BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia (Sutalaksana, 2006), dimana secara hakiki akan berhubungan dengan segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk menunjukkan performansinya yang terbaik. Produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan, pada dasarnya merupakan perwujudan terhadap pemenuhan keinginan manusia (customers needs) sebagai konsumen. Keinginan konsumen tersebut dilahirkan dari keinginan manusia yang secara alamiah akan memunculkan keinginan dan harapan yang akan selaras dengan konsep ergonomi. Seorang Designer, sebagai kepanjangan tangan dari perusahaan manufaktur, untuk mendesain atau merancang suatu produk yang di ilhami dari keinginan konsumen (customers needs). Dalam menciptakan suatu desain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen, banyak kendala dan hambatan (constrains) yang dihadapi, seperti bervariasinya keinginan konsumen, belum tersedianya teknologi (kalaupun ada masih relatif mahal), persaingan yang ketat antar
10
perusahaan, dan sebagainya. Terlepas dari kendala tersebut, sebagai kunci keberhasilan yaitu seorang desainer harus menetapkan bahwa konsep ergonomi harus dijadikan sebagai kerangka dasar dalam pengambangan desain produk, sedang atribut dan karakteristik lainnya dapat mengikuti sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada. Dalam aplikasi ergonomi, secara ideal kita dapat menerapkan “to fit the job to the man” dalam perancangan sistem kerja begitu juga dalam pengembangan desain produk (Bidge, 1995 : Kromer, 2001), sehingga desain produk yang dihasilkan diharapkan akan memenuhi keinginan konsumen dan diharapkan memiliki nilai tambah, dimana manfaat (tangible & intangible benefits) yang akan dirasa konsumen memiliki totalitas manfaat yang lebih dibandingkan biaya korbanan yang harus dikeluarkan. Dengan demikian desain produk tersebut memiliki superior customer value dibandingkan pesaingnya (Kotler & Amstrong, 2006). Keunggulan bersaing harus diciptakan sejak design produk dan diwujudkan dengan produk jadi (finished goods) sebagai indikator performasi nyata (tangible) yang akan dilihat dan dirasakan konsumen. Penilaian konsumen terhadap produk merupakan perwujudan tingkat performasi dari produk yang dihasilkan perusahaan (kotler & Keller 2006), apakah konsumen akan merasa puas (satisfied) jika performasi produk sesuai dengan harapan dari keinginan konsumen, atau tidak puas (dissatisfied)
jika performasi produk dibawah
harapan dari keinginan konsumen, atau sangat puas (delighted) jika performasi produk melebihi harapannya.
11
Dengan demikian, konsep ergonomi harus dijadikan sebagai kerangka dasar dalam pengembangan desain produk sehingga diharapkan hasil desain dan produksinya memiliki nilai tambah yang dapat meningkatkan manfaat (tangible & intangible benefit) yang akan dirasakan oleh konsumen serta sekaligus dapat memenuhi harapannya sehingga dapat memberikan kepuasan bagi pemakainya (Pulat, 1992). Sebagaimana dijelaskan oleh Kotler & Amstrong (2004) bahwa “Customer satisfaction si a key influence on future buying behavior”, konsumen akan membuat suatu pilihan yang didasarkan pada presepsinya terhadap nilai dan kepuasan, dimana kepuasan konsumen merupakan suatu pengaruh kunci terhadap perilaku pembelian masa depan. Begitu juga yang dijelaskan oleh Treacy & Wiersema Te la.,1995, yang dikutip dalam Khalifa, 2004, vol. 42 : 646, bahwa “Customer value is the source of all other value”, nilai pelanggan (customer value) merupakan Sumber dari seluruh nilai yang lain yang dijadikan acuan dalam memilih suatu produk. Dan dipertegas lagi oleh Hinggins Te la. , 1998; yang di kutip dalam Khalifa, 2004, vol. 42 : 645, bahwa “emphasize that creation of superior customer value is a key element for ensuring companies’ success” , perusahaan yang terus berupaya menciptakan nilai pelanggan yang tinggi (superior customer value), baik dalam pengembangan design produk maupun dalam proses pembuatan produk, merupakan elemen kunci untuk membuat perusahaan tersebut sukses.
12
Untuk memperjelas pemahaman di atas, maka dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini :
Gambar 12.1. Peranan Konsep Ergonomi dalam Pengembangan Desain Produk 2.2 Konsep Kualitas dan Dimensi Kualitas 2.2.1 Pengertian Kualitas Vincent
(Susanti,
2006)
mendefisikan
kualitas
sebagai
konsistensi
peningkatan perbaikan atau penurunan variasi karakteristik di suatu produk (barang dan jasa) yang dihasilkan agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal atau pelanggan eksternal. Sedang menurut Davis (Yamit, 2001) kualitas merupakan suatu kondisi
13
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Terdapat dua segi umum tentang kualitas yaitu : kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Variasi dalam tingkat ini memang disengaja, maka dari itu istilah teknik yang sesuai adalah kualitas rancangan. Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu (Montgomery, 1990). Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji aktivitas pemeriksaan, dan sebagainya) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini di ikuti, motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas.
2.2.2 Dimensi Kualitas Berdasarkan perspektif kualitas, Gavin (Yamit, 2001) mengembangkan kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut : a. Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari suatu produk inti.
14
b. Feature, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan. c. Reliability (keandalan), yaitu memungkinkan tingkat kegagalan pemakaian. d. Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan. f. Serviceability, kemudahan
yaitu dalam
meliputi
kecepatan,
pemelihararaan
dan
kompetensi, penanganan
kenyamanan, keluhan
yang
memuaskan. g. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk. h. Perceived, yaitu menyangkut Citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
2.3 Perancangan dan Pengembangan Produk 2.3.1 Definisi Desain baru dapat di artikan sebagai pengembangan barang yang pada pokoknya sama dengan produk yang telah dipasarkan oleh perusahaan tetapi lebih baik (Polly, 1969). Pengembangan desain dapat ditujukan sebagai suatu proses berturut-turut didasarkan pada informasi tertentu. Tahap-tahap pengembangan ini dapat dilakukan melalui penyaringan, analisa, pengembangan komersialisasi. Desain mungkin sekali merupakan titik tolak produk baru yang diminta oleh konsumen dan ini terutama berlaku dalam perusahaan. Dalam hal
15
ini mungkin desainnya meliputi gagasan baru, yang harus dikembangakn dan di terapkan ke dalam produk yang sedang digarap. Rancangan atau desain (Design) adalah dimensi yang unik, dimensi ini banyak menawarkan aspek emosional dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan. Menurut (Philip Kotler, 2001), menyatakan bahwa rancangan adalah totalitas fitur yang mempengaruhi penampilan dan fungsi produk tertentu menurut yang diisyaratkan oleh pelanggan. Adapun parameter rancangan yang didefinisikan menurut (Philip Kotler, 2001) adalah sebagai berikut : a. Gaya (style), menggambarkan penampilan dari suatu produk. b. Daya Tahan (durability), menggambarkan umur beroperasinya produk dalam kondisi normal atau berat, merupakan atribut yang berharga untuk produkproduk tertentu. c. Kehandalan (reliability), merupakan ukuran probabilitas bahwa produk tertentu tidak akan rusak atau gagal dalam periode waktu tertentu. d. Mudah diperbaiki (reparability), ukurankemudahan untuk memperbaiki produk ketika produk itu rusak. Desain produk, atau dalam bahasa keilmuan disebut juga Desain Produk Industri, adalah sebuah bidang keilmuan atau profesi yang menentukan bentuk dari sebuah produk manufaktur, mengolah bentuk tersebut agar sesuai dengan pemakainya dan sesuai dengan kemampuan proses produksinya pada industri.
16
Sedang pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari perencanaan kemudian di akhiri dengan tahapan produksi yang mengacu pada penawaran pasar.
2.3.2 Aspek-aspek Perencanaan dan Pengembangan Produk Dalam perencanaan produk (Planing of Product) terdapat 3 Aspek yaitu : 1. Aspek Produk Pada tahap eksploitasi ada 3 pola proses pengenalan dan pengembangan produk / jasa baru yaitu : a. Menarik pasar (Need Pull / Market Pull) Menurut pandangan ini, “anda harus membuat apa yang dapat dijual”. Produk baru di tentukan oleh pasar berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jenis produk baru ditentukan melalui penelitian pasar dan umpan balik pelanggan, dengan sedikit perhatian terhadap teknologi. Need Pull akan menuju pada terbentuknya incremental innovation.
Gambar 22.2. Aliran aktivitas dari Model Need Pull (Ulrich, Eppinger, 2001) 17
b. Mendorong Teknologi (Technology Push) Pandangan ini menyarankan “Anda harus menjual apa yang dapat anda buat”. Produk baru diperoleh dari teknologi produksi, penggunaan teknologi yang canggih dan kemudahan operasi, dengan sedikit perhatian terhadap pasar. Dengan kata lain suatu produk atau teknologi baru didorong atau di jual ke pasar (potential customer) yang tidak meminta atau mengetahui perihal produk atau teknologi baru tersebut. Technology Push akan menuju kepada radical innovation.
Gambar 32.3. Aliran Aktivitas dari Model Technology Push (Ulrich, Eppinger, 2001) c. Antar fungsional (Interfunctional) Produk baru memerlukan kerja sama diantar pemasaran, operasi, ketrampilan teknik dan fungsi lainnya sehingga menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan penggunaan teknologi yang memberikan manfaat terbaik. Untuk kesuksesan inovasi produk atau jasa baru di perlukan kombinasi dari kedua model pertama yaitu
18
proses technical-linking dan need-linking. Selain itu ada tiga elemen yang menjadi konsiderans dalam menciptakan peluang bisnis baru yaitu : Relevant problem, Technology sourcer dan Market demand. 2. Aspek Jumlah Produk Aspek ini berkaitan dengan berapa jumlah produk yang seharusnya diproduksi. Untuk menentukan jumlah produk terdapat 2 cara : cara nonstatitik dan cara kuantitatif. Cara non statistik menentukan jumlah produk yang harus dibuat dan dijual dengan berdasarkan pertimbangan semata. Ada 3 cara pertimbangan non-statistik, yaitu : Pertimbangan Tenaga Penjual, Pertimbangan Eksekutif dan Ahli. Cara kuantitatif adalah menentukan jumlah produksi berdasarkan analisa kuantitatif dengan menggunakan data-data masa lalu untuk meramalkan jumlah produk yang ditawarkan atau dijual di pasar pada masa yang akan datang. 3. Aspek Kombinasi Produk Aspek ini lebih memfokuskan pada beberapa jenis produk yang di produksi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan, Output Fase perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan digunakan sebagai input yang dibutuhkan untuk memulai tahapan pengembangan
konsep.
Dalam
perencanaan
produk,
proyek
pengembangan produk dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu :
19
1. Platform produk baru : Tipe proyek ini adalah melibatkan usaha pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan memasuki pasar dan produk yang sudah dikenal. 2. Turunan dari platform produk yang sudah ada : Proyek-proyek ini memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru. 3. Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada : Proyek-proyek ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa detail produk-produk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produksi yang ada pesaingnya. 4. Pada dasarnya produk baru : Proyek-proyek ini melibatkan produk yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru. Proyek-proyek ini umumnya melibatkan lebih banyak resik, yang mana keberhasilan jangka panjang perusahaan mungkin tergantung dari apa yang dipelajari melalui proyek-proyek penting ini.
20
2.4 Tahapan dalam Pengembangan Produk Proses pengembangan produk secara umum terbagi menjadi beberapa fase.
Fase 0 Perencanaan
Fase 1 Pengembangan Konsep
Fase 2 Perancangan Tingkat Sistem
Fase 3 Perancangan Detail
Fase 4 Pengujian dan Perbaikan
Fase 5 Peluncuran Produk
Gambar 42.4. Aliran Aktivitas dari Model Technology Push (Ulrich, Eppinger, 2001) Proses diawali dengan suatu fase perencanaan, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut. Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang merupakan input yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan merupakan suatu petunjuk untuk tim pengembangan. Penyelesaian dari proses pengembangan produk adalah peluncuran produk, Diana produk tersebut kutuk dibeli pasar.
2.4.1 Fase Perencanaan Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “zerofase” karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual. Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang merupakan input yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan merupakan suatu petunjuk tim pengembangan.
21
Langkah-langkah
dalam
proses
perencanaan
produk.
Pertama,
melipatgandakan peluang-peluang yang diprioritaskan dan sekumpulan proyekproyek yang menjanjikan dipilih. Sumber daya dialokasikan dan dijadwalkan. Kegiatan-kegiatan perencanaan ini berfokus pada portofolio dari peluang dari proyek-proyek
yang potensial
dan
kadang-kadang disesuaikan
dengan
manajemen portofolio, perencanaan produk keseluruhan, perencanaan lini produk, atau manajemen produk. Segera setelah proyek dipilih dan sumber daya dialokasikan, suatu pernyataan misi dikembangkan untuk tiap proyek. Formulasi dari suatu rencana produk dan pengembangan dari pernyataan misi akan mendahului proses pengembangan produk aktual.
Identifikasi Peluang
Evaluasi dan Prioritas Proyek
Alokasi Sumber Daya dan Rencana Waktu
Proses Pengembangan Produk
Gambar 52.5. Proses Pengembangan Produk (Ulrich, Eppinger, 2001) Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek, Karl T. Ulrich & Steven D. Eppinger mengusulkan lima tahapan proses berikut : 1. Mengidentifikasi peluang. 2. Mengevaluasi dan memprioritaskan proyek. 3. Mengalokasikan sumber daya dan rencana waktu. 4. Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek. 5. Merefleksikan kembali hasil dan proses. Langkah 1 : Mengidentifikasi Peluang-peluang
22
Rencana
proses
dimulai
dengan
mengidentifikasi
peluang-peluang
pengembangan produk. Ide-ide untuk produk baru atau detail produk berasal dari beberapa sumber, diantaranya: a. Personal pemasaran dan penjualan. b. Peneliti dan organisasi pengembangan teknologi. c. Tim pengembang produk saat ini. d. Manufaktur dan operasional organisasi. e. Pelanggan sekarang atau potensial. f. Pihak ketiga seperti pemasok, pencipta, dan rekan bisnis. Selain beberapa peluang telah dikumpulkan secara pasif, pendekatan proaktif juga dapat dilakukan, meliputi: a. Mencatat kegagalan dan keluhan yang dialami pelanggan dengan produk yang ada sekarang. b. Mewawancarai pengguna utama, dengan memfokuskan pada proses inovasi oleh pengguna-pengguna ini dan modifikasi-modifikasi yang dilakukan oleh para pengguna terhadap produk yang ada. c. Mempertimbangkan implikasi terhadap adanya kecenderungan dalam gaya hidup, demografis, dan teknologi untuk kategori produk yang ada dan peluang-peluang kategori produk baru. d. Mengumpulkan usulan pelanggan secara sistematis. e. Studi para pesaing dengan berdasarkan pada basis sekarang.
23
f. Status teknologi yang muncul dilihat kembali untuk memfasilitasi perpindahan teknologi yang tepat dari penelitian ke arah pengembangan produk. Langkah 2 : Mengevaluasi dan Memprioritaskan Proyek-proyek Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar yang berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang bagi produk
baru dalam kategori produk yang ada adalah strategi bersaing,
segmentasi pasar, mengikuti perkembangan teknologi, dan platform produk. Setelah itu, proses mengevaluasi peluang produk baru didiskusikan, dan menyeimbangkan portfolio proyek. Langkah 3 : Mengevaluasi Sumber daya dan Merencanakan penentuan Waktu Perencanaan sumber daya agregat dapat dicapai dengan menggunakan suatu metode
lembar kerja sederhana yang berdasarkan
pada perkiraan
permintaan sumber daya. Kapasitas dan utilisasi sumber daya akan diketahui sehingga dapat diputuskan penting
perencanaan
untuk dilanjutkan.
mempertimbangkan
proyek yang mana yang paling
Sedangkan
penentuan
waktu
proyek
faktor- faktor antara lain, penentuan waktu pengenalan
produk, kesiapan teknologi, kesiapan pasar, dan persaingan. Langkah 4 : Menyelesaikan Perencanaan Proyek
24
Merupakan langkah lanjutan dimana output dari langkah ini adalah suatu pernyataan Visi dan misi dari produk yang akan dikembangkan. Langkah 5 : Merefleksikan Hasil dengan Proses Pada langkah akhir dari perencanaan dan proses strategi, beberapa pertanyaan diperlukan untuk memperkirakan kualitas proses dan hasil. Beberapa pertanyaan berhubungan dengan rencana produk, kesiapan sumber daya dan peluang pasar.
2.4.2 Tahapan Pengembangan Konsep Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi, alternative konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Konsep adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk dan biasanya dibarengi dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek. Menurut (Ulrich, Eppinger, 2001) metode 5 langkah adalah metode untuk memecahkan sebuah masalah kompleks yang menjadi submasalah menjadi lebih sederhana. Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan prosedur pencarian eksternal dan internal. Pohon klasifikasi dan Tabel Kombinasi kemudian digunakan untuk menggali secara sistematis konsep
25
penyelesaian tersebut dan untuk mengintegrasikan penyelesaian submasalah ke dalam sebuah penyelesaian total. 1. Memperjelas masalah (Mengerti masalah, Dekomposisi masalah, Focus pada submasalah penting) Sub masalah
3. Pencari Internal (Secara Individu, Secara Kelompok)
2. Pencari Eksternal (Penggunaan utama, Pakar, Paten, Literatur, Bencmarking)
4. Menggali secara sistematis (Pohon Klasifikasi, Tabel Kombinasi) Konsep yang sudah ada
Konsep baru Solusi Terintegrasi 5. Merefleksikan pada hasil dan proses (Menyusun Umpan Balik)
Gambar 62.6. Lima langkah metode penyusunan konsep (Ulrich, Eppinger. 2001) A. Spesifikasi produk Kebutuhan pelanggan pada umumnya diekspresikan dalam ”bahasa pelanggan”. Untuk menyediakan tuntunan yang spesifik mengenai bagaimana mendesain dan membuat sebuah produk, tim pengembangan menetapkan serangkaian detail-detail
spesifikasi.
Spesifikasi
ini akan menjelaskan
mengenai hal-hal yang harus dilakukan agar diperoleh
kesuksesan komersial. Spesifikasi ini juga
harus
dapat
mencerminkan
kebutuhan pelanggan, membedakan produk dari produk-produk pesaing, dan secara teknik maupun ekonomis dapat direalisasikan.
26
Proses menentukan spesifikasi target terdiri dari 4 langkah yaitu: 1. Menyiapkan daftar metrik, dengan menggunakan matriks kebutuhan. 2. Mengumpulkan informasi mengenai produk pesaing. 3. Menetapkan
nilai target ideal dan nilai target marginal yang dapat
diterima untuk setiap matriks. 4. Merefleksikan hasil dan proses. Proses mengubah
kebutuhan
pelanggan
menjadi
sekelompok
spesifikasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD). B. Pemilihan Konsep Pemilihan atau seleksi konsep merupakan proses menilai konsep dengan pertimbangan
kebutuhan
pelanggan
dan
kriteria
lainnya,
membandingkan kekuatan dan kelemahan konsep dan memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan atau pengembangan lebih lanjut. Ada dua tahapan yang digunakan dalam pemilihan konsep yaitu tahapan pertama disebut penyaringan konsep dan tahapan kedua disebut penilaian konsep. Pada penyaringan konsep menggunakan nilai relatif ”lebih baik” (+), ”sama dengan” (0), atau ”lebih buruk” (-) yang diletakkan di tiap sel matriks untuk memperlihatkan bagaimana tiap konsep dinilai terhadap konsep referensi
untuk kriteria tertentu.
Penilaian konsep digunakan agar
peningkatan jumlah alternatif penyelesaian (resolusi) dapat dibedakan
27
lebih baik di antara konsep yang bersaing. Pada tahap ini diberikan bobot kepentingan relatif untuk setiap kriteria seleksi dan memfokuskan pada hasil perbandingan yang lebih baik dengan penekanan pada setiap kriteria. Pada kasus ini direkomendasikan skala 1 sampai 5, ”sangat buruk” (1), ”buruk” (2), ”sama” (3), lebih baik” (4), ”sangat baik” (5). Tabel 12.1. Matriks Penyaringan Konsep. (Ulrich, Eppinger, 2001) Kriteria Seleksi
Produk A
Konsep Produk B Produk C
Produk Baru
Atribut Produk Jumlah (+) Jumlah (0) Jumlah (-) Nilai Akhir Peringkat Lanjutan ?
Tabel 22.2. Matriks Penilaian Konsep. (Ulrich, Eppinger, 2001) konsep Produk A Kriteria Seleksi Atribut Produk
Bobot
Ranting
Nilai
Produk B Ranting
Nilai
Produk C Ranting
Nilai
Produk D Ranting
Nilai
% Total Peringkat Lanjutkan ?
C. Pengujian Konsep Pengujian konsep mengumpulkan respons langsung terhadap deskripsi konsep produk dari pelanggan potensial di dalam target pasar. Pengujian konsep berbeda dengan seleksi konsep dalam hal pengumpulan data
28
secara langsung dari pelanggan dan lebih sedikit mengandalkan penilaian yang dibuat oleh tim pengembang. Beberapa langkah untuk pengujian konsep produk, yaitu : 1. Mendefinisikan maksud pengujian konsep. 2. Memilih populasi survei. 3. Memilih format survei. 4. Mengkomunikasikan konsep. 5. Mengukur respons pelanggan. 6. Menginterpretasikan hasil. 7. Merefleksikan hasil dan proses.
2.4.3 Fase Perancangan Tingkatan Sistem Fase perancangan tingkatan sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produksi biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir. Metode untuk menetapkan arsitektur produk terdiri dari empat tahap: 1. Membuat skema produk. 2. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat pada skema.
29
3. Membuat rancangan geometris yang masih kasar. 4. Mengidentifikasikan interaksi fundamental dan insidental.
2.4.4 Fase Perancangan Detail Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses dinyatakan dan peralatan
dirancang
untuk tiap komponen
yang dibuat
dalam sistem produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk: gambar pada file komputer tentang bentuk tiap komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen
yang dibeli, serta
rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk.
2.4.5 Fase Pengujian dan Perbaikan Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produksi sesungguhnya. Prototipe (alpha) diuji untuk menentukan apakah produk akan bekerja
sesuai
dengan
yang
direncanakan
dan
apakah
produk 30
memenuhi kebutuhan kepuasan konsumen utama. Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat produksi
dengan
komponen-komponen
yang
dibutuhkan
pada
namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir
seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai
kinerja
dan keandalan
dalam
rangka
mengidentifikasi
kebutuhan
perubahan-perubahan secara teknik untuk produk akhir. Metode
empat langkah untuk merencanakan sebuah prototipe adalah : 1. Menetapkan tujuan dari prototipe. 2. Menetapkan tingkat perkiraan prototipe. 3. Menggariskan rencana percobaan. 4. Membuat jadwal untuk perolehan, pembuatan dan pengujian.
2.4.6 Fase Peluncuran Produksi Pada
fase produksi
awal,
produk
dibuat
dengan
menggunakan
sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan
permasalahan
yang mungkin
timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan
31
dan secara hati- hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang muncul. 2.5 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Proses identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian integral dari proses pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan pesaing (competitive benchmarking), dan menetapkan spesifikasi produk. Posisi identifikasi pelanggan di dalam aktifitas pengembangan diperlihatkan pada gambar 6, di mana seluruh aktifitas ini secara kolektif disebut sebagai fase pengembangan konsep. Rencana Pengembangan
Pernyataan Misi
Identifikasi Kebutuhan
Menetapkan spesifikasi
Mendesain Konsep2
Memilih Konsep Produk
Menguji Konsep Produk
Menetapkan Spesifikasi Akhir
Rencana Alur Pengembangan
Proses Analisa Ekonomi Produk
Benchmark Produk Kompetitor
Membangun model pengujian dan prototipe produk
Gambar 72.7. Aktifitas identifikasi kebutuhan pelanggan dalam hubungan dengan aktivitas pengembangan konsep. (Ulrich, Eppinger. 2001) Identifikasi kebutuhan pelanggan sendiri adalah sebuah proses yang dibagi menjadi lima tahap (Ulrich, Eppinger, 2001). Lima tahap tersebut adalah : 1. Mengumpulkan data mentah dari pelanggan.
32
2. Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan. 3. Mengorganisasikan
kebutuhan
menjadi
beberapa
hierarki,
yaitu
kebutuhan primer, sekunder dan (jika diperlukan) tertier. 4. Menetapkan derajat kepentingan relative setiap kebutuhan. 5. Menganalisa hasil dan proses.
2.6 Quality Function Deployment (QFD) Quality Function Deployment (QFD) marupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen serta mengelompokkannya. QFD dapat digunakan baik pada perusahaan yang menawarkan produk atau jasa bagi konsumen. Berikut ini beberapa definisi QFD : a. QFD adalah metode terstuktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas satu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Cohen,1995). b. QFD adalah satu metodologi untuk menterjemahkan kebutuhan dan keinginan konsumen ke dalam satu rancangan produk yang memiliki persyaratan teknis dan karakteristik kualitas tertentu (Akao, 1990). c. QFD adalah sebuah sistem pengembangan
produk yang dimulai dari
merancang produk, proses manufaktur, sampai produk tersebut ke tangan
33
konsumen, dimana pengembangan produk berdasarkan keinginan konsumen (Djati, 2003). Berdasarkan beberapa definisi diatas, QFD merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui keinginan konsumen dengan mengumpulkan customer voice dan customer needs. Kedua hal tersebut kemudian di klasifikasi dan diurutkan berdasarkan prioritas. Proses QFD dapat melibatkan satu atau lebih matriks. Matriks pertama dalam QFD disebut juga dengan House of Quality (HoQ). Matriks tersebut terdiri dari beberapa sub-matriks yang bergabung dengan beberapa cara, masing-masing memiliki informasi yang saling berhubungan antar satu dengan yang lain.
E Tecnical Correlation
C Technical Response
A
D
B
Custemer Needs
Relation Ship
Planing Matrix
F Technical Matrix
Gambar 82.8. Matrik House of Quality (Cohen, 1995)
34
Penggunaan QFD akan sangat membantu dalam proses perancangan produk untuk memperoleh produk yang kompetitif dengan menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bukan hanya menciptakan produk sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen, tapi melibatkan konsumen sebagai sumber inspirasi dalam perancangan dan perencanaan desain produk. QFD bertujuan untuk memenuhi sebanyak mungkin kebutuhan dan keinginan konsumen, bahkan berusaha melampaui harapan dan keinginan tersebut dengan merancang dan menciptakan produk baru yang dapat bersaing dengan produk lain. QFD berguna untuk memastikan bahwa satu perusahaan sebelum perancangan dilakukan.
2.6.1 Perkembangan dan Manfaat Quality Function Deployment (QFD) Hal
yang
menjadi
alasan
utama
perlunya
dilakukan
riset
untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan pentingnya berkomunikasi dengan pelanggan baik internal maupun eksternal adalah apakah produk yang akan diproduksi dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Konsep QFD dikembangkan untuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan memenuhi kebutuhan pelanggan. QFD dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi’s Kobe Shipyard pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh Toyota. Ford Motor Company 35
dan Xerix membawa konsep ini ke Amerika Serikat pada tahun 1986. Sejak saat itu QFD banyak di terpakan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gamble, General Motors, Digital Equipment Corporation, Hewlett Packard dan AT & T kini menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk, serta proses dan sistem pengukuran. QFD berkontribusi dalam meningkatkan keuntungan dengan membantu perusahaan berkonsentrasi terhadap usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan konsumen, serta sangat efektif dan akurat untuk menterjemahkan keinginan konsumen serta menjadi desain produk atau jasa yang memiliki karakteristik yang tepat. Penggunaan metode QFD dalam perancangan dan pengembangan produk akan sangat membantu, karena akan meningkatkan nilai kompetitif bagi produk tersebut dengan produk perusahaan lain. Beberapa manfaat QFD dalam proses perancangan produk adalah (Dale, 1994 ) : 1. Meningkatkan keandalan produk. 2. Meningkatkan kualitas produk. 3. Meningkatkan kepuasan konsumen. 4. Memperpendek time to market. 5. Mereduksi/mengurangi biaya desain produk. 6. Meningkatkan komunikasi antar perusahaan dan konsumen.
36
7. Meningkatkan produktivitas. 8. Meningkatkan keuntungan perusahaan. Fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan satu produk yang telah dihasilkan dengan
sempurna,
bila
mereka
memang
tidak
menginginkan
atau
membutuhkannya. QFD sendiri terdiri atas beberapa aktivitas berikut : a. Penjabaran keperluan pelanggan (kebutuhan dan kualitas) b. Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat di ukur. c. Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik. d. Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap masing-masing karakteristik kualitas. e. Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk. f. Perancangan produksi dan pengendalian kualitas produk. Penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya desain
sebesar
60%
secara
bersamaan
dengan
dipertahankan
dan
ditingkatkannya kualitas desain. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerja sama interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departemen pemasaran, riset dan pengembangan, pemanufakturan dan penjualan dalam fokus pada pengembangan produk. Selain itu ada beberapa manfaat yang dapat di peroleh dari QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melalui
37
perbaikan dan produktivitasnya secara berkesinambungan. Manfaat-manfaat tersebut adalah : 1. Fokus pada pelanggan Organisasi TQM (Total Quality Management) merupakan organisasi berfokus pada pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukan dan umpan balik dari konsumen. Informasi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan persyaratan konsumen yang spesifik. Kinerja organisasi dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut dipelajari dengan teliti. Dengan demikian, organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan pesaingnya memenuhi kebutuhan. 2. Efisiensi Waktu QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena memfokuskan pada persyaratan konsumen yang spesifikasi dan telah diidentifikasi dengan jelas. Oleh karena itu, tidak terjadi pemborosan waktu untuk mengembangkan ciri-ciri produk yang tidak atau hanya memberi sedikit nilai (value) kepada konsumen. 3. Orientasi Kerjasama Tim (Teamwork Oriented) QFD merupakan pendekatan kerja sama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan pada consensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan brainstorming oleh karena setiap tindakan yang perlu dilakukan diidentifikasi
38
sebagai bagian dari proses maka setiap individu memahami posisinya yang paling tepat dalam proses tersebut, sehingga pada gilirannya hal ini mendorong kerja sama tim yang lebih kokoh. 4. Orientasi pada Dokumentasi Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan. Dokumen ini berubah secara konstan setiap kali ada informasi baru yang di pelajar dari informasi lama yang dibuang. Informasi yang baru mengenai persyaratan pelanggan dan proses internal, sangat berguna bila terjadi turnover.
2.7 Tahapan Quality Function Deployment (QFD) Sebelum merancang QFD, dilakukan terlebih dahulu pelaksanaan tahapan perencanaan dan persiapan. Tahapan ini dilakukan bertujuan
untuk
mempermudah
dalam
pelaksanaan
QFD
dengan
mengimplementasikan
beberapa kata kunci. Kata kunci yang dimaksud adalah : a. Menetapkan dukungan yang bersifat organisasi Dukungan manajemen mengacu pada komitmen dari manajemen level atas untuk menyediakan dan mengalokasikan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas. Dukungan fungsional mengacu kepada komitmen
39
dari kelompok fungsional untuk berpartisipasi yang berhubungan dengan aktivitas QFD, meliputi purchasing, manufakturing, quality Assurances, sale dan Service. Pengembangan proses juga dilakukan meliputi purchasing, training, marketing dan finance. Dukungan teknikal QFD mengacu pada ketrampilan yang di butuhkan untuk mengimplementasikan QFD. b. Menentukan kemungkinan dan keinginan pelanggan Berapa keuntungan yang diberikan jika melaksanakan metode QFD antara lain: 1. Dapat mengerti akan kebutuhan dan keinginan pelanggan. 2. Menghasilkan urutan dari kemampuan produk. 3. Mengembangkan visi tim secara umum dari sebuah produk atau jasa. 4. Mendokumentasikan seluruh keputusan dan asumsi-asumsi selam implementasi secara ringkas. 5. Meminimasi kemungkinan pengulangan di teman proyek. Keuntungan ini didapat dari tersedianya informasi terbaru di tengah pengembangan produk yang dapat ditambahkan dari House of Quality atau matriks QFD lainnya. 6. Mempercepat perencanaan produk. Walau QFD tampak menghabiskan waktu, sebagian besar kelompok menemukan bahwa perencanaan
40
produk menjadi lebih cepat, lebih lengkap dan efisien jika menggunakan struktur House of Quality. c. Memutuskan siapa pelanggan 1. Pentingnya definisi yang jelas. Definisi yang jelas digunakan untuk memperkirakan hubungan antara produk dengan kemampuan pelayanan dan kebutuhan pelanggan, agar keputusan menjadi berarti. 2. Mengidentifikasi semua pelanggan Pelaksanaan tahapan ini dengan membuat daftar pelanggan potensial, hal ini dilakukan saat riset pasar. Alat yang berguna untuk mengatur daftar pelanggan adalah Affinity Diagram yang digunakan untuk mengelompokkan Item-item brainstorming. 3. Identifikasi pelanggan Pelaksanaan QFD pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan, Diana semua kegiatan pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti pada sebuah proyek dengan melakukan tahap perencanaan terlebih dahulu. Ketiga tahapan yang dilalui tersebut adalah (Cohen, 1995) : a. Pengumpulan Voice of Customer Pengumpulan voice of customer dilakukan survei yang di tulis sebagai atribut dari produk atau jasa. Atribut ini biasanya di sebut sebagai data pelanggan secara kualitatif dan informasi numeric tiap atribut sebagai data kuantitatif. Data kualitatif secara umum di peroleh dari
41
pembicaraan dan observasi langsung dengan konsumen, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari penarikan suara. b. Penyusunan House of Quality Penerapan metode QFD dalam proses perancangan produk atau jasa diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau sering disebut House of Quality. c. Analisa dan Implementasi Tahap ini dilakukan proses memasukkan data yang telah didapat ke dalam House of Quality yang kemudian dianalisa agar nantinya dapat diimplementasikan dengan baik. Sedangkan (Kannan, 2008) membagi sistem QFD menjadi empat tahapan, yaitu : 1. Tahapan perencanaan produk, juga dikenal sebagai House of Quality. 2. Tahap perencanaan. 3. Tahapan perencanaan proses dan produksi. 4. Tahapan perencanaan operasi Setiap tahapan diatas diwujudkan oleh matriks yang terdiri satu sel input (disebut ‘whats’ dalam HOQ) dan output (disebut sebagai ’how’ dalam HOQ).
42
2.8 Kuesioner Menurut (Malhotra, 2006), definisi kuesioner adalah pertanyaan formal yang telah ditentukan untuk mendapatkan informasi dari responden. Ada tiga tujuan spesifik yaitu menerjemahkan informasi yang dibutuhkan peneliti ke dalam pertanyaan spesifik yang bisa dan mau dijawab oleh responden. Kedua, kuesioner harus ditulis untuk meminimalkan permintaan kepada responden. Itu harus memberikan semangat kepada mereka untuk berpartisipasi dalam wawancara tanpa ada bias pada responnya. Untuk itu, peneliti harus berusaha menghilangkan
kejenuhan
dan kebosanan
mereka.
Ketiga,
kuesioner
harus meminimalkan kesalahan respon. Kesalahan ini bisa muncul dari responden yang memberikan jawaban yang tidak akurat atau salah menganalisa jawabannya. (Maholtra, 2006) juga menjelaskan cara untuk membuat kuesioner yaitu : 1. Tentukan informasi yang dibutuhkan. Kuesioner
harus
dibuat
dengan
target
responden
dengan
mempertimbangkan tingkat pendidikan dan pengalaman. Bahasa dan konteks yang digunakan untuk pertanyaan harus mudah dimengerti oleh responden. 2. Tentukan tipe metode wawancara. Pertimbangan lain adalah bagaimana data dikumpulkan. Sebagai contoh, wawancara pribadi menggunakan interaksi tatap muka. Dengan adanya kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dan klarifikasi, kuesioner bisa
43
panjang dan kompleks. Tetapi, jika menggunakan wawancara telepon, pertanyaan harus pendek dan sederhana. 3. Tentukan isi dari masing-masing pertanyaan. Peneliti harus menentukan apa yang harus masuk ke dalam pertanyaan. Sebelum membuat pertanyaan, peneliti harus memikirkan bagaimana dia menggunakan data tersebut. Pertanyaan yang tidak berhubungan dengan masalah penelitian harus dihapus. Pada kasus tertentu, dua pertanyaan lebih baik dari pada satu pertanyaan. Untuk menghindari kebingungan sebaiknya pertanyaan dipisah. 4. Desain pertanyaan yang membuat responden tidak kesulitan dan berkebutuhan menjawab. Responden sering kali diberikan pertanyaan yang belum diinformasikan sebelumnya. Ketika topik penelitian membutuhkan pengetahuan atau pengalaman yang spesifik, penyaringan pertanyaan, penggunaan produk dan pengalaman terdahulu harus ditanyakan sebelum masuk ke dalam topik penelitian. Penyaringan menghindari
analisa
pertanyaan dari
bisa membantu peneliti untuk
responden
yang
kurang
mendapat
informasi. Walaupun responden bisa menjawab pertanyaan, mungkin ada rasa
untuk tidak ingin menjawab. Penolakan untuk menjawab bisa
merupakan akibat dari berbagai macam kondisi. Responden merasa butuh usaha yang berlebih atau informasi yang dibutuhkan terlalu sensitif. 5. Tentukan struktur pertanyaan.
44
Pertanyaan ada dua jenis yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Pertanyaan terstruktur menjelaskan responsnya sebagaimana formatnya. Pertanyaan ini menawarkan pilihan ganda, dua pilihan saja (ya atau tidak) atau skala. Pertanyaan
tidak terstruktur
adalah
pertanyaan
terbuka
dimana
responden menjawabnya dengan kata-kata mereka sendiri. 6. Tentukan bahasa pertanyaan. Pertanyaan dengan kata yang sulit dimengerti akan membingungkan dan mengarahkannya
ke respons yang salah. Untuk menghindari masalah
tersebut ada lima cara yaitu tentukan topiknya, gunakan bahasa yang biasa, hindari bahasa ambigu, hindari pertanyaan yang mengarah, dan gunakan pernyataan positif dan negatif. 7. Atur urutan pertanyaan dengan baik. Dalam menyusun pertanyaan dengan urutan yang baik peneliti harus mempertimbangkan pertanyaan pembuka, jenis informasi yang sebelumnya, pertanyaan yang sulit, efek dari pertanyaan yang mengikutinya. Pertanyaan harus diatur dengan logis, terorganisir seputar topik. 8. Pilih bentuk dan layout. Karakteristik fisik dari kuesioner seperti format, spasi dan posisi bisa memberikan efek yang signifikan terhadap hasil. Membagi kuesioner ke dalam bagian terpisah berdasarkan topiknya merupakan hal yang baik. Pertanyaan juga harus diberi nomor agar memudahkan respons. 9. Buat kembali kuesionernya.
45
Kualitas kertas dan proses cetak juga berpengaruh terhadap hasil kuesioner. Jika kuesioner dibuat dengan kertas yang buruk atau penampilan yang kusam, responden akan menyimpulkan bahwa proyek tersebut tidak penting dan ini akan berpengaruh terhadap kualitas respons. Untuk itu, kuesioner harus menggunakan kertas dengan kualitas baik dan penampilan yang menarik. Jika terdiri dari banyak halaman sebaiknya dibuat dengan desain booklet daripada diklip dengan stapler. Pertanyaan sebaiknya tidak pindah dari halaman yang satu ke berikutnya. Dengan kata lain, peneliti harus menghindari
memecah pertanyaan. Responden
akan berpikir bahwa
pertanyaan sudah selesai pada bagian bawah halaman dan menjawab pada pertanyaan yang tidak lengkap. 10. Lakukan uji coba kuesioner. Uji coba untuk menguji kuesioner pada sampel yang sedikit sekitar 1530 orang untuk timbul. Dengan
mengidentifikasi dan menghilangkan masalah yang akan mempertimbangkan
responden,
pertanyaan
yang
membingungkan, yang melebihi kemampuannya, dan yang tertulis dengan bahasa yang sulit dimengerti harus dihindari. Peneliti memiliki tanggung jawab etika untuk membuat kuesioner yang bisa mendapatkan data yang dibutuhkan tanpa pengaruh dari faktor lain. Menurut (Sunyoto, 2009), kuesioner dapat dibuat dengan menggunakan skala Likert. Dalam butir pertanyaan jawaban
terdapat beberapa
alternatif
yang tersedia dengan skala ordinal atau skala Likert, yaitu
46
menggunakan lima tingkat skala sesuai dengan alternatif jawaban. Contohnya sangat tidak penting (bobot 1), tidak penting (bobot 2), sedang (bobot 3), penting (bobot 4), dan sangat penting (bobot 5). Skala Likert dinyatakan ordinal karena pernyataan sangat penting mempunyai tingkat yang lebih tinggi dari penting, dan penting lebih tinggi daripada sedang, dan seterusnya. Setelah data kuesioner didapatkan, maka data tersebut harus diuji. Pengujian reliabilitas
adalah
yang pertama
alat
untuk
adalah uji reliabilitas. Pengertian
mengukur
suatu
kuesioner
yang
merupakan indikator dari variabel. Butir pertanyaan dikatakan reliable atau andal apabila jawaban seorang responden terhadap pertanyaan adalah konsisten. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pengukuran ulang. Dalam waktu yang berbeda, responden diberi butir pertanyaan dan alternatif jawaban yang sama. Butir pertanyaan dikatakan andal jika jawabannya sama. 2. Pengukuran sekali saja. Pengukuran keandalan butir pertanyaan dengan sekali menyebarkan kuesioner pada responden, kemudian hasil skornya diukur korelasi antar skor jawaban pada butir pertanyaan yang sama. Suatu variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,60. Uji reliabilitas dapat menggunakan
rumus Alpha
47
Cronba ch sebagai berikut. 𝑘
𝑟𝑖 =
𝑘 − 1 {1 −
𝑠𝑖 2 } 𝑠𝑡 2
(2.1)
dimana, 𝑟𝑖= keandalan instrumen k= jumlah butir instrumen si = varian butir st = varian total Rumus varian butir dan total adalah,
𝑆𝑖 2 =
Ʃ𝑥𝑡 2 [Ʃ(𝑋𝑡)]2 − 𝑛 𝑛2
(2.2)
𝑆𝑡 2 =
𝐽𝐾𝑖 2 𝐽𝐾𝑠 2 − 2 𝑛 𝑛
(2.3)
dimana 𝑥 =jumlah total skor responden 𝑛 =jumlah responden 𝐽𝐾𝑖 2 =jumlah kuadrat seluruh skor butir 𝐽𝐾𝑠 2 =jumlah kuadrat seluruh skor responden Pengujian yang kedua adalah uji validitas. Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dinyatakan valid
48
jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jenis-jenis validitas ada beberapa macam yaitu : 1. Validitas konstruk Obyek penelitian saling mempunyai beberapa komponen sehingga alat ukur seharusnya mengukur keseluruhan komponen tersebut. Makin tinggi validitas konstruk berarti makin lengkap komponen atribut penelitian yang diukur dengan alat pengukur. 2. Validitas isi Validitas isi adalah suatu alat ukur yang ditentukan dari sejauh mana isi suatu alat ukur itu mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. 3. Validitas kriteria Validitas yang dilihat dengan membandingkan dengan suatu kriteria atau variabel yang diketahui atau yang dipercaya dapat digunakan untuk mengukur suatu atribut tertentu. 4. Validitas muka Validitas ini terbagi menjadi dua yaitu yang berhubungan dengan pengukuran atribut yang konkret tanpa memerlukan inferensi dan yang berhubungan dengan penilaian para ahli terhadap suatu alat ukur.
49
Perhitungan
uji
validasi
menggunakan
rumusan
koefisien
korelasi
Products moment berdasarkan standar deviasi berikut.
𝑟=
Ʃ𝑋′𝑌′ 𝑛(𝑆𝐷𝑥 ′ )(𝑆𝐷𝑦 ′ )
𝑆𝐷𝑥 ′ = √
Ʃ([𝑋 ′ ]𝑖 − 𝑋 ′ )2 𝑛
Ʃ([𝑌 ′ ]𝑖 − 𝑌 ′ )2 𝑆𝐷𝑦 ′ = √ 𝑛
(2.4)
(2.5)
(2.6)
Dimana, 𝑟
= koefisien korelasi product momen
𝑋′
= selisih antara data X dengan rata-ratanya
𝑌′
= selisih antara data Y dengan rata-ratanya
𝑛
= jumlah data
𝑆𝐷𝑥 ′ = nilai standar deviasi untuk data X’ 𝑆𝐷𝑦 ′ = nilai standar deviasi untuk data Y’
2.9 Harga Pokok Produksi 2.9.1 Pengertian Biaya Pengertian biaya menurut beberapa ahli diantaranya, yaitu :
50
a. Biaya adalah jumlah yang dinyatakan dari sumber-sumber (ekonomi) yang dikorbankan (terjadi dan akan terjadi) untuk mendapatkan sesuatu atau mencari tujuan tertentu. (Harjanto, 1992) b. Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang di ukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 1993). c. Biaya adalah harga Perolehan yang digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) yang ala dipakai sebagai pengurang penghasilan (Supriyono, 1999). Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas : 1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang. 3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi. 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tersebut.
2.9.2 Pengolahan Biaya Dalam Akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak di capai dengan penggolongan tersebut, karena dalam Akuntansi Biaya dikenal dengan konsep “Different of Coast for purpose”.
51
Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi : 1. Biaya Variabel Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, contohnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya Semi Variabel Adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan
perubahan volume
kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel. 3. Biaya Semifixed Adalah biaya tetap untuk tongkat kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah konstan pada volume produksi tertentu. 4. Biaya Tetap Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. A. Pengertian Biaya Produksi Biaya produksi adalah merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap jual. B. Pengertian Harga Pokok Pengertian harga pokok menurut beberapa ahli diantaranya adalah :
52
1. Harga pokok adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. (Mulyadi, 1993) 2. Harga pokok adalah sebagai bagian dari harga Perolehan satu aktiva yang ditunda pembebanannya Diana yang akan datang. (Abdul Halim, 2003). C. Pengertian Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi adalah merupakan penjumlahan dari tiga unsur biaya produksi yaitu : bahan baku, upah langsung dan overhead pabrik. (Mas’ud Machfoedz, 1995).
2.9.3 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Informasi biaya sangat bermanfaat untuk menentukan harga pokok produksi yang di hasilkan oleh perusahaan. Ada dua metode pendekatan di dalam menentukan harga pokok produksi, yaitu : A. Full Costing Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap (Mulyadi, 1993).
53
Tabel 32.3. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan pendekatan metode Full Costing Biaya Langsung
XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung
XXX
Biaya Tenaga Kerja
XXX
Biaya OH Pabrik Variabel
XXX
Biaya OH Pabrik Tetap
XXX
Harga Pokok Produksi
XXX
Biaya Administrasi dan Umum
XXX
Biaya Pemasaran
XXX
Harga Pokok Produksi
XXX
+
+
B. Variabel Costing Variabel Costing adalah penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Tabel 42.4. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan pendekatan metode Variabel Costing Biaya Bahan Baku
XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung
XXX
Biaya Overhead Pabrik Variabel
XXX
Harga Pokok Produksi
XXX
Biaya Variabel
XXX
Biaya Administrasi dan Umum
XXX
+
54
Biaya Pemasaran Variabel
XXX
Biaya Tetap
XXX
Biaya Administrasi Umum dan Tetap
XXX
Biaya Pemasaran Tetap
XXX
Harga Pokok Produksi
XXX
+
2.9.4 Metode Pengumpulan Biaya Produksi Pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh sifat dari pengolahan produksi. Pengolahan produksi dapat dilakukan atas dasar pesanan dari langganan atau proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan lain. Oleh karena itu pengelompokan biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua metode yaitu: a. Metode harga Pokok Pesanan Pada metode harga pokok pesanan, biaya produksi dikumpulkan menurut pesanan. Metode ini dianggap tepat untuk perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk yang masing-masing bersifat khas,contohnya perusahaan percetakan. Pada metode harga pokok pesanan ini, harga pokok pesanan harus ditentukan segera pada saat satu pesanan telah di selesaikan dari produksinya.
b. Metode Harga Pokok Proses 55
Pada metode harga pokok proses biaya produksi dikumpulkan berdasarkan atas departemen atau pusat-pusat yang di bentuk sesuai dengan tahap-tahap pengolahan produksinya. Sistem ini dianggap tepat untuk perusahaanperusahaan yang menghasilkan produk yang sama dan proses produksinya berjalan secara kontinyu, contoh pabrik makanan atau pabrik mainan.
2.10 Perancangan produk atau alat Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa, menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik fisik maupun non fisik yang optimum untuk waktu yang akan datang degan memanfaatkan informasi yang ada. Dalam membuat suatu rancangan produk atau alat, perlu mengetahui karakteristik
perancangan
dan
perancangnya.
Beberapa
karakteristik
perancangan adalah sebagai berikut : 1. Berorientasi pada Tujuan 2. Variform suatu anggapan bahwa terdapat sekumpulan solusi yang mungkin tidak terbatas, tetapi harus dapat memilih salah satu ide yang akan diambil. 3. Pembatas Dimana pembatas ini membatasi jumlah solusi pemecahan, antara lain : 1. Hukum Alam: ilmu fisika, ilmu kimia, dan seterusnya
56
2. Ekonomis: pembiayaan atau ongkos dalam menetralisir rancangan yang telah dibuat. 3. Pertimbangan
Manusia:
sifat,
keterbatasan,
dan
kemampuan
manusia dalam merancang dan memakainya. 4. Faktor Legalisasi: mulai dari model, bentuk sampai dengan hak cipta 5. Fasilitas Produksi: sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menciptakan rancangan yang telah dibuat. 6. Evolutif: berkembang terus/mampu mengikuti perkembangan zaman. 7. Perbandingan Nilai: membandingkan dengan tatanan nilai yang telah ada. Sedangkan karakteristik perancang merupakan karakteristik yang harus dipunyai oleh seorang perancang, antara lain : a. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi masalah b. Memiliki imajinasi untuk meramalkan masalah yang mungkin akan timbul c. Berdaya cipta d. Mempunyai kemampuan untuk menyederhanakan persoalan. e. Mempunyai keahlian dalam bidang rancangan yang dibuat. f. Dapat
mengambil
keputusan
terbaik
berdasarkan
analisa
dan
prosedur yang benar. g. Mempunyai sifat yang terbuka terhadap kritik dan saran dari orang lain Proses perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan dikenal dengan sebutan NIDA (NEED, IDEA, DECISION, dan ACTION). Artinya
57
tahap pertama seorang perancang menetapkan dan mengidentifikasi kebutuhan (need) sehubungan dengan alat atau produk yang harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea) yang akan melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dilakukan suatu penilaian dan analisa terhadap alternatif yang ada, sehingga perancang akan dapat memutuskan (decision) suatu alternatif yang terbaik. Dan pada kahirnya dilakukanlah suatu proses pembuatan (action). Hasil rancangan yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi si pemakai. Oleh karena itu, rancangan yang akan dibuat harus memperhatikan faktor manusia sebagai pemakainya. Faktor manusia ini diantara nya dipelajari dalam ergonomi (anthropometri, biomekanik, fisiologi, dll). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu rancangan selain faktor manusia, antara lain: a. Analisa Teknik Banyak berhubungan dengan ketahanan, kekuatan, kekerasan dan seterusnya. b. Analisa Ekonomi Berhubungan perbandingan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh. c. Analisa Legalisasi
58
Berhubungan dengan segi hukum dan tatanan hukum yang berlaku dan dari hak cipta d. Analisa Pemasaran Berhubungan
dengan jalur distribusi produk/hasil
rancangan
sehingga
dapat sampai kepada konsumen. e. Analisa Nilai Analisa nilai pertama kali didefinisikan oleh L.D. Miles dari General Electric (AS, 1940) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasikan ongkos-ongkos yang tidak ada gunanya (tidak perlu). Terdapat tiga tipe-tipe perancangan, yaitu : 1. Perancangan untuk pemakaian nilai ekstrim. Contohnya: data dengan persentil ekstrim minimum 5% dan data ekstrim maksimum 95% 2. Perancangan pemakaian nilai rata-rata Contohnya: data dengan persentil 50% Perancangan untuk pemakaian yang dapat disesuaikan
2.11 Perkembangan penelitian mengenai perancangan produk Berdasarkan identifikasi kebutuhan pelanggan (Rizani dan Satria, 2013), maka terdapat primary needs, secondary needs yang kemudian ditetapkan target spesifikasi (metric) untuk mengakomodasi needs tersebut yang dibuat dalam
59
needs matric, matriks tingkat kepentingan dari masing-masing needs juga ditanyakan kepada pelanggan. House of Quality (HOQ) kemudian dibuat untuk melihat hubungan antara needs dan metric. Tujuan penelitian adalah merancang dan mengembangkan produk yang ergonomis berdasarkan kebutuhan pelanggan yang telah teridentifikasi. Terdapat lima dimensi spesifikasi yang umum digunakan untuk menilai kinerja usaha pengembangan produk, (Ulrich and Eppinger, 1995 (diterjemahkan oleh Nora A dan Ivelinne A.M., 2001)). Yaitu : Kualitas produk, Biaya produk, Waktu pengembangan produk, Biaya pengembangan dan Kapabilitas pengembangan.
60