BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Otonomi Daerah a. Pengertian otonomi daerah Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah otonomi yang dimaksud adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilyah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi.
Desentralisasi adalah
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat (Nasional) kepada pemerntah lokal atau
daerah
dan
kewenangan
daerah
untuk
mengatur
dan
mengurus
kepentingannya sesuai dengan aspirasi dan keputusannya dikenal sebagai otonomi daerah.
Dengan pemahaman ini, otonomi daerah merupakan inti dari
desentralisasi.
Diharapkan agar setiap daerah yang termasuk daerah otonom,
mampu menjalankan roda pemerintahan di daerahnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
b. Dasar Hukum Otonomi Daerah Semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan UndangUndang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UndangUndang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. c. Tujuan otonomi daerah Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu: 1. Tujuan politis bahwa pemerintah daerah akan berada pada posisi sebagai instrumen pendidikan politik ditingkat lokal yang secara agregat akan menyumbangkan pendidikan politik secara nasional sebagai elemen dasar dalam menciptakan kesatuan dan persatuan berbangsa dan bernegara. Pemberian otonomi dan pembentukan institusi pemerintah daerah akan mencegah terjadinya sentralisasi dan mencegah terjadinya bentuk pemisahan diri.
Adanya institusi pemerintah daerah akan mengajarkan kepada
masyarakat untuk menciptakan kesadaran membayar pajak dan sebaliknya juga memposisikan pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan pemakaian pajak rakyat. 2. Tujuan administratif adalah mengisyaratkan pemerintah daerah untuk mecapai efisiensi, efektivitas,
dan
ekonomis dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal yang perlu mendapat prioritas dalam pemantapan otonomi daerah adalah hal-hal sebagai berikut: 1. Peningkatan kemitraan antar pemerintah kabupaten dan DPRD serta kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah kabupaten dan kota. 2. Penataan
kelembagaan
dan
sinkronisasi-harmonisasi
antara
peraturan
pemerintah pusat dan daerah. 3. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Peningktan
partisipasi
masyarakat
dan
kemitraan
sinergis
pelaku
pembangunan terkait. 5. Peningkatan koordinasi dengan pusat dan propinsi serta kerjasama antar daerah.
2. Keuangan daerah dalam masa otonomi Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga karena semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.
Universitas Sumatera Utara
Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan
pemerintahan
dan
kegiatan
pembangunan
oleh
pelayanan
kemasyarakatan di daerah, oleh karena itu keuangan daerah diupayakan untuk berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna. Lahirnya otonomi daerah telah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur dan mengurus sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Sumber-sumber Penerimaan lainnya.
Untuk itu
kebijaksanaan keuangan daerah diarahkan pada upaya penyesuaian secara terarah dan sistematis untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah bagi pembiayaan pembangunan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Kebijakan ini juga diarahkan pada penerapan prinsipprinsip, norma, asas dan standar akuntansi dalam penyusunan APBD agar mampu menjadi dasar bagi kegiatan pengelolaan, pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tujuan keuangan daerah pada masa otonomi adalah menjamin tersedianya keuangan daerah guna pembiayaan pembangunan daerah, pengembangan pengelolaan keuangan daerah yang memenuhi prinsip, norma, asas dan standar akuntansi serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah secara kreatif melalui penggalian potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi.
Sedangkan sasaran yang
ingin dicapai keuangan daerah adalah kemandirian keuangan daerah melalui upaya yang terencana, sistematis, berkelanjutan, efektif dan efisien.
Universitas Sumatera Utara
3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri
mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. Salah satu usaha memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan mencoba mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau yang dikenal dengan istilah good governance. Upaya ini juga didukung oleh banyak pihak baik pemerintah sendiri sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, pers dan juga oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Hal ini muncul sebenarnya sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme.
Dengan
demikian pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah. Ada beberapa perbedaan pertanggungjawaban keuangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah adalah diantaranya: 1. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi. 2. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan
Universitas Sumatera Utara
3. Pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sementara di tingkat pemerintah pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa keuangan negara maupun keuangan daerah. Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah. Memasuki era reformasi, masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia, baik
di
propinsi,
kota
maupun
kabupaten
mulai
membahas
laporan
pertanggungjawaban kepala daerah masing-masing dengan lebih seksama. Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja daerah.
Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata dalam
pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif. Pemerintah dalam menyikapi kemajuan pola pikir masyarakat saat ini harus dapat membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat dengan suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan
Universitas Sumatera Utara
manajemen di sektor swasta maupun organisasi-organisasi nir laba lainnya. Proses ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi terhadap misi (mission), sasaran (goals ) dan tujuan (objectives). Dalam penelitian ini yang dimakud dengan kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Hal ini juga disampaikan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006. Adapun rasio-rasio yang dapat digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut (Indra Bastian, 2000:274): 1. Rasio Kemandirian Yaitu menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat atau pinjaman.
Universitas Sumatera Utara
Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio Kemandirian
= Bantuan Pemerintah Pusat / Propinsi dan Pinjaman
Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.
Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio Kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Semakin tinggi Rasio Kemandirian, maka semakin
tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daereah (PAD). 2. Rasio Upaya Fiskal Bagian ini akan mengukur tingkat kemampuan daerah dalam mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio Upaya Fiskal
= Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah
Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan target besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ingin dicapai dalam 1 tahun anggaran dan ditetapkan berdasarkan kemampuan rasional yang ingin dicapai. Rasio Upaya Fiskal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam mencapai target pendapatan dalam1 tahun. Semakin tinggi hasil rasionya, akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah daerah
Universitas Sumatera Utara
semakin lebih baik dan adanya perencanaan
yang baik dalam mengelola
pendapatan. 3. Rasio Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Pendapatan Asli Daerah Rasio Desentralisasi Fiskal = Total Pendapatan Daerah Rasio Desentralisasi Fiskal juga dapat diukur dengan: Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk Daerah Rasio Desentralisasi Fiskal = Total Pendapatan Daerah Rasio Desentralisasi Fiskal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah terhadap total pendapatan daerah. Di dalam pengukuran kinerja, kita juga perlu mengetahui berapa kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi ini bisa ukur juga dalam bentuk rasio-rasio. Besar kecilnya kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini untuk setiap tahunnya berbeda-beda.
Pemerintah
daerah juga sangat perlu dalam memperkirakan hal ini. Karena mereka dapat mengetahui komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) mana, yang memiliki kontribusi yang terbesar atau mungkin terkecil. Sehingga pemerintah daerah dapat merencenakan strategi-strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam
Universitas Sumatera Utara
mengantisipasi hal ini. Untuk dapat mengetahui besar kecilnya kontribusi yang dihasilkan oleh masing-masing komponen tersebut dapat dilakukan dengan perhitungan dibawah ini: 1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Pajak Daerah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Retribusi Daerah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3. Kontribusi Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Laba BUMD Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Rasio penerimaan lain-lain yang sah terhadap PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Penerimaan Lain-lain yang Sah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.
Anggaran Daerah atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Hal ini juga diungkapkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 21.
Begitu juga dengan bentuk dan
susunan APBD ditetapkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 22 terdiri dari 3 bagian, yaitu: Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Anggaran Pendapatan menggambarkan potensi penerimaan daerah yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Penerimaan lainnya yang Sah yang harus dicapai untuk pemenuhan belanja pelayanan publik. Sebagai instrumen
kebijakan,
APBD
menduduki
posisi
sentral
dalam
upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.
Dalam kaitan ini, proses
penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi daerah yang bersangkutan. Untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) sebagai unit pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan makin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru, APBD diperkirakan tidak akan terdiri dari dua sisi dan akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
Penerimaan, Pengeluaran dan Pembiayaan.
Pembiayaan merupakan
kategori yang baru yang belum ada di era pra reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah.
Hal ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak
pemerintah daerah, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak pemerintah daerah. Pos pembiayaan ini merupakan alokasi surplus atau sumber penutup defisit anggaran. Dalam bentuk APBD yang baru itu pula, penerimaan dibagi menjadi tiga kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah.
diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu:
Selanjutnya pengeluaran Belanja Administrasi Umum,
Belanja Operasi dan Pemeliharaan, Pelayanan Publik, Belanja Modal, Belanja Transfer, dan Belanja Tak Tersangka.
5. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). Adapun sumber pendapatan daerah otonom menurut Halim (2004 : 67) adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari: a. Pajak Daerah
Universitas Sumatera Utara
Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Publik Investment. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: 1. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari : Pajak kenderaan bermotor Bea balik nama kenderaan bermotor Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 2. Jenis pajak dearah Kabupaten / Kota terdiri dari : Pajak hotel dan restoran Pajak hiburan Pajak reklame Pajak penerangan jalan Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan b. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenisjenis retribusi terdiri dari: 1. Jenis retribusi daerah untuk Propinsi terdiri dari: Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten / Kota terdiri dari: Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pelayan Persamapahan / Kebersihan Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP Retribusi Penggantian Biaya Cetak Akta Catatan Sipil Retribusi Pelayanan Pemakaman Retribusi Pelayanan Pengbuan Mayat Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi jalan Umum Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir atau Pertokoan
Universitas Sumatera Utara
Retribusi Jasa Usaha Tempat Pelelangan Retribusi Jasa Usaha Terminal Retribusi Jasa Usaha Tempat Khusus Parkir Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan / Persenggrahan / Villa Retribusi Jasa Usaha Penyedotan Kakus Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Kapal Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olahraga Retribusi Jasa Usaha Penyeberangan di atas Air Retribusi Jasa Usaha Pengolahan Limbah Cair Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Retribusi Izin Gangguan Retribusi Izin Trayek c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yaitu penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai salah satu pemliknya. Jenis pendapatan ini meliputi: 1. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah 2. Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank 3. Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank 4. Bagian Laba atas Penyertaan Modal / Investasi d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenisnya yaitu meliputi: 1. Hasil Penjualan Asset Daerah yang Tidak Dipisahkan 2. Penerimaan Jasa Giro 3. Penerimaan Bunga Deposito 4. Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan 5. Penerimaan Ganti Rugi Atas Kerugian / Kehilangan Kekayaan Daerah (TP-TGR) 2. Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Jenis-jenis Dana Perimbangan ini terdiri dari: 1. Bagi Hasil Pajak / Buka Pajak, yang meliputi: a. Bagi Hasil Pajak b. Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus, yang meliputi: a. Dana Alokasi Khusus Reboisasi b. Dana Alokasi Khusus Non Reboisasi 4. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Propinsi untuk Kabupaten / Kota 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
a. Bantuan Dana Kontijensi / Penyeimbang dari Pemerintah b. Dana Darurat
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti 1 Dewi Anggra Yunita
Variabel Variabel independen adalah PAD (X1) dan DAU (X2), sedangkan variabel dependen adalah kemandirian keuangan daerah (Y).
Hasil Penelitian PAD dan DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.
2
Asha Florida
Judul Pengaruh Rasio Efektivitas PAD dan DAU Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara Analisa Pengaruh Pendapatan Assli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara
Variabel independen adalah Pajak Daerah (X10, Retribusi Daerah (X2), Laba BUMD (X3), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (X4), sedangkan variabel dependen adalah kinerja keuangan (Y). .
3
Marsaulina Analisis Kinerja L. Tobing Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumut Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah.
4
Rifana Ayu
Variabel yang digunakan adalah tingkat kemandirian pembiayaan diukur dengan kemampuan daerah dalam pembiayaan dan kemampuan mobilisasi daerah, tingkat ketergantungan dan desentralisasi fiskal Variabel independen adalah DAU (X1), sedangkan variabel dependen adalah kemndirian keuangan daerah (Y).
Secara simultan ada pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintah, artinya keseluruhan komponen PAD sangat mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah kab/kota di Propinsi Sumut. Dan secara parsial, hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan kab/kota di Propinsi Sumut. Adanya perubahan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi meskipun tidak signifikan.
Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
DAU mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual Hubungan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lai-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap kinerja keuangan dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut:
Pajak Daerah (X1)
Retribusi Daerah (X2)
Kinerja Keuangan (Y)
Hasil PH dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (X3)
Lain-lain PAD yang Sah (X4)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
Kinerja
keuangan
daerah
adalah
mencerminkan
kemampuan
serta
kemandirian pemerintah daerah dalam menghasilkan serta menggali pendapatan daerahnya, khususnya pendapatan asli daerahnya.
Penggalian sumber-sumber
pendapatan asli daerah ini harus terus-menerus dilakukan, agar hasil yang didapat maksimal, sehingga daerah tersebut mampu dalam mengatur dan menjalankan roda pemerintahan di daerahnya masing-masing.
Untuk dapat menjalankan
pemerintahan di suatu daerah, selain diperlukan skil yang cukup, juga diperlukan dana yang cukup banyak. Banyak atau sedikitnya dana yang didapat adalah tidak lepas dari berapa efektif serta efisiennya pemerintah daerah tersebut dalam menggali potensi daerahnya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Masing-
masing komponen ini berbeda-beda sumbangsinya terhadap daerah tersebut. Daerah yang satu belum tentu sama pendapatannya dengan daerah yang lain untuk tiap komponen dalam Pendapatan Asli Daerah tersebut. Hal ini juga tergantung dari seberapa besar usaha yang dilakukan oleh masing-masing daerah dalam meningkatkan pendapatan di daerahnya masing-masing melalui Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Masyarakat selaku stakeholder dalam pemerintahan juga dapat mengevaluasi kinerja para aparat pemerintahan daerah mereka. Masyarakat dapat melihatnya dari seberapa besar pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah
Universitas Sumatera Utara
dalam memajukan daerahnya. Pembangunan di daerahnya apakah sudah sesuai dengan iuran pajak atau retribusi yang telah mereka keluarkan. Kesejahteraan masyarakat harus juga diikutsertakan dalam menilai kinerja aparat pemerintah daerah. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat di daerahnya, maka kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah semakin baik, dan begitu juga apabila kesejahteraan masyarakat rendah, maka kinerja aparat pemerintah daerah perlu dipertanyakan. Hal ini karena tidak sesuainya hasil pendapatan asli daerah yang diperoleh dari masyarakat dengan hak yang diterima masyarakat tersebut. 2. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis. Hipotesis penelitian ini adalah: “Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara”.
Universitas Sumatera Utara