BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejadian diare pada Balita 1. Pengertian Kejadian Diare Diare merupakan suatu sindrome yang menyertai berbagai penyakit tertentu atau akibat gangguan pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh adanya gangguan gizi, alergi, kekurangan enzim pencernaan, gangguan mental, dan kekhawatiran. Atau secara tidak sengaja zat yang bersifat konstifasi ikut terkonsumsi. Gangguan terjadinya diare sangat beragam dapat disebabkan oleh pengaruh salah satu atau gabungan dari 3 mekanisme yang terdiri atas proses osmotis, gangguan transport air elektrolit dan perubahan motilitas usus (Widya, 2008). Diare dikatakan sebagai keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua puluh jam pertama, dengan temperatur rectal diatas 380 C, kolik dan muntah-muntah (Soegijanto, 2003). 2. Frekuensi Diare Frekuensi diare pada balita lebih dari 4 kali dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ramaiah, 2007). 3. Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit menurut Suriadi (2004) adalah sebagai berikut:
10
11
a. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan b. Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi asidosis metabolik c. Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit d. Peradangan
akan
menurunkan
kemampuan
intestinal
untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi e. Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal 4. Jenis-jenis Diare Menurut Ramaiah (2007) ada 3 jenis diare: a. Diare cair akut Diare cair akut memiliki tiga ciri utama : gejalanya dimulai secara tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 3-7 hari. Kadang kala gejalanya bisa berlangsung sampai 14
12
hari. Lebih dari 75% orang yang terkena diare mengalami diare cair akut. b. Disentri Disentri memiliki dua ciri utama : adanya darah dalam tinja, mungkin disertai kram perut, berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat badan yang cepat. Sekitar 10-15% anak-anak di bawah usia lima tahun (balita) mengalami disentri. c. Diare yang menetap atau persisten Diare yang menetap atau persisten memiliki tiga ciri utama : pengeluaran tinja encer disertai darah, gejala berlangsung lebih dari 14 hari dan ada penurunan berat badan. Derajat dehidrasi akibat diare menurut Widoyono (2008) dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa b. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit c. Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, nafas cepat, anak terlihat lemah 5. Penyebab Diare Menurut Widjaja (2004) diare disebabkan oleh:
13
a. Faktor Internal 1) Faktor infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang sebagai berikut. a) Infeksi bakteri oleh kuman E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas. b) Infeksi basil (disentri) c) Infeksi virus enterovirus dan adenovirus d) Infeksi parasit oleh cacing (askari) e) Infeksi jamur (candidiasis) f) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronkhitis, dan radang tenggorokan 2) Faktor Malabsorbsi a) Malabsorbsi karbohidrat. Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis
dalam
susu
formula
menyebabkan
diare.
Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat khas asam, sakit di daerah perut. Jika sering terkena diare ini pertumbuhan anak akan terganggu b) Malabsorbsi lemak. Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar
14
lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak. 3) Faktor Makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. 4) Pemberian Zinc Pemberian Zinc yang tidak adekuat menyebabkan kekurangan terhadap zat zinc dalam tubuh. Tanda-tanda kekurangan seng adalah gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Fungsi pencernaan terganggu, karena gangguan fungsi pankreas, gangguan pembentukan kilomikron dan kerusakan permukaan saluran cerna. Di samping itu dapat terjadi diare dan gangguan fungsi kekebalan. b. Faktor Eksternal 1) Perilaku hidup bersih dan sehat a) Kebiasaan cuci tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi
15
makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. b) Kebiasaan membuang tinja Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. c) Penimbangan balita Penimbangan balita diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan balita. Apabila ada balita pertanyaanya adalah apakah sudah ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun. d) Perilaku penggunaan susu botol Penggunaan botol susu perlu diwaspadai karena sangat rentan terkontaminasi bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh perilaku ibu yang merupakan faktor risiko terjadinya diare. Botol susu yang tidak steril berbahaya sebab menjadi media berkembangbiaknya mikro-organisme yang bersifat patogen seperti bakteri, virus dan parasit, yang dapat menyebabkan penyakit, salah satunya diare.
16
2) Faktor lingkungan (environment) Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar. a) Sumber air minum Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. b) Jenis tempat pembuangan tinja Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut
17
aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare. c) Jenis lantai rumah Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah. d) Pengelolaan sampah Pengelolaan sampah berkaitan dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah akan hidup mikroorganisme penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor). Oleh karena itu, sampah harus dikelola dengan baik agar tidak menggangu atau mengancam kesehatan masyarakat. 6. Tanda dan Gejala Menurut Widoyono (2008) beberapa tanda dan gejala diare antara lain: a. Gejala Umum 1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare 2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
18
3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare 4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah b. Gejala Spesifik 1) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis 2) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah 7. Komplikasi Menurut Sudarti (2010), diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan : a. Dehidrasi (kekurangan cairan) Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang atau berat. Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit, yang dibagi menjadi : 1) Dehidrasi ringan apabila < 5% BB 2) Dehidrasi sedang apabila < 5% BB – 10% BB 3) Dehidrasi berat apabila < 10% BB – 15% BB b. Gangguan Sirkulasi Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami
syok
atau
presyok
berkurangnya volume cairan (hipovolemia).
yang
disebabkan
oleh
19
c. Gangguan asam-basa (asidosis) Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri. d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah) Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma. e. Gangguan Gizi Ganguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi). 8. Peran ibu dalam penanganan diare Seorang ibu memainkan peran yang sangat penting dalam penanganan diare pada seorang anak. Ini karena mereka biasanya bertanggung jawab untuk memberi makan dan mengasuh anak. Juga, seorang anak kemungkinan besar lebih bersedia minum dan makan ketika ibunya yang memberinya makan. Penting agar ibu mempelajari yang berikut ini (Ramaiah, 2007): a. Cara menyiapkan dan memberikan larutan dehidrasi oral
20
b. Berbagai jenis cairan yang tersedia di rumah c. Deteksi tanda-tanda dini memburuknya diare dan / atau dehidrasi. Ibu perlu berkonsultasi dengan dokter secepatnya, jika ada darah pada tinja, banyak tinja yang cair, muntah berkali-kali, rasa harus yang meningkat, si anak menolak untuk minum atau makan, demam, dan si anak lemas, sulit dibangunkan, atau tidak sadar Menurut Widya (2008), dehidrasi dapat diatasi dengan pemberian cairan pengganti, misalnya oralit atau cairan rumah tangga (larutan gulagaram, air taji, air kelapa, kuah sup, dan lain-lain). a. Cara membuat oralit Oralit tersedia dalam 2 ukuran, yaitu : 1) Oralit besar untuk dilarutkan dalam 1000 cc air 2) Ukuran kecil untuk dilarutkan dalam 200 cc air Pengerjaannya: 1) Cucilah tangan hingga bersih 2) Pakailah gelas, sendok, teko, panci, dan peralatan lainnya yang benar-benar dalam keadaan steril 3) Gunakan air minum, baik air putih / air teh yang telah dimasak dan telah didinginkan. Air yang baru saja mendidih tidak dianjurkan, karena dapat menguraikan zat-zat yang terkandung di dalam oralit sehingga khasiatnya berkurang
21
4) Masukkan 1 bungkus oralit ukuran kecil ke dalam 1 gelas air (200 cc). Jika menggunakan ukuran besar dimasukkan ke dalam 5 gelas air (1000 cc) 5) Aduklah hingga benar-benar larut 6) Siap untuk diminum b. Takaran Oralit yang harus diberikan Pada prinsipnya, oralit diberikan sesuai kebutuhan anak. Jangan takut kelebihan, karena jika hal itu terjadi, maka larutan tersebut dikeluarkan melalui air seni. Sebaiknya jangan sampai kurang, karena hal itu berarti tidak mengatasi dehidrasi. Aturan pakai: 1) Anak di bawah umur 1 tahun 3 jam pertama 1 ½ gelas, selanjutnya ½ gelas setiap kali diare. 2) Anak di bawah umur 5 tahun 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali diare. 3) Anak di atas umur 5 tahun 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali diare. 4) Anak di atas 12 tahun dan orang dewasa 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 3 gelas setiap kali diare. c. Cara Memberikan Oralit 1) Berikan oralit dengan menggunakan sendok, gelas, atau cangkir. Jangan dengan botol atau dot, karena ujung dot dapat menyentuh
22
langit-langit dan tenggorokan sehingga merangsang terjadinya muntah 2) Mula-mula berikan sedikit terlebih dahulu, kemudian tunggu 5-10 menit agar anak tidak muntah, setelah itu dilanjutkan sedikit demi sedikit. Pemberian oralit dengan menggunakan sendok, sedikit demi sedikit biasanya tidak menimbulkan muntah dan bila diberikan terus menerus cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan 3) Dalam 2-3 jam pertama sebaiknya diberikan oralit sebanyak mungkin hingga tercapai rehidrasi (tanda atau gejala dehidrasi menghilang), kemudian pemberiannya dikurangi sesuai dengan petunjuk diatas. 9. Pencegahan Menurut Widoyono (2008) penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain : a. Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah buang air besar (BAB) d. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun e. Menggunakan jamban yang sehat f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar
23
B. Zinc (Seng) 1. Pengertian Zinc Zinc atau seng adalah suatu mikronutrien yang merupakan elemen dari banyak metallo-enzyme sebagai koenzim pada berbagai sistem enzim. Pertama kali dikenali pada enzim carbonic-anhidrase, berperan dalam metabolisme asam nukleat, mitosis dan sintesis protein pada proses pertumbuhan dan diferensiasi sel. Seng berperan dalam menjaga stabilitas dinding sel, serta memiliki peran penting dalam fungsi imunitas seluler (Pudjiadi, 2010). Akhmadi (2010), zinc merupakan kofaktor enzim superioxide dismutase (SOD). Enzim SOD terdapat pada hampir semua sel tubuh. Dalam setiap sel, ketika terjadi transport elektron untuk mensintesis ATP selalu timbul hasil sampingan yaitu anion superoksida. Anion superoksida merupakan radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakan, setiap sel mengekspresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida menjadi H2O2, selanjutnya H2O2 akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman, yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bisa pula diubah menjadi H2O oleh enzim glutation peroksidase. Tentu saja SOD sangat berperan dalam menjaga integritas epitel usus. Zinc memiliki sebutan sebagai mineral penyembuh yang sangat mendukung fungsi system iminutas tubuh. Telah diteliti bahwa kecepatan penyembuhan luka lebih tinggi pada pasien yang tercukupi kebutuhan
24
zinc-nya. Oleh karena itu, direkomendasikan agar pasien diberi zinc dalam jumlah cukup pada saat penyembuhan diare (Almatsier, 2009). 2. Fungsi Zinc Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, dan asam nukleat. Misalnya, sebagai bagian dari karbonik anhidrase dalam sel darah merah, seng berperan dalam pemeliharaan keseimbangan
asam
basa
dengan
cara
membantu
mengeluarkan
karbondioksida dari jaringan keseimbangan serta mengangkut dan mengeluarkan karbondioksida dari paru-paru pada pernafasan. Enzim yang sama berperan dalam pengeluaran amonia dan dalam produksi hidroklorida yang diperlukan untuk pencernaan. Sebagai bagian dari enzim peptidase karboksil yang terdapat didalam cairan pankreas, seng berperan dalam pencernaan protein. Seng juga dihubungkan dengan hormon insulin yang dibentuk di dalam pankreas, walaupun tidak berperan langsung terhadap kegiatan insulin. Peranan penting lain adalah sebagai bagian integral enzim DNA polimerase dan RNA polimerase yang diperlukan dalam sintesis DNA dan RNA. Sebagai bagian dari enzim kolagenase, seng berperan pula dalam sintesis dan degradasi kolagen. Dengan demikian, seng berperan dalam pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka (Diastyrini, 2009).
25
Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi lakilaki dan pembentukan sperma. Enzim superoksida dismutase (yang membutuhkan Zn dan Cu) di dalam sitosol semua sel, terutama eritrosi diduga berperan dalam memusnahkan anion superoksida yang merusak. Sebagai bagian berbagai enzim dehidrogenase, selain berperan dalam metabolisme tahap pertengahan, seng berperan pula dalam detoksifikasi alkohol dan metabolisme vitamin A. Retinal dehidrogenase di dalam retina yang mengandung seng berperan dalam metabolisme pigmen visual yang mengandung vitamin A. Di samping itu seng diperlukan untuk sintesis alat angkut vitamin A protein pengikat retinol (retinol binding protein / RBP) di dalam hati. Dengan terkaitnya seng dengan metabolisme vitamin A, berarti seng terkait dengan berbagai fungsi vitamin A. Seng berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh sel B. Taraf darah yang rendah dihubungkan dengan hipogeusia atau kehilangan indra rasa. Hipogeusia biasanya disertai penurunan nafsu makan dan hiposmia atau kehilangan indra bau. Hal ini biasanya terjadi pada stress akibat terbakar, fraktur tulang dan infeksi. Seng tampaknya juga berperan dalam metabolisme tulang, transport oksigen, dan penggumpalan darah. Karena seng berperan dalam reaksireaksi yang luas, kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan.
26
3. Sumber Zinc Sumber seng dari makanan berasal dari telur, daging unggas, daging sapi, tiram, kepiting dan kacang-kacangan. Absorpsi seng sangat bervariasi tergantung pada kandungan seng dalam diet dan bioavaibilitas seng. Seng dari produk hewani merupakan seng yang mudah diserap, sedangkan dari produk nabati absorpsinya tergantung pada kandungan seng dari tanah. Air Susu Ibu (ASI) mengandung sedikit seng, tetapi bioavaibilitas tinggi dan biasanya mencukupi kebutuhan bayi hingga berusia 6 bulan. Susu formula mengandung seng lebih tinggi namun hanya sebagian kecil yang diabrorpsi. Absorpsi seng terjadi dalam duodenum dan usus halus bagian proksimal. Seng dari diet bercampur dengan seng dari sekresi pancreas dan hasil deskuamasi usus yang mengandung seng didalam lumen intestinal (Akhmadi, 2010). Setelah uptake oleh sel usus, seng melintasi permukaan serosa dan secara aktif disekresikan ke dalam sirkulasi portal dimana kemudian seng terikat dengan albumin. Mekanisme ini bersifat reversible, dan juga terjadi uptake seng portal oleh usus. Pada keadaan kecukupan seng, peningkatan pool seng memicu sintesis metalotionin sel usus, yang dapat mengikat seng intraseluler. Defisiensi seng merupakan hal yang masih sering terjadi di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kurangnya intake, peningkatan kebutuhan serta kehilangan seng dari tubuh akibat penyakit terutama infeksi yang masih tinggi angka kejadiannya. Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi dan defisiensi seng yang saling mempengaruhi. Pada
27
penyakit infeksi, kebutuhan seng tubuh
akan
meningkat untuk
pembentukan fungsi imun. Peranan seng pada diare merupakan pengaruh langsung pada sistem gastrointestinal maupun melalui peranannya pada sistem imun (Almatsier, 2009). 4. Faktor-faktor yang mengatur absorpsi seng Banyaknya seng yang diabsorpsi berkisar antara 15-40%. Seperti halnya besi, absorpsi seng dipengaruhi oleh status seng tubuh. Bula lebih banyak seng yang dibutuhkan, lebih banyak pula jumlah seng yang diabsorpsi. Begitu pula jenis makanan mempengaruhi absorpsi, serat dan fitat menghambat ketersediaan biologik seng. Sebaliknya, protein histidin tampaknya membantu absorpsi. Tembaga dalam jumlah melebihi kebutuhan faali menghambat absorpsi seng. Nilai albumin dalam plasma merupakan penentu utama absorpsi seng. Albumin merupakan alat transport utam seng. Absorpsi seng menurun bila nilai albumin darah menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang atau kehamilan. Sebagian seng mengunakan alat transport transferin, yang juga merupakan alat transport besi. Dalam keadaan normal kejenuhan transferin akan besi biasanya kurang dari 50%. Bila perbandingan antara besi dengan seng lebih dari 2 : 1, transferin yang tersedia untuk seng berkurang, sehingga menghambat absorpsi seng. Sebaliknya, dosis tinggi seng juga menghambat absorpsi besi. Hal ini perlu dipertimbangkan bila menggunakan suplemen mineral. Absorpsi seng berasal dari ASI lebih baik yang berasal dari susu sapi.
28
5. Akibat kekurangan dan kelebihan seng Menurut Pudjiadi (2010), akibat kekurangan dan kelebihan seng antara lain: a. Akibat kekurangan seng Kekurangan seng pertama kali dilaporkan pada tahun 1960-an, yaitu pada anak dan remaja laki-laki di Mesir, Iran dan Turki dengan karakteristik tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual. Diduga penyebabnya makanan penduduk sedikit mengandung daging, ayam dan ikan yang merupakan sumber utama seng. Makanan terutama terdiri atas serealia tumbuk dan kacang-kacangan yang tinggi akan serta dan fitat yang menghambat absorpsi seng. Serealia terutama dimakan sebagai roti yang pembuatannya tidak diragikan. Pada proses fermentasi oleh ragi, fitat dipecah sehingga tidak menghambat absorpsi seng. Defisiensi seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anakanak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan seng adalah gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Fungsi pencernaan terganggu, karena gangguan fungsi pankreas,
gangguan
pembentukan
kilomikron
dan
kerusakan
permukaan saluran cerna. Di samping itu dapat terjadi diare dan gangguan fungsi kekebalan. Kekurangan seng kronis menganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak.
29
b. Akibat kelebihan seng Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) menurunkan absorpsi tembaga, dapat menyebabkan degenerasi otot jantung. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia dan gangguan reproduksi. Suplemen seng bisa menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang asam dan disimpan di dalam kaleng yang dilapisi seng. Tabel 2.1 Angka kecukupan seng yang dianjurkan sesuai umur Umur Bayi 1-9 tahun 10 - > 60 tahun Ibu hamil Ibu menyusui Sumber: Almatsier (2009)
Kebutuhan 3-5 mg 8-10 mg 15 mg (baik pria maupun wanita) + 5 mg + 10 mg
6. Dosis tablet Zinc ( 1 tablet = 20 mg ) Berikan dosis tunggal selama 10 hari: a. Umur 2 – 6 bulan : 1/2 Tablet b. Umur ≥ 6 bulan
: 1 Tablet
7. Cara Pemberian Tablet Zinc a. Larutkan Tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet larut – 30 detik), segera berikan kepada anak.
30
b. Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh. c. Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh, meskipun diare sudah berhenti. d. Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan. e. Zinc aman dikonsumsi bersamaan dengan oralit. Zinc diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap kali anak buang air besar sampai diare berhenti.
C. Pemberian Zinc pada Diare Zinc atau seng adalah suatu mikronutrien yang merupakan elemen dari banyak metallo-enzyme sebagai koenzim pada berbagai sistem enzim. Pertama kali dikenali pada enzim carbonic-anhidrase, berperan dalam metabolisme asam nukleat, mitosis dan sintesis protein pada proses pertumbuhan dan diferensiasi sel. Seng berperan dalam menjaga stabilitas dinding sel, serta memiliki peran penting dalam fungsi imunitas seluler (Pudjiadi, 2010). Zinc memiliki sebutan sebagai mineral penyembuh yang sangat mendukung fungsi system iminutas tubuh. Telah diteliti bahwa kecepatan penyembuhan luka lebih tinggi pada pasien yang tercukupi kebutuhan zinc-
31
nya. Oleh karena itu, direkomendasikan agar pasien diberi zinc dalam jumlah cukup pada saat penyembuhan diare (Almatsier, 2009). Zinc adalah sebuah mikronutrisi yang bisa ditemukan di semua jaringan tubuh dan penting bagi pertumbuhan sel, diferensiasi sel dan sintesa DNS. Juga penting untuk menjaga sistem daya tahan tubuh yang sehat. Selama diare berlangsung zinc hilang bersama diare sehingga hal ini bisa memacu kekurangan zinc di tubuh. World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan penggunaan zinc dalam pengobatan diare dengan dosis 10 mg per hari pada bayi 2-5 bulan, dan dosis 20 mg per hari untuk anak 6 bulan keatas selama 10 hari (WHO, 2005). Kekurangan zinc (seng) pertama kali dilaporkan pada tahun 1960-an, yaitu pada anak dan remaja laki-laki di Mesir, Iran dan Turki dengan karakteristik tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual. Diduga penyebabnya makanan penduduk sedikit mengandung daging, ayam dan ikan yang merupakan sumber utama seng. Makanan terutama terdiri atas serealia tumbuk dan kacang-kacangan yang tinggi akan serta dan fitat yang menghambat absorpsi seng. Serealia terutama dimakan sebagai roti yang pembuatannya tidak diragikan. Pada proses fermentasi oleh ragi, fitat dipecah sehingga tidak menghambat absorpsi seng. Defisiensi seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan seng adalah gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Fungsi pencernaan terganggu, karena gangguan fungsi pankreas, gangguan pembentukan kilomikron dan kerusakan permukaan saluran cerna.
32
Di samping itu dapat terjadi diare dan gangguan fungsi kekebalan. Kekurangan seng kronis menganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak (Pudjiadi, 2010). Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) menurunkan absorpsi tembaga, dapat menyebabkan degenerasi otot jantung. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia dan gangguan reproduksi. Suplemen seng bisa menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang asam dan disimpan di dalam kaleng yang dilapisi seng.
33
D. Kerangka Teori
Faktor internal: 1. Faktor infeksi a. Infeksi bakteri b. Infeksi basil c. Infeksi virus d. Infeksi parasit 2. Faktor malabsorbsi a. Malabsorbsi karbohidrat b. Malabsorbsi lemak 3. Faktor makanan a. Tercemar b. Basi c. Beracun 4. Pemberian zinc
Faktor eksternal : 1. Perilaku hidup bersih dan sehat a. Kebiasaan cuci tangan b. Kebiasaan membuang tinja c. Penimbangan balita d. Perilaku penggunaan botol susu 2. Faktor lingkungan a. Sumber air minum b. Jenis tempat pembuangan tinja c. Jenis lantai rumah d. Pengelolaan sampah
Bagan 2.2 Kerangka Teori Sumber: Widjaja (2004)
Kejadian diare pada balita
34
B. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Pemberian Zinc
Kejadian diare pada balita
Bagan 2.3 Kerangka Konsep
C. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, 2007). Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian zinc. 2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita.
35
D. Hipotesa Menurut Notoatmodjo (2010), hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Hipotesa penelitian ini adalah: Ha
: Ada hubungan pemberian zinc dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang.
H0
: Tidak ada hubungan pemberian zinc dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang.