BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan Lempuyang gajah berasal dari Asia tropis dan ditemukan tumbuh tersebar di India, Sri Lanka Malaysia sampai Pulau Jawa (Depkes RI, 1978). Lempuyang gajah tumbuh mencapai ketinggian sekitar satu meter. Daun berwarna hijau, kecil memanjang, berukuran panjang rata-rata 17,8 cm dan lebar 5,60 cm. Jumlah daun mencapai 14 helai. Di dataran rendah setiap rumpun dapat menghasilkan sekitar 14 anakan, sedangkan di dataran tinggi hanya 5 anakan. Tangkai bunga tumbuh tegak , berambut dan bersisik yang berbentuk lanset. Kuntum bunga berwarna kuning terang, kuning gelap, sampai putih kekuningkuningan. Rimpang muda maupun rimpang tua berwarna kuning muda dengan warna daging kuning. Rimpang berasa pahit getir dan berbau wangi (Rukmana, 2004). 2.1.1. Nama daerah Nama daerah dari lempuyang gajah adalah lempuyang kapur, lempuyang kebo (Jawa), lempuyang paek (Madura) (Depkes RI, 1978). 2.1.2 Taksonomi tumbuhan Menurut Materia Medika Indonesia Jilid II (1978), taksonomi tumbuhan lempuyang gajah adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Universitas Sumatera Utara
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Zingiber
Jenis
: Zingiber zerumbet SM..
2.1.3 Morfologi tumbuhan Tumbuhan lempuyang gajah merupakan habitus semak, semusim yang tingginya ±1 m. Ciri-ciri morfologi tanaman lempuyang gajah sebagai berikut: Batang
: Tegak, semu, membentuk rimpang.
Daun
: Tunggal, bentuk lanset, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, permukaan licin, panjang 25-40 cm, lebar 10-15 cm, hijau muda, pelepah bentuk talang, panjang ±17 cm, tangkai panjang ±10 cm, hijau.
Bunga
: Majemuk, bentuk bongkol, tumbuh dari pangkal rimpang, tangkai panjang ±12 cm, merah, kelopak lepas satu sama lain, merah.
Biji
: Bulat panjang, diameter ±4mm, hitam.
Akar
: Serabut, kuning keputih-putihan (Depkes RI, 1978).
2.1.4 Kandungan senyawa kimia Rimpang lempuyang gajah mengandung alkaloid, saponin, flavonoida, polifenol dan minyak atsiri. Minyak atsiri 0,82% mengandung zerumbone, αpinen, α-kariofilen, kamfer dan sineol (Depkes RI, 1978). 2.1.5 Kegunaan tumbuhan Rimpang lempuyang gajah digunakan untuk mengobati kejang, sakit perut, diare, disentri, gangguan empedu, kencing batu, radang ginjal, radang usus,
Universitas Sumatera Utara
radang lambung, sembelit, kurang darah, rematik, borok, penyakit kulit dan bisul. Selain itu dapat menambah nafsu makan, menyegarkan badan dan meningkatkan stamina. Biji lempuyang gajah digunakan untuk mengobati nyeri perut, cacingan, disentri, lemah usus dan lambung, batu ginjal, ambeien, sesak napas dan borok (Rukmana, 2004). 2.2 Minyak Atsiri Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang ( essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985). 2.2.1 Keberadaan minyak atsiri dalam tumbuhan Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis (Lauraceae) banyak ditemui di kulit batang (korteks), pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kalenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan dalam helai daun (Gunawan D dan Mulyani S, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Aktivitas biologi minyak atsiri dan penggunaan Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Ketaren, 1985). Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985). 2.2.3 Golongan minyak atsiri Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komponen minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis tanaman penghasil. Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Atas dasar perbedaan komponen tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut: 1.) Minyak atsiri hidrokarbon Minyak atsiri hidrokarbon sebagian besar memiliki komponen penyusun yang terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon seperti minyak terpentin yang diperoleh dari tanaman-tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae), diantaranya Pinus palustris Miller, Pinus maritime Lamarck, Pinus longifolia Roxb, Pinus merkusii L. Selain minyak terpentin, Oleum cubebae dari Piper cubeba Linn (Kemukus) juga termasuk minyak atsiri hidrokarbon.
Universitas Sumatera Utara
2.) Minyak atsiri alkohol Alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri digolongkan kedalam 3 jenis yaitu alkohol asiklis, alkohol monosiklis, dan alkohol disiklis. Salah satu contoh minyak atsiri alkohol adalah minyak pipermen yang dihasilkan oleh daun tanaman Mentha piperita Linn. 3.) Minyak atsiri fenol Minyak cengkeh adalah merupakan minyak atsiri fenol yang diperoleh dari tanaman Eugenia caryaphyllata (famili Myrtaceae). Bagian yang dimanfaatkan adalah bagian bunga dan daun, namun demikian bunga lebih utama dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri sampai 20%. 4.) Minyak atsiri eter fenol Minyak adas merupakan minyak atsiri eter fenol yang berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum (famili Apiaceae). Minyak yang dihasilkan terutama tersusun oleh komponen-komponen terpenoid seperti anetol, sineol, pinena dan felandrena. 5.) Minyak atsiri oksida Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida yang diperoleh dari isolasi daun Melaleuca leucadendron L.(famili Myrtaceae). Komponen penyusun minyak atsiri kayu putih paling utama adalah sineol (85%) yang merupakan senyawa dari kelompok terpenoid. Komponen lain adalah terpineol, pinena, benzaldehida, limonene, dan berbagai senyawa kelompok seskuiterpena. 6.) Minyak atsiri ester Minyak gandapura merupakan minyak atsiri ester yang diperoleh dari isolasi daun dan batang Gaultheria procumbens L. (famili Erycaceae). Komponen
Universitas Sumatera Utara
penyusun minyak terpenting adalah metal salisilat yang merupakan bentuk ester. Komponen lain yaitu triakontan, aldehida, keton, alkohol dan ester-ester lain (Gunawan D dan Mulyani S, 2010).
2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri 2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi fisikanya banyak yang sama. Parameter yang banyak digunakan untuk tetapan fisika minyak atsiri antaralain: a. Berbau karakteristik Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak eteris, minyak esensial, atau minyak menguap karena pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan dan Mulyani, 2010). b. Indeks bias Perbedaan komposisi senyawa penyusun akan mempengaruhi nilai indeks bias minyak atsiri. Indeks bias ditentukan oleh panjang rantai karbon senyawa penyusun minyak. Semakin panjang rantai karbon menyebabkan tingkat kerapatan minyak akan semakin tinggi sehingga lebih sukar membiaskan cahaya yang datang dan menyebabkan nilai indeks bias menjadi lebih tinggi (Wibowo, dkk., 2009). c. Bobot Jenis Nilai bobot jenis minyak atsiri didefenisikan sebagai perbandingan antara berat minyak pada suhu tertentu dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu tersebut. Bobot jenis merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Wibowo, dkk., 2009). d. Putaran Optik Minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan dan ke kiri. Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut, dan suhu pengukuran (Wibowo, dkk., 2009).
2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya suatu kerusakan minyak dan ini dapat terjadi pada beberapa jenis minyak atsiri. Kerusakan minyak atsiri yang mengakibatkan perubahan tersebut antaralain dapat terjadi selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh terjadinya oksidasi, polimerisasi, serta hidrolisis. Karena peristiwa tersebut maka minyak atsiri akan berubah warna dan menjadi lebih kental. Proses-proses tersebut diaktifkan oleh panas, oksigen udara, lembab, sinar matahari, dan molekul logam berat. Minyak atsiri harus diberi perlakuan khusus agar proses tersebut tidak terjadi atau setidaknya dapat diperlambat. Jadi minyak atsiri sebaiknya disimpan dalam wadah yang benar-benar kering dan harus bebas dari logam-logam berat, serta bebas dari cahaya yang masuk (Koensoemardiyah, 2010).
2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan 4 cara yang lazim digunakan yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.) Metode penyulingan (destilasi) terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih. 2.) Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. 3.) Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis didalam proses. 4.) Metode pelekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage). Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen (Gunawan D dan Mulyani S, 2010).
2.4.1 Metode penyulingan a. Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
b. Penyulingan dengan uap Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap yang digunakan berupa uap jenuh. c. Penyulingan dengan air dan uap Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony & Rahmayati, 2000). 2.4.2 Metode pengepresan Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan, misalnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).
2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,
Universitas Sumatera Utara
terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985).
2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Ketaren, 1985).
2.5 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS 2.5.1 Kromatografi gas Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1998). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991). Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu: 1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin lama tertahan dan sebaliknya. 3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya. 4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya. 5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya. 6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya. Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.5.1.1 Gas pembawa Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai, semua gas yang dipakai ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) (Gritter, 1991).
2.5.1.2 Sistem injeksi Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu
Universitas Sumatera Utara
10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).
2.5.1.3 Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan hal sentral dalam kromatografi gas. Ada dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02 – 0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi yang kecil atau memisahkan komponen yang sangat kompleks (Rohman, 2007).
2.5.1.4 Fase diam Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain: squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat). Fase diam yang dipakai dalam kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen – komponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen – komponen dalam sampel (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.5 Suhu Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor.
2.5.1.5.1 Suhu injektor Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (McNair and Bonelli, 1988).
2.5.1.5.2 Suhu kolom Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan. Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa dengan rentangan titik didih yang lebar, untuk itu suhu perlu diprogram.
2.5.1.5.3 Suhu detektor Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair and Bonelli,1988).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.6 Detektor Menurut McNair dan Bonelli (1988) ada dua detektor yang popular yaitu detektor hantar-thermal (DHB) dan detektor pengion nyala (DPN).
2.5.2 Spektrometri massa Spektrometri massa pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan massa molekul. 2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra). 3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya (Dachriyanus, 2004). Spektrometri massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, 1985).
Universitas Sumatera Utara