BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Ada beberapa tinjauan penelitian yang dipakai sebagai bahan perbandingan dengan rumusan masalah yaitu penelitain yang dilakukan oleh Eriantari (2013) “Analisis Potensi Atraksi Desa Pengotan Dalam Kerangka Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat Melalui Dukungan Baliwoso Camping Site” yang membahas tentang potensi wisata di Desa Pengotan yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat dengan dukungan kerja sama antara pengelola, pemerintah daerah dan juga dinas pariwisata Kabupaten Bangli. Persamaan penelitian ini dengan sebelumnya terletak pada lokasi penelitian yaitu di Baliwoso Camp, Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ernawati (2010) “Tingkat Kesiapan Desa Tihingan-Klungkung Bali Sebagai Tempat Wisata Berbasis Masyarakat” dimana penelitian ini membahas peran serta masyarakat lokal dalam mengelola daya tarik wisata di Desa Tihingan-Klungkung dengan menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT) dan Sustainable Tourism. Dengan mempetimbangkan kepuasan wisatawan dan dampak yang diterima oleh masyarakt lokal atau desa. Persamaan penelitian ini terletak pada focus penelitian, sedangkan perbedaanya terletak di lokasi penelitian. Dalam penelitian yang berjudul “Implementasi Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam pengelolaan wisata minat khusus (Studi Kasus di Baliwoso Camp Desa
Pengotan Kabupaten Bangli)” ini akan menjelaskan mengenai pemberdayaan masyarakat lokal Desa Pengotan dalam memberikan layanan jasa wisata terutama bagi wisatawan minat khusus. Juga untuk mengetahui sejauh mana pemeberdayaan yang dilakukan pengelola untuk masyarakat lokal Desa Pengotan dalam meningkatkan citra wisata minat khusus di daya tarik wisata Baliwoso Camp. Melalui pemberdayaan masyarakat dapat terbentuknya pariwisata yang berbasis masyarakat atau disebut dengan community based tourism (CBT). Serta mengetahui implementasi pariwisata berbasis masyarakat di Desa Pengotan Kabupaten Bangli dengan penerapan dan kebijakan yang telah diterapkan oleh pengelola serta dengan persetujuan masyarakat Desa Pengotan.
2.2 Landasan Konsep 1.2.1
Konsep Potensi Wisata Potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah
tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata (Pendit, 1999 :21). Secara umum potensi wisata dapat dijabarkab sebagai berikut: 1. Potensi alamiah merupakan potensi yang ada di masyarakat seperti potensi fisik dan geografis 2. Potensi budaya merupakan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yakni kehidupan sosial budaya masyarakat, kesenian, adatistiadat, mata ppencaharian dan lainnya.
1.2.2
Konsep Wisatawan Wisatawan adalah semua orang yang memenuhi syarat untuk melakukan
suatu perjalanan wisata seperti memiliki tujuan tertentu untuk melakukan perjalanan wisata. Wisatawan meninggalkan tempat tiggalnya lebih dari 24 jam dan perjalanan ini hanya sementara waktu dengan kata lain tidak menetap untuk jangka waktu yang lama di suatu daya tarik wisata yang dituju. Wiatawan juga mengeluarkan uang untuk keperluan di daerah tujuan wisata yang wisatawan kunjungi dan tidak ada maksud untuk mencari nafkah di daya tarik wisata tersebut (Pendit, 1986: 32). Apabila waktu berkunjung tidak lebih dari 24 jam maka dapat dikatakan sebagai pelancong (Purwanto dan Hilmi, 1994: 20).
1.2.3
Konsep Masyarakat
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling mengenal dan saling bergaul atau berinteraksi menurut suatu adat istiadat. Interaksi yang dimaksud bersifat
berkelanjutan
dan
terikat
oleh
ras
dan
identitas
bersama
(Koentjaraningrat, 1990).
1.2.4
Konsep Wisata Minat Khusus Wisata minat khusus merupakan wisatawan yang memiliki permintaan
khusus diluar minat wisatwan lainnya. Wisatawan minat khusus memiliki perbedaan dengan wisatawan lainnya seperti wisata minat khusus diminati bagi sebagian orang yang berkaitan dengan latar belakang pekerjaan, hobi dan
pendidikan wisatawan. Wisata minat khusus dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu karna dapat dipengaruhi oleh trend yang terjadi di masyarakat. wisata minat khusus diperlukan perencanaan khusus yang melibatkan pemandu wisata yang telatih dan memiliki pengalaman yang mendalam mengenai daerah tujuan wisata yang akan dituju. Biaya yamg dibutuhkan dalam melakukan perjalanan wisata minat khusus cukup mahal karena membutuhkan waktu yang lama untuk menetap di daerah tujuan wisata tersebut (Marpaung, 2002: 52). Sasaran dari wisata minat khusus dapat berupa kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan maupun penelitian, dapat juga berupa temuan sejarah maupun budaya (Darsoprajitno, 2002: 194).
1.2.5
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang diadaptsikan dari istilah empowerment berkembang
di Eropa mulai abad pertengahan dan mempengaruhi teori yang berkembang belakangan. Pemaknaan dari konsep pemberdayaan itu sendiri diartiakan oleh Ife sebagai berikut: Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to complete more effectively with other interest, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system, and so on (Ife, 1995). Defenisi diatas dapat diartikan bahwa konsep pemberdayaan sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu
dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin (Ife, 1995). Ada tiga tahap pemberdayaan (Sulistiyani, 2004: 83) yaitu: 1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peningkatan kapasistaas diri. Pada tahap ini pihak pemberdaya menciptakan pra kondisi, supa dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu. Sehingga akan dapat merangsang
kesadaran
masyarakat
tentang
perlunya
memperbaiki
kondisiuntuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian masyarakat semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk memperbaiki kondisi. 2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran dalam pembangunan. Tahap ini dapat terjadi dan berjalan dengan efektif apabila tahap pertama telah terkondisi. Masyarakat akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan, keterampilan yang memiliki relevannsi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan, keterampilan dasar yang msyarakat butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pad tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek dalam pembangunan.
3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif yang mandiri. Tahap ini
merupakan
tahap
untuk
membentuk
kemampuan
kemandirian.
Kemandirian tersebut ditandai dengan kemampuan masyarakat untuk membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan, sedangkan pemerintah hanya menjadi fasilitator saja.
1.2.6
Community based tourism (CBT) Konsep Community based tourim (CBT) adalah konsep
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial
yang
dan budaya.
Community based tourism juga dijadikan alat untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan (Suansri, 2003). Berikut merupakan prinsip dasar Community based tourism: 1. Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas atau masyarakat dalam pariwisata 2. Mengikut sertakan anggota, komunitas atau masyarakat dalam memulai setiap aspek 3. Mengembangkan kebanggan komunitas atau masyarakat 4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat 5. Menjamin keberlanjutan lingkungan 6. Memepertahankan keunikan karakter budaya
7. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas atau masyarakat 8. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia 9. Mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota
komunitas atau
masyarakat. 10. Berperan dalam menentukan pendapatan dalam proyek yang ada dalam komunitas atau masyarakat.
1.2.7
Konsep Implementasi Implementasi merupakan suatu rangkaian aktivitas untuk menghantarkan
kebijakan kepada masyarakat sehingga dapat memberikan hasil yang diharapkan. Rangkaian tersebut dapat berupa persiapan peraturan lanjutan yang merupakan kebijakan tersebut. Menyiapkan sumber daya untuk menggerakkan kebijakan tersebut seperti sarana dan prasarana, keuangan serta yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Syaukani, 2004: 295). Tiga unsur penting dalam proses implemetasi (Syukur dalam Surmayadi 2005:79) adalah sebagai berikut: 1. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan. 2. Target kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan ditetapkan akan menerima manfaat dari program, perubahan atau peningkatan. 3. Unsur pelaksana baik itu perorangan ataupun organisasi untuk bertanggung jawab dalam memperoleh pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
2.3 Teori Analisis 1.3.1
Tipologi Partisipasi Masyarakat
Menurut Tosun (2004), partisipasi masyarakat dibagi dalam tiga tipologi, yaitu : 1. Partisipasi spontan (spontaneous participation), yang artinya partisipasi masyarakat terjadi secara sukarela, tanpa didorong oleh pihak luar. Bentuk ini merupakan bentuk yang ideal dari partisipasi masyarakat. Namun, untuk penjelasan lebih terperinci lagi, jenis partisipasi ini terbagi dalam beberapa dimensi, sebagai berikut : a. Partisipasi aktif (active participation), dimana dapat terjadi jika masyarakat mencapai tujuan yang ditetapkan sendiri dan mendapatkan kepuasan. Contohnya adalah ketika masyarakat melakukan perannya secara bebas dan memiliki kehendak bebas untuk mengambil keputusan b. Partisipasi langsung (direct participation), dimana adanya interaksi langsung kepada masyarakat untuk mengambil keputusan dan masyarakat secara langsung dapat menyampaikan aspirasinya. c. Partisipasi tidak resmi (informal participation), adanya interaksi yang terjadi di luar status resmi partisipasi antara pemimpin lokal dan pihak pengembangan masyarakat. d. Partisipasi yang asli (authentic participation), adanya kesadaran masyarakat
untuk
menjadi
penanggungjawab
sepenuhnya
atas
keputusan yang telah diambil, dimana mengharapkan bagian yang lebih besar dari hasil pengembangan. Biasanya partisipasi ini menunjukkan keterlibatan masyarakat lokal yang mana mereka bukan hanya
membutuhkan perubahan dalam bidang politik nasional, tetapi juga menginginkan sebuah perubahan dalam bidang ekonomi.
2. Partisipasi terdorong (induced participation), dimana adanya dukungan, perintah dan secara resmi disetujui. Jenis partisipasi ini paling sering ditemui di negara-negara berkembang, dimana pemerintah memiliki peran utama untuk memulai aksi partisipatif melalui strategi-strategi untuk mendorong dan melatih pemimpin lokal agar mengambil peran memimpin, membangun, kerjasama dan mendukung masyarakat. Untuk memberikan pemahaman yang lebih tentang partisipasi ini, maka akan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu : a. Partisipasi pasif (passive participation), terjadi dimana masyarakat hanya terlibat dalam pelaksanaan dan tidak dilibatkan saat pengambilan keputusan. b. Partisipasi
tidak
langsung
(indirect
participation),
dimana
masyarakat tidak mengalami sendiri dan keputusan yang diambil tidak disampaikan langsung, namun melalui perwakilan lembaga atau kelompok tertentu yang ditunjuk secara umum. c. Partisipasi resmi (formal participation), dimana sudah terstatus dan disetujui secara resmi, yaitu peraturan dan batasan partisipasinya ditetapkan oleh pemerintah.
d. Partisipasi semu (pseudo participation), dimana masyarakat tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, tetapi masyarakat terlibat dalam pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh pihak lain. 3. Partisipasi
terpaksa
(coercive
participation),
merupakan
bentuk
partisipasi yang paling ekstrim, dimana masyarakat diwajibkan dan dimanipulasi oleh pihak penguasa untuk terlibat dalam pengembangan. Mungkin dalam jangka pendek, ada hasil secara langsung. Namun, dalam jangka panjang, partisipasi ini akan kehilangan dukungan dari masyarakat, tidak menghasilkan bahkan mengikis minat masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas pengembangan.
1.3.2
Teori pelayanan dan kualitas pelayanan Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan
pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman. Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan ataupun kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Sinambela, 2010:3). Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak
dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut: 1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. 3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (Kotler 2002:83).
1.3.3
Teori kepuasan pelanggan Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara hasil yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tingkat kepuasan berikut : 1. Bila kinerja produk lebih buruk dari harapan, pelanggan akan merasa tidak puas. 2. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan merasa puas. 3. Bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas atau gembira (Kotler, 2002).