BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kambing Gembrong Hoffman (1988) menggolongkan ternak ruminansia berdasarkan morfologi jenis pakan yang dimakan yang terdiri dari pemilih konsentrat (consentrate selector), pemakan campuran konsentrat dan hijauan (intermediate mixed feeders) dan pemakan rumput dan roughage (grass/roughage eaters). Ternak kambing digolongkan ke dalam tipe intermediate mixed feeders dan berbeda dengan ternak domba yang tergolong tipe pemakan rumput dan roughage. Devendra et al. (1982) menyatakan bahwa sistematika kambing adalah sebagai berikut. Kingdom
: Animals
Phylum
: Chordata
Group
: Cranita (Vertebrata)
Class
: Mammalia
Order
: Artiodactyla
Sub-order
: Ruminansia
Famili
: Bovidae
Sub Famili
: Caprinae
Genus
: Capra atau Hemitragus
Spesies
: Capra hircus; Capra ibex; Capra caucasica; Capra pyrenaica; Capra falconeri.
Salah satu kambing yang ada di Indonesia dan merupakan plasma nutfah Indonesia adalah kambing gembrong. Kambing gembrong merupakan kambing yang ada di Bali khususnya Kabupatem Karangasem. Ciri khas kambing ini yaitu
memiliki rambut yang panjang sekitar 15-25 cm untuk ternak jantan. Rambut kepala juga menutupi bagian muka dan telinga. Pada kambing gembrong betina panjang rambut berkisar 2-3 cm. Warna tubuh kambing gembrong pada umumnya atau dominan putih (61,5%) tapi ada sebagian yang berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing gembrong adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg
sedangkan yang
kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20% (Anonimous, 2007). Matram et al. (1993) melaporkan bahwa dalam kondisi pemeliharaan tradisional diperoleh bobot badan kambing jantan dewasa 32 – 45 kg, tinggi gumba 58 – 65 cm, lingkar dada 73 – 86 cm dan panjang badan 56 – 65 cm. sedangkan kambing gembrong betina dewasa memiliki bobot badan 21 – 31 kg, tinggi gumba 49 – 60 cm, lingkar dada 70 – 82 cm dan tinggi badan 50 – 61 cm. Kambing gembrong dapat dikawinkan pada umur 6 bulan sehingga beranak pertama kali pada umur 12 bulan dengan tipe kelahirannya berkisar antara lahir tunggal sampai kembar tiga.
2.2 Konsentrat Dalam Ransum Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri atas bahan pakan yang kaya karbohidrat dan protein seperti tepung ikan, pollard dan bungkil-bungkilan. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar 18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20%. Parakassi (1999) menyatakan bahwa konsentrat atau pakan penguat adalah bahan pakan yang tinggi kadar zat-zat pakan seperti protein atau karbohidrat dan rendahnya kadar serat kasar yaitu dibawah 18%. Hartadi et al. (1997) juga menyatakan bahwa
konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai pakan penguat. Pakan penguat atau konsentrat diberikan dengan tujuan menambah nilai gizi pakan, menambah unsur pakan yang defisiensi dan meningkatkan konsumsi pakan. Lebih lanjut dikatakan penambahan konsentrat pada ternak ruminansia memungkinkan ternak untuk mengkonsumsi pakan yang lebih baik nutriennya dan lebih palatabel. Selain itu, kecenderungan mikroorganisme dalam rumen dapat memanfaatkan pakan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan pakan kasar yang ada. Konsentrat sangat mudah dicerna dan berperan sebagai sumber zat pakan utama seperti karbohidrat dan protein.
2.3 Suplementasi mineral-vitamin kompleks Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak kambing, seperti metabolisme energi, metabolisme protein serta biosintesis zat-zat essensial (Murtidjo, 1993). Kebutuhan mineral untuk ternak ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro terdiri atas kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), natrium (Na), klor (Cl), dan sulfur (S). Mikro mineral atau trace mineral terdiri atas besi (Fe), cuprum (Cu), zinc (Zn), molybdenum (Mo), mangan (Mn), kobalt (Co), krom (Cr), nikel (Ni), dan yodium (I). Mineral dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang, gigi dan jaringan otot, disamping dipergunakan sebagai bahan penyusun enzim, hormon dan substansi lain yang diperlukan dalam proses metabolisme yang normal pada organisme hidup (Monika et al., 1993). Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit,
peranan mineral sangat essensial. Se dalam kadar normal dalam pakan akan menstimulir sintesis protein. Cu dan Co bersama-sama memperbaiki daya cerna serat kasar. Sementara itu Zn merupakan salah satu diantara beberapa mineral mikro yang memiliki peranan sebagai aktivator enzim. Jumlah Zn dalam tubuh sebesar 3 mg. Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan-jaringan epidermal (kulit, rambut, bulu dan wol) dan terdapat dalam jumlah yang sedikit di dalam tulang, otot dan darah (Anggorodi, 1994). Zn dapat mengaktifkan beberapa enzim diantaranya karbonat anhidrase, karbol peptidase, laktat dehidrogenase, alkali fosfatase, timidin kinase, dan hormon serta membantu sintesis asam nukleat (RNA dan DNA). Defisiensi Zn dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat akibat menurunnya konsumsi pakan karena Zn yang tersedia untuk mengaktivasi enzim pencernaan (karboksi peptidase) berkurang. Defisiensi Zn juga dapat menyebabkan anoreksia pada semua spesies (Pound et al., 1995) Vitamin juga memiliki peranan yang penting bagi ternak. Vitamin A terlibat dalam sistem penglihatan dan pengelolaan jaringan epitel di seluruh permukaan tubuh bagian luar maupun bagian dalam serta berbagai kelenjar endokrin/gonad. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anoreksia, kemudian secara cepat diikuti oleh rabun, diare yang parah, tidak ada koordinasi dalam bergerak serta menurunkan berat badan dan kulit menjadi kasar. Vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan secara umum dari seekor ternak dalam arti lebih banyak dibandingkan hanya untuk pertumbuhan tulang saja. Defisiensi vitamin D dapat mempengaruhi sistem pertulangan hewan muda. Vitamin E berfungsi dalam metabolisme normal syaraf, kontraksi urat daging, sirkulasi, respirasi, pencernaan, ekskresi, pertumbuhan, konversi pakan dan reproduksi. Ternak yang kekurangan vitamin E akan
mengganggu reproduksi. Vitamin B-kompleks dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.
2.4 Hijauan lokal Hijauan lokal yang diberikan dalam ransum ternak dengan proporsi yang tepat akan memberikan keseimbangan nutrien. Pemberian hijauan sebaiknya terdiri atas hijauan sebagai sumber energi (rumput), hijauan sebagai sumber protein (leguminosa) serta adanya kandungan mineral dan vitamin di dalamnya. Bahan pakan lokal yang berharga murah pada umumnya bersifat bulky serta mempunyai keterbatasan kualitas karena kandungan protein, TDN, palatabilitas dan kecernaan yang rendah. Namun demikian, dapat digunakan secara optimal sebagai pakan basal dan telah terbukti selain dapat menurunkan biaya ransum juga mampu meningkatkan produktivitas ternak (Suryani et al., 2013). Bahan pakan hijauan lokal segar yang umum diberikan kepada ternak menurut Chuzaemi et al. (1997) adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), gamal (Gliricidia sepium) dan waru (Hibiscus tilliacius)
2.4.1 Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) rumput yang berasal dari Afrika dan mempunyai kadar protein yaitu 9,5% dari bahan keringnya (Soedomo, 2000) Rumput gajah adalah tanaman tahunan, tumbuh tegak, mempunyai perakaran dalam dan berkembang dengan rhizoma untuk membentuk rumpun. Rumput ini merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta sebagai sumber energi yang disukai oleh ternak ruminansia (Lubis, 1992). Rumput gajah dapat hidup pada tanah asam dengan ketinggian 0-3000 m dan dapat dipotong apabila rumput sudah mencapai ketinggian 1 – 1,5 m
(Reksohadiprodjo, 2000). Tingginya rumput ini mencapai 5 m, berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan dapat berbunga seperti es lilin. Kandungan rumput gajah terdiri atas; 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (AAK., 1995). Rumput Gajah berproduksi sekitar 150.000 kg/ha/th dan dapat dilakukan pemotongan setelah 50-60 hari dan selanjutnya dilakukan 30-50 hari sekali. Panjang batang rumput mencapai 2,7 m dengan buku dan kelopak berbulu, helai daun mempunyai panjang 30-90 cm dan lebar 2,5 mm sedangkan lidah daun sangat sempit dan berbulu putih pada ujungnya dengan panjang 3 mm (Soegiri et al., 1992).
2.4.2 Gamal (Gliricidia sepium) Gamal (Gliricidia sepium) merupakan tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dibeberapa jenis tanah, termasuk jenis tanah yang kurang subur dengan ketinggian mencapai 1300 m dari permukaan laut serta tahan terhadap musim kemarau yang panjang (Chadhokar, 1982 dalam Jalaludin, 1994). Gamal dapat tumbuh dengan cepat dan berbentuk semak serta populer sebagai pakan ternak, pohon naungan, pagar tanaman, pencegah erosi dan pembunuh alang-alang (Mathius, 2002). Gamal adalah salah satu leguminosa semak/pohon yang kaya protein kasar yakni 19,1-25,7% dan energi termetabolis 2,62 Mkal/kg (Hartadi et al., 1990). Gamal mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dengan kandungan PK 22,70 %, GE 4,974 Kcal/kg BK, selulosa 15,77 %, hemiselulosa 20,66% dan Zn 18,216 mg/kg BK (Sukanten et al., 1996). Komposisi kimia daun gamal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya musim produksi, lingkungan tumbuh dan jenis gamal (Putra, 1999). Sutardi (1995) melaporkan bahwa gamal merupakan
leguminosa yang berperan sebagai sumber protein yang mudah didegradasi dalam rumen, namun kualitasnya rendah terutama produksi amonianya 2,3 mM.
2.4.3 Waru (Hibiscus tilliacius) Salah satu jenis pohon legum yang sangat baik untuk diberikan pada ternak ruminansia adalah daun waru. Satu pohon waru dapat menghasilkan kurang lebih 50 kilogram daun basah atau sekitar 8,5 kilogram bahan kering per tahun. Dengan kandungan protein 18,09 % dan bahan kering 28,24 %, daun Waru sangat cocok digunakan sebagai pakan ternak. Sapi dan kambing sangat menyenangi daun atau cabang muda Waru.
Saponin yang terkandung dalam daun Waru akan
memperlancar kecernaan dan sekaligus membunuh
protozoa pemakan bakteri
rumen (Rika, 2003) Waru mempunyai potensi yang sangat baik sebagai bahan pakan karena mampu menurunkan 32,31% populasi protozoa juga dapat meningkatkan 11,24% populasi bakteri rumen, 9,77% sintesis protein mikroba, dan 10,96% VFA jika dibandingkan dengan tanpa daun waru (Putra, 1999). Penggunaan 10% daun waru dari bahan kering konsentrat mampu menurunkan populasi protozoa dan menghasilkan konsentrasi VFA sebesar 168,81 mM dan NH3 sebesar 37,96 mg/100 ml pada imbangan hijauan : konsentrat 70:30 (Istiqomah et al., 2011).
2.5 Konsumsi Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi ternak apabila bahan pakan tersebut diberikan secara adlibitum. Ternak mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat pakan yang berguna untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Pada umumnya zat-zat pakan yang diperlukan oleh ternak berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air dalam jumlah
yang seimbang.
Kastadisastra
(1997)
menyatakan
bahwa
seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya juga meningkat. Makin banyak bahan yang dapat dicerna melalui saluran pencernaan, maka laju alir pakan akan lebih cepat yang akhirnya lebih banyak ruangan tersedia untuk penambahan pakan baru (Tillman et al., 1998). Pakan yang berkualitas baik, tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga relatif sama. Pemberian pakan yang berkualitas tinggi akan mempercepat pertumbuhan ternak, sehingga berat badan yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu yang relatif singkat. Tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yaitu kondisi dari ternak itu sendiri sedangkan faktor eksternal yaitu temperatur, palatabilitas, konsentrasi nutrisi dan bentuk pakan. Semakin tinggi temperatur lingkungan tempat hidup ternak, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas sehingga kebutuhannya terhadap pakan menurun dan sebaliknya. Sementara itu, palatabilitas merupakan suatu sifat performan bahan baku sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan pakan yang ditunjukkan pada organoleptiknya seperti bau, rasa, tekstur dan warna. Hijauan dengan kandungan lignin tinggi mempunyai palatabilitas yang rendah dan konsumsi pakan yang lebih rendah dari pada hijauan dengan kandungan lignin rendah.
2.6 Penyerapan zat pakan dalam sistem pencernaan kambing. Di dalam alat pencernaan ternak ruminansia bahan pakan mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah (Sutardi, 1995). Kambing dan domba merupakan ternak ruminansia yang mempunyai lambung majemuk yang
membedakannya dengan ternak non ruminansia yang berlambung tunggal seperti babi dan ayam (Monika et al, 1993). Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan pakan di dalam alat pencernaan, proses pencernaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pencernaan mekanik, pencernaan fermentatif dan pencernaan hidrolitik. Pada ternak ruminansia, proses pencernaan mekanik dimulai dari rongga mulut. Ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan bantuan gigi melalui proses pengunyahan dan pembasahan dengan saliva (Siregar, 1994). Setelah pencernaan dalam mulut, pakan akan berjalan dengan gerakan peristaltik melalui kerongkongan dan faring menuju retikulum. Retikulum berfungsi untuk mendorong pakan yang padat dan ingesta ke dalam rumen. Retikulum juga berperan dalam proses ruminasi. Proses ruminasi disebabkan oleh kontraksi retikulum dengan didahului terbukanya saluran kardiak (saluran akhir eosopagus) dan mengembangkan tekanan negatif dalam eosopagus. Dengan gerak anti peristaltik, pakan kembali masuk ke dalam mulut. Pakan yang halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba rumen. Di dalam rumen terdapat beraneka ragam mikroba anaerob yang keberadaannya sangat banyak dan tergantung dengan pakan yang dikonsumsi. Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna bahan pakan berserat kasar tinggi serta mengubah nutrien pakan secara fermentatif menjadi senyawa lain. Bila pakan mengandung protein berlebih, maka amonia dan sulfida akan dibuang, sedangkan bila kandungan proteinnya rendah, maka amonia dan sulfida dipergunakan secara efisien oleh mikroba rumen. Sulfida yang terbentuk dalam rumen diubah menjadi protein mikroba atau diabsorbsi oleh dinding rumen. Sintesis protein dapat dipercepat dengan adanya
mineral Zinc (Zn) yang berfungsi mengaktifkan enzim-enzim mikroba. Zn diabsorbsi melalui permukaan mukosa jaringan rumen. Pada konsentrasi rendah (5 – 10 µ g/ml), Zn menstimulir pertumbuhan cilliata rumen. Penelitian dengan analisa mikro memperlihatkan bahwa Zn mudah menembus cilliata (Arora, 1995). Proses pencernaan protein dilanjutkan dalam omasum dan abomasum untuk mengurai zat pakan agar dapat dicerna secara kimiawi di dalam abomasum dengan bantuan asam lambung. Setelah dari abomasum, digesti masuk ke dalam usus halus. Setelah terurai dalam bentuk yang sangat sederhana, zat-zat pakan akan diserap oleh usus halus dan akan diubah menjadi produk metabolisme.
2.7 Pertumbuhan Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai peningkatan jaringanjaringan struktural seperti otot, tulang dan jaringan pengikat yang menyatu dengan otot. Pada umumnya pertumbuhan dinyatakan dengan kenaikan berat badan yang diketahui dengan cara penimbangan yang ditampilkan melalui pertambahan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman et al., 1998). Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah pertambahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, demensi linier, dan komposisi tubuh seperti otot, lemak,tulang dan organ serta komponen-komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno, 1998). Jika dilihat dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat mineral yang tertimbun dalam tubuh sedangkan penambahan berat akibat penimbunan lemak dan penimbunan air dalam tubuh bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1994). Pertumbuhan ternak secara normal terutama
pertambahan beratnya akan mengikuti suatu pola yang berkaitan dengan umur dan pola ini akan mengalami perubahan sesuai dengan jumlah ransum yang dikonsumsi (Crammpton et al., 1986). Pertumbuhan ternak dalam hidupnya diwujudkan dalam bentuk pertambahan berat badan, dimensi tubuh dan organ tubuh lain dalam satuan waktu (Hammond, 1955). Selanjutnya dijelaskan juga pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor spesies (genetik), jenis kelamin, umur, dan kualitas serta kuantitas pakan. Bangsa ternak yang lebih besar akan lebih berat, tumbuh lebih cepat, dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan dari pada ternak yang mempunyai ukuran lebih kecil. Pengaturan pertumbuhan melibatkan steroid kelamin yang bertanggung jawab terutama atas perbedaan komposisi tubuh antara jantan dan betina (Soeparno, 1998). Sejalan dengan Davendra et al. (1982) yang menyatakan bahwa jumlah anak yang dilahirkan, potensi genetik dan lingkungan juga mempengaruhi pertambahan berat badan ternak yang berbeda-beda saat ternak mencapai dewasa. Cepat lambatnya pertumbuhan dipengaruhi oleh zat-zat pakan, jenis kelamin, dan hormon-hormon pertumbuhan. Pada umumnya ternak jantan mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ternak betina pada umur yang sama. Hal tersebut disebabkan adanya hormon androgen yang memberikan pengaruh nitrogen dalam tubuh.
2.8 Konversi Pakan Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan merupakan indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik karena pakan yang
digunakan akan semakin sedikit dan nantinya akan menghemat biaya (Anggorodi, 1994). Konversi ransum diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan unit pertambahan bobot badan per satuan waktu. Konversi ransum khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Pakan yang berkualitas baik akan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi minimal namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. (Martawidjaya dan Rangkuti, 1998). Faktor yang mempengaruhi konversi ransum yaitu lingkungan (suhu, penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi ransum dan tingkat energi ransum (Neshum et al., 1979).