BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Organisasi minyak kelapa sawit di tingkat global atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyoroti peran Indonesia yang dinilai penting dalam meningkatkan sertifikasi minyak sawit berkelanjutan, salah satunya terletak di Provinsi Sumatera Utara. Luas areal perkebunan yang ada di Sumatera Utara, apabila dibagi menurut pengusahaannya, maka areal perkebunan tersebut dibagi kepada tiga kelompok. Pertama, perkebunan rakyat seluas 815.071 hektar dengan produksi 2.829.280 ton. Kedua, perkebunan swasta seluas 425.551 hektar dengan produksi 4.934.556 ton. Sedangkan ketiga, lahan perkebunan PTPN seluas 388.534 hektar dengan produksi 4.461.398 ton (Dinas Perkebunan Sumut, 2009). Sebagai salah satu produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berperan dalam pasar dunia. Pada dekade 1980-an ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia hanya ke Eropa Barat, tetapi beberapa tahun terakhir permintaan dari negara-negara lain seperti China, India, Pakistan, Myanmar, Kenya, Tansania, dan Afrika Selatan terus meningkat (Anonimous, 2010). Standar-standar produk dan proses untuk kesehatan, kesejahteraan, kualitas, ukuran dan berbagai pengukuran dapat menciptakan hambatan perdagangan dengan menyingkirkan produk yang tidak memenuhi standar. Prosedur pengujian dan sertifikasi biasanya mahal, menyita waktu dan sulit
Universitas Sumatera Utara
diterapkan. Standar seperti ini dapat dipergunakan untuk merintangi perdagangan (Simamora, 2000). RSPO merupakan sebuah inisiatif yang dibuat oleh beragam pemangku kepentingan yang ingin mempromosikan produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan di seluruh dunia. Organisasi tersebut meliputi lebih dari 500 anggota termasuk perusahaan kebun kelapa sawit, perusahaan penyuling minyak, perusahaan manufaktur bahan konsumsi, retailer, investor, serta LSM sosial dan lingkungan. RSPO itu sendiri dimulai pada 2003 sebagai kerja sama informal antara Aarhus United UK Ltd, WWF (World Wildlife Fund), Golden Hope Plantations Berhad, Migros, the Malaysian Palm Oil Association, Sainsbury, dan Unilever. RSPO telah memiliki 525 anggota yang berasal dari produsen, manufaktur, perbankan, retail, NGO dan CPO trader. Dengan rincian, anggota ordinary berjumlah 451, anggota afiliasi sebanyak 84 dan Supply Chain Associates berjumlah 31 anggota (RSPO, 2011). RSPO menetapkan standar produksi yakni 8 prinsip dan 39 kriteria RSPO dan mengawasi sistem sertifikasi yang menjaga seluruh rantai pasokan produk kelapa sawit berkelanjutan, aturan pemasaran memastikan bahwa perusahaanperusahaan secara akurat menginformasikan kepada konsumen bahwa produksi mereka atau penggunaan kelapa sawit berkelanjutan. Kedelapan prinsip tersebut adalah: 1. Komitmen terhadap transparansi; 2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku; 3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang; 4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik;
Universitas Sumatera Utara
5. Tanggung
jawab
lingkungan
dan
konservasi
kekayaan
alam
dan
keanekaragaman hayati; 6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik; 7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab; dan 8. Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah utama aktivitas. (Prinsip Dan Kriteria RSPO, 2011). Anggota RSPO terdiri dari anggota biasa di tujuh sektor yang berbeda, Afiliasi Anggota dan Supply Chain Associates. Ketujuh sektor anggota biasa adalah produsen minyak sawit, pedagang dan pemroses minyak sawit, industri pengguna minyak sawit, pengecer, bank dan investor, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan dan bidang pembangunan dan sosial. Anggota RSPO dari Indonesia ada 88 yang terdiri dari Anggota Biasa, Afiliasi Anggota dan Supply Chains Associates namun perkebunan Indonesia yang telah memiliki sertifikat RSPO, antara lain PT Perkebunan Nusantara III, PT Socfindo, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk, PT Tolan Tiga, Musim Mas Grup, PT BW Plantations Tbk, dan PT Hindoli, anak usaha Cargill Indonesia, PT Bakrie Sumatera Plantations dan PT Perkebunan Nusantara IV. Dapat dilihat bahwa perusahaan perkebunan yang telah mendapatkan sertifikat RSPO adalah Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan Rakyat sampai saat ini belum ada yang mendapatkan sertifikat RSPO karena sulit untuk mengurus sertifikasi dan mahalnya biaya sertifikasi. Anggota Biasa adalah setiap organisasi yang memiliki keterlibatan langsung dalam rantai pasokan minyak sawit, atau LSM yang terkait. Anggota-
Universitas Sumatera Utara
anggota mempunyai hak suara di Majelis Umum dan dapat terbuka menyatakan bahwa mereka adalah anggota RSPO (Prinsip Dan Kriteria RSPO, 2011). Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit, tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak untuk mengklaim mereka adalah anggota RSPO. Supply Chain Associates adalah organisasi-organisasi yang aktif dalam rantai pasokan minyak sawit bersertifikat RSPO yang tidak membeli produk kelapa sawit lebih dari 500 juta ton / tahun. Mereka tidak memiliki hak suara di Majelis Umum RSPO. Mereka diperbolehkan untuk publik negara mereka adalah anggota Asosiasi RSPO (Prinsip Dan Kriteria RSPO, 2011). Biaya keanggotaan setiap tahun adalah Anggota Biasa: US$ 2660, Anggota Biasa (petani kecil <500 ha): US$ 665, Afiliasi Anggota: US$ 332, Supply Chain Associate: US$ 133. Adapun pembuatan sertifikat RSPO menelan biaya antara US$ 20-US$ 40 per ton (RSPO, 2011). Kekuatan harga sangat mempengaruhi intensitas pembelian pasar. Harga premium yang tidak terintegrasi dengan baik dapat berisiko menurunnya volume penjualan. Harga premium merupakan strategi penetapan harga dengan melakukan strategi diferensiasi untuk mencapai keunggulan kompetitif dengan menyediakan produk atau jasa yang memberikan kualitas unik yang diperlukan pelanggan. Harga premium dapat berjalan sepanjang pasar terdiri dari paling tidak dua kelompok pembeli, yaitu kelompok yang mementingkan mutu dan kelompok yang mementingkan harga.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori 2.2.1. Teori Biaya Produksi Menurut Mubyarto (1994), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan di gunakan untuk menciptakan barang-barang yang di produksi perusahaan tersebut. Biaya produksi yang di keluarkan setiap perusahaan dapat di bedakan dalam dua jenis. - Biaya Eksplisit - Biaya Tersembunyi (Inpute Cost) •
Biaya Ekplisit yaitu : Semua pengeluaran untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan input lain yang di bayar melalui pasaran (pembayaran berupa uang)
•
Biaya
Tersembunyi
yaitu
:
pembayaran
untuk
keahlian
keusahawanan produsen tersebut modalnya tersendiri yang di gunakan dalam perusahaan dan banguanan perusahaan yang di miliki Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya adalah: metode kerja, pekerja, lokasi, requirement alat, faktor satuan, budaya, komposisi sumberdaya yang dibutuhkan, pendefenisian lingkup pekerjaan, iklim, gempa bumi, badai, banjir, air pasang dan lain-lain (Mankiw, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Volume Penjualan 2.2.2.1 . Pengertian Penjualan Menurut Basu Swastha DH (2004) penjualan adalah interaksi antara individu saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran sehingga menguntungkan bagi pihak lain. Penjualan dapat diartikan juga sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang bagi mereka yang memerlukan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan atas persetujuan bersama.
2.2.2.2 Tujuan Penjualan Kemampuan perusahaan dalam menjual produknya menentukan keberhasilan dalam mencari keuntungan, apabila perusahaan tidak mampu menjual maka perusahaan akan mengalami kerugian. Menurut Basu Swastha DH (2004) tujuan umum penjualan dalam perusahaan yaitu : 1) Mencapai volume penjualan 2) Mendapatkan laba tertentu 3) Menunjang pertumbuhan perusahaan
2.2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan Menurut Basu Swastha DH (2004) aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha(2004) sebagai berikut : 1) Kondisi dan Kemampuan Penjual Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah: a) Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan b) Harga produk atau jasa c) Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman 2) Kondisi Pasar Pasar mempengaruhi kegiatan dalam transaksi penjualan baik sebagai kelompok pembeli atau penjual. Kondisi pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : jenis pasar, kelompok pembeli, daya beli, frekuensi pembelian serta keinginan dan kebutuhannya. 3) Modal Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya. Modal perusahaan dalam penjelasan ini adalah modal kerja perusahaan yang digunakan untuk mencapai target penjualan yang dianggarkan, misalnya dalam menyelenggarakan stok produk dan dalam melaksanaan kegiatan penjualan memerlukan usaha seperti alat transportasi, tempat untuk menjual, usaha promosi dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
4) Kondisi Organisasi Perusahaan Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan. 5) Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama.
2.2.2.4 Pengertian Volume Penjualan Volume penjualan merupakan hasil akhir yang dicapai perusahaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Volume penjualan tidak memisahkan secara tunai maupun kredit tetapi dihitung secara keseluruhan dari total yang dicapai. Seandainya volume penjualan meningkat dan biaya distribusi menurun maka tingkat pencapaian laba perusahaan meningkat tetapi sebaliknya bila volume penjualan menurun maka pencapaian laba perusahaan juga menurun.
2.2.3
Harga Harga identik dengan harga karena pada umumnya harga merupakan
faktor yang dominan yang akan menentukan pertimbangan bagi pembeli. Dapat dikatakan bahwa harga merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pembeli atas
Universitas Sumatera Utara
barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual. Harga mempunyai empat macam fungsi, yakni: 1. Sebagai pembayaran kepada lembaga saluran pemasaran atas jasa-jasa yang ditawarkannya. 2. Sebagai senjata dalam persaingan. 3. Sebagai alat untuk mengadakan komunikasi. 4. Sebagai alat pengawasan saluran pemasaran. Penetapan harga merupakan keputusan penjualan yang sangat menentukan karena berpengaruh besar terhadap hasil penjualan (penerimaan). Pengaruh tersebut berlangsung dalam dua cara: 1. Harga sebagai komponen penerimaan mempunyai dampak atas penerimaan (Penerimaan = harga x kuantitas penjualan). 2. Tingkat harga itu sendiri sangat berpengaruh terhadap kuantitas penjualan yaitu melalui mekanisme fungsi permintaan. Kedua cara ini akan menimbulkan komplikasi karena pengaruhnya saling bertentangan. Harga yang rendah menghasilkan pendapatan yang lebih kecil untuk setiap unit yang terjual tetapi biasanya mengakibatkan kuantitas penjualan yang meningkat, pengaruh sebaliknya akan terjadi akan terjadi apabila harga naik. Tentu saja, peningkatan kuantitas penjualan akan memperkecil biaya tetap per unit sampai mencapai skala produksi tertentu. Karena itu keputusan mengenai penetapan harga merupakan tantangan nyata bagi para manajer (Downey, 1992). Menurut Mankiw (2009), perusahaan yang bertujuan untuk mencari laba, tidak akan terlepas pada penentuan harga jual, oleh sebab itu dalam penentuannya
Universitas Sumatera Utara
turut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada tujuh faktor yang mempengaruhi dalam penentuan harga jual, yaitu sebagai berikut: 1. Keadaan perekonomian 2. Permintaan dan penawaran 3. Elastisitas permintaan 4. Persaingan 5. Biaya 6. Tujuan perusahaan 7. Pengawasan pemerintah
2.2.4. Pendapatan Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usaha tergantung kepada tujuannya (Prawirakusumo, 1990). Dalam
kegiatan
perusahaan,
pendapatan
ditentukan
dengan
cara
mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Apabila hasil penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan produsen nilainya adalah positif maka diperolehlah pendapatan. Pendapatan merupakan keuntungan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayaran dari melakukan kegiatan-kegiatan seperti: menghadapi resiko ketidakpastian di masa yang akan datang, melakukan inovasi/pembaruan di dalam berbagai kegiatan ekonomi dan mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar (Sukirno, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mankiw (2009), jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan sebagai hasil dari penjualan output disebut pendapatan total (Total Revenue-TR). Jumlah pengeluaran yang harus dilakukan suatu perusahaan untuk membeli input disebut biaya total (Total Cost-TC). Jadi, keuntungan (profit) dinyatakan sebagai pendapatan total dikurangi dengan biaya total. Dengan demikian, Keuntungan = Pendapatan Total – Biaya Total
2.3 Kerangka Pemikiran PT Perkebunan Nusantara III merupakan perkebunan yang telah menerapkan RSPO. Sebelum penerapan RSPO dilakukan perusahaan perkebunan ini melakukan proses produksi untuk menghasilkan CPO menggunakan berbagai kombinasi input. Di dalam proses produksi terdapat biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Output yang dihasilkan berupa CPO yang akan dijual setelah proses produksi berlangsung. Setelah proses penjualan diperoleh penerimaan yang dihasilkan dari harga penjualan CPO dan jumlah CPO yang dijual . Lalu didapatkan jumlah pendapatan melalui selisih total penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Setelah diterapkannya RSPO, terjadi penambahan dalam biaya produksi berupa biaya sertifikat RSPO tersebut. Akan tetapi akan terjadi juga perubahan terhadap harga, jumlah output, dan pendapatan yang lebih besar. Salah satu dampak yang terjadi akibat penerapan RSPO di PT Perkebunan Nusantara III adalah tingkat penjualan ekspor CPO yang diduga mengalami peningkatan.
Universitas Sumatera Utara
PENERAPAN RSPO
SEBELUM PENERAPAN
SESUDAH PENERAPAN
Harga CPO
Harga CPO
Volume penjualan ekpor CPO
Volume penjualan ekspor CPO
Biaya Produksi CPO
Biaya Produksi CPO
Pendapatan
Pendapatan
Keterangan : : Perbandingan : Ada pengaruh Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis yang dibuat berdasarkan landasan teori adalah sebagai berikut ini : 1. Ada perbedaan volume penjualan ekspor CPO, biaya produksi, harga dan pendapatan setelah bersertifikat RSPO. 2. Ada dampak positif dan negatif setelah penerapan RSPO.
Universitas Sumatera Utara