidentifikasi jumlah dewan komisaris independen yang terdapat pada setiap perusahaan.
18
4. Melakukan uji normalitas data dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Uji Kolmogorov-Smirnov ini untuk menentukan apakah data dari masing-masing variabel telah terdistribusi dengan normal. Normalitas terjadi apabila hasil dari uji Kolmogrov-Smirnov lebih dari 0,05. Apabila ternyata diketahui data berdistribusi normal, maka selanjutnya digunakan uji beda T-Test dengan sample independen (Independent Sample T-Test). Namun, jika ternyata diketahui data berdistribusi tidak normal, maka uji yang digunakan adalah uji non-parametrik berupa Uji Mann-Whitney U.
HASIL DAN PEMBAHASAN Statistika Deskriptif Statistika deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mencari nilai minimum, nilai maksimum, dan nilai mean dari praktek perataan laba yang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Statistika Deskriptif Minimum Perataan Laba - 45 Kep. Manajerial (%) 0 Kep. Institusional (%) 0 Komposisi Dewan 0 Komisaris Independen (%) Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Maximum 28,90 4 98,2 50
Mean 0,81 2,63 6,05 35
19
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa mean dari indek eckel perusahaan yang dijadikan sampel, yaitu 0,81. Terdapat 24 perusahaan yang melakukan perataan laba hal ini menandakan masih banyak perusahaan manufaktur yang melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan semakin mendekati angka 1 (satu) semakin baik. Dengan tingkat perataan laba tertinggi 28,90 dimiliki oleh PT. Sepatu Bata Tbk. dan yang terendah - 45 PT. Goodyear Indonesia Tbk. Kepemilikan manajerial memiliki rata-rata sebesar 2,63%. Nilai tersebut menunjukkan adanya pihak agent yang merangkap menjadi prinsipal. 7 perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial tertinggi dan sisanya 43 perusahaan memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah. Perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial tertinggi adalah PT. Lautan Luas Tbk., yaitu 4%. Rata-rata kepemilikan intitusional adalah 6,05%. Dari perusahaan yang dijadikan sampel, terdapat 9 perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional tertinggi dan 41 perusahaan memiliki kepemilikan institusional terendah. PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. memiliki tingkat kepemilikan intitusional tertinggi, yaitu sebesar 98,2%. Sedangkan untuk komposisi dewan komisaris independen memiliki ratarata 35%. Proporsi tertinggi dimiliki oleh 9 perusahaan yaitu PT. Siantar Top Tbk, PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT. Panasia Filament Inti Tbk, PT. Toba Pulp Lestari Tbk, PT. Titan Kimia Nusantara Tbk, PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk, PT. Jaya Pari Steel Tbk, PT. Indofarma Tbk, PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk sebesar 50% yang menandakan efektivitas pengawasan manajemen 20
perusahaan tersebut cukup baik, untuk proporsi terendah adalah 0% dimiliki oleh 3 perusahaan yaitu PT Fast Food Indonesia Tbk, PT Bentoel Internasional Investama Tbk, PT Arwana Citramulia Tbk. Tabel 4 Statistika Deskriptif (Negara Asal Perusahaan)
Perataan Laba Kep. Manajerial (%) Kep. Institusional (%) Komposisi Dewan Komisaris Independen (%)
Developed Markets Min Max Mean -45,07 28,94 -0,05 0 26 2 0 56 4 0 50 33
Emerging Markets Min Max Mean -6,60 17,80 1,61 0 36 3 0 98 8 0 50 37
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mean dari indek eckel (0,05) yang menandakan bahwa masih banyak perushaan yang termasuk dalam developed markets melakukan perataan laba, hal ini berbeda dengan perusahaan yang termasuk dalam emerging markets yang meannya 1,61 dapat diartikan bahwa perusahaan tidak melakukan perataan laba atau hanya sedikit yang melakukan perataan laba. Kepemilikan manajerial untuk perusahaan yang termasuk dalam developed markets memiliki rata-rata 2% menunjukkan bahwa agent yang merangkap sebagai prinsipal tidak banyak dan kurang mempengaruhi dalam laporan keuangan, sedangkan untuk perusahaan yang termasuk dalam emerging markets memiliki rata-rata 3% ini menandakan bahwa ada pihak agent yang merangkap sebagai prinsipal yang dapat mempengaruhi laporan keuangan.
21
Kepemilikan institusional memiliki rata-rata 4% untuk perusahaan yang termasuk dalam developed markets, ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional kurang mempengaruhi dalam laporan keuangan, sedangkan yang termasuk emerging markets memiliki rata-rata 8%. Ini menandakan kepemilikan institusional didalam perusahaan cukup tinggi dan dapat mempengaruhi laporan keuangan. Sedangkan untuk komposisi dewan komisaris independen memiliki rata-rata 33% untuk perusahaan yang termasuk developed markets dan untuk perusahaan yang termasuk emerging markets memiliki rata-rata 37% yang menandakan dalam penelitian ini perusahaan yang termasuk dalam emerging markets memiliki komposisi dewan komisaris yang sedikit lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang termasuk dalam developed markets.
Pengujian Data Uji normalitas Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian data penelitian ini adalah melakukan uji normalitas, dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang digunakan. Dari pengujian normalitas pada lampiran 2, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dari uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan kelima variabel berada di bawah nilai alpha (0,05), yang menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Setelah data dicoba untuk dinormalkan menggunakan log, ln, sqrt, dan kuadrat tetap masih
22
tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji non-parametrik berupa uji Mann-Whitney U. Pengujian Hipotesis Uji Non-Parametrik 2-Independent Sample Test Dalam penelitian ini, semua variabel-variabel yang digunakan tidak berdistribusi normal. Maka untuk menguji perbedaan praktek perataan laba yang dilihat dari good corporate governance dan negara asal perusahaan menggunakan uji non-parametrik berupa uji Mann-Whitney U. Tabel 5 Hasil Pengujian Hipotesis Asymp. Sig. (2tailed) (MannWhitney U Test)
Variabel GCG
Kep. Manajerial 0,33 Kep. Institusional 0,11 Komposisi Dewan 0,04 Komisaris independen Negara Asal Perusahaan yang berada di Indonesia Negara Asal 0,75 Perusahaan Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014 Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney Test yang dapat dilihat pada tabel 4 dapat diketahui bahwa signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk variabel kepemilikan manajerial sebesar 0,33 lebih tinggi dari tingkat alpha sebesar 0,05. Dari hasil
23
tersebut dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan manajerial, dengan demikian H1 ditolak. Hasil pengujian Mann-Whitney untuk variabel kepemilikan institusional didapatkan hasil signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk variabel kepemilikan institusional sebesar 0,11 lebih tinggi dari tingkat alpha. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa secara statistik bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan institusional maka H2 ditolak. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa (sig. (2-Tailed)) untuk komposisi dewan komisaris independen sebesar 0,04 lebih rendah dari tingkat alpha sebesar 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan komposisi dewan komisaris independen atau H3 diterima. Hasil pengujian Mann-Whitney untuk Negara asal perusahaan dapat dilihat bahwa signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk Negara asal perusahaaan sebesar 0,75 lebih tinggi dari tingkat alpha yang berarti tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan Negara asal perusahaan atau H4 ditolak. Pembahasan Berdasarkan analisis
statistik yang dilakukan pada hipotesis untuk
perataan laba dan kepemilikan manajerial, tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan manajerial. Penelitian ini mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya kepemilikan manajerial tidak terhadap tindakan perataan laba. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya kepemilikan manajerial tidak serta merta menunjukkan insentif manajemen untuk melakukan praktek perataan
24
laba karena hal tersebut mungkin dapat membahayakan perusahaan dalam jangka panjang (Aji dan Mita, 2010). Hal ini dikarenakan pemengang saham luar akan memberikan tekanan kepada pihak manajemen untuk melaporkan laporan keuangan yang memiliki laba walaupun perusahaan tidak memiliki laba. Untuk variabel kepemilikan institusional menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan intitusional. Hal ini dikarenakan bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari para investor, sehingga mereka akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba (Cornett et. al, 2006). Mengakibatkan manajer terpaksa melakukan tindakan manipulasi laporan keuangan dengan melakukan tindakan earnings management, salah satunya adalah perataan laba (income smoothing). Sedangkan untuk variabel komposisi dewan komisaris independen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan dewan komisaris. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya komposisi dewan komisaris independen menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan dan efektivitas mekanisme pengendalian terhadap manajemen perusahaan dalam mengurangi tindakan manipulasi laporan keuangan salah satunya perataan laba. Karena perusahaan yang memiliki komposisi dewan komisaris independen yang tinggi akan lebih efektif dalam hal pengawasan dan pengendalian dalam perusahaan tersebut. Hasil penelitian Klein (2002), Pratana dan Mas’ud (2003), dan Xie, Biao, Wallace dan Peter (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan
25
yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba.
Dari hasil uji statistik untuk variabel Negara asal perusahan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan. Dalam hal ini Negara asal perusahaan tidak dapat dijadikan acuan bahwa perusahaan yang termasuk dalam emerging markets selalu melakukan perataan laba. Perataan laba digunakan untuk menstabilkan laba perusahaan dalam laporan keuangan agar laba tidak terlalu fluktuatif. Penelitian ini tidak selaras dengan yang di kemukakan Yusuf dan Soraya (2004) Negara asal perusahaan masuk sebagai variabel karena dapat mempengaruhi laporan keuangan.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini menunjukkan untuk variabel GCG yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba, hanya komposisi dewan komisaris independen yang terdapat perbedaan praktek perataan laba, sedangkan untuk variabel negara asal perusahaan tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba.
26
Saran Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan yang telah dibahas sebelumnya, saran yang dapat disampaikan adalah jika investor dalam berinvestasi ingin menghindari perataan laba sebaiknya memilih perusahaan yang memiliki komposisi dewan komisaris independen yang tinggi, karena komposisi dewan komisaris independen yang tinggi cenderung tidak melakukan perataan laba. Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Mendatang Dalam penelitian ini hanya meneliti tentang good corporate governance (GCG) dan negara asal perusahaan. Padahal dalam pratek perataan laba sering dilakukan oleh pihak manajerial hal ini bertujuan untuk menstabilkan laba bila manajerial berhasil menstabilkan laba pada laporan keuangan maka manajerial mendapatkan reward (penghargaan) dari perusahaan hal ini yang mendorong manajerial melakukan praktek perataan laba. Untuk penelitian yang mendatang sebaiknya menambahkan sistem reward sebagai salah satu variabel perataan laba.
27
DAFTAR PUSTAKA Aji, Dhamar Yudho dan Mita, Aria Farah., 2010, ”Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek Perataan Laba : Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”, SNA XIII, Purwokerto. Assih, Prihat dan M. Gudono., 2000, ”Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3(1), Januari. Barnhart dan Rosenstein., 1998, “Board Composition Managerial Owmership and Firm Performance An Emperical Analysis”, Journal of Accounting Research Fall. Beiner. S., W. Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann (2003). Is Board zise An Independent Corporate Governance Mechanism?. http://www.wwz.unibaz.ch/cofi/publications/papers/2003/06.03.pdf. Belkaouli, Ahmed Riahi, 2000, Accounting Theory, Edisi Kelima, Jakarta : Salemba Empat. Black, Bernard S, H. Jang, dan W. Kim., 2003, ”Does Corporate Governance affect Firm Value? Evidence from Korea”, http://papers. ssrn.com. Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H., (2006). Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. http://papers.ssrn.com. Divecha, A.B., Drach, I., dan Stefec, D. 1992. “Emerging markets:a quantitative perspective”. Journal of Portfolio Management. 19, 41–45. Eckel, N., “The Income Smoothing Hypothesis Revisited”, Juni, 1981.
Endri., 2010, “Keterkaitan Pasar Saham Berkembang dan Maju : Implikasi Diversifikasi Portofolio Internasional”, Jurnal Ekonomi Bisnis No.2 Vol. 15. Gideon SB Boediono. (2005). “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
28
Herawaty, Vinola., 2008, “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Hitt, Michael A; M Tina Dacin; Edward Levitas; Jean-Luc Arregle dan Anca Borza., 2000, “Patner Selection in Emerging and Developed Market Contexts : Resource-Based and Organizational Learning Perspectives”, Academy of Management Journal. Istanti, Sri Layla Wahyu. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Listing di BEI). Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Jensen, Michael C, & W, H Meckling., 1976, “Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, 3, 305-360. Johnson, Simon; P. Boons; A. Breach; dan E. Friedman., 2000, “Corporate Governance in Asian Financial Crisis”, Journal of Financial Economics, 58, 141-186. Kaihatu, Thomas. S., 2006, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8. Kawakatsu, H. dan Morey, M.R. 1999, “Financial liberalization and stock market efficiency: an empirical examination of nine emerging market countries”. Journal of Multinational Financial Management. 9: 353-371. Klein, April. 2002, “Audit Committee, Board Of Director Characteristics and Earnings Management”. Journal of Accounting and Economics, Vol.33. No.3. August. Koch, Bruce S., “Income Smoothing An Experiment, The Accounting Review”, Vol. LVI, No. 3, Juli 1981, hal. 574-586. Komite Nasional Kebijakan Governance, (2004). Pedoman Tentang Komisaris Independen. http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm. Kusumawati, Dwi Novi., 2007, “Profitability and Corporate Governance Disclosure : an Indonesian Study”, Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 10, No. 2, hal. 131-146.
29
Mursalim., 2005, “Income Smoothing dan Motivasi Investor : Studi Empiris pada Investor di BEJ”, SNA VIII, Solo, September, hal. 195-206. Pedersen, T., & Thomsen, S, 1997, “European patterns of corporate ownership: A 12-country study”. Journal of International Business Studies, 28: 759-778. Permanasari, Wien Ika. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Pratana, Puspa Midiastuty dan Mas’ud, Mahfoedz. 2003, “Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Purwandari, Arum dan Purwanto, Agus., 2012, “Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Kepemilikan Publik dan Status Terhadap Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia”, Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 1, No. 2, hal. 1-10. Roos, Johan., Roos, Goran., Edvinsson, Leif., dan Dragonetti, Nicola. C. 2002. Intellectual Capital: Navigating the new business landscape. Macmillan Press Ltd. Sukamulja, Sukmawati., 2004, “Good Corporate Governance di Sektor keuangan : Dampak GCG terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta)”, BENEFIT, Vol.8, No.1. Juni : 1-25. Suwito, Edy dan Herawaty, Arleen., 2005, “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Tindakan Perataan Laba yang dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, SNA VIII, Solo, September, hal. 136-146. Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2003, “Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance”, Penerbit Balairung & Co, Yogyakarta. Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt, 2003. “Earning Management and Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee”. Journal of Corporate Finance, Vol.9. Yusuf, Muhammad dan Soraya., 2004, “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Asing dan Non Asing di Indonesia”, JAAI, Vol. 8, No. 1, Juni, hal. 99-125.
30
http://www.djindexes.com 29 Oktober 2013
http://www.learnbonds.com 28 September 2013
http://ruhcitra.wordpress.com 11 Maret 2013
31
LAMPIRAN-LAMPIRAN
32
LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Daftar Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2011 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Kode Saham ADES CEKA FAST MLBI PTSP PSDN SKLT STTP RMBA HMSP CNTX ERTX PAFI SSTM RICY BATA SAIP INRU POLY LTLS AKPI AMFG FPNI TRST SMCB SMGR ALMI INAI JKSW JPRS LION TBMS ARNA KIAS
Nama Perusahaan PT Akasha Wira Internasional Tbk. PT Cahaya Kalbar Tbk. PT Fast Food Indonesia Tbk. PT Multi Bintang Indonesia Tbk. PT Pioneerindo Gourmet Internasional Tbk. PT Prasidha Aneka Niaga Tbk. PT Sekar Laut Tbk. PT Siantar Top Tbk. PT Bentoel Internasional Investama Tbk. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. PT Century Textile Industry (CENTEX) Tbk. PT Eratex Djaja Tbk. PT Panasia Filament Inti Tbk. PT Suson Textile Manufacturer Tbk. PT Ricky Putra Globalindo Tbk. PT Sepatu Bata Tbk. PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk. PT Toba Pulp Lestari Tbk. PT Asia Pacific Fiber Tbk. PT Lautan Luas Tbk. PT Argha Karya Prima Industry Tbk. PT Asahimas Flat Glass Tbk. PT Titan Kimia Nusantara Tbk. PT Trias Sentosa Tbk. PT Holcim Indonesia Tbk. PT Semen Gresik Tbk. PT Alumindo Light Metal Industry Tbk. PT Indal Alumunium Industry Tbk. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. PT Jaya Pari Steel Tbk. PT Lion Metal Works Tbk. PT Tembaga Mulia Semanan Tbk. PT Arwana Citramulia Tbk. PT Keramik Indonesia Assosiasi Tbk.
Negara asal perusahaan Developed Developed Emerging Developed Developed Emerging Emerging Emerging Dveloped Emerging Developed Emerging Developed Emerging Emerging Developed Emerging Developed Developed Emerging Emerging Developed Developed Emerging Developed Emerging Emerging Emerging Emerging Developed Developed Developed Developed Emerging 33
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
MLIA TOTO KBLI VOKS GJTL GDYR IMAS INDS DVLA INAF MERK PYFA SCPI SQBI TCID MRAT
PT Mulia Industrindo Tbk. PT Surya Toto Indonesia Tbk. PT KMI Wire and Cable Tbk. PT Voksel Electric Tbk. PT Gajah Tunggal Tbk. PT Goodyear Indonesia Tbk. PT Indo Mobil Sukses Internasional Tbk. PT Indospring Tbk. PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. PT Indofarma Tbk. PT Merck Tbk. PT Pyridam Farma Tbk. PT Schering Plough Indonesia Tbk. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. PT Mandom Indonesia Tbk. PT Mustika Ratu Tbk.
Emerging Developed Emerging Developed Developed Developed Emerging Emerging Developed Emerging Developed Emerging Emerging Developed Developed Emerging
Sumber : Bursa Efek Indonesia dan Indonesian Capital Market Directory 20072011
LAMPIRAN 2 Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
34
LAMPIRAN 3 Uji Non-Parametrik Mann-Whitney U Test
Variabel Kepemilikan Manajerial Perusahaan
Variabel Kepemilikan Intitusional Perusahaan
35
Variabel Komposisi Dewan Komisaris Independen Perusahaan
Variabel Negara Asal Perusahaan
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
36
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Arya Perdhana Putra
Tempat, tanggal lahir
: Salatiga, 28 Agustus 1990
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Golongan Darah
:B
Tinggi / Berat Badan
: 177 cm / 85 kg
Agama
: Katholik
Kota Asal
: Salatiga
Alamat
: Perum Griya Gawe Mukti Jln. G. Slamet 28-30 RT
01/06 Kec. Getasan Kab. Semarang
Email
:
[email protected]
Pendidikan
: TK Marsudirini Xaverius Salatiga
Pengalaman
(1995-1996)
SD Negeri Salatiga 03
(1996-2003)
SMP Stella MatutinaSalatiga
(2003-2006)
SMA Kristen 1 Salatiga
(2006-2009)
Universitas Kristen Satya Wacana
(2009-2014)
: Sie. Perlengkapan Donor Darah “Dies Emas Fakultas Ekonomika dan Bisnis” 2009 Satgas Live In The Village “Be The Light Of The World” 2010 Koordinator Sie. Perlengkapan ATTEX 2011 Sie. Perkaptrans-Kam National Seminar onAccounting 2012
37