BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Daspal (Damar Aspal) merupakan campuran dari 3 komponen antara lain damar, Serbuk bata dan Minyak goreng kualitas rendah. Daspal sendiri termasuk pada Bioaspal dikarenakan bahan materialnya terdiri dari bahan alam yang dapat diperbaharui. Proses pembuatan daspal
dengan proses
pemasakan (penggorengan) terhadap 3 komponen pencampurannya. Minyak goreng kualitas rendah berfungsi sebagai bahan pelebur dari getah damar. Bioaspal dapat diperoleh dari pirolisis berbagai material seperti tempurung kelapa (Prayogo, 2010), berbagai sampah perkarangan seperti rumput, sisasisa tanaman jagung yang tidak dipanen, kayu pohon oak (Hill dan Jennings, 2011); ampas tebu (Kusumawati, 2012); cangkang sawit (Sa’diah, 2014); dan lain sebagainya. Sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai bioaspal yang nantinya akan menggantikan atau menjadikan bahan alternatif pengganti aspal sebagai bahan pengikat yang ramah lingkngan dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui tentunya.
2.1.1 Penelitian Bioaspal Sebelumnya Pentingnya mencari bahan material penggantis aspal yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui terus digali dengan melakukan berbagai penelitian. Bioaspal yang merupakan aspal dari olahan tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu bahan alternatif pengganti aspal
yang dapat
diperbaharui.
Terdapat
beberapa
penelitian
sebelumnya yang keterkaitan mengenai bioaspal antara lain : 1. “Studi
Karakteristik
dan
Gugus
Fungsi
Senyawa
Daspal
Penetration Grade 60 Dibandingkan dengan Aspal Pertamina Penetration Grade 60 dan Asbuton” oleh (Nasution, 2015).
5
Dikatakan bahwa berdasarkan analisis karakteristik daspal berdasarkan penetration grade dan pertimbangan banyaknya kemiripan berbagai nilai karakteristik daspal dengan aspal penetration grade 60, disimpulkan bahwa dari analisis karakteristik daspal variasi A (300 gr damar : 300 gr serbuk bata : 145 gr minyak goreng), B (400 gr damar : 200 gr serbuk bata : 155 gr Minyak goreng), C (450 gr damar : 150 gr serbuk bata : 170 gr Minyak goreng), dan D (600 gr damar : 225 gr Minyak goreng) lebih
memiliki
kecendrungan
memiliki
karakteristik
aspal
penetration grade 60. Berdasarkan tinjauan dari gugus fungsi senyawanya, daspal memiliki gugus fungsi asphalten, resin, cyclics, dan saturates seperti pada aspal dan asbuton pada umumnya. Berikut ditabelkan persamaan gugus fungsi senyawa pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Rekapitulasi Perbandingan Gugus Fungsi Senyawa Daspal Dibandingkan dengan Aspal Pertamina Grade 60 dan Asbuton dari Hasil Pengujian FTIR No Gugus Fungsi Daspal Grade 60 Asbuton 1 Asphaltenes Ada Ada Ada 2 Saturates Ada Ada Ada 3 Cyclic Ada Ada Ada 4 Resin Ada Ada Ada 5 Metal Ada Ada Ada (Sumber : Nasution, 2015)
Gambar 2.1
Spektra FTIR Gabungan Daspal A, B, C, D, Aspal Pertamina Penetration grade 60, dan Asbuton
6
2. “Komposisi Bioaspal” oleh Ir. Moehardo Moelyo (2012). Dalam buku Berita Resmi Paten No. 372 Tahun ke 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Paten Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Ham R.I., dicantumkan sebuah invensi oleh Ir. Moehardo Moelyo dengan judul: “Komposisi Bioaspal.” Pada abstrak disebutkan komposisi bioaspal yang terdiri dari damar, oil, bentonit, dan soda abu. Invensi bertujuan sebagai bahan alternatif produk aspal yang telah tersedia secara komersial, spesifikasi bioaspal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan harganya relatif lebih murah. 3. “Bioaspal dari Karbonisasi Sampah Perkarangan (Bioasphalt from Urban Yard Waste Carbonization)” oleh Daniel R. Hill dan Aaron A. Jennings (2011) Dalam laporan penelitian ini diketahui bahwa bioaspal dapat dibuat dari berbagai sampah yang terdapat pada perkarangan seperti daun, ranting, dan rumput yang dikumpulkan. Proses pembuatan biosapal tersebut dilakukan dengan cara pirolisis, yaitu dengan pemanasan secara
cepat
bahan
sampah
perkarangan
tanpa
oksigen
menggunakan sejumlah peralatan yang sesuai. Proses ini juga dinamakan sebagai proses karbonisasi. ®
4. Avello Bioenergy (2009) Avello® Bioenergy adalah sebuah merek terdaftar komersialisasi teknologi yang dikembangkan di Iowa State University. Avello® Bioenergy dibentuk pada awal tahun 2009 oleh para alumninya dan Bioasphalt® binder adalah salah satu produk yang dihasilkan, dapat digunakan sebagai bahan tambahan ataupun pengganti langsung aspal minyak bumi. Untuk menghasilkan sebuah produk bahan pengikat/bioaspal dilakukan dengan menggunakan teknologi pirolisis secara cepat pada bahan yang berasal dari sisa-sisa hasil pertanian dan pepohonan.
7
2.1.2 Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapisan aspal beton (Laston) merupakan lapisan pada kontruksi jalan yang bahan penyusunnya merupakan campuran dari aspal keras dan agregat yang dicampur dan dihamparkan dalam keadaan / kondisi panas kemudian dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, S., 1992). Secara umum untuk komponen perkerasan lentur untuk lapisan perkerasan jalan biasanya terdiri dari : 1. Tanah dasar (sub grade) 2. Lapisan pondasi bawah (sub base course) 3. Lapisan pondasi (base course) 4. Lapisan permukaan (surface course)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Jalan Laston memiliki ciri sedikit berongga didalam suatu struktur agregatnya sehingga ikatan satu agregat dengan agregat lainnya mengunci oleh karena itu aspal beton memiliki kekuatan dalam sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku (Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum 2010). Berdasarkan fungsinya laston mempunyai 3 macam campuran dalam penggunaannya dilapangan yaitu : 1.
Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan AC-WC ( Asphalt Concrete-Wear Course). Tebal minimum AC-WC 4 cm.
2.
Laston sebagai lapisan pengikat, di kenal dengan AC-BC ( Asphalt Concrete-Binder Course). Tebal minimum 5 cm.
8
3.
Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan AC-base (Asphalt Concrete-Base). Tebal minimum 6 cm.
Lapisan aspal beton (laston) dapat dibentuk dari bahan aspal polimer, aspal modifikasi dengan asbuton, aspal multigrade dan aspal penetrasi 60/70 sebagai bahan pengikatnya.
Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum menetapkan ketentuan sifat-sifat lapisan aspal beton (laston) dan laston modifikasi antara lain dapat dilihat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3.
Tabel 2.2 Ketentuan Sifat- sifat Campuran Laston
mak. min. mak. min. min. min. mak. min. min.
Laston WC BC Base 75 112 1,2 3,5 5,5 15 14 12 65 63 60 800 1500 3 5 250 300
min.
80
min.
2,5
Sifat-sifat campuran Jumlah tumbukan perbidang Penyerapan aspal, % Rongga dalam campuran (VIM), % Rongga dalam agregat (VMA), % Rongga terisi aspal (VFB), % Stabilitas marshall, kg Pelelehan, mm Marshall quotient, kg/mm Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C pada VIM + 7% Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal), %
9
Tabel 2.3
Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston Dimodifikasi Sifat-sifat campuran
Jumlah tumbukan perbidang Rongga dalam campuran (VIM), % Rongga dalam agregat (VMA), % Rongga terisi aspal (VFB), % Stabilitas marshall, kg Pelelehan, mm Marshall quotient, kg/mm Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C pada VIM + 7% Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal), % Stabilitas Dinamis (lint/mm)
Laston WC BC Base 75 112 min. 3,5 mak. 5,5 min. 15 14 12 min. 65 63 60 min. 1000 1800 mak. min. 3 5 min. 300 350 min.
80
min.
2,5
min.
2500
Penelitian ini sebagai pembanding (data sekunder) menggunakan menggunakan lapisan aspal beton dengan bahan pengikatnya antara lain: 1.
Laston dengan bahan pengikat aspal Lapis Aspal Beton (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu (SNI 03-1737-1989).
2.
Laston dengan bahan pengikat Asbuton Retona Blend 55 Asbuton adalah aspal alam yang ada di pulau Buton (Indonesia), berbentuk serbuk sampai bongkahan yang terdiri atas campuran antara mineral dan bitumen (SNI 6749:2008).
Berdasarkan penelitian “Kajian Campuran Panas Aspal Agregat Asbuton Retona Blend 55 (AC-WC) dan Aspal Pen. 60/70 dengan Pengujian Marshall” (Nofrianto, 2014). Maka diperoleh nilai dari
10
pengujian marshall test terhadap asbuton retona blend 55 dan aspal penetrasi 60/70 dapat dilihat pada tabel 2.4 Tabel 2.4 Hasil Pengujian Marshall Test Terhadap Asbuton Retona Blend 55 dan Aspal Pen. 60/70 Asbuton Retona Blend 55 1200 4.4 272.73 2.272 5.24 6
Pengujian Marshall Stabilitas (Kg) Flow (mm) MQ Density (gr/cc) Pori (%) KAO
Aspal pen.60/70 1050 4.2 250 2.26 5 5.8
(Nofrianto, 2014) 2.1.3 Daspal Daspal merupakan material yang terbentuk dari 3 komponen material alam yang dapat diperbaharui antara lain: 1. Batu Bata Merah Batu bata adalah sebuah batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa bahan campuran dikeringkan dengan dijemur beberapa hari kemudian dibakar pada temperatur tinggi hingga mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air. Batu bata dapat memiliki daya serap yang tinggi disebabkan besarnya kadar pori (Handayani, 2010). Penggunaan bata merah merah disini bertujuan untuk menambah kemampuan
menerima panas dari luar baik secara langsung
maupun tidak langsung. Bata merah ini juga yang berpengaruh pada tekstur warna yang akan dihasilkan. 2. Getah Damar Damar merupakan salah satu resin alami yang dihasilkan oleh tanaman dari famili Dipterocarpaceae (marga Shorea, Hopea, Balanocarpus dan Vateria) dan Burseraceae (marga Canarium) (BBSRC, 2004; Doelen et al; 1998a., Doelen et al., 1998b; Jost et
11
al., 1989; Namiroh, 1998; Tan, 1990 dalam jurnal: “Sifat Fisik, Kimia dan Funsional Damar” oleh Mulyono dan Apriyantono, (2005). Komposisi aspal terdiri dari asphaltenes yang merupakan material berwarna hitam atau coklat tua dan maltenes yang merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils (Sukirman, 1995). Oleh karena itu, kami menduga resin getah damar berperan penting dalam pembuatan daspal dengan campuran. Fungsi getah damar ialah sebagai bahan pengikat dari daspal itu sendiri. Banyak sedikitnya sangat berpengaruh pada campuran. Getah damar yang digunakan ialah getah damar yang sudah dalam kemasan dalam bentuk bubuk. Untuk produksi dari getah damar sendiri berdasarkan data yang diperoleh tahun 2001-2005 untuk daerah jawa timur pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Luas dan Produksi Getah Damar Tahun 2001 – 2005 No
KPH
1
2
2002 Ha
2003
Ton Ha
2004
Ton Ha
2005
Ton Ha
Ton
5
6
7
8
9
10
11
12
1
Blitar
125
8
105
8
106
5
72
3
2
Malang
107
3
179
3
73
4
73
2
3
Probolinggo 2080
181
1090
169
519
104
927
122
4
Bwi. Barat
675
49
618
41
559
32
609
40
JUMLAH
2987
241
1992
221
1257
145
1681
167
(Sumber: Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Th. 2005) Data tersebut merupakan produksi getah damar unit di Jawa Timur belum termasuk di Kabupaten Lampung Barat, Lampung sehingga dimungkinkan untuk di produksi dalam skala yang besar. 3. Minyak Goreng Kualitas Rendah Minyak goreng kualitas rendah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minyak goreng curah yang tidak bermerek, tanpa sertifikasi halal dan BPOM, tanggal kedaluwarsa, dan berbagai informasi
12
penting lainnya. Minyak goreng curah banyak diminati karena harganya yang lebih murah dan banyak dijumpai di pasar tradisional (Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina, 2013). Minyak goreng curah ini memiliki tingkat higienitas yang cukup dipertanyakan karena hanya dikemas seadanya oleh penjual menggunakan kantong plastik. Minyak goreng curah selama ini didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak terpapar oksigen (Aminah, 2010). Berdasarkan informasi dari narasumber minyak goreng inilah yang berfungsi sebagai pengontrol tingkat elastisitas dapal yang dihasilkan. Banyak sedikitnya akan berpengaruh pada tingkat pengerasan dari daspal itu sendiri. Selain itu fungsi minyak juga sebagai bahan pengencer pada saat proses pemasakan 2.1.4 Aspal Penetrasi 60/70 Aspal merupakan bahan padat atau semi padat dan merupakan senyawa hydrocarbon yang berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang terdiri dari asphaltenese dan maltenese yang memiliki fungsi sebagai bahan ikatan agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak (Sukirman, S., 1992). Aspal digunakan sebagai bahan pengikat (binder) antara agregat menjadi satu kesatuan. Adapun persyaratan yang harus terpenuhi sebagai bahan pengikat suatu lapisan perkerasan jalan antara lain : 1. Mampu membalut setiap agregat sehingga keseluruhan agregat terselimuti oleh lapisan / bahan pengikat. 2. Mampu mengisi rongga antara agregat 3. Lapisan kedap air Pada lapisan aspal beton (laston) penelitian ini menggunakan aspal penetrasi 60/70 dengan persyaratannya dapat dilihat pada tabel 2.6
13
Tabel 2.6 Persyaratan Aspal penetarsi 60/70 Jenis Pengujian Penetrasi Titik lembek Titik nyala Daktilitas Berat jenis Kelarutan
Aspal 60/70 60-79 50-58 Min. 200 Min 100 Min. 1 Min. 99
Satuan 0.1 mm ºC ºC cm gr/cc %berat
2.1.5 Asbuton Retona Blend 55 Aspal buton tipe retona blend 55 bitumen yang dihasilkan dari ekstraksi asbuton. Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924 di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Berdasarkan data yang ada, asbuton memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia (BALITBANG Kementrian Pekerjaan Umum, 2012). Proses ekstraksi dari pada retona akan menghasilkan produk lainnya dari pada retona. Asbuton Retona Blend 55 merupakan pencampuran aspal minyak dan aspal retona. Adapun proses pembuatannya dapat dilihat pada gambar 2.3
Butir Asbuton Hasil Pecah
Retona
Dicampur Pada Temperatus 155ºC
Aspal Keras 60/80 pada Temperatur 160 ºC
Retona Blend 55
Gambar 2.3 Proses Pembuatan Retona Blend 55
14
2.1.6 Agregat Agregat merupakan suatu material berbutir keras terdiri dari mineral padat, yang termasuk dalam kategori agregat antara lain kerikil alam, agregat hasil pecahan, abu batu dan pasir. Berdasarkan proses pembentuknya agregat dibagi menjadi 2 jenis yaitu agregat alam dan agregat buatan. Agregat alam ditinjau dari proses pembentuknya dibagi atas batuan endapan, batuan beku dan batuan metamorph. Didasarkan pengolahannya agregat dibedakan atas agregat alam yang melalui proses pengolahan terlebih dahulu dan agregat buatan. Berdasarkan ukuran butiran agregat dibagi menjadi, yaitu : 1. Agregat Kasar Agregat kasar adalah adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm – 40 mm SNI 03-2834-1993 (Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar). Agregat kasar memiliki modulus kehalusan butir antara 6 – 8, semakin besar modulus kehalusan butiran menandakan semakin besar ukuran butiran agregatnya (Arum, 2013). Agregat kasar yakni agregat yang tertahan pada saringan no.4 atau ukuran > 4,75 mm menurut ASTM atau > 2 mm menurut AASHTO Tabel 2.7 Tabel Spesifikasi Agregat Kasar No
Jenis Pengujian
Satuan
1 2 3 4
Penyerapan Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent
% gr/cc gr/cc gr/cc
Spesifikasi Min Maks 3 2.5 2.5 -
15
2. Agregat Halus Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm SNI 03-2834-1993 (Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar) Agregat kasar memiliki modulus kehalusan butir antara 1,5 – 3,8; semakin besar modulus kehalusan butiran menandakan semakin besar ukuran butiran agregatnya (Arum, 2013). Agregat yakni yakni agregat yang lolos pada saringan no.4 atau ukuran < 4,75 mm menurut ASTM atau < 2 mm menurut AASHTO Tabel 2.8 Tabel Spesifikasi Agregat Halus No
Jenis Pengujian
Satuan
1 2 3 4
Penyerapan Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent
% gr/cc gr/cc gr/cc
Spesifikasi Min Maks 3 2.5 2.5 -
3. Filler (Bahan Pengisi) Filler (bahan pengisi) adalah agregat halus dengan partikel yang umumnya lolos saringan no.20 atau lebih kecil dari 0,0075 mm menurut AASHTO (Sukirman, 1992). Tujuan memberikan filler (bahan pengisi) untuk mempertinggi kepadatan dan stabilitas pada suatu campuran, mengisi rongga yang terdapat pada campuran serta mengurangi kebutuhan bitumen.
2.1.7 Pengujian Marshall Test Didalam pengujian marshall test didalam terdapat serangkaian kegiatan yakni pembuatan job mix desain sampai dengan pengujian marshall itu sendiri. Rangkaian kegiatan tersebut antara lain :
16
a. Jobmix design Job mix design dilakukan untuk melakukan pencampuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan aspal digabungkan menurut perbandingan yang akan menghasilkan campuran yang memenuhi
persyaratan.
Pada
penelitian
ini
ditetapkan
menggunakakan spesifikasi spesifikasi VII yang berdasarkan pada SNI 03-1737-1989 (Tata Cara Pelaksanaan Lapisan Beton LASTON untuk Jalan Raya).
Tabel 2.9 Tabel Spesifikasi Agregat Spec VII No. Campuran VII Gradasi Rapat Tebal Padat (mm) 40-50 % Berat yang Lolos Ukuran Saringan Saringan 1 ½” 1 ¾” 100 ½” 80 – 100 3/8” No. 4 54 – 72 No. 8 42 – 58 No. 30 26 – 38 No. 50 18 – 28 No. 100 12 – 20 No. 200 6 – 12 (Sumber: SNI 03-1737-1989) sehingga dari pencampuran dapat diketahui kadar bitumen yang optimal melalui pemeriksaan marshall
b. Marshall test Metode Marshall di temukan oleh Bruce Marshall dan telah di standarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO. Tujuan Pemeriksaan campuran daspal dengan alat marshall untuk menentukan nilai stabilitas dan kelelehan (flow) dari campuran. Nilai stabilitas
17
adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Nilai flow (kelelehan plastis) adalah keadaan perubahan bentuk dari bahan contoh sampai batas leleh yang dinyatakan dalam mm. Alat marshall merupakan alat tekan dengan dilengkapi proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) digunakan untuk mengukur nilai stabilitas dan flowmeter digunakan untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Pengujian dilakukan dengan cara menjalankan mensin penekan marshall dengan kecepatan 51 mm ( 2 in) per menit sampai keruntuhan pada benda uji terjadi. Untuk metode pelaksanaan pengujian didasarkan pada SNI 062489-1991 (Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall). Tabel 2.10 Persyaratan Tes Marshall Bina Marga No 1 2 3
Parameter Tes Marshall Kondisi lalu Stabilitas Densitas Flow Porositas MQ lintas (Kg) (gr/cc) (mm) (%) (Kg/mm) Berat 550 2-3 2-4 3-5 200-350 Sedang 450 2-3 2-4,5 3-5 200-350 Ringan 350 2-3 2-5 3-5 200-350 (Sumber : Persyaratan Tes Marshall Bina Marga 1987)
2.2 Landasan Teori Landasan teori karakteristik nilai marshall pada daspal tidak terlepas dari teori-teori yang disamakan pada karakteristik pada aspal. Mulai dari penentuan perkiraan kadar aspal, analisa sifat fisik campuran sampai dengan perhitungan stabilitas dan flow (kelelehan plastis) dijadikan rujukan dan landasan teori untuk perhitungan pada daspal. Standar metode pengujian juga menggunakan standar yang berlaku dan sudah ada diatur dalam Standart Nasional Indonesi (SNI) untuk pengujian aspal dan agregat.
18
2.2.1 Campuran Aspal Dengan Metode Marshall Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas yaitu sebagai berikut, (Sukirman Silfia, 1999) : 1. Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk
tetap
seperti
gelombang,
alur
atau
bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebaginan besar merupakan kendaraan berat menurut stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan jalan dengan volume lalu lintas yang hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang terlalu tinggi akan menyebabkan lapisan itu menjadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antar agregat akan berkurang, yang akan menyebabkan kadar aspal yang dibutuhkan pun rendah. 2. Durabilitas (keawetan/daya tahan) diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan. Faktor-faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah ; -
proses penuaan pada aspal yang dapat menyebabkan aspal akan menjadi lebih keras akibat pengaruh oksidasi dengan proses penguapan yang berakibat akan menurunnya daya lekat dan kekenyalan aspal.
-
Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat daya lengket aspal dengan material agregat lainnya.
3. Kelenturan (fleksibilitas) pada lapisan perkerasan adalah kemampuan
lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang
terjadi akibat beban lalu litas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh
19
dengan : -
beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.
-
Lendutan
berulang
yang
disebabkan
oleh
waktu
pembebanan lalu lintas yang berlangsung singkat. 4. Mudah dikerjakan agregat
harus
(Workability), adalah campuran aspal mudah dikerjakan saat penghamparan dan
pemadatan untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami kesulitan sampai mencapai tingkat kepadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan. 5. Tahan geser/kekesatan (Skid Resistance), yaitu kekesatuan yang diberikan oleh perkerasan sehingga tidak mengalami slip baik diwaktu hujan atau basah maupun diwaktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan. 6. Ekonomis adalah campuran harus menghasilkan jenis dan kombinasi
bahan
material sehingga
mendapatkan
suatu
komposisi campuran dengan biaya yang paling murah namun sebesar mungkin memenuhi sifat-sifat yang diharapkan yakni mudah dalam pemeliharaan dan murah dalam pelayanan. 7. Kedap air yaitu campuran aspal agregat harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan perkerasan dibawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas. 8. Kekakuan (Rigidity) yaitu campuran aspal agregat harus memiliki modulus kekakuan yang tinggi sehingga mampu mendistribusikan tekanan akibat beban lalu lintas secara efektif.
20
Secara umum laston terdiri atas agregat dan bitumen yang campur pada suhu tertentu dan dipadatkan. Berdasarkan gambar 2.1 bentuk komposisi laston di tambah dengan agregat yang sudah dipadatkan.
Gambar 2.4 Campuran Aspal + Agregat yang Sudah Dipadatkan Sumber : Sukirman, S., 2003 Keterangan : Va
= Volume pori dalam campuran yang dipadatkan
Vb
= Volume aspal dalam campura yang dipadatkan
Vba
= Volume aspal yang terabsorsi
Vbc
= Volume aspal efektif = Vb-Vba
Vmb
= Volume bulk campuran yang telah dipadatkan
Vmm
= Volume campuran tanpa volume udara
Vsb
= Volume agregat (bulk)
Vsc
= Volume agregat (efektif)
Vma
= Volume pori antara butiran agregat
Terdapat data-data yang harus diketahui dari pengujian yang dilakukan di laboratorium dari sifat fisik agregat dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. Berat jenis agregat kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut : -
Berat jenis
=
Bk ( Bk − Bj )
(2.1)
21
Bk ( Bj − Ba )
-
Berat jenis kering muka =
(2.2)
-
Berat jenis semu =
Bk ( Bk − Ba )
(2.3)
-
Penyerapan = Bj − Bk x100 %
(2.4)
Bk
Keterangan : Bj
= Berat benda uji kering oven (gram)
Bk
= Berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba
= Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
b. Berat jenis agregat halus dihitung dengan rumus sebagai berikut : Bk ( B + 500 − Bt )
-
Berat jenis =
-
Berat jenis kering muka =
-
Berat jenis semu =
-
Penyerapan = 500 − Bk x100 %
(2.5)
Bk ( B + 500 − Bt )
(2.6)
Bk ( B + Bk − Bt )
(2.7) (2.8)
Bk
Keterangan : 500
= Berat benda uji (gram)
Bk
= Berat benda uji kering oven (gram)
B
= Berat piknometer berat air (gram)
Bt
= Berat piknometer berisi benda uji dalam air (gram)
c. Berat jenis Bulk gabungan (U) U=
a Bja Bulk
b + BjbBulk
100 c + Bjc Bulk
d + Bjd Bulk
(2.9)
22
Keterangan : a
= Persentase agregat a (%)
b
= Persentase agregat b (%)
c
= Persentase agregat c (%)
d
= Persentase agregat d (%)
Bjabulk = Berat Jenis Agregat bulk a (gr/cc) Bjbbulk = Berat Jenis Agregat bulk b (gr/cc) Bjcbulk = Berat Jenis Agregat bulk c (gr/cc) Bjdbulk = Berat Jenis Agregat bulk d (gr/cc
d. Berat jenis Apparent gabungan (App) App =
100 a b c d + + + Bja Bjb Bjc Bjd App App App App
(2.10)
Keterangan : a
= Persentase agregat a (%)
b
= Persentase agregat b (%)
c
= Persentase agregat c (%)
d
= Persentase agregat d (%)
Bjaapp = Berat Jenis Agregat apparent a (gr/cc) Bjbapp = Berat Jenis Agregat apparent b (gr/cc) Bjcapp = Berat Jenis Agregat apparent c (gr/cc) Bjdapp = Berat Jenis Agregat apparent d (gr/cc)
23
e. Berat jenis efektif (V) V = U + App 2
(2.11)
Dari data rumus 2.1 s/d 2.12 kemudian dilakukan pengujian marshall yang akan diperoleh nantinya berupa nilai density, Stabilitas, Marshall Quotient dari suatu sampel pengujian daspal 2.2.2 Kelelehan Plastis (flow) Kelelehan (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban, dinyatakan dalam mm. Nilai flow = r didapatkan dari pembacaan arloji flow yang menyatakan deformasi benda uji dalam satuan 0,01 mm.
2.2.3 Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan (flow) yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas didapat dari pembacaan arloji stabilitas alat tekan marshall. Angka ini kemudian dikoreksi dengan angka kalibrasi alat dan angka koreksi ketebalan benda uji. Rumus stabilitas yang digunakan antara lain : Q = P x o x Koreksi volume benda uji
(2.12)
Keterangan : P
= Kalibrasi proving ring pada o
o
= Nilai pembacaan arloji stabilitas
2.2.4 Marshall Quotient Perhitungan nilai Marshall Quotient di dasarkan rumus : MQ = S
(2.13)
r
Keterangan : MQ
= Nilai Marshall Quotient (Kg/mm)
24
S
= Nilai stabilitas terpasang (Kg)
R
= Nilai kelelehan (mm)
2.2.5 Density (Kepadatan) Nilai density dihitung berdasarkan rumus g=
c f
(2.14)
Keterangan : f
= d-e
c
= Berat benda uji sebelum direndam (gram)
d
= Berat benda uji jenuh air (gram)
e
= Berat benda uji dalam air (gram)
f
= Isi benda uji (ml)
g
= Berat isi benda uji (gram/ml)
2.2.6 Void In Mix (VIM) VIM merupakan nilai prosentase rongga udara yang ada dalam campuran, didapatkan berdasarkan rumus : VIM = 100 – i – j
(2.15)
Keterangan : i
= Prosentase volume aspal
j
= Prosentase volume agregat
2.2.7 Void Filled With Asphalt (VFA) VFA merupakan nilai prosentase rongga yang terisi aspal efektif, didapatkan berdasarkan rumus : VFA =
i j
(2.16)
Keterangan : i
= Prosentase volume aspal
j
= Prosentase rongga agregat
25