BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KANKER SERVIKS
2.1.1 Definisi Kanker Serviks Kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus. Dimana serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan berhubungan dengan vagina melalui sebuah saluran yang dibatasi ostium uterus eksternum dan internum. Kanker serviks dapat berasal dari permukaan ektoserviks atau endoserviks. 2,13,14 2.1.2 Epidemiologi Kanker serviks masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker serviks secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Karena HPV yang merupakan faktor etiologi maka kanker serviks mempunyai beberapa faktor risiko yang umumnya terkait dengan suatu penyakit akibat hubungan seksual. Penyimpangan pola kehidupan seksual merupakan faktor risiko yang sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor risiko antara lain faktor hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok dan pemakaian kontrasepsi secara hormonal.2,13 Insiden kanker serviks adalah 150/100.000 perempuan usia 15 – 60 tahun. Berdasarkan laporan histopatologik tahun1989, prevalensi kanker serviks adalah 23,0% dan menurut laporan rumah sakit pendidikan
26 Universitas Sumatera Utara
adalah 60 – 70%. Insiden kanker seviks di Indonesia menunjukkan puncaknya pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 32,40% dan kelompok umur 35-45 tahun sebesar 31,40% dari 26.169 penderita kanker serviks pada semua kelompok umur. Menurut Aziz MF, penderita kanker terbanyak di Indonesia masih ditempati oleh kanker serviks dengan jumlah 3686 atau sekitar 17,85% dan disusul oleh kanker payudara dengan jumlah 2617 atau sekitar 17,85%.14,15 Tabel 2.1. Data Statistik HPV dan Kanker Serviks di Indonesia16
2.1.3 Etiologi1,2,6,13,14,15,16,17 Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (human papilloma virus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus. Lebih dari 20 tipe HPV
27 Universitas Sumatera Utara
yang berbeda mempunyai hubungan dengan kanker servikal. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. Pada penelitian kasus-kontrol, prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa dijumpai sejumlah 78,4-98,1 % (metaanalisa 12 negara). Pada penelitian kasus-kontrol lainnya juga dijumpai adanya infeksi HPV pada lesi prakanker dan kanker invasif. Kejadian infeksi HPV risiko tinggi dijumpai sejumlah 80% pada NIS II, 90% pada NIS III dan sejumlah 98% pada karsinoma serviks invasif. Berdasarkan hasil temuan pada penelitian epidemiologi, tipe HPV diklasifikasikan dalam tiga klasifikasi yaitu risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi dan risiko rendah.17 Tabel 2.2. Tipe HPV berdasarkan epidemiologi17 Golongan Tipe HPV Risiko tinggi 16,18,31,33,35,39,45,51,52,56,58,59 Kemungkinan risiko tinggi 26,53,66,68,73,82 Risiko rendah 6,11,40,42,43,44,54,61,70,72,81 2.1.4 Faktor Risiko Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya kanker serviks yaitu:6,14,15,17 a) Faktor demografi Ras : di Amerika Serikat, insiden kanker serviks paling banyak dijumpai pada wanita Amerika latin, Amerika Afrika, dan penduduk asli. Status ekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang rendah : prevalensi kanker serviks lebih tinggi pada wanita sosio-ekonomi rendah.
28 Universitas Sumatera Utara
Usia : kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita usia tua. b) Faktor kebiasaan Jarang atau tidak pernah pap smear Usia saat berhubungan seksual pertama kali : jika pertama kali berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun, resiko relatif menjadi kanker serviks adalah 1,6. Pasangan seksual lebih dari satu : wanita dengan riwayat lebih dari enam pasangan seksual memiliki resiko relatif menjadi kanker serviks sebanyak 2,2 kali . Pasangan laki-laki yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu . Merokok : merokok meningkatkan resiko relatif menjadi kanker serviks sebesar 1,7 kali. Mekanisme keerjanya bisa langsung (aktivitas mutasi mucus
serviks
ditunjukkan
pada
perokok)
atau
melalui
efek
imunosupresif dari merokok. Malnutrisi. c) Faktor medis Paritas:insiden kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita multipara (RR = 1,5 – 5,0). Imunosupresi. Penyakit menular seksual : Human papillomavirus, herpes, dan Human immunodeficiency virus (HIV) 2.1.5 Gejala Klinis1,2,14,17 Pada fase permulaan kanker serviks, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas dan dignosis biasanya dibuat secara kebetulan
29 Universitas Sumatera Utara
(skrining kesehatan penduduk). Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan agak berbau, kadang-kadang dengan bercak perdarahan. Pada umumnya tanda yang sangat minimal ini sering diabaikan oleh penderita. Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis dan perubahan-perubahan proliferatif jaringan serviks timbul keluhan-keluhan sebagai berikut: Perdarahan setelah bersenggama yang kemudian bertambah menjadi metroragia, menoragia, hingga menometroragia, keputihan bercampur darah dan berbau dan tanda-tanda anemia. Sedangkan gejala khusus yang dijumpai yaitu keluar cairan dari kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan dan berbau khas. Gejala lain tergantung dari luasnya proses seperti nyeri, edema, dan gejala yang sesuai dengan organ yang terkena. Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perdarahan rektum. Penyebaran ke KGB tungkai bawah dapat meimbulkan edema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah terjadi penymbatan kedua ureter. 2.1.6 Histopatologi 1.
Lesi prakanker Lesi prakanker, disebut juga sebagai lesi intraepitel serviks (cervical
intraepithelial neoplasia) merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma serviks uteri. Diawali dengan NIS I (CIN I) yang secara klasik dinyatakan dapat berkembang menjadi NIS II dan kemudian menjadi NIS
30 Universitas Sumatera Utara
III, kemudian berkembang menjadi karsinoma serviks. Lesi prakanker umumnya ditemukan pada deteksi dini dengan pap smear / thin prep, karena lesi pra kanker tanpa gejala dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Diagnosis
lesi
prakanker
berdasarkan
pemeriksaan
histopatologi spesimen biopsi terarah dengan bimbingan kolposkopi.6,14 2.
Lesi kanker invasif Banyak kepustakaan yang menulis sekitar 85-90% kanker serviks
berjenis karsinoma sel skuamosa, selebihnya dari jenis histologi yang lain.Kasus diklasifikasi sebagai kanker serviks jika pertumbuhan primer pada serviks dan dibuktikan dari hasil patologi anatomi.14 Adapun tipe histopatologi kanker serviks adalah :1,6,14 a. Neoplasia intraepitelial serviks, grade III b. Karsinoma sel skuamosa in situ c. Karsinoma sel skuamosa : keratinizing, non-keratinizing, verukosa d. Adenokarsinoma in situ e. Adenokarsinoma in situ, tipe endoserviks f. Adenokarsinoma endometrioid g. Adenokarsinoma clear cell h. Karsinoma adenoskuamosa i. Karsinoma adenoid kistik j. Karsinoma small cell k. Undifferentiated carcinoma Derajat/Grade (G) histopatologi sebagai berikut:6,14 a. Gx - Derajat tidak dapat dinilai
31 Universitas Sumatera Utara
b. G1 – Well differentiated c. G2 – Moderately differentiated d. G3 – Poorly or undifferentiated 2.1.7 Klasifikasi Stadium Klinik Kanker Serviks Pembagian stadium kanker seviks berdasarkan FIGO 17,18 Tabel 2.3. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2009 Stadium Keterangan FIGO I IA IA1 IA2 IB IB1 IB2 II IIA1 IIA2 IIB III
IIIA IIIB IV IVA IVB
Kanker serviks masih terbatas diserviks Kanker invasif didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebar lesi tidak lebih 7 mm Invasi stroma dengan kedalaman ≤ 3 mm dan lebar ≤ 7 mm Invasi stroma dengan kedalaman > 3 mm dan < 5 mm dan lebar > 7 mm Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari stadium IA Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul Lesi ≤ 4 cm dari diameter terbesar Lesi > 4 cm dari diameter terbesar Infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai panggul Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan ke panggul. Hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal termasuk dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain. Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai panggul Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Perluasan ke luar organ reproduktif Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum Metastasis jauh atau telah keluar dari rongga panggul
32 Universitas Sumatera Utara
2.1.8 Diagnosis1,2,6,14,15,16,17 Diagnosis
kanker
serviks
diperoleh
melalui
pemeriksaan
histopatologi jaringan biopsi. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker yang jelas terlihat harus dilakukan biopsi walau hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak jelas terlihat dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak terlihat didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau ( cold knife ) atau dengan elektrokauter. Penentuan stadium pada kanker serviks dengan berdasarkan temuan klinis oleh ahli yang berpengalaman dengan narkose. Pemeriksaan klinis mencakup inspeksi, palpasi, kolposkopi, kuretase endoserviks, sistoskopi, proktoskopi, IVP, foto thoraks dan tulang. Pemeriksaan limfangiografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, USG, CT scan, dan MRI bukan merupakan pemeriksaan standar untuk penentuan stadium klinis. FNAB tidak mengubah stadium akan tetapi bermanfaat untuk merencanakan terapi. Temuan saat operasi tidak mengubah stadium klinis, akan tetapi perlu untuk kepentingan terapi. 2.1.9 Pengobatan1,2,13,14,17 Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang
33 Universitas Sumatera Utara
dapat diberikan bergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pada stadium dini (stadium I sampai stadium II A), operasi masih merupakan pilihan. Pada dasarnya untuk stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi). Kombinasi pemberian cisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respons yang cukup baik. Akan tetapi, bila terjadi kekambuhan baik lokal maupun jauh setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal. Harapan hidup penderita akan menjadi lebih baik bila setelah pemberian neoadjuvan kemoterapi ini dapat dilanjutkan dengan operasi radikal. Evaluasi respons kemoterapi neoadjuvan ini dengan bantuan MRI karena MRI dapat membedakan antara gambaran jaringan fibrosis dan jaringan tumor. 2.1.10
Pencegahan Pencegahan/Skrining adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tersier.2,6,13,15 2.1.10.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah mencegah masuknya karsinogen kedalam tubuh atau sel tubuh. Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah terjadinya infeksi HPV onkogenik karena infeksi onkogenik berpotensi menjadi infeksi HPV persisten yang merupakan salah satu faktor terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan primer
34 Universitas Sumatera Utara
meliputi pendidikan kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk meningkatkan daya imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-faktor risiko HPV onkogenik (infeksi HPV nononkogenik).2,6,13,15 • Menunda onset aktivitas seksual Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker servikssecara signifikan • Penggunaan kontrasepsi barier Pemilihan kontrasepsi yang meningkatkan daya proteksi serviks terhadap infeksi HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan infeksi HPV. Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. • Penggunaan vaksinasi HPV Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi Human Papilloma virus, karena mempunyai kemampuan proteksi > 90%. 2.1.10.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi HPV ataupun lesi prakanker. Penemuan infeksi HPV merupakan salah satu pencegahan sekunder yang penting, karena infeksi HPV persisten merupakan faktor infeksi yang dapat berkembang menjadi lesi prakanker. Upaya pengamatan yang terencana dan terlaksana
35 Universitas Sumatera Utara
dengan baik akan mengidentifikasi infeksi HPV yang berpotensi menjadi infeksi HPV persisten serta selanjutnya berpotensi berkembang menjadi lesi prakanker. Penemuan lesi prakanker harus dilanjutkan dengan tatalaksana yang tepat dan baik
sehingga lesi
prakanker
tidak
berkembang menjadi kanker serviks. Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan yang relatif murah.2,6,13,15 • Pencegahan sekunder-pasien dengan risiko sedang Hasil pap smear yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner) hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk melakukan pap smear tiap tahun.6,15 • Pencegahan sekunder-pasien dengan risiko tinggi Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan pap smear tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.6,15
36 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Panduan Skrining kanker serviks18,19,20
a)
Pap Smear Pap smear (test pap) adalah suatu tindakan medis yang mana
mengambil sampel sel dari serviks seorang wanita (serviks merupakan bagian ujung dari uterus yang masuk ke dalam vagina), kemudian dioleskan pada slide. Sel tersebut diperiksa dengan mikroskop untuk mencari lesi prakanker atau perubahan keganasan. Pada tahun 1928, Tes ini ditemukan pertama kali oleh Dr. George Papanicoloau sehingga dinamakan Pap Smear Test. Pap Smear dapat mendeteksi dini kanker serviks dengan melihat penemuan perkembangan sel-sel abnormal serviks. Tindakan pap smear sangat mudah, cepat, dan tidak atau relatif kurang nyerinya. Pemeriksaan ini spesifisitas dan sensitifitasnya tidak
37 Universitas Sumatera Utara
terlalu tinggi, sehingga ada beberapa wanita berkembang menjadi karsinoma serviks meskipun secara teratur melakukan pemeriksaan pap smear. Di negara maju, angka kejadian kanker serviks menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear.2,6,11,13,15 Pap smear yang pertama dilakukan ketika wanita menjadi aktif secara seksual atau mencapai usia 18 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, pap smear yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun dari pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun 1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaan pap smear tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif. Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan pap smear dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut mendapatkan tiga atau lebih pap smear normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Menurut NCCN Guidelines ver1.2011 Cervical Cancer Screening, deteksi dini kanker serviks dengan sitologi
Pap Smear dimulai saat wanita berumur 21 sampai 29 tahun
dengan frekuensi pemeriksaan setiap 2 tahun. Bagi wanita umur 30 tahun atau lebih, selain sitologi,juga disarankan untuk menjalani pemeriksaan DNA HPV. Apabila ditemukan hasil negatif pada pemeriksaan sitologi dan DNA HPV, pemeriksaan dapat kembali dilakukan setelah 3 tahun. Penyakit neoplastik serviks biasanya berkembang dari displasia menjadi karsinoma insitu kemudian menjadi karsinoma invasif. Perkembangan dari
38 Universitas Sumatera Utara
awal sampai akhir ini biasanya membutuhkan waktu 8 sampai 30 tahun. Oleh karena itu, dokter akan mendeteksi dan menghentikan penyakit ini dengan mengikuti jadwal pap smear yang dianjurkan. Penurunan insiden dan
kematian
akibat
kanker
serviks
berkaitan
dengan
skrining.
Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap smear interval 3 tahun. Semakin besar jumlah hasil negatif yang didapat, maka akan semakin kecil risiko berkembangnya tumor serviks invasif.2,6,13,15 Manfaat Pap Smear dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:21 a. Diagnosis dini keganasan Pap Smear berguna dalam mendeteksi kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium. b. Perawatan ikutan dari keganasan Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapatkan kemoterapi dan radiasi. c. Interpretasi hormonal wanita Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada hamil muda. d. Menentukan proses peradangan Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri atau jamur
39 Universitas Sumatera Utara
Prosedur pemeriksaan Pap Smear,yaitu:21 a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi formulir konsultasi sitologi, speculum bivalve (cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek (object glass) yang telah diberi label pada satu sisinya, dan wadah berisi larutan alkohol 95 %; b. Persiapkan pasien untuk berbaring dengan posisi ginekologi; c.Pasang spekulum kering dan disesuaikan sehingga tampak dengan jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uteri dan kanalis servikalis; d. Memeriksa serviks apakah normal atau tidak; e.Spatula Ayre dengan ujung yang pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari arah jam 12 dan diputar 3600 searah jarum jam; f. Sediaan lendir serviks dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda dengan membentu sudut 450 satu kali usapan; g. Kemudian kaca objek dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95 % selama 10 menit; h.Sediaan diletakkan pada wadah kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi.
40 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.Pemeriksaan Pap smear. 1)
Spekulum dimasukkan
ke
dalam vagina
untuk
memudahkan
pengambilan apusan dari serviks. 2) Sel diperoleh dengan menggunakan lidi khas dengan melakukan putaran mengikuti arah jam pada lubang serviks. 3) Lidi kemudian dioleskan pada kaca fiksasi yang steril. 4) kaca objek kemudian dimasukkan kedalam tabung yang berisi alkohol dan diperhatikan di bawah mikroskop. (Health Promotion Board, 2007) Pada dasarnya prinsip pemeriksaan pap smear adalah mengambil epitel permukaan serviks yang mengelupas/eksfoliasi dimana epitel permukaan serviks selalu mengalami regenerasi dan digantikan lapisan epitel
dibawahnya.
gambaran
keadaan
Epitel epitel
yang di
mengalami bawahnya
eksfoliasi
juga,
lalu
merupakan epitel
yang
mengelupas/eksfoliasi tersebut di warnai secara khusus dan dilihat dibawah mikroskop untuk interpretasi lebih lanjut.6 Interpretasi Pap smear dipermudah dengan diperkenalkannya sistem klasifikasi Bethesda pada tahun 1981. Klasifikasi Bethesda memperkenalkan dua kategori untuk derajat lesi prakanker, lesi derajat rendah (low grade squamous epithelial lesion) setara dengan NIS I dan
41 Universitas Sumatera Utara
lesi derajat tinggi (high grade squamous epithelial lesion) setara dengan NIS II dan NIS III.2,6,13,15 Tabel 2.5. Sistem Papanicolaou, WHO, dan Bethesda6 Sistem Papanicolaou Klas I Klas II Klas III
Klas IV Klas V
Sistem WHO
Sistem Bethesda
Normal Atipik
Dalam batas normal ASCUS (Atypical squamous cells undetermined significance) Displasia ringan Lesi intraepitel derajat rendah (LGSIL) Displasia sedang Lesi intraepitel derajat berat (HGSIL) Displasia berat Lesi intraepitel derajat berat(HGSIL) Karsinoma insitu Lesi intraepitel derajat berat (HGSIL) Karsinoma sel Karsinoma sel skuamosa skuamosa Adenokarsinoma Adenokarsinoma
of
Dikatakan suatu lesi derajat rendah (LGSIL)/ NIS I/ CIN I karena hanya 12% saja yang berkembang ke derajat lebih berat dan memiliki risiko 1% berkembang ke karsinoma, sedangkan derajat tinggi (HGSIL) memiliki risiko menjadi kanker serviks yang lebih besar apabila tidak mendapatkan terapi.6,15 b)
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) IVA merupakan tes visual menggunakan larutan asam cuka (asam
asetat 3-5%) dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker
serviks. IVA tidak
direkomendasikan
pada
wanita
pasca
menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. Interpretasi IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi.2,6,15
42 Universitas Sumatera Utara
2.1.10.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier termasuk komponen natural atau sintetik untuk menekan atau melawan proses terjadinya kanker. Pencegahan tersier meliputi pelayanan di rumah sakit (diagnosa dan pengobatan) dan perawatan paliatif. Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena
komplikasi
penyakitnya
atau
karena
pengobatan
perlu
direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.2,6,13,15 2.2
BIDAN
2.2.1 Definisi Bidan22,23,24,25 Bidan berasal dari kata “obsto” yang artinya mendampingi, sebab wanita yang hendak melahirkan selalu harus didampingi wanita lain. Menurut WHO (World Health Organization), definisi bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dengan
43 Universitas Sumatera Utara
memperoleh izin melaksanakan praktik kebidanan di negara itu. Dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 009/U/1996 tentang kurikulum pendidikan bidan disebutkan bahwa bidan diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut: 1. Melaksanakan pelayanan kebidanan pada wanita pra nikah, pra hamil, hamil, melahirkan, nifas, menyusui dan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi, bayi baru lahir dan balita. 2. Melaksanakan asuhan kebidanan komunitas dan pelayanan KB 3. Melaksanakan asuhan kesehatan bayi dan balita serta pelayanan kesehatan lainnya yang sesuai dengan peraturan yang berlaku 4. Mengelola unit pelayanan KIA/KB Adapun jumlah bidan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2011 adalah 333 orang bidan dari 39 puskesmas induk dan 41 puskesmas pembantu. 2.3
PENGETAHUAN Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya, seperti mata, hidung, telinga dan alat indera lainnya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan adalah suatu hasil yang diperoleh manusia melalui proses penginderaan, pengalaman, perasaan, akal pikiran dan intuisinya tentang segala sesuatu yang dihadapi.25
44 Universitas Sumatera Utara
Ancok (1987) berpendapat bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap
dan
perilaku
dari
segi
positif
dan
segi
negatif.
Menurut
Notoadmodjo, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
(overt
behavior).
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:12 a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengindetifikasi, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan dan dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek/materi yang diketahui. Orang yang telah paham terhadap objek/materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). d. Analisis (analysis)
45 Universitas Sumatera Utara
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis
merupakan
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap
suatu
materi/objek.
Penilaian-penilaian
itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan di atas.12 2.4
SIKAP
2.4.1 Definisi Sikap Sikap adalah kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau merupakan reaksi tertutup.12,25
46 Universitas Sumatera Utara
Notoatmodjo menyatakan bahwa sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu:12 a. Menerima(receiving) Menerima diartikan dimana orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespons (responding) Merespons diartikan dimana orang (objek) memberikan tindak balas terhadap stimulus yang diberikan (objek), seperti menjawab bila ditanya. c. Menghargai (valuting) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. Misalnya, seseorang ibu mengajak ibu lainnya untuk pergi ke posyandu. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi. Pengukuran
sikap
dapat
dilakukan
secara
langsung
dengan
menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.12 2.4.2 Komponen Sikap12,25,26 a.
Komponen Kognitif Komponen
kognitif
dalam
sikap
berisi
tentang
persepsi,
kepercayaan, keyakinan, pengetahuan, fakta, pendapat dan sebagainya
47 Universitas Sumatera Utara
yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek tertentu. Sebagai contoh adalah sikap bidan terhadap kanker serviks. Komponen kognitif yang ada didalamnya dapat berupa informasi mengenai penyebab kanker serviks, cara penularannya, faktor resiko, pencegahannya dan lain-lain. b.
Komponen Afektif Secara umum unsur kognitif yang telah terbentuk dalam diri
seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif yang berkaitan dengan suatu objek. Akan halnya dengan reaksi emosional terhadap suatu objek, pada umumnya banyak ditentukan oleh kepercayaan atau apa yang telah kita percayai dengan benar selama ini. c.
Komponen Konatif Azwar (1988) mengatakan segala sesuatu yang menunjukkan
bagaimana
perilaku
atau
kecenderungan
berperilaku
dalam
diri
seseorang berkaitan dengan bagaimana objek sikap yang dihadapinya merupakan komponen konatif dari sikap.Komponen konatif menunjukkan kecenderungan
pada
diri
seseorang
untuk
mengambil
tindakan
pencegahan terhadap resiko tertular kanker serviks, ikut berperan serta dalam pencegahan kanker serviks, memperbanyak informasi mengenai kanker serviks, dan sebagainya. 2.5
PERILAKU
2.5.1 Definisi Perilaku Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
48 Universitas Sumatera Utara
rangsangan atau lingkungan. Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.12,25 Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:12 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. 2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour) menurut Becker sebagai berikut:12 1. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. 2. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga
49 Universitas Sumatera Utara
pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha mencegah penyakit tersebut. 3. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. 2.5.2 Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku Menurut
Notoatmodjo,
faktor-faktor
yang
berperan
dalam
pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:12,25 1. Faktor internal Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut: a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu. c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali. d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak menyenangkan. 2. Faktor eksternal
50 Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang berada diluar individu yang bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang disajikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni:12 1. Faktor predisposisi (predisposing faktor). Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat
pendidikan,
tingkat
sosial
ekonomi
dfan
sebagainya. 2. Faktor pemungkin (enabling faktor) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. 3. Faktor penguat (reinforcing faktor) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, suami dalam memberikan dukungannya kepada ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir.
51 Universitas Sumatera Utara
2.6
KERANGKA KONSEP Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
pengetahuan, sikap dan perilaku bidan tentang kanker serviks dan pap smear yaitu:
Bidan Puskesmas di Kota Medan
1. Umur 2. Latar Belakang Pendidikan 3. Lama Kerja
Tingkat Pengetahuan Sikap, dan Perilaku tentang Pap Smear dan kanker serviks
52 Universitas Sumatera Utara