Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Material Baja
2.1.1. Sifat Material Baja Pada setiap proyek – proyek konstruksi, baja selalu dibutuhkan, mesipun volume yang digunakan tidak harus selalu mendominasi atau mayoritas, hal ini dikarenakan Material dari baja memiliki keunggulan dibanding material lainnya, keunggulan itu ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan, dan daktilitasnya yang sangat cocok dipakai untuk mengevaluasi struktur yang diberi pembebanan. Selain itu karena merupakan buatan pabrik, produk baja memiliki kontrol produksi yang baik, dan menyebabkan terjaganya mutu material. sehingga kualitas material baja yang dihasilkan relatif homogen dan konsisten dibanding material lain.
Disamping keunggulan diatas tentunya setiap material memiliki kekurangan. Material Baja unggul bila ditinjau dari segi kemampuannya menerima beban, tetapi jika dibiarkan tanpa perawatan khusus dilingkunagan yang terbuka, kelemahan material ini akan terlihat. Karena unsur utamanya besi, maka baja akan mengalami kerosi, yaitu proses elektrokimia. Yaitu timbulnya karat besi Fe2O3.nH20, zat padat berwarna coklat kemeraha – merahan. Volume baja berkurang karena menjadi karat. Kemungkianan terjadinya kerosi pada baja merupakan kelemahan konstruksi baja dibanding kontruksi beton. Oleh sebab itu struktur baja seringkali dilapisi cat anti karat atau dibungkus dengan Alumunium Composite Panel, selain dapat melindungi dari kerosi juga berfungsi sebagai asesoris yang memperindah gedung seperti yang dilakukan pada Rangka Baja Crown MSIG Tower Sudirman. II - 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1.2. Standar Mutu Material Baja Di negara Indonesia Standar Mutu menjadi tanggung jawab Badan Standarisasi Nasional. (BSN), Lembaga Pemerintah Non – Departemen yang bertugas menerbitkan dokumen Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kode identifikasi sebagai rujukan mutu. Dokumen SNI dapat dianggap sebagai standar mutu produk di Indonesia, maka profil baja canai panas (hot-rolled) utnuk keperluan konstruksi bangunan baja tersedia dalam kelas mutu sebagaimana yang terlihat pada Tabel. 2.1 Tabel 2.1. Mutu Produk SNI – baja profil canai panas (Sumber : SNI 1729 – 2015)
Kuat Leleh Minimum (Mpa)
Kelas Bj P34 (SS34) Bj P41 (SS41) Bj P50 (SS50) Bj P55 (SS55)
Kuat Tarik
t ≤ 16 mm
t > 16 mm
(Mpa)
205
195
330 - 430
245
235
400 - 510
285
275
490 - 610
400
390
540
Komposisi Kimiawi (maks) C
Mn
P
S
-
-
0,05
0,05
0,3
1,6
0,04
0,04
Dengan spesifikasi produk untuk keperluan design baja adalah sebagai berikut. Tabel 2.2. Spesifikasi Material Baja untuk Keperluan Design (SNI) Kuat Leleh
Kuat Tarik
Elongasi
min. (Mpa)
min. (Mpa)
min. (%)
BJ 34
210
340
22
BJ 37
240
370
20
BJ 41
250
410
18
BJ 50
290
500
16
BJ 55
410
550
13
Tipe
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Modulus elastisitas
= E = 200.000 Mpa
Modulus Geser
= G = 80.000 Mpa
Angka Poison
= v = 0,3
Koef. Pemuaian
= a = 12 x 10-6 peroC
2.2.
Filosofi Desain
2.2.1. Ketentuan Load and Resistance Factor Design (LRFD) Mengacu pada SNI 1729 : 2015 yang mengadopsi penuh AISC 2010, perencanaan struktur baja dapat dipilih, yaitu DFBK (Design Faktor Beban dan Ketahanan) / LRFD (Load Resistance Factor Design), Adapun penulisan Tugas Akhir ini dibahas dengan ketentuan DFBK /LRFD saja. Untuk memudahkan penyebutan maka digunakan singkatan LRFD saja seperti yang sudah lazim digunakan.
Perencanaan LRFD dianggap memenuhi syarat jika kuat perlu Ru lebih kecil dari kuat rencana ɸ Rn dengan ɸ adalah factor tahanan yang nilainya bervariasi tergantung rilaku aksi komponen yang ditinjau pada Table 2.3. Jadi konsep dasar ketentuan LRFD adalah : 𝑹𝒖 ɸ𝑹𝒏 …………………………………………………………………….…... (2.1) dimana : ϕ = faktor resistensi yang berkaitan dengan kekuatan tarik (Faktor Tahanan) Rn = kekuatan nominal batang tarik Ru = beban terfaktor batang tarik (LRFD)
II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel. 2.3.Faktor Tahanan ɸ Komponen Struktur Lentur
Faktor Tahanan ɸ 0,90
Tekan Aksial
0,00
Tarik Aksial - Tarik Leleh
0,90
- Tarik Fraktur Geser*)
0,75 0,90
Sambungan Baut - Baut Geser
0,75
- Baut Tarik
0,75
- Kombinasi geser dan tarik
0,75
- Baut Tumpu
0,75
Sambungan Las - Las Tumpul Penetrasi Penuh
0,90
- Las Sudut / tumpul penetrasi sebagian - Las Pengisi
0,75 0,75
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
2.2.2. Teori Direct Analysis Method (DAM) Umum Direct Analysis Methode (DAM) / Analisis Langsung Desain menjelaskan bahwa stabilitas adalah hal penting pada perencanaan struktur baja, dimana untuk itu harus ditinjau secara menyeluruh, baik tingkat struktur global, maupun elemen – elemen penyusun (lokal).
Dalam analisis stabilitas struktur, perlu memasukkan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu seperti : II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
-
Deformasi elemen akibat gaya-gaya internal yang bekerja, juga bentuk deformasi lain yang mempengaruhi prilaku struktur.
-
Pengaruh orde – 2 atau non linear geometri, bail P - (global – struktur) maupun P – δ (lokal – elemen)
-
Adanya ketidaklurusan elemen batang atau cacat bawaan akibat ketidaksempurnaan geometri.
-
Reduksi penampang akibat kondisi inelastic yang terjadi
-
Ketidakpastian kekuatan dan kekakuan pada perencanaan.
Perancangan Stabilitas Perancangan struktur baja Direct Analysis Method, didasarkan pada analisis struktur pemakaiannya tidak terbatas ada struktur yang rasio didasarkan pada analisis struktur elastic orde ke – 2. Pemakaiannya tidak terbatas pada struktur yang rasio pembesaran momen akibat perindahan titik nodal, 𝟐𝒏𝒅𝑶𝒓𝒅𝒆𝒓 𝟏𝒔𝒕𝑶𝒓𝒅𝒆𝒓
𝟏, 𝟓……………………………………………………….…………(2.2)
Parameter penentu stabilitas struktur baja Ada Tiga aspek penting yang mempengaruhi stabilitas elemen yaitu : -
Non Linieritas Geometri : Deformasi akibat pembebanan pada struktur langsing tidak bisa diabaikan dan perlu diatasi dengan analisa struktur orde 2, dimana keseimbangan struktur akan memenuhi kondisi geometri setelah berdeformasi.
-
Sebaran Plastisitas : Elemen struktur baja umumnya berbentuk profil yang dihasilkan dari proses hot-rolled, maupun pengelasan. keduanya meninggalkan tegangan sisa pada penampang akibat proses pendinginan dan adanya restraint. Kondisi ini mengurangi kekuatan element akibat stabilitas. II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
-
Kondisi Batas Elemen : akan menentukan kekuatan batas elemen struktur, seperti terjadinya kelelehan material, tekuk lokal, tekuk global berupa tekuk lentur, trkuk torsi maupun terkuk torsi – lentur.
Persayaratan Analisis Struktur Akurasi Direct Analysis Method mensyaratkan program analisis struktur yang dipakai seperti berikut : -
Dapat
memperhitungkan
deformasi
komponen-komponen
struktur
dan
sambungannya yang mempengaruhi deformasi struktur keseluruhan. -
Pengaruh Orde ke – 2 ( P - & P – δ) perlu diperhitungkan dalam mencari gaya – gaya internal batang.
Pengaruh cacat bawaan (initial imperfection) Ketidak-sempurnaan atau cacat dari elemen struktur, seperti ketidak-lurusan batang akibat proses fabrikasi atau konsekuensi adanya toleransi pelaksanaan lapangan, akan menghasilkan efek destabilizing. Pada Direct Analysis Method ini data diselesaikan dengan dua cara yaitu : -
Cara permodelan langsung cacat pada geometri model yang dianalisis,
-
Memberikan beban notional (beban lateral ekivalen) dari sebagian prosentasi beban gravitasi (vertical) yang bekerja. 𝑵𝒊 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟐 𝒀𝒊 ……………………………………………………….……....(2.3) dimana Ni = Beban notional di level i Yi = Beban Gravitasi di level I hasil beban kombinasi LRFD
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Penyesuaian Kekakuan Tegangan sisa pada profil baja yang mengalami leleh setempat akibat tegangan sisa pada saat pengelasan akan menyebabkan pelemahan kekuata saat mendekati kondisi batasnya. Kondisi tersebut menghasilkan efek destabilizing yang diatasi dengan penyesuaian kekakuan struktur, yaitu memberikan faktor reduksi kekakuan. Nilainya diperoleh dengan cara kalibrasi dengan memperbandingkan dengan analisia distribusi plastisitas maupun hasil uji test empiris (Galambos 1998) Faktor reduksi kekakuan yang dipilih DAM adalah sebagai berikut : 𝐸𝐼 ∗ = 0,8 𝑏 𝐸𝐼 .......................................................................................................(2.4) 𝐸𝐴∗ = 0,8𝐸𝐴 .........................................................................................................(2.5)
2.2.3. Beban dan Konsep Pembebanan Pada dasarnya perencanaan struktur yang baik adalah dengan menganalisa model struktur dengan memprediksi beban secara pasti. Yaitu beban tetap yang terdiri dari beban mati dan beban hidup, dan beban sementara.
Beban Mati Beban Mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap plafon, tangga dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektual dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. -
Berat Bahan Konstruksi. Dalam menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang. II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
-
Berat Peralatan Layan tetap. Dalam menentukan beban mati rencana, harus diperhitungkan berat peralatan layan yang digunakan dalam bangunan gedung seperti plumbing, mekanikal elektrikal, dan alat pemanas, ventilasi, dan system pengondisian udara.
Beban Hidup Minimum Beban hidup yang digunakan dalam perancangan bangunan gedung dan struktur lain harus maksimum yang diharapkan terjadi akibat penghunian dan penggunaan bangunan gedung, akan tetapi tidak boleh kurang dari beban merata minimum yang ditetapkan dalam table berikut : Tabel. 2.4. Beban Hidup Minimum
(Sumber : SNI 1727 – 2013)
Beban Hujan Setiap bagian dari suatu atap harus dirancang mampu menahan beban dari semua air hujan yang terkumpul apabila sistem drainase primer untuk bagian tersebut tertutup
II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
ditambah beban merata yang disebabkan oleh kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase. 𝑅 = 5,2(𝑑𝑠 + 𝑑ℎ ), 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑆𝐼 𝑅 = 0,0098(𝑑 𝑠 + 𝑑 ℎ ) .............................................(2.6) Apabila sistem drainase skunder terdiri dari beberapa saluran, saluran – saluran tersebut dan titik keluarnya harus dipisahkan dari saluran primer. Beban Angin Gaya angin desain untuk bangunan gedung terbuka harus tidak kurang dari 16lb/ft2 (0,77 Kn/m2) dikalikan dengan luas Af (Luas bangunan gedung terbuka dan struktur lainnya baik yang tegak lurus terhadap arah angin ataupun diproyeksikan pada bidang yang tegak lurus terhadap angin (m2).
2.2.4. Kombinasi Beban Pada tugas akhir ini kombinasi beban dirancang menggunakan ketentuan Kombinasi Beban Terfaktor. Dimana struktur, komponen, dan pondasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari beban terfaktor dengan ketentuan sebagai berikut : 1) 1,4D 2) 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R) 3) 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + 0,5 (L atau 0,5W) 4) 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) 5) 1,2D + 1,0E + L + 0,2S 6) 0,9D +1,0W 7) 0,9D + 1,0E
II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
dimana, D
= Beban Mati
L
= Beban Hidup
Lr
= Beban Hidup Atap
S
= Beban Salju
R
= Beban Hujan
W
= Beban Angin
E
= Beban Gempa
2.2.5. Probabilitas Terhadap Keamanan Struktur Prinsip perencanaan struktur pada dasarnya adalah mengatur sedemikian rupa sehingga kekuatan dan karakteristik kinerja setiap komponen struktur yang didesain, harus lebih besar dari yang diperlukan sepanjang umurnya. Dalam mengembangkan spesifikasi perencanaan untuk mencari suatu nilai yang sesuai dengan batasan keamanan, reliabilitas (keandalan) dan probbilitas (kemungkinan) terjadinya keruntuhan, maka faktor – faktor berikut harus menjadi pertimbangan. a. Varisai bahan material yang digunakan untuk struktur yang berkaitan dengan kekuatan atau faktor fisik lain yang mempengaruhinya. b. Ketidakpastian terhadap besarnya beban rencan yang akan bekerja termasuk juga kemungkinan peningkatannya pada masa mendatang. c. Akurasi dari analisa yang digunakan untuk mendapatkan gaya – gaya yang bekraja pada struktur maupun komponen pendukungnya. d. Akurasi dari analisa yang digunakan untuk mendapatkan gaya – gaya yang bekerja pada struktur maupun komponen pendukungnya.
II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
e. Kemungkinan berkurangnya kekuatan struktur akibat faktor – faktor alami, misalnya kerosi, dan hal – hal yang lain. f. Bedarnya kerusakan yang timbul dan kemungkinan jatuhnya korban yang banyak akibat kegagalan suatu komponen struktur tersebut. g. Kualitas mutu pekerjaan.
2.2.6. Kondisi Batas Untuk menerapkanm kondisi batas pada perencanaan struktur, metode LRFD memiliki ketentuan yang terdiri dari parameter – parameter berikut : ∑𝛾𝑖 𝑄𝑖 ≤ 𝜙𝑅𝑛 ...................................................................................................... (2.7) Dimana : ∑
= Penjumlahan
I
= Menunjukkan berbagai kondisi yang ditinjau
𝑄𝑖
= Pengaruh beban nominal
𝛾𝑖
= Faktor beban terkait beban 𝑄𝑖 yang ditinjau
𝛾𝑖 𝑄𝑖
= Kuat perlu, dari kondisi batas yang paling extrim
𝛷
= Faktor tahanan sesuai jenis struktur yang ditinjau
𝑅𝑛
= Kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan
𝜙𝑅𝑛
= Kuat rencana, kekuatan struktur yang direncanakan.
Bagian kiri persamaan ( no ) adalah kondisi batasketahanan yang diperlukan struktur atau kuat minimun suatu struktur agar aman memikul beban berdasarkan hasil analisa struktur terbesar terhadap berbagai beban terfaktor rencana. Bagian kanan persamaan ( no ) menunjukkan kondisi batas dari kapasitas kekuatan struktur yang direncanajan. Jadi
II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
ketentuan LRFD pada dasarnya adalah membandingkan pengaruh beban terfaktor terhadap kekuatan elemen struktur yang dapat dihasilkan.
2.3.
Komponen Struktur Tarik
Mutu bahan baja relatif tinggi segingga dimensinya cenderung langsing. Pada struktur seperti itu, pemakaian material baja hanya efisien untuk batang tarik. Oleh sebab itu elemen struktur baja yang terlihat “relatif langsing” terhadap elemen lainnya dapat dipastikam akan berfungsi sebagai batang tarik. 2.3.1. Batas Kelangsingan Secara teoritis kondisi kelangsingan hanya diperhitungkan untuk elemen tekan. Untuk komponen struktur yang dirancang berdasarkan tarik, rasio kelangsingan adalah 𝐿/𝑟 ≤ 300 ................................................................................................................(2.8)
2.3.2. Konsep Perancangan Konsep perencanan batas menyebabkan elemen struktur dapat diberdayakan sampai kondisi tegangan maksimum. Maka adanya prilaku strain – hardening material sambungan menjadi penting. Jika tidak, maka dapat dipastikan kekuatan batang tarik ditentukan oleh bagian sambungan yang lebih lemah (lubang). Adanya strain – hardening material menyebabkan kekuatannya dapat ditingkatkan sebesar tegangan batas (Fu) atau kuat tariknya. Prilaku Fy dan Fu tidak sama, oleh sebab itu diberikan faktor keamanan berbeda, yang tercermin pada faktor ketahanan tarik (ϕ) yang diberikan. Itulah prinsip dasar perencanaan batang tarik.
II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.3. Kuat Tarik Nominal Kekuatan tarik desain, tPn , dan kekuatan tarik tersedia, Pn/t , dari komponen struktur tarik, harus nilai terendah yang diperoleh sesuai dengan keadaan batas dari leleh tarik pada penampang bruto dan keruntuhan tarik pada penampang neto. a. Untuk leleh tarik pada penampang bruto :
𝑃𝑛 = 0,9 𝐹𝑦 𝐴𝑔 ...............................................................................................(2.9) b. Untuk keruntuhan tarik pada penampang neto :
𝑃𝑛 = 0,75 𝐹𝑢 𝐴𝑒 ...........................................................................................(2.10) Dimana : Ae
= luas neto efektif in2 (mm2)
Ag
= luas bruto dari komponen struktur, in2 (mm2)
Fy
= tegangan leleh minimum yang disyaratkan, ksi (Mpa)
Fu
= kekuatan tarik minimum yang disyaratkan, ksi (Mpa)
2.3.4. Konsep Luas Penampang Luas bruto Ag dan luas neto An dari komponen struktur tarik harus ditentukan sesuai dengan ketentuan pasal B4.3 Luas neto efektif dari komponen struktur tarik harus ditentukan sebagai berikut : 𝐴𝑒 = 𝐴𝑛 𝑈 ...............................................................................................................(2.11) Dimana : Ae
= luas neto efektif in2 (mm2)
An
= luas penampang bersih (neto, dikurangi lubang)
U
= Faktor shear lag
Faktor Shear lag dapat dilihat pada Table 2.5 berikut II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel. 2.5. Faktor Shear Lag
(Sumber : Struktur Baja – Prilaku, Analisis & Design – AISC 2010, Wiryanto Dewobroto)
2.3.5. Struktur terhubung sendi Kekuatan Tarik Kekuatan tarik desain, tPn , dan kekuatan tarik tersedia, Pn/t , dari komponen struktur terhubung-sendi, harus nilai terendah yang ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan tarik, keruntuhan geser, tumpuan, dan pelelehan. c. Untuk leleh tarik pada penampang bruto : II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
𝑃𝑛 = 0,75 𝐹𝑢 (2𝑡𝑏𝑒 ) ....................................................................................(2.12) d. Untuk keruntuhan tarik pada penampang neto :
𝑃𝑛 = 0,75 . 0,6 𝐹𝑢 𝐴𝑠𝑓 .................................................................................(2.13) Dimana : Asf
= luas pada alur kegsgalan geser = 2t(a+d/2) in2 (mm2)
A
= jarak terpendek tepi lubang sendi ke tepi komponen struktur yang diukur paralel terhadap arah gaya, in (mm).
be
= 2t + 0,63 in (=2t + 16, mm) tetapi tidak lebih dari jarak aktual dari tepu lubang ke tepi bagian yag diukur pada arah tegak lurus terhadap gaya yang digunakan in (mm)
d
= diameter sendi, in (mm)
t
= tebal pelat, in (mm)
Persyaratan Dimensi Lubang sendi harus ditempatkan di pertengahan antara ujung-ujung dari komponen struktur pada arah tegak lurus terhadap gaya yang digunakan. Bila sendi yang diharapkan memberi pergerakan relatif antara bagian-bagian yang terhubung akibat beban total, diameter dari lubang sendi tidak boleh lebih dari 1/32 in. (1 mm) lebih besar dari diameter sendi.
Lebar pelat pada lubang sendi tidak boleh kecil dari 2be + d dan perpanjangan minimum, a, di luar ujung tumpuan dari lubang sendi, paralel terhadap sumbu komponen struktur, tidak boleh kecil dari 1,33be.
II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Sudut di luar lubang sendi diizinkan harus dipotong pada 45o terhadap sumbu komponen struktur, disediakan luas neto di luar lubang sendi, pada suatu bidang tegak lurus terhadap yang dipotong, adalah tidak kurang dari yang disyaratkan di luar lubang sendi paralel terhadap sumbu komponen struktur.
2.4.
Komponen Struktur Tekan
Batang tekan ditujukan untuk komponen struktur yang memikul beban tekan sentris tepat pada titik berat penampang, atau kolom dengan gaya aksial saja. Umumnya batang tekan ditempatkan pada konfigurasi geometri berbentuk pola segitiga, agar tetap stabil. Jenis struktur ini disebut truss atau rangka batang.
2.4.1. Panjang Efektif Panjang kolom, L pada model kolom ideal dari euler (Gambar)dapat dipakai sebagaiacuan mengeveluasi kolom dengan kondisi tumpuan lain. Caranya : membuat konversipanjang kolom real (L) menjadi panjang kolom efektif (KL), dengan K sebagai factor konversinya. Untuk menjelaskan apa itu factor K dan bagaimana pengaruhnya terhadap beban tekan kritis kolom menjelang tekuk, maka ilustrasi pada gambar berikut dapat menjelaskan.
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1. Konsep panjang efektif dan daya dukung kolom Dengan cara “panjang efektif kolom” maka rumus Euler dapt dipakai untul berbagai kondisi kolom, dengan format sebagai berikut. 𝜋2 𝐸𝐼
𝑃𝑐𝑟 = (𝐾𝐿)2 …………………………………………............................................. (2.14) 𝜎𝑐𝑟 =
𝑃𝑐𝑟 𝐴
𝜋2 𝐸𝐼
= 𝐴(𝐾𝐿)2 =
𝜋2 𝐸 𝐾𝐿 2 ) 𝑟
(
................................................................................... (2.15)
2.4.2. Tekuk dan Parameter penting batang tekan Rasio kelangsingan. batang.. dengan rumus sebagai berikut 𝐾𝐿 𝑟𝑚𝑖𝑛
…………………………………………………….............................…….…(2.16) 𝐼
𝑟𝑚𝑖𝑛 = √ 𝑚𝑖𝑛 …………………………….............................................................(2.17) 𝐴 Dimana : Kl
= panjang efektif
rmin
= radius girasi pada arah tekuk.
II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.3. Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal Prilaku tekuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu : -
tekuk local pada elemen penampang.
-
tekuk global pada kolom atau batang tekan secara menyeluruh.
Nilai b/t setiap elemen profil penampang selanjutnya dibandingkan dengan nilai batas rasio b/t dari table 2.6. dengan ketentuan sebagai berikut. Non Langsing jika Rasio b/t r danLangsing jika Rasio b/t > r Klasifikasi elemen pada batang tekan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Klasifikasi elemen pada batang tekan aksial
(Sumber : Struktur Baja – Prilaku, Analisis & Design – AISC 2010, Wiryanto Dewobroto)
II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Berdasarkan bentuk dan klasifikasi penampang kolom, dapatlah disusun peta pemakaian rumus SNI 1729 – 2015 untuk perencanaan batang tekan aksial, sebagai berikut:
Tabel 2.7. Peta petunjuk pemakaian rumus perencanaan batang tekan
(Sumber : Struktur Baja – Prilaku, Analisis & Design – AISC 2010, Wiryanto Dewobroto)
FB
= tekuk lentur (flexural Buckling)
TB
= tekuk torsi (Torsional Buckling)
FTB
= tekuk lentur-torsi (Flexural-Torsional Buckling)
LB
= tekuk lokal (Local Buckling)
N/A
= tidakl ada ketentuan yang dimaksud (Not Applicable)
II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.4. Kuat Tekan Nominal Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan bentuknya. Ada tiga perilaku tekuk, yaitu tekuk lentur, tekuk torsi, tekuk lentur – torsi.
Tekuk Lentur Tekuk Lentur yang dimaksud adalah fenomenatekuk global pada penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk tersebut telah dirumuskan oleh Euler, yang dituliskan dalam format sebagai berikut : 𝑃𝑛 = 0,90 (𝐹𝑐𝑟 . 𝐴𝑔 ) ............................................................................................... (2.18) Kemudian Tegangan Kritis, (𝐹𝑐𝑟 ) dihitung berdasarkan syarat berikut : -
Tekuk Inelastis, fenomena keruntuhan dimana tegangan kritis kolom pada daerah kelangsingan ini banyak dipengaruhi oleh, tegangan residu, dan kondisi imperfection atau ketidak-lurusan batang. Bila
𝐾𝐿 𝑟
≤ 4,71 √
𝐸 𝐹𝑦
atau
𝐹𝑦 𝐹𝑒
≤ 2,25 , maka :
𝐹𝑦 𝐹𝑒
𝐹𝑐𝑟 (0,658 ) 𝐹𝑦 .............................................................................................(2.19) -
Tekuk Elastis, fenomena dimana tegangan krisis berada didaerah kelangsingan. Bila
𝐾𝐿 𝑟
𝐸
𝐹𝑦
𝑦
𝑒
> 4,71 √𝐹 atau 𝐹 > 2,25 , maka :
𝐹𝑐𝑟 = 0,877 𝐹𝑒 .................................................................................................(2.20) Dimana Fe = teganga tekuk Euler (elastis) sebagai berikut : 𝐹𝑒 =
𝜋2 𝐸 𝐾𝐿 2 ) 𝑟
(
........................................................................................................(2.21)
II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur Torsi Kekuatan tekan nominal (𝑃𝑛 ), penampang kolom tidak-langsing terhadap tekuk torsi dan lentur torsi ditentukan berdasarkan keadaan batas sebagai berikut : 𝑃𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 . 𝐴𝑔 ...........................................................................................................(2.22) Kemudian Tegangan Kritis, (𝐹𝑐𝑟 ) dihitung berdasarkan syarat berikut : -
Penampang siku ganda dan profil T :
𝐹𝑐𝑟 = (
(𝐹𝑐𝑟𝑦 +𝐹𝑐𝑟𝑧 )
4𝐹𝑐𝑟𝑦 𝐹𝑐𝑟𝑧 𝐻
2𝐻
(𝐹𝑐𝑟𝑦 +𝐹𝑐𝑟𝑧)
) [1 − √(1 −
2
)] ………………………(2.23)
Dimana : 𝐹𝑐𝑟𝑧 = 𝐴
𝐺𝐽
−2 𝑔 𝑟𝑜
𝐻 =1−
…………………………………………........................…….(2.24)
𝑥𝑜2 +𝑦𝑜2 𝑟𝑜−2
…………………………………………………...............(2.25)
𝑟𝑜2 = 𝑥𝑜2 + 𝑦𝑜2 +
𝐼𝑥 +𝐼𝑦 𝐴𝑔
………………………………………..................…..(2.26)
𝑟𝑜−2 ……………………………….....radius girasi polar terhadap pusat geser, mm 𝑥𝑜 , 𝑦𝑜 ………………………….…koordinat pusat geser terhadap pusat berat, mm 𝐸………………………………………………… modulus elastic = 200.000. Mpa 𝐼𝑥 , 𝐼𝑦 …………………………….....…momen inersia terhadap sumbu utama, mm4 𝐺…………………………………………………... modulud geser = 77,200. Mpa 𝐽………………………………..… konstanta torsi, profil T atau siku ganda, mm4 -
Untuk penampang lain (𝐹𝑐𝑟 ) harus ditentukan sesuai dengan persamaan E.3.2 dan E3.3 (SNI 1729-2015), tetapi tegangan tekuk elastis Fe dihitung dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi batangnya sebagai berikut : a. Profil dengan sumbu simetri ganda, maka : 𝜋2 𝐸𝐶𝑤
𝐹𝑒 = [ (𝐾
2 2 𝐿)
+ 𝐺𝐽] 𝐼
1
𝑥 +𝐼𝑦
.........................................................................(2.27) II - 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
𝐸 ......................................................................modulus elastis = 200,000. MPa 𝐶𝑤 .................................................konstanta warping, penampang terbuka mm4 𝐾2 𝐿 .....................................................panjang tekuk efektif terhadap torsi, mm 𝐺 ...........................................................................modulus geser = 77,200.Mpa 𝐽..........................................................konstanta torsi, penampang terbuka, mm4 𝐼𝑥 , 𝐼𝑦 ..............................................momen inersia terhadap sumbu utama, mm4 b. Profil dengan sumbu simetri tunggal, maka :
𝐹𝑒 = (
(𝐹𝑒𝑦 +𝐹𝑒𝑧 )
4𝐹𝑒𝑦 𝐹𝑒𝑧 𝐻
2𝐻
(𝐹𝑒𝑦 +𝐹𝑒𝑧)
) [1 − √(1 −
2
)]…………………….......(2.28)
Dimana : 𝑥𝑜 , 𝑦𝑜 …………………………koordinat pusat geser terhadap pusat berat, mm 𝑟𝑜− ………………………….…….radius girasi polar terhadap pusat geser, mm 𝐹𝑒𝑦 =
𝜋2 𝐸 𝐾𝐿𝑦 2 ) 𝑟𝑦
…………………………............................................... (SNI E4-8)
(
𝜋2 𝐸𝐶𝑊
𝐹𝑒𝑧 = ( (𝐾
2
𝐿)2
+ 𝑔𝑗) 𝐴
1
−2 𝑔 𝑟𝑜
……………...................................……..(SNI E4-9)
𝐻 = 1−
𝑥𝑜2 +𝑦𝑜2 𝑟𝑜2
𝑟𝑜−2 = 𝑥𝑜2 + 𝑦𝑜2 +
𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 𝐴𝑔
Profil penampang yang tidak mempunyai sumbu simetri maka nilai Fe dihitung berdasarkan nilai akar terkecil dari persamaan berikut : 𝑥
2
𝑦
2
(𝐹𝑒 − 𝐹𝑒𝑥 )(𝐹𝑒 − 𝐹𝑒𝑦 )(𝐹𝑒 − 𝐹𝑒𝑧 ) − 𝐹𝑒2 (𝐹𝑒 − 𝐹𝑒𝑦 ) ( −𝑜 ) − 𝐹𝑒2 (𝐹𝑒 − 𝐹𝑒𝑥 ) ( −𝑜 ) = 𝑟𝑜
𝑟𝑜
0……………………………......................................................................(2.29)
II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana : 𝐹𝑒𝑥 =
𝐹𝑒𝑦 =
𝜋2 𝐸 𝐾𝐿𝑥 2 ) 𝑟𝑥
(
𝜋2 𝐸 𝐾𝐿𝑦 2 ) 𝑟𝑦
…………………………….....................................…..(SNI E4-8) ………………………….....................................……..(SNI E4-8)
(
𝜋 2 𝐸𝐶𝑊 1 𝐹𝑒𝑧 = ( + 𝐺𝐽) 2 (𝐾𝑧 𝐿) 𝐴𝑔 𝑟𝑜−2 𝑥𝑜 , 𝑦𝑜
= koordinat pusat geser terhadap pusat berat, mm
𝑟𝑜−
= radius girasi polar terhadap pusat geser, mm 𝑟𝑜−2 = 𝑥𝑜2 + 𝑦𝑜2 +
𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 𝐴𝑔
𝐼𝑥 , 𝐼𝑦
= momen inersia terhadap sumbu utama, mm 4
𝐴𝑔
= luas penampang batang tekan, mm2
2.4.5. Profil Gabungan Pada luas penampang sama, factor kelangsingan ditentukan oleh momen inersianya. Intinya, jika dapat ditempatkan semakin jauh dari pusat berat (momen inersia meningkat), maka kapasitas dukung tekan meningkat karena factor kelangsingannya berkurang. Prinsip menempatkan elemen-elemen penyusun batang tekan sejauh-jauhnya dari pusat berat penamang tentu akan efektif jika dikaitkan dengan kelangsingannya. Ketentuan modifikasi kelangsingan batang Untuk pelat kopel dengan sambungan las atau baut mutu tinggi dengan pengencangan prategang maka : 𝐾𝐿 2
𝐾𝐿
𝑎 2
( 𝑅 ) = √( 𝑟 ) + (𝑟 ) ……………………………………..............................(2.30) 𝑚
𝑂
𝑖
II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk Plat kopel dengan sambungan las atau baut mutu tinggi dengaan pengencangan pra tegang, maka : -
Untuk
𝑎 𝑟𝑖
𝐾𝐿
40 𝐾𝐿
( 𝑟 ) = ( 𝑟 ) ………………………………................................................(2.31) 𝑚
-
Untuk
𝑜
𝑎 𝑟𝑖
> 40 𝐾𝐿 2
𝐾𝐿
𝐾𝑎 2
( 𝑟 ) = √( 𝑟 ) + ( 𝑟𝑖 ) ………………………………..............................(2.32) 𝑚
𝑂
𝑖
Dimana : 𝐾𝐿
(𝑟)
𝑚
= rasio kelangsingan batang gabungan setelah memperhitungkan pengaruh alat sambung yang dipakai
𝐾𝐿
(𝑟)
= kelangsingsan batanf gabungan teoritis
𝑎
= Jarak antara pelat kopel diantara ujung sambungan, mm
𝑟𝑖
= radius girasi minimumelemen individu penyusun
𝐾𝑖
= 0,50 untuk siku belakang terhadap belakang
𝑜
= 0,70 untuk kanal belakang – terhadap - belakang = 0,86 untuk semua kasus lainya.
Kuat tekan nominal profil gabungan Jika syarat pendetailan profil gabungan, yaitu sambungan ujung dan pemasangan pelat kopel sejarak a, telah dipenuhi. Juga faktor kelangsingan telah dimodifikasi sesuai ketentuan E6-1 dan E6-2 (SNI 1729:2015), selanjutnya batang gabungan dapat dianggap sebagai batang tekan utuh, dievaluasi dengan ketentuan E3 dan 34 (SNI 1729:2015). Nilai terkecil keduanya akan sangat menentukan. II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.
Komponen Struktur Lentur
Balok lentur umumnya merujuk pada struktur yang ditempatkan secara horizontal, dan dibebani pada arah vertical, tegak lurusnya. Untuk analisa struktur dapat dibuat model dengan elemen garis, dimana dianggap perilaku lentur yang dominan.
2.5.1. Pemilihan Bentuk Penampang Profil I atau profil dengan sumbu simetr ganda, baik hasil proses canai panas ataupun profil gabungan, jika dipakai sebagai balok lentur adalah paling efisien, ditinjau dari sisi material. Itu terjadi karena sebagian besar volume material ditempatkan pada sisi-sisi luar (pelat sayap) sejauh-jauhnya. Dengan demikian, plat sayap atas dan bawah dapat bekerja sebagai kopel gaya yang menahan momen lentur. Adapun gaya geser akan ditahan oleh pelat badan.
2.5.2. Pengaruh Kelangsingan Elemen Tekuk Lokal dan rasio lebar – tebal Penampang balok baja terdiri dari profil terbuka dan elemnnya relatif tipis. Kelangsingan dapat diukur dengan cara klasifikasi penampang balok yang berdasarkan pada rasio b/t atau lebar terhadap tebal eleman-elemen penyusun profil balok sebagai tahap dasar. Dimana ketika terjadi tegangan tekan, elemen beresiko mengalami keruntuhan tekuk lokal (local buckling).
Rasio lebar – tebal dan klasifikasi Elemen-elemen penyusun profil diklasifikasi sebagai kompak, non kompak atau langsing. Klasifikasi elemen plat penyusun profil balok sangat penting karena menentukan langkah hitungan dan formulasi yang dipakai. Nilai b/t setiap elemen profil II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
penampang selanjutnya dibandingkan dengan nilai batas rasio b/t dari table 2.8 dengan ketentuan sebagai berikut. Kompak jika Rasio b/t p Non Kompak Rasio b/t boleh > p tapi Rasio b/t tidak boleh>r Langsing jika Rasio b/t setiap elemen tekan > p Klasifikasi elemen pada batang tekan selanjutnya dapat dilihat pada table 2.8 Tabel 2.8. Klasifikasi elemen tekan batang memikul lentur
(Sumber : Struktur Baja – Prilaku, Analisis & Design – AISC 2010, Wiryanto Dewobroto)
II - 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8. Klasifikasi elemen tekan batang memikul lentur (lanjutan)
(Sumber : Struktur Baja – Prilaku, Analisis & Design – AISC 2010, Wiryanto Dewobroto)
Klasifikasi dan Perhitungan Kuat Batas Perencanaan balok berdasarkan SNI 1729:2015 memakai banyak rumus, agar dapat memakainya secara tepat, maka diperlukan panduan dalam penentuan pasal yang sesuai berdasarkan bentuk penampang dan klasifikasi kelangsingan elemen-elemennya sebagaimana yang terlihat pada table 2.8 berikut II - 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.9. Prosedur desain balok lentur
(Sumber : Struktur Baja – Prilaku, Analisis & Design – AISC 2010, Wiryanto Dewobroto)
Catatan : C
= Klasifikasi kelangsingan elemen kompak II - 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
NC
= Klasifikasi kelangsingan elemen non kompak
S
= Klasifikasi kelangsingan elemen langsing
N/A
= Tidak diberikan syarat kelangsingan elemen secara khusus
Y
= Kondisi batas terhadap Leleh (Yielding)
LB
= Kondisi batas terhadap Tekuk Lokal (Local Buckling )
LTB
= Kondisi batas terhadap Tekuk Torsi – Lateral (Lateral Torsional Buckling)
FLB
= Kondisi batas terhadap Tekuk Lokal Saya (Flange Local Buckling)
LLB
= Kondisi batas terhadap Tekuk Lokal Kaki (Leg Local Buckling)
WLB = Kondisi batas terhadap Tekuk Lokal Badan (Web Local Buckling) TFY
= Kondisi batas terhadap Pelelehan Sayap Tarik (Tension Flange Yielding)
2.5.3. Kuat Lentur Nominal Secara Umum dapat dinyatakan bahwa kuat lentur rencana balok memenuhi persyaratan jika : 𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑏 𝑀𝑛 = 𝑀𝑢 ≤ 0,90 𝑀𝑛 (𝐿𝑅𝐹𝐷) ..............................................................(2.33) Dimana : Mu
= Kuat lentur perlu atau moment maksimum hasil kombinasi beban sesuai dengan ketentuan LRFD
Φb
= Faktor Ketahanan Lentur, sebesar 0,9 (LRFD)
Mn
= Kuat lentur nominal balok ditinjau terhadap berbagai kondisi batas (material atau geometri) sesuai prosedur paada ketentuan F2 – F13 (SNI 1729:2015).
𝐶𝑏 = 2,5𝑀
12,5𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑚𝑎𝑘𝑠 +3𝑀𝐴 +4𝑀𝑏 +3𝑀𝐶
..................................................................................(2.34)
Dimana : Mmnaks = Nilai Tekuk momen maksimum dalam segmen tanpa dibreising, N-mm II - 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
MA
= Nilai Mutlak momen pada titik seperempat dari segmen tanpa dibreising, Nmm
MB
= Nilai mutlak momen pada sumbu segmen tanpa diberising, N-mm
MC
= Nilai mutlak momen pada titik tiga-perempat segmen tanpa dibreising, N-mm
Profil T dan siku ganda yang dibebani dalam bidang simetris Kekuatan lentur nominal (Mn), harus nilai terendah yang diperoleh sesuai dengan keadaan batas leleh (momen plastis), tekuk torsi – lateral, dan tekuk lokal sayap, dan tekuk lokal dari bada T. A. Material Leleh 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 .........................................................................................................(2.35) - Untuk badan dalam tarik 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥 ≤ 1,6 𝑀𝑦 ....................................................................................(2.36) - Untuk badan dalam tekan 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥 ≤ 𝑀𝑦 .........................................................................................(2.37) Dimana : Mn= Kuat lentur nominal balok, Nm Mp
= Momen Lentur penampang plastis, Nm
Fy
= Kuat leleh minimum, tergantung Mutu Baja, Mpa
Zx
= Modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat, mm 3
B. Tekuk Torsi – Lateral 𝑀𝑛 = 𝑀𝑐𝑟 =
𝜋√𝐸𝐼𝑦 𝐺𝐽 𝐿𝑏
[𝐵 + √1 + 𝐵2 ] .............................................................(2.38)
II - 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
𝐼𝑦
𝑑
𝐵 = ±2,3 (𝐿 ) √ 𝐽 .........................................................................................(2.39) 𝑏
Tanda (+) untuk B diterapkan bila badan adalah dalam tarik dan tanda (-) diterapkan bila badan adalah dalam tekan. Jika ujungn badan dalam tekan dimanapun sepanjang panjang tanpa dibreising, nilai negatif dari B harus digunakan. Dimana : Mn
=Kuat lentur nominal balok, Nm
E
= Modulus elastic = 200.000. Mpa
I
= Momen Inersia, mm4
G
= Modulud geser = 77,200. Mpa
J
= Konstanta torsi, profil T atau siku ganda, mm 4
C. Tekuk Lokal Sayap T - Untuk penampang dengan sayap kompak dalam tekan lentur, keadaan batas dari tekuk lokal sayap tidak diterapkan. - Untuk penampang dengan sayap non kompak dalam tekan lentur 𝜆−𝜆𝑝𝑓
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,75𝐹𝑦 𝑆𝑥𝑐 ) (𝜆
𝑟𝑓 −𝜆𝑝𝑓
) ≤ 1,6𝑀𝑦 ..................................(2.40)
- Untuk penampang dengan sayap langsing dalam tekan lentur 𝑀𝑛 =
0,7𝐸𝑆𝑥𝑐 (
𝑏𝑓 2𝑡𝑓
2
................................................................................................(2.41)
)
Dimana : Sxc
= Modulus penampang elastis untuk sayap tekan, mm3
λ
=
λpf
= λp, batasan kelangsingan untuk sayap kompak. Tabel B4.1b
𝑏𝑓 2𝑡𝑓
II - 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
= λr, batasan kelangsingan untuk sayap non kompak, Tabel B4.1b
λrf
Catatan : Untuk siku ganda dengan kaki-kaki sayap dalam tekan M n berdasarkan pada tekuk lokal adalah utuk menentukan penggunaan ketentuan Pasal F20.3 dengan b/t dari kaki-kaki sayap dan Persamaan F10-1 sebagai suatu batas atas.
D. Tekuk Lokal dari Badan T pada Tekan Lentur 𝑀𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 𝑆𝑟 ......................................................................................................(2.42) Dimana : Mn= Kuat lentur nominal balok, Nm Sxc = Modulus penampang elastis untuk sayap tekan, mm3 Fcr = Tegangan Kritis, Mpa Tegangan Kritis Fcr, ditentukan sebagai berikut : 𝑑
𝐸
𝑤
𝑦
- Bila 𝑡 ≤ 0,84 √𝐹 , maka 𝐹𝑐𝑟 = 𝐹𝑦 ..............................................................(2.43) 𝐸
𝑑
𝑦
𝑤
- Bila 0,84 √𝐹 < 𝑡 𝑑
𝐸
𝑤
𝑦
𝐸
𝑑
𝑦
𝑤
𝐹
𝑦 ≤ 1,03 √𝐹 , maka 𝐹𝑐𝑟 = [2,33 − 1,84 𝑡 √ 𝐸 ] 𝐹𝑦 .......(2.44)
- Bila 𝑡 > 1,03 √𝐹 , maka 𝐹𝑐𝑟 =
0,69𝐸 𝑑 2 ) 𝑡𝑤
(
...........................................................(2.45)
Catatan : Untuk siku ganda denga kaki – kaki badam dalam tekan, Mn, berdasarkan pda tekuk lokal yang menentukan penggunaan ketentuan Pasal F10.3 dengan b/t dari kaki – kaki badan dan Persamaan F10-1 sebagai batas atas.
II - 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.
Komponen Struktur untuk Geser
2.6.1. Kuat Geser Nominal Secara umum kuat geser rencana memenuhi persyaratan jika : 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑣 𝑉𝑛 = 𝑉𝑢 ≤ 0,9𝑉𝑛 ....................................................................................(2.46) Dimana : Vu
= Gaya geser batas, atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai kombinasi sesuai peraturan beban.
Φu
= Faktor ketahanan geser = 0,9 kecuali profil hot-rolled 1,0 (LRFD)
Vn
= Kuat geser nominal balok yang dapat dihitung sesuai ketentuan G2 untuk perencaan geser secara umum atau G3 untuk perencanaan khusus karena memanfaatkan tension field action. (SNI 1729:2015)
2.6.2. Kuat Geser Normal (G2 – SNI 1729:2015) Kekuatan Geser Kuat geser nominal, Vn pelat badan dari profil simetri tunggal atau ganda, atau profil UNP, yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca – tekuk, ditentukan dari kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser ditentukan sebagai berikut : 𝑉𝑛 = 0,6𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣 .....................................................................................................(2.47) Dimana : Fy
= 50 ksi (345Mpa) untuk seluruh profil ASTM A6 W,S dan HP kecuali W44X230, W20X149,W36X135, W33X118, W30X90, W24X55, W16X26 dan W12X14 yang memenuhi kriteria yang dinyatakan pada pasal G2.1(a)
Aw
= d tw , adalah luas total pelat badan
Cv
= faktor reduksi untuk mengantisipasi terjadinya tekuk di pelat badan
II - 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Cv diatur dengan ketentuan sebagai berikut : -
Untuk badan komponen profil I canai panas (hot – rolled) ℎ
Jika 𝑡 -
𝑤
𝐸
≤ 2,24√𝐹 , maka 𝜙 𝑣 = 1,0 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑣 = 1,0 ........................................(2.48) 𝑦
Untuk semua profil yang tidak memenuhi syarat diatas, tapi simetri ganda atau tunggal serta canal lainnya kecuali PSB bundar, koefisien geser badan Cvditentukan sebagai berikut : a. Jika
ℎ 𝑡𝑤
≤ 1,10√𝑘𝑣
b. Jika 1,10√𝑘𝑣
𝐸 𝐹𝑦
<
𝐸 𝐹𝑦
ℎ 𝑡𝑤
ℎ
𝐸
𝑤
𝑦
, maka 𝐶𝑣 = 1,0 ......................................................(2.49)
≤ 1,37√𝑘𝑣
𝐸 𝐹𝑦
c. Jika 𝑡 > 1,37√𝑘𝑣 𝐹 , maka 𝐶𝑣 =
, maka 𝐶𝑣 =
1,51𝑘𝑣 𝐸 ℎ 2 ) 𝐹𝑦 𝑡𝑤
(
(1,10√𝑘𝑣 ℎ 𝑡𝑤
𝐸 ) 𝐹𝑦
..................(2.50)
................................................(2.51)
Dimana : Aw
= Luas dari badan, tingi keseluruhan dikalikan dengan ketebalan badan dt w, mm2
h
= Untuk profil canai panas, jarak bersis antara sayap dikurangi jari-jari sudut atau las sudut. Untuk penampang tersusun yang dilas, jarak bersih antara sayap, mm Untuk penampang tersusun yang dibaut, jarak antara sumbu pengencang, mm Untuk profil T, tinggi keseluruhan, mm
Tw
= Ketebalan badan, mm
Kv
= Koefisien tekuk geser pelat badan
Kv diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
II - 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka ℎ
(a) Untuk badan tanpa pengaku transversal dengan 𝑡 < 260, maka 𝑘𝑣 = 5, kecuali 𝑤
untuk badan profil T dimana 𝑘𝑣 = 1,2 (b) Untuk badan dengan pengaku transversal 𝑘𝑣 = 5 +
5 𝑎 2 ( ) ℎ
𝑎
, maka 𝑘𝑣 = 5 𝑏𝑖𝑙𝑎 ℎ >
−2 𝑎
3,0 𝑎𝑡𝑎𝑢 ℎ > [ a
260 ℎ 𝑡𝑤
]
= jarak bersih antara pengaku transversal, mm
Pengaku Transversal (Transverse Stiffeners) Pengaku transversal tidak diperlukan bila
ℎ 𝑡𝑤
𝐸
≤ 2,46√ , atau jika Vn menurut section 𝐹𝑦
G.2 (SNI 1729:2015) dengan kv = 5 telah mencukupi (𝑉𝑈 < 𝜙𝑉𝑛 ).
Jika persyaratan tidak terpenuhi, khususnya jika pelat badannya relatif langsing, kuat geser nominal dapat ditingkatkan memakai pengaku tegak dengan jarak a, dan a/h ≤ 3 agar nilai kv> 5, sehingga nilai Cv akan meningkat pula. Meskipun demikian pelat pengku tegak tidak boleh sembarangan, harus punya kekakuan atau momen inersia minimm agar efektif kerjanya, yaitu : 3 𝐼𝑠𝑡 ≥ 𝑏𝑡𝑤 𝐽 ...............................................................................................................(2.52)
𝐽=
2,5 𝑎 2 ℎ
( )
− 2 ≥ 0,5 .................................................................................................(2.53)
Diamana : b
= Nilai terkecil dari jarak pelat pengaku, a atau tinggi bersih plat badan, h
Ist
= Momen Inersia pelat pengaku, Jika dua sisi (ganda) dihitung terhadap sumbu tengah pelat badan, jika satu sisi (tunggal) dihitung pada bidang kontak terhadap pelat badan. II - 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.3. Aksi Medan Tarik (G3 – SNI 1729:2015) Batas Penggunaan dari Aksi Medan Tarik Persyaratan khusus agar ketentuan ini berlaku adalah tersedianya “bingkai” pada pelat badan, yaitu sisi horizontal oleh keberadaan pelat sayap dan sisi vertikal oleh pengaku tegak, tetapi tetap tidak boleh diterapkam jika ketentuan berikut terjadi, yaitu : a.
Untuk panel – panel ujung elemen batang dengan pelat pengaku tegak. 2 𝑎
b.
Jika ℎ 𝑚𝑒𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ𝑖 3,0 𝑎𝑡𝑎𝑢 [
c.
Bila 𝐴
d.
Bila
2𝐴𝑤
𝑓𝑐 +𝐴𝑓𝑡
ℎ 𝑏𝑓𝑐
260 ℎ 𝑡𝑤
]
> 2,5
𝑎𝑡𝑎𝑢
ℎ 𝑏𝑓𝑡
> 6,0
Dimana : Afc
= Luas pelat sayap tekan, mm2
Aft
= Luas sayap tarik, mm2
bfc
= Lebar sayap tekan, mm2
bft
= Lebar sayap tarik, mm
Jika hal – hal tersebut dijumpai maka ketentuan Section G3 tidak dapat digunakan. Balok harus direncanakan berdasarkan ketentuan Section G2 (SNI 1729:2015) yang lebih konservatif.
Kekuatan Geser dengan Aksi Medan Tarik Bila aksi medan tarik diizinkan sesuai dengan ketentuan diatas, keluatan geser nominal Vn, dengan aksi medan tarik, menurut keadaan batas dari pelelehan medan tarik, harus : ℎ
𝐸
𝑤
𝑦
a. Untuk pelat badan relatif kaku, jika 𝑡 ≤ 1,10 √𝑘 𝑣 𝐹 , maka 𝑉𝑛 = 0,6 𝐹𝑦 𝐴𝑤
II - 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
ℎ
𝐸
1−𝐶𝑣
𝑤
𝑦
1,15√1+( )
b. Untuk langsing, jika 𝑡 > 1,10 √𝑘 𝑣 𝐹 , maka 𝑉𝑛 = 0,6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 (𝐶𝑣 +
𝑎 2 ℎ
)
Nilai Kv dan Cv adalah seperti yang dijelaskan pada point 2.6.2 pembahasan ini. Pengaku Transversal (Transverse Stiffeners) Batas kelangsingannya adalah sebagai berikut : 𝑏
𝐸
a.
( 𝑡 ) ≤ 0,56 √𝐹
b.
𝐼𝑠𝑡 ≥ 𝐼𝑠𝑡1 + (𝐼𝑠𝑡2 − 𝐼𝑠𝑡1 ) [𝑉 𝑟 −𝑉𝑐1 ] ...................................................................(2.55)
𝑠𝑡
𝑦𝑠𝑡
..........................................................................................(2.54) 𝑉 −𝑉 𝑐2
𝑐1
Dimana : (b/t)st = Rasio lebar – tebal pelat pengaku Fyst
= Tegangan leleh minimum yang disyaratkan dari material pengaku, Mpa
Ist
= Moment Inersia pelat pengaku terhadp sum bu dipusat badan untuk pasangan pengaku, atau terhadap muka kontak dengan pelat badan untuk pengaku tunggal, mm
Ist1
= Moment Inersia minimum pengaku transversal yang diperlukan untuk pengembangan ketahanan tekuk geser badan dalam pasal G2,mm
Ist2
= Momen Inersia minimum dari pelat pengaku yang diperlukan untuk pengembangan tekuk geser badan penuh ditambah kteahanan medan tarik badan, Vr = Vc2, mm. 𝐼𝑠𝑡2 =
Vc1
1,3 𝐹𝑦𝑤 1,5 ℎ4 𝜌𝑠𝑡
40
(
𝐸
)
= Nilai terkecil dari kekuatan geser yang tersedia pada panel badan yang berdekatan dengan Vn seperti dijelaskan dalam Pasal G3, N
Vc2
= Nilai terkecil dari kekuatan geser yang tersedia pada panel badan yang berdekatan dengan Vn seperti dijelaskan dalam pasal G3
ρst
= Nilai terbesar antara Fyw / Fyst dan 1,0
Fyw
= Tegangan leleh minimum yang disyaratkan dari material badan, Mpa. II - 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.4. Sumbu Lemah pada Profil Simetris Ganda dan Tunggal Untuk profil simetris ganda dan tunggal yang dibebani pada sumbu lemah tanpa torsi, kuat geser nominal Vn, untuk setiap elemen penahan geser harus ditentukan menggunakan Persamaan G2 dengan Aw = bf tf , h/tw = b/tw dan Kv = 1,2, dan b untuk sayap dari komponen struktur profil i, setengan lebar sayap penuh, b f untuk sayap dari canal, dimensi nominal penuh dari sayap, mm
2.7.
Komponen Struktur Untuk Kombinasi Gaya dan Torsi
2.7.1. Komponen Struktur Simetris Ganda dan Tunggal Menahan Lentur dan Gaya Aksial Interaksi lentur dan gaya tekan pada komponen struktur simetris ganda dan komponen ′
𝑦𝑐 struktur simetris tunggal dimana 0,1 ( 𝐼 ) 0,9, dipaksa melentur terhadap sumbu 𝑦
geometris (x dan / atau y) harus dibatasi oleh persamaan H1-1adan H1-1b, dimana ‘yc adalah momen inersia terhadap sumbu y dari sayap yang tertekan, mm4. Ketentuan ini berlaku sebagai pengganti ketentuan pasal ini 𝑃
𝑃
𝑀
8 𝑀
𝑟𝑦 a. Bila 𝑃𝑟 ≥ 0,2 , maka 𝑃𝑟 + 9 (𝑀𝑟𝑥 + 𝑀 ) 1,0 …….........................................(2.56) 𝑐
𝑃
𝑐
𝑐𝑥
𝑃
8 𝑀
𝑐𝑦
𝑀
𝑟𝑦 b. Bila 𝑃𝑟 > 0,2 , maka 2𝑃𝑟 + 9 (𝑀𝑟𝑥 + 𝑀 ) 1,0 ……........................................(2.57) 𝑐
𝑐
𝑐𝑥
𝑐𝑦
Dimana : Pr
= Kekuatan aksial perlu menggunakan kombinasi beban LRFD
Pc
= Kekuatan aksial tersedia, N
Mr
= Kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban LRFD, Nmm
Mc
= Kekuatan lentur tersedia, Nmm
x
= Indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur II - 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
y
= Indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur
Untuk desain sesuai dengan pasal B3.3 (LRFD), maka : Pr
= Kekuatan aksial perlu mengguakan kombinasi beban LRFD
Pc
= ɸc Pn = Kekuatan aksial desain, ditentukan menurut pasal E, N
Mr
= Kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban LRFD, Nmm
Mc
= ɸb Mn = Kekuatan lentur desain ditentukan menurut pasal F, Nmm
ɸc
= Faktor ketahanan untuk tekan = 0,90
ɸb
= Faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
2.7.2. Komponen Struktur Simetris Ganda dan tunggal Menahan Lentur dan Tarik Interaksi lentur dan gaya takir pada komponen struktur simetris ganda dan komponen struktur simetris tunggal yang dipaksa melentur terhadap sumbu geometris (x dan / atau y) harus dibatasi oleh H1-1a dan H1-1b, Untuk Desain sesuai dengan Pasal B3.3 (LRFD), maka : Pr
= Kekuatan aksial perlu mengguakan kombinasi beban LRFD
Pc
= ɸtPn = Kekuatan aksial desain, ditentukan menurut pasal D2, N
Mr
= Kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban LRFD, Nmm
Mc
= ɸb Mn = Kekuatan lentur desain ditentukan menurut pasal F, Nmm
ɸt
= Faktor ketahanan untuk tarik = (lihat Pasal D2)
ɸb
= Faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
Untuk komponen struktur simetris ganda, Cb pada Bab F boleh dikalikan dengan 𝛼𝑃
𝑟 √1 + 𝑃 untuk gaya tarik aksial yang bekerja secara bersama – sama dengan momen 𝑒𝑦
II - 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
lentur, dimana 𝑃𝑒𝑦 =
𝜋2 𝐸𝐼𝑦 𝐿2𝑏
, Untuk desain LRFD 𝛼 = 1,0. Analisis yang lebih detail dari
interaksi moment lentur dan gaya tarik diizinkan sebagai pengganti Persamaan H1-1a dan H1-1b.
2.7.3. Komponen Struktur Kompak Canai Panas Simetris Ganda Menahan Momen Lentur dan Gaya Tekan Sumbu Tunggal Untuk komponen struktur kompak canai panas simetris ganda dengan (KL)z≤ (KL)y. Untuk komponen struktur Mry / Mcy ≥ 0,05, ketentuan Pasal H1.1 harus diikuti. a.
Untuk keadaan batas dari ketidakstabilan dalam-bidang, Persamaan H1-1 harus digunakan dengan Pc , Mrx, dan Mcx yang ditentukan dalam bidang lentur.
b. 𝑃𝑟 𝑃𝑐𝑦
Untuk keadaan batas tekuk keluar-bidang dan tekuk torsi-lateral:
(1,5 − 0,5
𝑃𝑟 𝑃𝑐𝑦
)+(
2
𝑀𝑟𝑥
𝐶𝑏 𝑀𝑐𝑥
) ≤ 1,0 ....................................................................(2.58)
Dimana : Pcy
= kekuatan tekan tersedia keluar bidang lentur, kips (N)
Ccb
= faktor modifikasi tekuk torsi-lateral ditentukan dari Pasal F1
Mcx
= kekuatan torsi-lateral tersedia untuk sumbu kuat lentur ditentukan menurut Bab Fmenggunakan Cb = 1,0, kip – in (Nmm).
Catatan : Pada persamaan H1-2, CbMcx boleh lebih besar dari ϕbMpx untuk LRFD.
2.7.4. Komponen Struktur yang Menahan Torsi dan Kombinasi Torsi, Lentur, Geser, dan atau Gaya Aksial Pasal ini membahas interaksi tegangan lentur dan aksial untuk profil yang tidak tercakup dalam Pasal H1. Hal ini diizinkan menggunakan ketentuan pasal ini untuk setiap profil sebagai pengganti ketentuan Pasal H1. II - 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana : fra
= tegangan aksial perlu di titik yang ditinjau menggunakan kombinasi beban DFBK, ksi (MPa)
fca
= tegangan aksial tersedia di titik yang ditinjau, ksi (MPa)
frbw, frbz
= tegangan lentur perlu di titik yang ditinjau menggunakan kombinasi beban DFBK, ksi (MPa)
Fcbw, Fcbz
= tegangan lentur tersedia di titik yang ditinjau, ksi (MPa)
W
= indeks sehubungan dengan sumbu utama lentur major
Z
= indeks sehubungan dengan sumbu utama lentur minor
Untuk desain sesuai dengan Pasal 3.3 (DFBK) Fra
= tegangan aksial perlu di titik yang ditinjau menggunakan kombinasi beban DFBK, ksi (MPa)
Fca
= ϕbFcr = tegangan aksial desain, ditentukan menurut Bab E untuk gaya tekan atau Pasal D2 untuk gaya tarik, ksi (MPa).
frbw,frbz
= tegangan lentur perlu di titik yang ditinjau menggunakan kombinasi beban DFBK, ksi (MPa)
Fcbw, Fcbz
=
𝜙𝑏 𝑀𝑛 𝑆
= tegangan lentur desain ditentukan menurut Bab F, ksi (MPa).
Penggunaan modulus penampang untuk lokasi spesifik dalam penampang dan perlu dipertimbangkan tanda tegangan ϕc
= faktor ketahanan untuk tekan = 0,90
ϕt
= faktor ketahanan untuk tarik (Pasal D2)
ϕb
= faktor ketahanan untuk lentur = 0,90.
II - 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Persamaan H2-1 harus dievaluasi menggunakan sumbu lentur utama dengan mempertimbangkan kondisi tegangan lentur pada titik-titik kritis penampang melintang.Istilah lentur baik yang ditambahkan atau dikurangi dari istilah aksial yang sesuai. Bila gaya aksial adalah tekan, efek orde kedua harus diperhitungkan menurut ketentuan Bab C.
Analisis yang lebih detail dari interaksi lentur dan gaya tarik diizinkan sebagai pengganti Persamaan H2-1.
2.7.5. Kegagalan Dari Sayap dengan Lubang – Lubang yang Menahan Tarik Pada lokasi dari lubang-lubang baut dalam sayap-sayap yang menahan gaya tarikakibat kombinasi gaya aksial dan momen lentur yang melentur terhadap sumbu major,kekuatan runtuh tarik sayap harus dibatasi melalui Persamaan H4-1. Setiap sayapyang menahan gaya tarik akibat gaya aksial dan lentur harus diperiksa secara terpisah. 𝑃𝑟 𝑃𝑐
𝑀
+ 𝑀𝑟𝑥 ≤ 1,0 .........................................................................................................(2.59) 𝑐𝑥
Dimana : Pr
= kekuatan aksial perlu komponen struktur pada lokasi lubang-lubang baut, positif dalamtarik, negatif dalam tekan, kips (N).
Pc
= kekuatan aksial tersedia untuk keadaan batas dari keruntuhan tarik penampang netopada lokasi lubang-lubang baut, kips (N).
Mrx
= kekuatan lentur perlu pada lokasi lubang-lubang baut, positif untuk tarik dalam sayap menurut perhitungan, negatif untuk tekan, kip-in. (N-mm).
Mcx
= kekuatan lentur tersedia di sumbu x untuk keadaan batas keruntuhan tarik sayap, ditentukan sesuai dengan Pasal F13.1. Bila keadaan batas keruntuhan tarik II - 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
dalam lentur tidak diterapkan, penggunaan momen lentur plastis, Mp , ditentukan dengan lubang-lubang baut tidak dipertimbangkan, kip-in. (N-mm)
Untuk desain sesuai dengan Pasal B3.3 (DFBK) Pr
= kekuatan aksial perlu menggunakan kombinasi beban DFBK, kips (N).
Pc
= ϕtPn kekuatan aksial desain untuk keadaan batas dari keruntuhan tarik, ditentukan menurut Pasal D2(b), kips (N).
Mrx
= kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban DFBK, kip-in. (N-mm).
Mcx
= kekuatan lentur desain ditentukan menurut Pasal F13.1 atau momen lentur plastis, Mp , ditentukan dengan lubang-lubang baut tidak dipertimbangkan, yang sesuai, kip-in. (N-mm)
ϕt
= faktor ketahanan untuk keruntuhan tarik = 0,75
ϕb
= faktor ketahanan untuk lentur = 0,90
2.8.
Design Sambungan
2.8.1. Sambungan Las Kekuatan Kekuatan desain, ϕRn, dari joint yang dilas harus merupakan nilai terendah dari kekuatan material dasar yang ditentukan menurut keadaan batas dari keruntuhan tarik dan keruntuhan geser dan kekuatan logam las yang ditentukan menurut keadaan batas dari keruntuhan berikut ini: Untuk Logam Dasar 𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝐵𝑀 𝐴𝐵𝑀 .......................................................................................................(2.60) Untuk Logam Las 𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑤 𝐴𝑤𝑒 ..........................................................................................................(2.61) II - 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana : FnBM
= tegangan nominal dari logam dasar, ksi (Mpa)
Fnw
= tegangan nominal dari logam las, ksi (Mpa)
ABM
= luas penampang logam dasar, in2, (mm2)
Awe
= luas efektif las, in2, (mm2)
Nilai ϕ, FnBM, Fnw serta batasannya diatas diberikan pada Table 2.9
Table 2.10. Kekuatan Tersedia dari Joint Dilas, ksi (Mpa)
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
II - 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Table 2.10. Kekuatan Tersedia dari Joint Dilas, ksi (Mpa) - Lanjutan
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
Alternatif, untuk las sudut, kekuatan yang tersedia diizinkan ditentukan sebagai berikut : a.
Untuk kelompok las linear dengan suatu ukuran kaki yang seragam, dibeban melalui titik berat. (Kelompok las linear adalah satu dimana semua elemen adalah segaris atau sejajar) 𝑃𝑢 ≤ 𝜙𝑅𝑛 = 0,75𝑅𝑛 = 0,75 (𝐹𝑛𝑤 𝐴𝑤𝑒 )..........................................................(2.62) 𝐹𝑛𝑤 = 0,60𝐹𝐸𝑋𝑋 (1,0 + 0,50 sin1,5 𝜃) .............................................................(2.63) Dimana FEXX
= kekuatan klasifikasi logam pengisi, ksi (Mpa)
θ
= sudut pembebanan yang diukur dari sumbu longitudinal las, derajat.
II - 45 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
b.
Untuk elemen las dalam suatu kelompok las yang dianalisis dengan menggunakan pusat metode rotasi pusat seketika, komponen dari kekuatan nominal, Rnx dan Rny, dan kapasitas momen nominal, Mn, boleh ditentukan sebagai berikut: 𝑅𝑛𝑥 = ∑𝐹𝑛𝑤𝑖𝑥 𝐴𝑤𝑒𝑖 .........................................................................................(2.64) 𝑅𝑛𝑥 = ∑𝐹𝑛𝑤𝑖𝑥 𝐴𝑤𝑒𝑖 ..........................................................................................(2.65) 𝑀𝑛 = ∑[𝐹𝑛𝑤𝑖𝑦 𝐴𝑤𝑒𝑖 (𝑥𝑖 ) − 𝐹𝑛𝑤𝑖𝑥 𝐴𝑤𝑒𝑖 (𝑦𝑖 )] ................................................... (2.66) Dimana : Awei
= luas efektif las dari setiap elemen las i th, in2 (mm2)
Fnwi
= 0,60 FEXX (1,0+0,50sin1,5θi) f(pi)
f(pi)
= [pi(1,9-0,9pi)]0,3
Fnwi
= tegangan nominal dalam elemen las i th, ksi (Mpa)
Fnwix
= komponen-x dari tegangan nominal, Fnwi, ksi (Mpa)
Fnwiy
= komponen-y dari tegangan nominal, Fnwi, ksi (Mpa)
Pi
= Δi / Δmi, rasio deformasi elemen i terhadap deformasi tegangan maksimum
rcr
= jarak dari pusat rotasi seketika pada elemen las dengan rasio minimum Δui/ri, in. (mm).
ri
= jarak dari pusat rotasi seketika pada elemen las i, in (mm)
xi
= komponen x dari ri
yi
=komponen y dari ri
Δi
= ri Δucr / rcr = deformasi elemen las i di level tegangan menengah, secara linear diproporsikan ke deformasi kritis berdasarkan jarak dari pusat rotasi seketika, ri, in (mm).
II - 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Δmi
= 0,209 (θi+2)-0,32w, deformasi elemen las i di tegangan maksimum, in (mm)
Aucr
= deformasi elemen las dengan rasio minimum Δ ui / ri pada tegangan ultimit (runtuh), umumnya pada elemen yang terjatuh dari pusat rotasi seketika, in (mm).
Aui
= 1,087 (θi+6)-0,65w ≤ 0,17w, deformasi elemen las i di tegangan ultimit (runtuh)
θi
= sudut antara sumbu longitudinal dari elemen i dan arah gaya resultan yang bekerja pada elemen, derajat
c.
Untuk kelompok las sudut konsentris yang dibebani dan terdiri dari elemen denganukuran kaki seragam yang berorientasi baik longitudinal dan transversal terhadaparah beban yang diterapkan, kekuatan terkombinasi, Rn, dari kelompok las sudut boleh ditentukan lebih besar dari 𝑅𝑛 = 𝑅𝑛𝑤𝑙 +𝑅𝑛𝑤𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅𝑛 = 0,85𝑅𝑛𝑤𝑙 +1,5𝑅𝑛𝑤𝑡 ........................................(2.67) Dimana : Rnwl
= kekuatan nominal total dari las sudut yang dibebani longitudinal, seperti ditentukan menurut Tabel J2.5, kips (N)
Rnwt
= kekuatan nominal total dari las sudut yang dibebani transversal, sepertiditentukan menurut Tabel J2.5 tanpa alternatif dalam Pasal J2.4(a), kips (N)
II - 47 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8.2. Sambungan Baut A. Ukuran Lubang Ukuran lubang maksimum untuk baut diberikan dalam Tabel 2.10 berikut ini Table 2.11a. Dimensi Lubang Nominal (in)
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
Table 2.11a. Dimensi Lubang Nominal (mm)
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
B. Spasi Minimum Jarak antara pusat-pusat standar, ukuran-berlebih, atau lubang-lubang slot tidak bolehkurang dari 2 2/3 kali diameter nominal, d, dari pengencang; suatu jarak 3d yang lebihdisukai. C. Jarak Tepi Minimum Jarak dari pusat lubang standar ke suatu tepi dari suatu bagian yang disambung padasetiap arah tidak boleh kurang dari nilai yang berlaku dari Tabel J3.4 atau Tabel II - 48 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
J3.4M,atau seperti disyaratkan dalam Pasal J3.10. Jarak dari pusat suatu ukuran berlebih ataulubang slot ke suatu tepi dari suatu bagian yang disambung harus tidak kurang dari yangdiperlukan untuk suatu lubang standar ke suatu tepi dari bagian yang disambungditambah penambahan C2 yang berlaku dari Tabel 2.12.Catatan: Jarak tepi pada Tabel 2.10 adalah jarak tepi minimum berdasarkan praktikfabrikasi standar dan toleransi hasil suatu pekerjaan. Ketentuan yang sesuai Pasal J3.10 dan J4harus dipenuhi. Table 2.12. Jarak Tepi Minimum dari Pusat Lubang Standar ke Tepi Bagian yang disambung
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
Table 2.13. Nilai dari Penambahan Jarak Tepi C2
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
D. Spasi Maksimum dan Jarak Tepi Jarak maksimum dari pusat setiap baut ke tepi terdekat dari bagian-bagian dalam kontakharus 12 kali ketebalan dari bagian yang disambung akibat perhitungan, tetapi II - 49 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
tidakboleh melebihi 6 in. (150 mm). Spasi longitudinal pengencang antara elemen elemenyang terdiri dari suatu pelat dan suatu profil atau dua pelat pada kontak menerus harussebagai berkut: a.
Untuk komponen struktur dicat atau komponen struktur tidak dicat yang tidakmenahan korosi, spasi tersebut tidak boleh melebihi 24 kali ketebalan dari bagiantertipis atau 12 in. (305 mm).
b.
Untuk komponen struktur tidak dicat dari baja yang berhubungan dengan cuacayang menahan korosi atmospheric, spasi tidak boleh melebihi 14 kali ketebalandari bagian tertipis atau 7 in. (180 mm) Catatan: Dimensi pada (a) dan (b) tidak berlaku untuk elemen-elemen yang terdiri dari dua profildalam kontak menerus.
E. Kekuatan Tarik dan Geser dari Baut dan Bagian – Bagian Berulir Kekuatan tarik atau geser desain, ϕRn ,dari suatu baut snug-tightened atau baut kekuatan-tinggi pra-tarik atau bagian berulir harus ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan tarik dankeruntuhan geser sebagai berikut: 𝑅𝑛 = 𝐹𝑛 𝐴𝑏 = 0,75 (𝐹𝑛 𝐴𝑏 ) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐿𝑅𝐹𝐷 .............................................................. (2.68) Dimana : Ab
= Luas tubuh naut tidak berulir nominal atau bagian berulir, in2 (mm2)
Fn
= Tegangan tarik nominal, Fnt, atau tegangan geser, Fnv dari Table J3.2, ksi (Mpa)
Kekuatan tarik yang diperlukan harus mencakup setiap gaya tarik yang dihasilkan dariaksi
ungkit
yang
dihasilkan
oleh
deformasi
dari
bagian-bagian
yang
disambung.Catatan: Gaya yang dapat dibatasi dengan suatu baut snug-tightened atau baut kekuatan-tinggipratarik atau bagian yang berulir dapat dibatasi oleh kekuatan II - 50 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
tumpuan di lubang baut tiap-tiap. Pasal J3.10. Kekuatan efektif dari suatu pengencang individual dapat diambil sebagai lebih kecildari kekuatan geser pengencang tiap-tiap Pasal J3.6 atau kekuatan tumpuan di lubang baut tiaptiap J3.10. Kekuatan dari group baut tersebut yang diambil sebagai jumlah dari kekuatan efektifdari sarana penyambung individual.
F. Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Smbungan Tipe – Tumpuan Kekuatan tarik yang tersedia dari baut yang menahan kombinasi gaya tarik dan geserharus ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan geser sebagai berikut: 𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑡 𝐴𝑏 = 0,75 (𝐹𝑛𝑡 𝐴𝑏 ) ..................................................................................(2.69) Dimana : F’nt
= tegangan tarik nominal yang dimodifikasi mencakup efek geser , ksi (Mpa).
F’nt
= 1,3𝐹𝑛𝑡 − 𝜙𝐹𝑛𝑡 𝑓𝑟𝑣 ≤ 𝐹 𝑛𝑡 (LRFD)
Fnt
= tegangan tarik nominal dari Tabel J3.2, ksi (Mpa)
Fnv
= tegangan geser dari Table J3.2 ksi (Mpa)
Frv
= tegangan geser yang diperlukan menggunakan kombinasi beban LRFD, ksi
𝐹
𝑛𝑣
(Mpa) Tegangan geser yang tersedia dari sarana penyambung sama dengan atau melebihitegangan geser yang diperlukan, frv Catatan: Catatan bahwa bila tegangan yang diperlukan,f, baik geser atau tarik, yang kurangdari atau sama dengan 30 persen dari tegangan yang tersedia yang sesuai, efek kombinasitegangan tidak perlu diperiksa. Juga catatan bahwa Persamaan J3-3a dan J3-
II - 51 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3b dapat ditulisulang sehingga memperoleh tegangan geser nominal, f nv , sebagai fungsi dari tegangan tarik yang diperlukan, ft.
G. Baut Kekuatan – Tinggi dalam Sambungan Kritis – Slip Sambungan kritis-slip harus dirancang untuk mencegah slip dan untuk keadaan batasdari sambungan tipe-tumpuan. Bila baut-baut kritis-slip melewati sampai pengisi, semuapermukaan yang menahan slip harus dipersiapkan untuk mencapai ketahanan slipdesain.Ketahanan slip yang tersedia untuk keadaan batas dari slip harus ditentukan sebagaiberikut : 𝑅𝑛 = 𝜇𝐷𝑢 ℎ𝑓 𝑇𝑏 𝑛𝑠 ...................................................................................................(2.70) a.
Untuk lubang ukuran standar dan lubang slot – pendek yang tegak lurus terhadap arah dari beban ϕ = 1,00 (LFRD) b. Untuk lubang ukuran-berlebih dan lubang slot-pendek yang paralel terhadap arah beban ϕ = 0,85 (LFRD) c. Untuk Lubang Slot – Panjang ϕ = 0,70 (LFRD) Dimana : μ
= Koefisien Slip rata – rata untuk permukaan Kelas A atau B, yang sesuai, dan ditentukan sebagai berikut :
Du = 1,13; suatu pengali yang mencerminkan rasio dari rata-rata pratarik baut terpasang terhadap pratarik baut minimum yang disyaratkan. Penggunaan dari nilai-nilai lainnya dapat disetujui oleh Insinyur yang memiliki izin bekerja sebagai perencana. Tb = gaya tarik minimum sarana penyambung yang diberikan Tabel J3.1, kips, atau J3.1M, Kn. hf
= faktor untuk pengisi, ditentukan sebagai berikut: II - 52 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
(i) Bila
tidak
ada
pengisi
atau
dimana
baut
telah
ditambahkan
untukmendistribusikan beban pada pengisi hf = 1,00. (ii) Bila
baut-baut
tidak
ditambahkan
untuk
mendistribusikan
beban
padapengisi: (a) Untuk satu pengisi antara bagian-bagian tersambung hf = 1,00 (b) Untuk dua atau lebih pengisi antara bagian-bagian tersambung hf = 0,85 N = jumlah bidang slip yang diperlukan untuk mengizinkan sambungan dengan slip
H. Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Sambungan Slip – Kritis Bila suatu sambungan kritis-slip menahan gaya tarik yang diterapkan maka reduksi gaya penjepit neto, ketahanan slip yang tersedia tiap baut, dari Pasal J3.8, harus dikalikandengan faktor, ksc, sebagai berikut : 𝑘𝑠𝑐 = 1 − (𝐷
𝑇𝑎
𝑢 𝑇𝑏 𝑛𝑏
) ................................................................................................(2.71)
Dimana : Ta
= gaya tarik yang diperlukan mengunakan kombinasi beban LRFD
nb
= Jumlah baut yang menahan gaya tarik yang diterapkan
I. Kekuatan Tumpuan pada Lubang – lubang Baut. Kekuatan tumpuan yang tersedia, ϕRn, di mana ϕ = 0,75 (LRFD) Kekuatan tumpuan nominal dari material yang disambung, Rn , ditentukan sebagaiberikut:
II - 53 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a.
Untuk baut dalam sambungan dengan standar, ukuran-berlebih dan lubang slotpendek, tidak tergantung arah dari beban, atau suatu lubang slot-panjang denganslot tersebut paralel terhadap arah dari gaya tumpuan: (i)
Bila deformasi di lubang baut pada beban layan adalah suatu perhitungandesain.
(ii)
Bila deformasi di lubang baut pada beban layan adalah bukan suatuperhitungan desain
b. Untuk suatu baut
dalam
suatu sambungan dengan lubang-lubang slot-
panjangdengan slot tersebut tegak lurus terhadap arah dari gaya. c. Untuk sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang melewati sampaisuatu komponen struktur boks atau PSB tak-diperkaku, lihat Pasal J7 danPersamaan J7-1; Diaman : Fu
= kekuatan tarik minimum yang disyaratkan dari material yang disambung, ksi
(MPa) d
= diameter baut nominal, in. (mm)
ℓc
= jarak bersih, dalam arah dari gaya, antara tepi lubang dan tepi lubang yang berdekatanatau tepi dari material, in. (mm)
t
= ketebalan dari material yang disambung, in. (mm)
Untuk sambungan, ketahanan tumpuan harus diambil sebesar jumlah ketahanan tumpuan dari setiap baut.Kekuatan tumpuan harus diperiksa untuk kedua tipe tumpuan dan sambungan kritisslip. Penggunaan dari lubang-lubang ukuran-berlebih dan lubanglubang slot-pendek serta slot-panjang paralel terhadap garis gaya yang dilarang pada sambungan kritis-slip setiap Pasal J3.2. II - 54 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
J. Elemen Terpengaruh Dari Komponen Struktur Dan Elemen Penyambung Pasal ini berlaku untuk elemen dari komponen struktur pada sambungan dan elemenpenyambung, seperti pelat, buhul, siku, dan konsol. a.
Kekuatan Elemen dalam Tarik Kekuatan desain, ϕRn, dari elemen yangdipengaruhi dan elemen yang disambung yang dibebani gaya tarik harus nilai yangterendah yang diperoleh sesuai dengan keadaan batas dari pelelehan tarik dankeruntuhan tarik. a. Untuk leleh tarik dari elemen yang disambung 𝜙𝑅𝑛 = 𝐹𝑦 𝐴𝑔 = 0,90 𝑅𝑛 .............................................................................(2.72) b. Untuk keruntuhan tarik dari elemen yang disambung 𝜙𝑅𝑛 = 𝐹𝑢 𝐴𝑒 = 0,70 𝑅𝑛 ..........................................................................(2.73) Dimana : = Luas neto efektif seperti yang dijelaskan dalam Pasal D3, in 2 mm2
Ae
untuk pelat sambung baut Ae = Ae ≤ 0,85Ag b.
Kekuatan Elemen dalam Geser Kekuatan geser yang tersedia dari elemen yang dipengaruhi dan elemen yangdisambung dalam geser harus nilai yang terendah yang diperoleh sesuai dengankeadaan batas dari pelelehan geser dan keruntuhan geser: a. Untuk pelelehan geser dari elemen : 𝜙𝑅𝑛 = 0,60𝐹𝑦 𝐴𝑔𝑣 = 1,00(0,60𝐹𝑦 𝐴𝑔𝑣 )....................................................(2.74) b. Untk keruntuhan geser dari elemen : 𝜙𝑅𝑛 = 0,60𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑣 = 1,00(0,60𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑣 )....................................................(2.75) Dimana : Agv
= luas bruto yang menahan geser, in2, mm2 II - 55 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
= luas neto yang menahan geser, in2, mm2
Anv c.
Kekuatan Geser Balok Kekuatan yang tersedia untuk keadaan batas keruntuhan blok geser sepanjang alurkegagalan geser atau alur-alur dan alur kegagalan tarik tegak lurus harus diambilsebesar 𝜙𝑅𝑛 = 0,60𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑣 + 𝑈𝑏𝑠 𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑡 ≤ 0,60𝐹𝑦 𝐴𝑔𝑣 + 𝑈𝑏𝑠 𝐹𝑢 𝐴𝑛𝑡 ............................(2.76) 𝜙 = 0,75 Dimana :
d.
Ant
= Luas Neto yang menahan gaya tarik, in2, mm2
Ubs
= bila tegangan terik merata = 1, bila tidak = 0,5
Kekuatan Elemen dalam Tekan Kekuatan yang tersedia dari elemen penyambung dalam tekan untuk keadaan batasdari pelelehan dan tekuk harus ditentukan sebagai berikut. a. Bila KL/r ≤ 25 b. Bila KL/r > 25, ketentuan Bab E diterapkan
e.
Kekuatan Elemen dalam Lentur Kekuatan lentur yang tersedia dari elemen terpengaruh harus nilai terendah yangdiperoleh sesuai dengan keadaan batas dari leleh lentur, tekuk lokal, tekuk torsi laterallentur dan keruntuhan lentur.
2.9.
Gempa
A. Gaya Geser Gempa Dasar (V) 𝑉=
𝐶.𝐼.𝑊𝑇 𝑅
...............................................................................................................................................(2.77)
II - 56 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
B. Koefisien Geser Dasar (C) Koefisien geser dasar ( C ) merupakan rasio percepatan maksimum struktur akibatgempa dengan percepatan gravitasi (g). Nilai koefisien geser dasar dipengaruhi oleh -
Wilayah Gempa ( WG )
-
Waktu getar/periode getar ( T )
-
Jenis tanah
Gambar 2.2. Respon Spektrum Zona 4 Tanah Lunak C. Rumus empiris dari periode getar ( T ) 3
-
Untuk bangunan baja : 𝑇 = 0,085 𝑋 𝐻 4 ..................................(2.78)
-
Untuk bangunan beton : 𝑇 = 0,065 𝑋 𝐻 4 .................................(2.79)
-
Untuk bangunan lainnya : 𝑇 =
-
3
0,9 𝑋 𝐻 √𝐵
T koreksi ( T. Rayleigh ) : 𝑇 = 6,3
......................................(2.80)
√∑𝑊1 .𝑑12 𝑔.∑𝐹1 𝑑1
.............................(2.81) II - 57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
D. Faktor Keutamaan Bangunan (I) Faktor ini ditentukan berdasarkan fungsi bangunan yang disajikan dalam bentuktabel 2.14 berikut ini, Table 2.14. Faktor keutamaan I untuk berbagi kategori gedung dan bangunan
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
Dari hasil tabel kategori bangunan diatas, maka didapat faktor keutamaan bangunan yang di sajikan pada tabel 2.15 dibawah ini Tabel 2.15 Faktor Keutamaan Bangunan (I)
II - 58 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
(Sumber : SNI 1729 – 2015)
E. Berat Total Bangunan (Wt) 𝑊𝑡 = 𝑊𝐷𝐿 + 𝛾𝑊𝐿𝐿 .............................................................................(2.82) γ
= Koefisien reduksi beban
F. Faktor reduksi beban Gempa (R) Nilai R dipengaruhi oleh sistem struktur yang dipilih Macam-macam sistem struktur: a.
Sistem dinding penumpu (dinding struktur / DS) Pada sistem ini semua beban lateral dan gravitasi dipikul oleh - Untuk WG 1-2 : dinding struktur biasa (DSB) - Untuk WG 3-4 : dinding struktur biasa (DSB) - Untuk WG 5-6 : dinding struktur khusus (DSK)
b.
Sistem rangka gedung. Pada system ini, beban gravitasi ditahan oleh rangka ruang, sedangkan bebanlateral dipikul oleh dinding struktural. - Untuk WG 1-2 : dinding struktural beton biasa (DSBB) - Untuk WG 3-4 : dinding struktur beton biasa (DSBB) - Untuk WG 5-6 : dinding struktur beton khusus (DSBK)
c.
Sistem rangka pemikul beban (SRPM). Pada sistem ini baik beban gravitasi maupun beban lateral dipikul oleh rangkaruang - Untuk WG 1-2 : sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB) II - 59 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
- Untuk WG 3-4 : sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM) - Untuk WG 5-6 : sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) d. Sistem Ganda. Sistem ini beban gravitasi dan beban lateral ditahan bersama-sama antara rangkaruang dengan dinding struktural. - Untuk WG 1-2 : SRPMB & DSB - Untuk WG 3-4 : SRPMM & DSB - Untuk WG 5-6 : SRPMK & DSK
G. Beban Geser Tingkat (Fi) Cek jika : 𝑊𝑖𝑋𝑍𝑖
a. 𝐻 > 𝐵 → 𝐹𝑖 = ∑𝑊𝑖𝑋𝑍𝑖 𝑋 𝑉 ...........................................................(2.83) 𝑊𝑖𝑋𝑍𝑖
b. 𝐻 > 𝐵 → 𝐹𝑖 = ∑𝑊𝑖𝑋𝑍𝑖 𝑋 0,9𝑉 ......................................................(2.84) 𝑊𝑖𝑋𝑍𝑖
𝐹𝑡𝑜𝑝 = (∑𝑊𝑖𝑋𝑍𝑖 𝑋 0,9𝑉 + 0,1𝑉) ...................................................(2.85) Dimana : H
= Tinggi bangunan
B
= Lebar Bangunan
Zi
= Tinggi portal dari lantai dasar
c. Untuk cerobong yang didirikan diatas tanah, 0.2 V dianggap bekerjapada puncak, sedangkan 0.8 didistribusikan merata di setiap lantai. d. Untuk tower tangki air, V dianggap bekerja langsung pada titik beratseluruh struktur dan bebannya.
II - 60 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
H. Gaya Geser Perlantai
I. Simpangan Antar Lantai (Δi) 𝛥1 =
𝑄1 𝑘1
................................................................................................(2.88)
J. Simpangan Lantai (di)
II - 61 http://digilib.mercubuana.ac.id/