9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, Communis, yang berarti membuat
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih. Akar katanya Communis adalah Communico, yang artinya berbagi (Stuart, 1983). Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa inggris, communicate, berarti untuk: a) Bertukar pikiran, perasaan, dan informasi; b) Membuat tahu; c) Membuat sama; d) Mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Adapun dalam kata benda (noun), communication, berarti: (a) pertukaran symbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi; (b) proses pertukaran di antara individu-individu melalui sistem symbol-simbol yang sama; (c) seni untuk
9
10
mengekspresikan gagasan-gagasan; dan (d) ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi (Stuart, 1983) 1.
2.1.2 Unsur Komunikasi 9 Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara
efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Laswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: a) Komunikator (communicator, source, sender) b) Pesan (message) c) Media (channel, media) d) Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) e) Efek (effect, impact, influence) Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu 2. 1
Daryanto. Ilmu Komunikasi. Bandung: Satu Nusa. h. 3-4
11
2.1.3 Hakikat Komunikasi a. Komunikasi adalah Suatu Proses Dikatakan komunikasi adalah suatu proses, karena komunikasi adalah kegiatan dinamis yang berlangsung secara berkesinambungan. Di samping itu, komunikasi juga menunjukkan suasana aktif, diawali dari seorang komunikator menciptakan dan menyampaikan pesan, menerima umpan balik, dan begitu seterusnya yang pada hakikatnya mengambarkan suatu proses yang senantiasa berkesinambungan. b. Komunikasi adalah Sistem Interaksi Dari proses komunikasi dapat diidentifikasi adanya unsur atau komponen yang terlibat di dalamnya, mulai dari komunikator, pesan, sampai komunikan. Setiap komponen memiliki tugas atau karakter yang berbeda, namun saling mendukung terjadinya sebuah proses transaksi yang dinamakan komunikasi. Dari proses komunikasi tersebut, yang ditransaksikan adalah pesan atau informasi. c. Komunikasi Hendak Meraih Tujuan Tertentu Setiap proses komunikasi pastilah terkait adanya tujuan tertentu. Seseorang berkomunikasi, tentu saja mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Mulai dari tujuan yang sifatnya sambil lalu dan sekedar iseng, sampai
2
Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A. Ilmu komunikasi teori dan praktek. Bandung: Rosda. h. 10
12
kepada tujuan yang hendak dicapai secara terencanaseperti tujuan untuk menyampaikan
informasi,
menambah
pengetahuan,
bahkan
mungkin
bertujuan untuk mengubah sikap atau perilaku 3. 2.2 Komunikasi Visual Komunikasi ini mempergunakan mata sebagai alat penglihatan. Komunikasi visual adalah komunikasi menggunakan bahasa visual, dimana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesan) adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna atau pesan. Metodologi dalam desain komunikasi visual merupakan sebuah proses kreatif. Berikut adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan visual: 4 a) Visual Language, yakni ilmu yang mempelajari bahasa visual. Visualisasi, yakni kegiatan menerjemahkan atau mewujudkan informasi dalam bentuk visual. b) Visualiser, yaitu orang yang pekerjaannya menagani masalah visual atau mewujudkan suatu ide ke dalam bentuk visual dalam suatu proyek desain. c) Visual effect membuat efek-efek tipuan seolah-olah terjadi suatu keadaan atau kejadian yang sulit dilakukan manusia. Misalnya, muncul seekor dinosaurus atau monster lain yang luar biasa besarnya, efek seolah-olah manusia sedang mendarat di sebuah planet asing dan sebagainya. 3
Suranto Aw. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu. h. 11-12 Adi kusrianto. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi. h. 10 4
13
d) Visual information adalah informasi melalui penglihatan, misalnya lambaian tangan, senyuman, baju baru, mobil baru, dll. e) Visual litteracy, yaitu kumpulan atau daftar karya visual. 2.2.1 Fungsi Komunikasi Visual a. Komunikasi Visual sebagai Sarana Identifikasi Fungsi dasar yang utama dari desain komunikasi visual adalah sebagai sarana identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang siapa orang itu, atau dari mana asalnya. Demikian juga dengan budaya, jika mempunyai identitas akan dapat diketahui dari mana budaya itu berasal. b. Komunikasi Visual sebagai Sarana Informasi dan Instruksi Sebagai sarana informasi dan instruksi, komunikasi visual bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam suatu petunjuk, arah, posisi dan skala. Contohnya, peta, diagram, simbol, dan petunjuk arah. Informasi akan berguna apabila dikomunikasikan kepada orang yang tepat, pada waktu dan tempat yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti dan dipresentasikan secara logis dan konsisten. c. Komunikasi Visual sebagai Sarana Presentasi dan Promosi Tujuan dari komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi adalah untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi) dari mata (secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat diingat. Contohnya poster. Penggunaan gambar dan kata-kata yang sangat sedikit, mempunyai satu
14
makna dan mengesankan. Umumnya untuk mencapai tujuan ini, makna gambar dan kata-kata yang digunakan bersifat persuasif dan menarik, karena tujuan akhirnya adalah menjual suatu produk atau jasa 5. Pujiyanto (1998) dalam makalahnya berjudul Kreativitas dalam Merancang Desain Komunikasi Visual mengemukakan bahwa dalam penciptaan karya desain komunikasi visual terdapat berbagai masalah yang kompleks antara desainer dank lien, yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk menghasilkan desain yang menarik, efektif dan fungsional. Untuk itu diperlukan beberapa pedoman mendasar, yaitu: a. Pangsa Pasar Pangsa
pasar
merupakan
kelompok
yang
dituju
dalam
menginformasikan sebuah pesan. Hal terpenting dalam hal ini adalah mengetahui latar belakang khalayak tersebut, baik dari segi usia, jenis kelamin, tingkat sosial, pendidikan dan lainnya guna mendukung penetapan sebuah bentuk desain yang sesuai dan tepat bagi khalayak yang dituju sehingga dapat dimengerti dan dipahami. b. Konsep Desain Konsep desain disebut sebagai inti pesan yang berfungsi sebagai tema utama dalam sebuah konsep desain. Konsep desain merupakan jabaran lengkap mengenai isi desain serta gambarannya dan alasan-alasan yang kuat dalam pemilihan sebuah bentuk desain. 5
Cenadi, Christine Suharto. Elemen-elemen dalam Desain Komunikasi Visual. Nirmana Vol. 1, No. 1, Januari 1999: 1-11
15
c. Pesan Desain Pesan desain merupakan kesimpulan akhir dari pengolahan data pangsa pasar dan konsep desain. Kesimpulan ini mencerminkan tema utama yang menyeluruh dan mewakili desain yang disampaikan agar dapat diterima atau merupakan titik pandang utama sebuah desain bagi khalayak yang dituju. d. Media Desain Media desain merupakan alat atau sarana yang dapat dipakai untuk memuat pesan sebagai bentuk akhir perancangan yang meliputi berbagai media untuk menyampaikan suatu desain agar dapat didengar atau dilihat oleh khalayak yang kemudian direspon. Dalam menentukan pemilihan media desain dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukungnya yang berkaitan dengan sasaran yang ingin dituju, waktu, lokasi penempatan dan efektifitas serta efisiensinya, karena masing-masing media memiliki karakteristik, kelebihan dan kekurangan 6.
6
Pujiyanto (1998) dalam makalahnya berjudul Kreativitas dalam Merancang Desain Komunikasi Visual.
16
2.2.2 Desain Komunikasi Visual Desain komunikasi visual sangat akrab dengan kehidupan manusia. Sebagaimana disebutkan di atas, ia merupakan representasi sosial budaya masyarakat, dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud pokok dari nilai-nilai yang berlaku pada waktu tertentu. Ia merupakan kebudayaan yang benar-benar dihayati, bukan kebudayaan dalam arti sekumpulan sisa bentuk, warna, dan gerak masa lalu yang kini dikagumi sebagai benda asing yang terlepas dari diri manusia yang mengamatinya. Mengutip Widagdo (1993:31), desain komunikasi visual dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas, dilandasi pengetahuan, bersifat rasional, dan pragmatis. Jagat desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak dan perubahan karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan lahirnya industrialisasi. Sebagai produk kebudayaan terkait dengan sistem sosial dan ekonomi, desain komunikasi visual juga berhadapan dengan konsekuensi produk massal dan konsumsi massa. Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi, dan lay-out. Semua itu dilakukan guna
17
menyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada target sasaran yang dituju 7. 2.2.3 Unsur-Unsur Visual Untuk mewujudkan suatu tampilan visual, ada beberapa unsur yang diperlukan: a. Titik Titik adalah salah satu unsur visual yang wujudnya relatif kecil, dimana dimensi memanjang dan melebarnya dianggap tidak berarti. Titik cenderung ditampilkan dalam keadaan kelompok, dengan variasi jumlah, susunan, dan kepadatan tertentu. b. Garis Garis dianggap sebagai unsur visual yang banyak berpengaruh terhadap pembentukan suatu objek sehingga garis, selain dikenal sebagai goresan atau coretan, juga menjadi batas limit suatu bidang atau warna. Ciri khas garis adalah terdapatnya arah serta dimensi memanjang. Garis dapat tampil dalam bentuk lurus, lengkung, gelombang, zigzag, dan lainnya. Kualitas garis ditentukan oleh tiga hal, yaitu orang yang membuatnya, alat yang digunakan serta bidang dasar tempat garis digoreskan.
7
Sumbo Tinarbuko. Semiotika komunikasi visual. Yogyakarta: Jalasutra. h. 23-24.
18
c. Bidang Bidang merupakan unsur visual yang berdimensi panjang dan lebar. Ditinjau dari bentuknya, bidang bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu bidang geometri/beraturan dan bidang non-geometri alias tidak beraturan. Bidang geometri adalah bidang yang relatif mudah diukur keluasannya, sedangkan bidang non-geometri merupakan bidang yang relatif sukar diukur keluasannya. Bidang bisa dihadirkan dengan menyusun titik maupun garis dalam kepadatan tertentu, dan dapat pula dihadirkan dengan mempertemukan potongan hasil goresan satu garis atau lebih. d. Ruang Ruang dapat dihadirkan dengan adanya bidang. Pembagian bidang atau jarak antar objek berunsur titik, garis, bidang, dan warna. Ruang lebih mengarah pada perwujudan tiga dimensi sehingga ruang dapat dibagi menjadi dua, yaitu ruang nyata dan semu. Keberadaan ruang sebagai salah satu unsur visual sebenarnya tidak dapat diraba tetapi dapat dimengerti. e. Warna Warna sebagai unsur visual yang berkaitan dengan bahan yang mendukung keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya. Kesan yang diterima oleh mata lebih ditentukan oleh cahaya. Permasalahan mendasar dari warna di antaranya adalah Hue (spektrum warna), Saturation (nilai kepekatan), dan Lightness (nilai cahaya dari gelap ke terang). Ketiga unsur tersebut memiliki nilai 0 hingga 100. Hal yang paling menentukan adalah lightness. Jika ia bernilai 0, maka seluruh palet warna akan bernilai hitam (gelap tanpa
19
cahaya), sebaliknya jika lightness bernilai 100, warna akan berubah menjadi putih, alias tidak berwarna karena terlalu silau. Pada nilai 40 hingga 40, kita akan melihat warna-warna dengan jelas.
Gambar 2.1 Palet warna HSL (Hue, Saturation, Lightness)
f. Tekstur Tekstur adalah nilai raba dari suatu permukaan. Secara fisik, tekstur dibagi menjadi tekstur kasar dan halus, dengan kesan pantul mengkilat dan kusam. Ditinjau dari efek tampilannya, tekstur digolongkan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu. Disebut tekstur nyata bila ada kesamaan antara hasil raba dan penglihatan. Misalnya, bila suatu permukaan terlihat kasar dan ketika diraba juga terasa kasar. Sementara itu, pada tekstur semu, terdapat perbedaan antara hasil penglihatan dan perabaan. Misalnya, bila dilihat tampak kasar, tetapi ketika diraba terasa sebaliknya, yaitu terasa halus.
20
Dalam penerapannya, tekstur dapat berpengaruh terhadap unsur visual lainnya, yaitu kejelasan titik, kualitas garis, keluasan bidang dan ruang, serta intensitas warna. 2.2.4 Variabel penyusunan Unsur Visual Unsur-unsur
visual
dalam
desain
grafis
disusun
dengan
berbagai
kemungkinan efek penampilan yang bervariasi. Oleh karena itu, perlu kiranya diperhatikan masalah variabel penyusunannya agar memudahkan pengontrolan tampilannya bila diterapkan oleh suatu komposisi. Variabel penyusunan unsurunsur visual meliputi kedudukan, arah, ukuran, jarak, bentuk, dan jumlah. a) Kedudukan adalah masalah dimana suatu objek yang terbentuk oleh unsur-unsur visual ditempatkan. b) Arah, memberikan pilihan mengenai ke arah mana suatu objek dihadapkan dan bagaimana efeknya terhadap hubungan suatu objek dengan objek lainnya. c) Ukuran, menentukan besar kecilnya sesuai peranannya. d) Jarak, bentuk dan jumlah berpengaruh terhadap kepadatan, bobot, dan keluasaan ruang atau bidang di mana berbagai objek dihadirkan. Penyusunan unsur-unsur visual agar memiliki daya tarik yang prima memerlukan variasi. Namun, terlalu banyaknya jumlah variasi akan menimbulkan kesan ruwet. Dengan demikian, perlu kiranya memerhatikan masalah komposisi beserta prinsip-prinsip menuju ke arah harmonisasi.
21
2.2.5 Komposisi Komposisi adalah pengorganisasian unsur-unsur rupa yang disusun dalam karya desain grafis secara harmonis antara bagian dengan bagian, maupun antara bagian dengan keseluruhan. Komposisi yang harmonis dapat diperoleh dengan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip komposisi yang meliputi kesatuan (unity), keseimbangan (balance), irama (rhythm), kontras, fokus (pusat perhatian), sserta propoporsi. 2.2.6 Prinsip Komposisi a)
Kesatuan (Unity), merupakan salah satu prinsip yang menekankan pada keselarasan dari unsur-unsur yang disusun, baik dalam wujudnya maupun kaitannya dengan ide yang melandasinya
b)
Keseimbangan (Balance), merupakan prinsip dalam komposisi yang menghindari kesan berat sebelah atas suatu bidang atau ruang yang diisi dengan unsur-unsur rupa. Keseimbangan dapat dibagi menjadi: Balans simetris dan asimetris, Balans memusat dan menyebar. keseimbangan itu dapat dicapai dengan beberapa hal sebagai berikut: a. Keseimbangan dalam bentuk dan ukuran b. Keseimbangan dalam warna c. Keseimbangan yang diperoleh karena tekstur d. Dari semuanya itu yang paling terasa adalah keseimbangan yang terbentuk dari komposisi (composition)
22
c)
Irama (Rhythm), adalah penyusunan unsur-unsur dengan mengikti suatu pola penataan tertentu secara teratur agar didapatkan kesan yang menarik. Penataannya dapat dilaksanakan dengan mengadakan pengulangan maupun pergantian secara teratur.
d)
Kontras, kontras di dalam suatu komposisi diperlukan sebagai vitalitas agar tidak terkesan monoton. Tentu sajaa, kontras ditampilkan secukupnya saja karena bila terlalu berlebihan, akan muncul ketidakteraturan dan kontradiksi yang jauh dari kesan harmonis.
e)
Fokus, fokus atau pusat perhatian selalu diperlukan dalam suatu komposisi untuk menunjukkan bagian yang dianggap penting dan diharapkan menjadi perhatian utama. Penjagaan keharmonisan dalam membuat suatu fokus dilakukan dengan menjadikan segala sesuatu yang berada di sekitar fokus mendukung fokus yang telah ditentukan.
f)
Proporsi, proporsi adalah perbandingan ukuran antara bagian dengan bagian dan antara bagian dengan keseluruhan. Prinsip komposisi tersebut menekankan pada ukuran dari suatu unsur yang akan disusun dan sejauh mana ukuran itu menunjang keharmonisan tampilan suatu desain.
23
2.2.7 Menggambar Ekspresi Pada hakikatnya, gambar merupakan pengungkapan secara mental dan visual dari seseorang terhadap apa yang dialaminya dalam bentuk-bentuk garis (goresan) dan warna. Jadi, menggambar adalah melukiskan apa yang terpikirkan melalui goresan-goresan pensil diatas kertas. Istilah ekspresi berasal dari bahasa asing yang berarti ungkapan, pikiran, atau perasaan. Jadi, menggambar ekspresi adalah membuat karya seni rupa dua dimensi menggunakan berbagai alat serta media yang digoreskan atau dilumurkan pada bidang datar didasari suatu idea tau tema, disertai ungkapan-ungkapan perasaan tertentu sesuai pengamatan dan kesankesan kita terhadap objek. Tentu saja, kita juga tidak boleh melupakan pedoman dan aturan-aturan teknik serta teori seni rupa. 2.2.8 Unsur Utama dalam Penggambaran Ekspresi 1. Garis. Sebagaimana telah diperkenalkan sebelumnya, garis merupakan unsur terbentuknya sebuah gambar. Garis memiliki dimensi memanjang serta memiliki arah. Garis memiliki sifat-sifat, seperti pendek, panjang, vertical, horizontal, lurus, lengkung, berombak, putus-putus, bertekstur dan sebagainya.
24
Goresan suatu garis memiliki arti/kesan sebagai berikut: 1. Garis Tegak: kuat, kokoh, tegas dan hidup. 2. Garis datar: lemah, tidur dan mati. 3. Garis lengkung: lemah, lembut, mengarah. 4. Garis patah: tegas, tajam, hati-hati, naik turun 5. Garis miring: sedang, menyudutkan. 6. Garis berombak: halus, lunak, berirama. Garis memiliki fungsi: 1. Sebagai abstrak bentuk. 2. Sebagai simbol pertemuan antara dua bidang yang berpotongan. 3. Sebagai ekspresi atau ungkapan suatu ide. 4. Sebagai irama gerak 8. 2. Warna. Warna adalah faktor yang sangat penting dalam komunikasi visual. Warna dapat memberikan dampak psikologis, sugesti, suasana bagi yang melihatnya. Setiap negara dan budaya mempunyai arti tersendiri dalam mengartikan warna, meski begitu arti warna disini mengambil lingkup yang universal.
8
Adi kusrianto. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi. h. 30-46.
25
a. Merah : Perjuangan, nafsu, agresif, dominan, kemauan keras, persaingan, keberanian, energy, kehangatan, cinta, bahaya. b. Biru
: Ketenangan, kepercayaan, keamanan, teknologi,
kebersihan, keteraturan. c. Hijau : Alami, sehat, keinginan, keberuntungan, kebanggaan, kekerasan hati, berkuasa. d. Kuning: Optimisme, harapan, tidak jujur, berubah-ubah, gembira, santai. e. Ungu : Spiritual, misteri, kebangsawanan, sombong, kasar, keangkuhan. f. Oranye: energi, semangat, segar, keseimbangan, ceria, hangat. g. Coklat : Tanah/Bumi, kenyamanan, daya tahan, suka merebut, tidak suka member hati, kurang toleran, pesimis terhadap kesejahteraan, kebahagiaan masa depan. h. Abu-Abu: Intelek, futuristik, milennium, sederhana, sedih. i. Putih : Suci, bersih, tepat, tidak bersalah. j. Hitam : Power, jahat, canggih, kematian, misteri, ketakutan, sedih, anggun 9.
9
Hendi Hendratman ST. Tips n Trix Computer Graphic Design. Bandung: Penerbit Informatika. h. 43, 53-55
26
2.3 Layout 2.3.1 Pengertian Layout Pada dasarnya layout dapat dijabarkan sebagai tataletak elemen-
elemen
desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep/pesan yang dibawanya. Me-layout adalah salah satu
proses/
tahapan
desain. Dapat dikatakan bahwa desain merupakan arsiteknya,
kerja
dalam
sedangkan
layout
pekerjaanya. Namun definisi layout dalam perkembangannya sudah sangat meluas dan melebur dengan definisi desain
itu sendiri, sehingga banyak orang
mengatakan bahwa me-layout itu sama
dengan mendesain.
2.3.2 Elemen Layout Layout memiliki banyak sekali elemen yang mempunyai peran yang berbedabeda dalam membangun keseluruhan layout. Untuk membuat layout yang optimal, desainer perlu menetahui peran masing-masing elemen tersebut. Secara umum tujuan elemen dalam layout yang pertama adalah menyampaikan informasi dengan lengkap dan tepat. Yang kedua: kenyamanan dalam membaca termasuk di dalamnya kemudahan mencari informasi yang dibutuhkan, navigasi dan estetika. Elemen layout dibagi menjadi tiga:
27
1. Elemen teks a. Judul Suatu artikel biasanya diawali oleh sebuah atau beberapa kata singkat yang disebut judul. Judul diberi ukuran besar untuk menarik perhatian pembaca dan membedakan dari elemen layout lainnya. Selain dari ukuran, pemilihan sifat yang tercermin dari jenis huruf tersebut juga harus menarik perhatian, karena untuk judul segi estetis lebih diprioritaskan. b. Deck Deck adalah gambaran singkat tetntang topik yang dibicarakan di bodytext. Letaknya bervariasi, tetapi biasanya antara judul dan bodytext. Fungsi deck berbeda dengan judul, yaitu sebagai pengantar sebelum orang membaca bodytext. Karena itu perbedaan fungsi ini harus ditangkap oleh pembaca dengan jelas. c. Byline Berisi nama penulis, kadang disertai dengan jabatan atau keterangan singkat lainnya. d. Bodytext Keberhasilan suatu bodytext ditentukan oleh beberapa hal, antara lain: dukungan judul dan deck yang menarik sehingga memancing pembaca meneruskan keingintahuannya akan
28
informasi yang lengkap dan gaya penulisan yang menarik dari naskah itu sendiri. e. Caption Keterangan singkat yang menyertai elemen visual dan inset. Caption biasanya dicetak dalam ukuran kecil dan dibedakan gaya atau jenis hurufnya dengan bodytext dan elemen teks lainnya. f. Callouts Pada dasarnya sama seperti caption, kebanyakan callouts menyertai elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan. Callouts biasanya memiliki garis-garis yang menghubungkannya
dengan
bagian-bagian
dari
elemen
visualnya. Balloon adalah salah satu bentuk callouts. g. Spasi Untuk membedakan paragraf yang satu dengan yang lainnya, antarparagraf diberi spasi. h. Nomor halaman Untuk materi publikasi yang memiliki lebih dari delapan halaman dan memuat banyak topik yang berbeda, sebaiknya kita gunakan nomor halaman untuk memudahkan pembaca mengingat lokasi artikel. Lebih baik lagi bila disertai dengan daftar isi/index di halaman depan.
29
2. Elemen visual Yang termasuk dalam komponen elemen visual adalah semua elemen bukan teks yang kelihatan dalam suatu layout. Berikut adalah macam elemen visual dalam layout: a. Foto Kekuatan terbesar dari fotografi pada media periklanan khususnya adalah kredibilitasnya atau kemampuannya untuk member kesan sebagai ‘dapat dipercaya’. b. Artworks Untuk menyajikan informasi yang lebih akurat, kadang pada situasi tertentu ilustrasi menjadi pilihan yang lebih dapat diandalkan dibandingkan bila memakai teknik fotografi. Artworks adalah segala jenis karya seni bukan fotografi baik itu berupa ilustrasi, kartun maupun sketsa. c. Informational graphics Fakta-fakta dan data-data statistik hasil dari survey dan penelitian yang disajikan dalam bentuk grafik (chart), table, diagram, peta dan lain-lain. d. Garis Garis merupakan elemen desain yang dapat menciptakan kesan estetis pada suatu karya desain. Di dalam suatu layout, garis mempunyai sifat yang fungsional antara lain membagi suatu
30
area, penyeimbang berat dan sebagai elemen pengikat sistem desain supaya terjaga kesatuannya. e. Kotak Bila letaknya di pinggir halaman disebut dengan sidebar. Elemen-elemen visual juga sering diberi kotak supaya terlihat lebih rapi. 3. Invisible element Elemen-elemen yang tergolong sebagai invisible elements ini merupakan fondasi atau kerangka yang berfungsi sebagai acuan penempatan semua elemen layout lainnya. Selayaknya fondasi atau kerangka sebuah bangunan, elemen inilah yang dirancang terlebih dahulu oleh seorang desainer, baru kemudian menyusul elemenelemen teks dan visual. Dan sesuai dengan namanya, invisible elements ini nantinya tidak akan terlihat pada hasil produksi (tidak ikut dicetak). Walaupun demikian elemen-elemen ini mempunyai fungsi yang sangat penting, apalagi bila layout akan menggunakan elemen teks yang banyak atau banyak halamannya. Dalam kondisi seperti itu invisible elements akan bermanfaat sebagai salah satu pembentuk unity dari keseluruhan layout. Berikut ini macam-macam elemen visual dalam layout:
31
a. Margin Margin menentukan jarak antara pinggir kertas dengan ruang yang akan ditempati oleh elemen-elemen layout. Kalau kita jalan-jalan ke pantai, sering kali kita lihat ada tonggak-tonggak yang dipancangkan di laut sebagai batas aman untuk berenang, margin juga berfungsi seperi itu. Margin mencegah agar elemen-elemen layout tidak terlalu jauh ke pinggir halaman. Karena hal tersebut secara estetika kurang menguntungkan atau yang lebih parah lagi: elemen layout terpotong pada saat pencetakan. Namun ada juga yang sengaja meletakkan elemen layout jauh ke pinggir halaman bila memang konsep desain tersebut
mengharuskan
demikian
dan
sudah
melalui
pertimbangan estetis sebelumnya. b. Grid Grid adalah alat bantu yang sangat bermanfaat dalam melayout. Grid mempermudah kita menentukan dimana harus meletakkan elemen layout dan mempertahankan konsistensi dan kesatuan layout terlebih untuk karya desain yang mempunyai beberapa halaman. Dalam membuat grid, kita membagi halaman menjadi beberapa kolom dengan garis-garis vertikal dan ada juga yang horisontal. Sedangkan untuk merancangnya harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut: berapa ukuran dan bentuk bidangnya, apa konsep dan style
32
desainnya, berapa ukuran huruf yang akan dipakai, berapa banyak isinya/informasi yang ingin dicantumkan, dan lain-lain. 2.3.3 Prinsip Layout Prinsip dasar layout adalah juga prinsip dasar desain grafis, antara lain: sequence/urutan, emphasis/penekanan, balance/keseimbangan, unity/kesatuan. Tugas desainer grafis adalah menyampaikan pesan-pesan kepada target audience melalui suatu karya grafis. Di dalam suatu karya grafis, besar kemungkinan tidak hanya memuat satu atau dua pesan saja. Ada satuan informasi yang harus disampaikan kepada target audience, dan untuk itu perlu diatur urutan mana dulu informasi yang harus dilihat pembaca, yang mana yang kedua, ketiga dan seterusnya. Ini yang disebut dengan sequence. Kita membuat prioritas dan mengurutkan dari yang harus dibaca pertama sampai ke yang boleh dibaca belakangan. Sequence dapat dicapai dengan adanya emphasis/penekanan. Emphasis dapat diciptakan dengan berbagai cara, antara lain: a. Memberi ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan elemen-elemen layout lainnya pada halaman tersebut. b. Warna yang kontras/berbeda sendiri dengan latar belakang dan elemen lainnya. c. Letakkan di posisi yang strategis atau yang menarik perhatian. Bila pada umumnya, kebiasaan orang membaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan, maka posisi yang paling pertama dilihat orang adalah sebelah kiri atas. d. Menggunakan bentuk atau style yang berbeda dengan sekitarnya.
33
Selain kedua prinsip tersebut, ada lagi yang perlu diperhatikan, yaitu balance/keseimbangan. Pembagian berat yang merata pada suatu bidang layout. Bukan berarti seluruh bidang harus dipenuhi layout, tetapi lebih pada menghasilkan kesan seimbang dengan menggunkan elemen yang dibutuhkan dan diletakkan pada tempat yang tepat. Tidak hanya letak, tapi juga ukuran, arah, warna dan atribut lainnya. Agar layout member efek kuat bagi pembacanya, maka harus mempunyai kesan unity/kesatuan. Prinsipnya sama dengan kesatuan antara elemen desain dimana harus saling berkaitan dan disusun secara tepat. a. Sequence Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mario R. Garcia dan Pegie Stark tahun 2007, di wilayah-wilayah pengguna bahasa dan tulisan latin, orang membaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.
Karena itu
pada materi-materi
publikasi,
urutan/alur
pembacaan kebanyakan didesain berdasarkan kecenderungan tersebut. b. Emphasis Salah satu pembentuk emphasis adalah kontras. Kontras tersebut bertujuan untuk membangun sequence. Ada bermacam-macam cara mendapatkan kontras, bisa lewat ukuran, posisi, warna, bentuk maupun konsep yang berlawanan. Selain kontras, emphasis bisa juga mengandung pesan-pesan yang unik, emosional atau kontroversial, efeknya akan lebih kuat dalam menarik orang untuk membacanya.
34
c. Balance Dalam desain grafis, kita mengenal ada dua macam balance, yaitu balance simetris dan asimetris. Balance/keseimbangan dapat dicapai dengan pencerminan. Keseimbangan yang simetris dapat dibuktikan tepat secara matematis, sedangkan yang asimetris keseimbangannya lebih bersifat optis atau: ‘kelihatannya seimbang’. Keseimbangan yang dicapai lewat simetris sebagai contoh dapat dijumpai pada makhluk hidup dan benda seperti kupu-kupu dan jam pasir. Sedangkan asimetris member kesan adanya movement/gerakan sehingga lebih dinamis dan tidak statis/kaku. d. Unity Unity tidak berarti hanya kesatuan dari elemen-elemen yang secara fisik kelihatan, namun juga kesatuan antara yang fisik dan non-fisik yaitu pesan/komunikasi yang dibawa dalam konsep desain tersebut. 2.4 Tipografi Di dalam desain grafis, Tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, “menyusun” meliputi merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam sebuah komposisi yang tepat untuk memperoleh sutu efek tampilan yang dikehendaki. Desain komunikasi visual tidak bisa lepas dari unsure tipografi sebagai unsur pendukungnya. Perkembangan tipografi banyak dipengaruhi oleh faktor budaya serta teknik pembuatan.karakter tipografi yang ditimbulkan dari bentuk hurufnya bisa
35
dipersepsikan berbeda. Rangkaian huruf dalam sebuah kata atau kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan jenis huruf disesuaikan dengan citra yang ingin diungkapkan. Lazlo Moholy berpendapat bahwa tipografi adalah alat komunikasi. Oleh karena itu, tipografi harus bisa berkomunikasi dalam bentuknya yang paling kuat, jelas (clarity), dan terbaca (legibility). Eksekusi terhadap desain tipografi dalam rancang grafis pada aspek legibility akan mencapai hasil yang baik bila melalui proses investigasi terhadap makna naskah, alasan-alasan kenapa naskah harus dibaca, serta siapa yang membacanya. 2.5 Buku Buku berisi lembaran halaman yang cukup banyak, sehingga lebih tebal daripada booklet. Berbeda dengan booklet yang bisa dijilid hanya dengan steples atau bisa juga tidak dijilid karena Cuma terdiri dari beberapa lembar, pada buku penjilidan yang baik merupakan keharusan agar lembar-lembar kertasnya tidak tercerai berai. Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat umum. Sehingga ada begitu banyak jenis-jenis buku. Buku cerita, komik, novel, majalah, buku-buku tebal seperti kamus, ensiklopedi, buku teleppon, terbitan berkala seperti majalah, annual report (laporan tahunan perusahaan), company profile (profil perusahaan), katalog produk dan lain-lain. Agar penyampaian informasi yang dilakukan dapat berhasil, hal-hal yang
36
perlu diperhatikan antara lain: desain cover, desain navigasi, kejelasan informasi, kenyamanan membaca, pembagian yang jelas antar bagian/bab dan lain-lain. Sistem navigasi dalam sebuah buku amatlah penting untuk memberi informasi kepada pembaca dimana dia berada maupun untuk mencari topik tertentu di dalam buku. Daftar isi dan nomor halaman merupakan beberapa sistem navigasi yang terdapat di dalam buku. Tiap halaman ditandai dengan nomor, sedangkan daftar isi menjadi semacam peta perjalanan. Pada umumnya buku dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing terbagi berdasarkan fungsinya masing-masing. 1. Bagian Depan a) Cover depan berisi judul buku, nama pengarang, nama atau logo penerbit, testimonial, elemen visual atau teks lainnya. b) Judul bagian dalam. c) Informasi penerbitan dan perijinan. d) Dedication, pesan atau ucapan terimakasih yang ditujukan oleh pengarang untuk orang/pihak lain. e) Kata pengantar dari pihak pengarang. f) Kata sambutan dari pihak lain. g) Daftar isi. 2. Bagian isi Isi buku yang terdiri dari bab-bab dan sub-bab, dan tiap bab membicarakan topik yang berbeda.
37
3. Bagian belakang a) Daftar pustaka b) Daftar istilah c) Daftar gambar d) Cover belakang biasa berisi gambaran singkat mengenai isi buku tersebut, testimonial, harga, nama atau logo penerbit, elemen visual atau teks lainnya. Bila diperhatikan sebenarnya ada pola penekanan tertentu terhadap urutan isi setiap buku. Pola itu bisa tergantung pada fungsi maupun pesan/informasi yang disampaikan. Melalui elemen-elemen layout, desainer dapat menyusun pola emphasis berdasarkan emosi seperti dalam buku cerita fiksi, berdasarkan yang terbaru atau produk unggulan seperti dalam katalog produk, atau berdasarkan fungsi dengan sedikit emosi seperti pada laporan tahunan perusahaan 10.
2.6 Tinjauan Tentang Komik 2.6.1 Pengertian Komik Komik dalam bahasa Inggris comics yang merupakan perwujudan utama gejala sastra gambar. Di Indonesia, persoalan ini belum banyak dimasalahkan, dan memang secara umum untuk menyebut sastra gambar. Istilah komik bersambung jarang dipakai di Indonesia, tetapi menggunakan istilah comics strips (atau strip), sedangkan comics book disebut komik (kadang-kadang buku komik). Dulu muncul pula istilah Tjergam, akronim 10
Surianto Rustan, S.Sn. Layout Dasar dan Penerapannya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 27-84
38
tjerita bergambar atau cerita berbentuk gambar, meniru istilah tjerpen (tjerita pendek). Komikus lebih sering memakai itu, karena konotasinya lebih bagus. Kata komik berasal dari bahasa Prancis comique yang sebagai kata sifat artinya lucu atau menggelikan dan sebagai kata benda artinya pelawak atau badut. Umpamanya dalam bidang kesenian dikenal opera komik atau lagu komik. Comique sendiri berasal dari bahasa yunani komikos. Cerita gambar ini disebut komik karena pada masa lampau umumnya mengacu kepada cerita-cerita humoristis atau sastris untuk menghibur khalayak. Sedangkan Scott McCloud member pengertian bahwa komik merupakan gambar-gambar serta lambang-lambang yang terjukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya
11
. Bentuk tampilan komik lebih atraktif dan
menjangku pembaca yang lebih luas, berbagai tingkatan usia. Selain hadir dalam bahasa rupa/gambar, komik dilengkapi dengan teks. Dalam bahasa teks komik, dialog dimunculkan secara singkat, kata-kata penggambaran suara (anomatopetica) menjadi unsur penting, seperti menirukan suara atau gerak yang tidak mungkin dilukiskan, seperti pedang beradu, gerimis, binatang mengaum, dada terkena tinju/tendangan dan sebagainya 12.
11
Mikke susanto. Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal. 64 12 Ranang A.s., Basnendar H., Asmoro N.P. Animasi Kartun Dari Analog Sampai Digital. Jakarta: PT Indeks, hal. 8
39
Namun pengertian komik secara sederhana adalah bahwa komik mengandung: 1. Imaji (umumnya berupa gambar) yang disusun secara sengaja. 2. Imaji-imaji itu biasanya berada dalam sebuah ruang yang lazimnya diberi garis batas (kotak, atau apapun) dan biasa disebut panil (panel). Namun bisa saja sebuah panil tidak diberi batas. 3. Imaji-imaji yang dimaksudkan untuk mengandung “informasi” itu disusun agar membentuk sebuah “cerita” (atau narrative, kekisahan). “Cerita” disini tak harus berarti “fiksi”, tapi lebih berarti susunan kejadian yang menarik. 4. Imaji-imaji yang dimaksudkan juga bukan hanya gambar, tapi bisa jadi simbol-simbol lain, dan kadang sangat khas untuk komik, seperti: balon kata, balon pikiran, caption, efek bunyi. Bahkan teks pun bisa diperlakukan sebagai imaji, dengan cara penulisan yang khusus untuk menggambarkan, misalnya, emosi tertentu. (Misalnya: huruf capital dan bold untuk menggambarkan teriakan atau amarah). 5. Susunan imaji dan/atau susunan panil adalah tuturan khas komik 13.
13
Hikmat Darmawan. How To Make Comics Menurut Para Master Komik Dunia. Jakarta: Plotpoint, hal. 38
40
Gambar 2.2 McCloud menjelaskan komik adalah gambar yang sifatnya sekuensial
2.6.2 Tujuan Komik Secara Umum Tujuan utama komik adalah menghibur pembaca dengan bacaan yang ringan, cerita rekaan yang dilukiskannya relatif panjang dan tidak selamanya mengangkat isu hangat di masyarakat maupun menyampaikan nilai moral tertentu.
41
2.6.3 Jenis-Jenis Komik Perkembangan saat ini, komik mengalami beberapa modifikasi mulai dari format, muatan isi, teknis pembuatan, hingga strategi pemasarannya. Beberapa komik diterbitkan seiring dengan peluncuran film animasi layar lebar atau layar kacanya, seperti yang dilakukan oleh Walt Disney dengan Mickey Mouse, Beauty and the Beast, Lion King’s, Mulan dan sebagainya. Namun berdasarkan jenisnya, komik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Comic strips atau Strip. Merupakan komik bersambung yang dimuat pada surat kabar atau majalah. 2. Comic books. Kumpulan cerita bergambar yang terdiri satu atau lebih judul dan tema cerita, yang di Indonesia disebut komik atau buku komik (Boneff dalam Alex, 2003:137) 14.
14
Ranang A.s., Basnendar H. dan Asmoro N.P. Animasi Kartun Dari Analog Sampai Digital. Jakarta: PT Indeks, hal. 8
42
2.6.4 Sejarah Komik di Indonesia Komik Indonesia telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, hal itu dapat ditelusuri ke belakan sampai ke masa prasejarah. Relief candi, wayang beber dan wayang kulit merupakan bentuk ungkapan manusia dalam bentuk bahasa rupa atau gambar yang bercerita, yang dapat dianggap sebagai cikal bakal komik Indonesia. Relief candi Borobudur (Magelang) sering kali dianggap 'prasejarah' komik karena mengandung 11 seri basrelief yang mencakup sekitar 1460 adegan gambar. Hanya saja, fungsi relief tersebut adalah sebagai sarana ritual keagamaan. Pada masa pra-Kemerdekaan RI, peran media massa memegang posisi penting dalam pengenalan dan penyebaran komik di Indonesia melalui pemuatan komik-komik barat. Hal itu menumbuhkan pengaruh pada kemunculan Komik Timur, yaitu komik jenaka berupa strip yang berciri khas Indonesia (ketimuran). Pada tahun 1939 cerita bergambar yang bercorak realistik mulai dirintis oleh Nasroen AS. Dalam masa pertumbuhan awal komik ini, ia mengusung khasanah sastra Indonesia khususnya legenda kuno. Komik Nasroen AS yang berjudul Mentjari Puteri Hidjau dimuat dalam surat kabar mingguan Ratoe Timur di kota Solo (Surakarta). Pada tahun 1948 koran harian Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta memuat komik Pemberontakan Pangeran Diponegoro, Joko Tingkir, dan cerita Kisah Kependudukan Jepang karya Abdul Salam. Pada masa ini cerita komik bertemakan petualangan dan kisah-kisah kepahlawanan atau heroisme
43
yang diangkat dari folklor masyarakat, misalnya Sri Asih (1952) karya R.A. Kosasih, Kapten Jani, Panglima Najan, karya Tino Sidin, dan Mala Pahlawan Rimba (1975). Pada tahun 1980-an ditandai banyaknya ragam dan judul komik yang diterbitkan. Corak komik yang disukai pada masa itu adalah komik roman remaja yang bertemakan roman kehidupan perkotaan. Misalnya karya Jan Mintaraga berjudul Sebuah Noda Hitam. Komik bertemakan persilatan juga cukup dominan pada masa itu. Misalnya serial Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes TH dan Gundala (Hasmi). Pada tahun 1990-an, Indonesia mulai dibanjiri oleh komik-komik Jepang yang banyak disukai oleh anak-anak dan remaja, karena kualitas dan tampilannya sangat menarik, sehingga mengalahkan pasar komik Walt Disney dari Amerika . Kalau melihat karya-karya pemenang sayembara komik yang diadakan oleh Pekan Komik dan Animasi Nasional (PKAN) di Galeri Nasional pada bulan Februari 2000, ternyata banyak juga komik Indonesia yang bagus dan kualitas teknisnya tidak kalah dengan komik asing. Dengan begitu, optimisme bangkitnya komik Indonesia hendaknya disikapi dengan lebih baik oleh semua pihaksehingga suatu saat Komik Indonesia dapat diperhitungkan sebagai produk bermutu sekaligus memeiliki akademisi, pengamat, sejarawan dan kritikus seperti halnya yang telah terjadi di bidang seni yang lain seperti sastra, seni rupa dan film. 15 15
Ibid, hal. 10-22
44
2.6.5 Motivasi Dalam Membuat Komik 1. Membuat Komik untuk alasan Komersial Pada dasarnya membuat komik untuk alasan komersial atau secara profesional adalah berarti membuat komik untuk memenuhi: a. Tuntutan Pasar Tuntutan pasar berarti kehendak pasar untuk selalu mendapatkan suplai, ketersediaan. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan itu, si komikus harus mampu bekerja dengan cepat, sesuai target, dengan output sebanyak mungkin. b. Selera Pasar Sedangkan selera pasar, adalah minat dan ketertarikan sebanyak mungkin orang yang didefinisikan sebagai pasar tertentu. Makanya, komikus yang harus memenuhi ini biasanya bekerja dalam aturanaturan ngomik yang cenderung konservatif, kaku, menaati pakem atau "formula sukses" yang sudah ada.
2. Membuat Komik karena ingin Berekspresi Mengungkapkan apa yang dipikirkan, yang dirasakan, yang dialami, yang dilihat, adalah sebuah kegiatan yang wajar. Tinggal memilih medium apa yang cocok untuk bisa mengungkapkan diri tersebut. Bahasa komik bisa membantu kita untuk curhat secara kreatif.
45
3. Membuat Komik karena ingin Berkomunikasi Komik mampu memberikan gagasan atau bahkan how-to (petunjukcara) yang perlu diungkapkan dengan jitu dan efektif, mengurangi salah paham dan ketidakjelasan.
4. Membuat Komik karena ingin Terapi Ini sebetulnya tahap lanjut dari komik sebagai medium untuk berekspresi. Komik bisa juga untuk terapi jiwa sederhana atau alat bantu penyembuhan trauma. Menarik mengingat, Garin Nugroho (Sutradara) saat berkomentar tentang keadaan pasca-tsunami Aceh 2004, menyatakan bahwa medium yang bisa digunakan untuk membantu pemulihan dari trauma korban di Aceh adalah Film dan Komik. Tapi, pemanfaatan komik untuk membantu pemulihan dari trauma korban masih sedikit sekali. Namun, diluar keadaan ekstrim itu, sebetulnya komik juga bisa punya fungsi terapeutik untuk masalah-masalah kejiwaan sehari-hari, macam stress pekerjaan atau patah hati dan semacamnya 16.
16
Hikmat Darmawan. How To Make Comics Menurut Para Master Komik Dunia. Jakarta: Plotpoint, hal. 30-33
46
2.6.6
Unsur-Unsur yang Tampak dalam Komik
1. Pembatas Panil Yang lazim tentu pembatas panil berbentuk kotak. Tapi, banyak kemungkinan bentuk bisa diterapkan untuk menjadi pembatas panil (diambil dari Will Eisner, Comics and Sequential Art)
Gambar 2.3 Garis Pembatas Panil Komik
2. Ruang bagi Teks Ruang bagi kata dalam komik seperti panil dalam panil. Tapi karena kebutuhannya adalah untuk menampung teks, maka diberikan "kait" untuk menunjukkan arah asal dialog dalam balon (siapa yang mengucap).
47
Gambar 2.4 Balon Teks Dalam Komik 3. Teks dan Efek Suara Teks bukan hanya menyampaikan kata-kata atau bunyi, tapi juga menjadi simbol dalam cerita. Teks bukan hanya dituliskan (atau diketikkan), tapi juga divisualisasikan dengan cara tertentu.
Gambar 2.5 Efek Suara Dalam Komik 4. Setting (Latar) Bayangkan sebuah cerita komik adalah sebuah pertunjukan sandiwara, dan setiap panil adalah sebuah panggung. Cerita berjalan dengan
48
tampilan para tokoh cerita di panggung, serta dialog-dialog mereka. panggung tempat mereka bermain pun memberi keterangan tambahan bagi cerita: di manakah sebuah adegan terjadi? atau di daerah manakah adegan itu terjadi? keterangan-keterangan itulah yang menjadi latar sebuah cerita. Dalam komik, semua keterangan latar itu mestilah tergambarkan secara visual 17.
Gambar 2.6 Dalam karyanya The Path of The Assasin karya Kazuo Kolke dan Goseki Kojima menggambarkan latar kehidupan Jepang zaman dulu. 2.7 Wisata 2.7.1. Pengertian Obyek Wisata Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1979, tanggal 13 Agustus 1979, dinyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan obyek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup, seni dan budaya
17
Ibid, hal.74-129
49
serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. (Amiruddin Saharuna, PR. 7 Februari 1989). Sedangkan atraksi wisata dapat diartikan sebagai obyek wisata yang dinamis (bergerak), yang meliputi kehidupan masyarakat sehari-hari, termasuk di dalamnya upacara-upacara tradisional, kesenian (terutama seni tari dan musik), permainan rakyat, industry kerajinan rakyat, dan lain-lain 18. 2.7.2. Tujuan Wisata Tujuan wisata yang berupa kebudayaan yang hidup (baik yang bersifat kebudayaan masa kini maupun yang berkembang sejak masa lalu dan masih hidup hingga sekarang) pada dasarnya diarahkan kepada terjadinya penghayatan bagi si Wisatawan, yang seringkali merupakan sesuatu yang baru dan dirasakan unik. Kebijakan dalam hal ini adalah agar pada diri wisatawan tertumbuhkan kesan yang sedalam-dalamnya, serta penghargaan yang baik terhadap kebudayaan yang ‘dikunjunginya’ itu 19.
18
Siti Aminah, dkk. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Budaya Daerah Sulawesi Selatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. hal. 30 19 Edi Sedyawati. Keindonesiaan dalam Budaya. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Hal. 213