BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai bahan perekatnya dan air sebagai bahan pembantu untuk keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Chemical Admixture) atau bahan pengisi tertentu bila diperlukan (Neville, 1987)[22]. Menurut SNI 03-2847-2002[5] beton dapat didefinisikan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat. Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lainlain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. (Murdock & Brook, 1999) [21] . Beton merupakan material yang masih mendominasi pemakaian bahan konstruksi. Hal ini disebabkan bahan pembuat beton mudah dicari dan didapat, lebih murah dan lebih praktis dalam pengerjaan serta mampu memikul beban yang cukup besar. Disamping itu, beton juga dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memperindah bentuk suatu bangunan (Aryanti, 2008) [10].
5
6
Bambu merupakan salah satu material konstruksi yang tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis. Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick, 2004) [12]. Sebagai material konstruksi bambu memiliki kelebihan sebagai berikut (Janssen, JAA,1988 dalam Morisco, 1999) [19]: 1) Bambu dapat tumbuh sangat cepat dan dapat dibudidayakan secara cepat serta modal dapat diputar berkesinambungan. 2) Bambu mempunyai sifat-sifat mekanika yang baik. 3) Pengerjaan bambu hanya membutuhkan peralatan yang sederhana. 4) Kulit luar bambu mengandung banyak silika yang membuat bambu terlindungi. Sifat fisik bambu dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kuat lekat tulangan bambu (petung) yang dilapisi cat dapat mencapai 1,0 MPa, sedangkan yang dilapisi aspal banyak terjadi slip (penggelinciran). Dalam satu batang bambu sifat mekaniknya berbeda-beda maka disarankan bahan tulangan diambilkan hanya bagian luar (kira-kira 30% tebal dari bambu bagian pangkal dan 50% tebal dari bambu bagian tengah atau ujung). Dari berbagai jenis bambu yang telah diteliti kuat lekatnya ternyata bambu petung mempunyai kuat lekat yang paling tinggi, yaitu sekitar 1,1 MPa (dipilin). Kuat lekat bambu apus, ori dan wulung hampir sama, yaitu sekitar 0,6 MPa. Kalau dilihat keterkaitan antara kuat lekat ini dan sifat kembang susut bambu, ternyata kembang susut bambu petung paling rendah dibandingkan dengan tiga jenis bambu tersebut (Triwiyono, 2000) [30]. Uji lentur balok yang diperkuat dengan bambu yang dilakukan oleh Sethia A dan Vijay Baradiya (2014)[24], menunjukan bahwa menggunakan bambu sebagai tulangan dapat meningkatkan beban dari balok dengan dimensi yang sama. Balok dengan tulangan bambu, daya dukung meningkat 3 kali lipat dari balok polos dengan dimensi yang sama. Defleksi maksimum balok tulangan bambu sekitar 1,5 kali lipat dari balok tanpa tulangan dengan dimensi yang sama.
7
Penelitian telah dilakukan terhadap berbagai macam model tulangan bambu antara lain dengan bentuk bilah, pilinan dari bagian lapisan kulit, pemberian paku, takikan melingkar, atau laminasi bambu. Perlakuan untuk mengatasi permasalahan penyusutan dilakukan dengan memberi lapisan anti air (waterproofing) menggunakan bahan vernis, cat, injeksi bahan minyak resin maupun memakai bahan koloid seperti getah, perekat cair, lem dan sebagainya (Janssen, 1995) [17]. Menurut Rohman (2005)
[23]
, pada balok uji beton bertulangan bambu yang
berukuran 100x150x1500 mm, beban retak awal meningkat 9,2% pada balok uji dengan tulangan bambu divernis dan meningkat 20,1% pada balok uji dengan tulangan bambu dipilin dibanding dengan balok uji tulangan bambu polos. Beban maksimum yang mampu didukung balok uji meningkat sampai 16,21% setelah pada tulangan bambu diberi perlakuan dengan dilapisi vernis, dan meningkat 32,43% setelah pada tulangan bambu diberi perlakuan dengan dipilin. Menurut Liese (1980) [18], bambu tanpa pengawetan hanya dapat bertahan kurang dari 1-3 tahun jika langsung berhubungan dengan tanah dan tidak terlindung terhadap cuaca. Bambu yang terlindung terhadap cuaca dapat bertahan lebih dari 47 tahun. Tetapi untuk lingkungan yang ideal, sebagai rangka, bambu dapat bertahan lebih dari 10-15 tahun. Dengan demikian untuk bambu yang diawetkan akan dapat bertahan lebih dari 15 tahun. Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Morisco
(1999)[20],
yang
memperlihatkan perbandingan kuat tarik bambu Ori dan petung dengan baja struktur bertegangan leleh 2400 kg/cm2 mewakili baja beton yang banyak terdapat di pasaran, kuat tarik kulit bambu petung cukup tinggi yaitu mencapai 3000 kg/cm2 melebihi tegangan leleh baja. Hasil uji ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
8
Gambar 2.1. Diagram Tegangan - Regangan Bambu dan Baja (Sumber: Morisco, 1999) [20].......... Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Morisco (1999) [20] adalah mengetahui perbedaan kekuatan bambu bagian luar dengan bagian dalam. Bambu dibelah tangensial sehingga tebalnya sekitar setengah tebal bambu utuh (Gambar 2.2) hasil pengujian disajikan dalam Tabel 2.1. Hasil pengujian menunjukan bahwa bambu bagian dalam memiliki kekuatan yang jauh lebih rendah dari pada bagian luar, hal tersebut dikarenakan bagian luar bambu terdapat kulit bambu yang berkontribusi besar bagi kuat tariknya.
Gambar 2.2. Pengambilan Spesimen Bambu (Sumber: Morisco, 1999) [20]
9
Tabel 2.1. Kuat Tarik Bambu Tanpa Buku / Nodia Kering Oven Tegangan tarik (MPa)
Jenis bambu
Bagian dalam
Bagian Luar
Ori
164
417
Petung
97
285
96
237
Wulung
(Sumber: Morisco, 1999)
[20]
Pada Tabel 2.2. dibawah menunjukan perbedaan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu tanpa buku dengan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu yang memiliki buku. Buku/nodia merupakan bagian batang bambu yang paling lemah karena sebagai serat bambu berbelok dan sebagian lagi tetap lurus, sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Mengingat buku adalah bagian terlemah maka pada perancangan struktur bambu sebagai batang tarik perlu didasarkan pada bagian buku. Tabel 2.2. Kuat Tarik Rata - Rata Bambu Kering Oven Tegangan tarik (MPa)
Jenis bambu
Tanpa Nodia
Dengan Nodia
Ori
291
128
Petung
190
116
Wulung
166
147
(Sumber: Morisco, 1999) [20] Bambu sangat rentan terhadap serangan serangga sehingga perlu dilakukan proses pengawetan. Proses pengawetan bambu dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu metode yang paling sederhana adalah dengan cara perendaman bambu dengan air yang ditambahkan zat boraks dan asam boriks (Susilaning, 2012) [27].
10
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Bambu 2.2.1.1. Pengertian Bambu Petung Bambu petung (Dendrocalamus asper Back.) dikenal sebagai jenis bambu berukuran besar dengan diameter batang bawah dapat mencapai 26 cm dan tinggi 25 m. Secara alami tersebar luas mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Kepulauan Nusa tenggara sampai Maluku. Tumbuh baik di tempattempat yang tinggi, > 300 m dpl, berbukit dan beriklim basah. Sebagai hasil hutan bukan kayu, batang-batang bambu petung tergolong keras dan kuat sehingga bisa digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan rumah-rumah sederhana di pedesaan atau jembatan (Sutiyono, 2011) [28]. Terdapat bermacam-macam bambu, tetapi dari ratusan jenis tersebut hanya ada empat macam saja yang dianggap penting. Jenis bambu tersebut umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu petung, bambu tali, bambu duri dan bambu wulung (Frick, H, 2004) [13].
Gambar 2.3. Bambu Petung
11
2.2.1.2. Pengujian Sifat Mekanik Bambu Pengujian sifat mekanika bambu dilakukan dengan mesin Universal Testing Machine (UTM). A. Kuat Tarik (ISO 3346-1975) Pengujian kuat tarik sejajar serat dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.1.
tr //
Pm aks .............................................................................................(2.1) A
Keterangan:
tr //
= Kuat tarik sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tarik maksimal bambu (N) A
= tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2)
B. Kuat Tekan (ISO 3132-1975) Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.2.
tk //
Pmaks .............................................................................................(2.2) A
Keterangan:
tk //
= Kuat tekan sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tekan maksimal bambu (N) A
= tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2)
C. Kuat Geser (ISO 3347-1975) Pengujian kuat geser sejajar serat bambu dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.3.
//
Pmaks ...............................................................................................(2.3) A
12
//
Keterangan:
= Kuat geser sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya geser maksimal bambu (N) A
= tebal x panjang = luas bidang yang tergeser (mm2)
D. Kuat Lentur (ISO 3133-1975 dan ISO 3349-1975) Pengujian kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) bambu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.4 dan 2.5.
MOR
3PmaksL ..........................................................................................(2.4) 2bt 2
MOE
PmaksL3 ............................................................................................(2.5) 4bt 3
Keterangan:
MOR = Modulus lentur bambu (MPa) MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa) Pmaks = Beban maksimum (N) L
= Panjang (mm)
b
= Lebar bambu (mm)
t
= Tebal bambu (mm)
= Lendutan proporsional dari benda uji (mm)
E. Kuat Tekan Tegak Lurus Serat (ISO 3132-1975) Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6.
tk
Pmaks .............................................................................................(2.6) A
Keterangan:
tk
= Kuat tekan sejajar serat (MPa)
13
Pmaks = Gaya tekan maksimal bambu (N) A
= luas bidang benda uji yang tertekan (mm2)
2.2.1.3. Pengujian Sifat Fisika Bambu Pengujian sifat fisika bambu dilakukan mengikuti standar pengujian ISO 31291975. A. Pengujian Kadar Air Pengujian kadar air bambu dilakukan dengan mengeringkan sampel benda uji dalam oven dengan suhu sekitar (103±2ºC) sampai berat sampel menjadi konstan. Kadar air bambu dihitung dengan Persamaan 2.7.
Ka
Wb Wa 100 % .................................................................................(2.7) Wa
Keterangan:
Ka
= Kadar air bambu (%)
Wb
= Berat benda uji sebelum di oven (gram)
Wa
= Berat benda uji kering oven (gram)
B. Perhitungan Berat Jenis Bambu Perhitungan besarnya berat jenis kering bambu dipergunakan Persamaan 2.8 dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air.
BJ
Wa Gb
Keterangan:
...................................................................................................(2.8) BJ
= Berat jenis bambu
Wa
= Berat benda uji kering oven (gram)
Gb
= Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji kering oven (gram)
14
C. Pengujian Kerapatan Bambu Pengujian kerapatan bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.9.
w
mw ...................................................................................................(2.9) Vw
Keterangan:
w
= Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm3)
mw
= Massa bambu pada kadar air w (gram)
Vw
= Volume bambu pada kadar air w (cm3)
2.2.1.4. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis dan aman. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur harus didasarkan kekuatan bambu dengan memperhitungkan faktor aman secukupnya (Suryono, 2013) [26]. Menyadari bahwa pemakaian bambu sebagai bahan bangunan cukup banyak dijumpai di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian tentang bambu. Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu Kuat batas
Tegangan ijin
(kg/cm2)
(kg/cm2)
Tarik
981-3920
294,2
Lentur
686-2940
98,07
Tekan
245-981
78,45
98070-294200
196100
Macam tegangan
E. Tarik
(Sumber: Morisco, 1999) [20]
15
2.2.2. Beton 2.2.2.1. Pengertian Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat. Beton normal mempunyai berat isi 2200-2500 kg/m3 menggunakan agregat alam yang dipecah (SNI 03-2834-2000)[4]. Pada penelitian ini akan digunakan beton dengan kuat tekan 17,5 MPa yang merupakan nilai rata-rata kuat tekan beton yang digunakan oleh masyarakat umum untuk mendirikan suatu bangunan sederhana seperti rumah satu lantai. 2.2.2.2. Material Penyusun Beton 2.2.2.2.1. Semen Portland Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004) [7]. Pada penelitian ini digunakan Semen PPC (Portland Pozzolan Cement) dimana Semen PPC adalah semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama. Semen PPC sering digunakan masyarakat umum untuk keperluan konstruksi bangunan, semen PPC juga mudah ditemukan di pasaran. Berdasarkan tujuan penggunaannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.4.
16
Tabel 2.4. Jenis dan Penggunaan Semen Portland. Jenis Semen
Penggunaan
Jenis I
yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
Jenis II
yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
Jenis III
semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV
yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.
Jenis V
yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.
(Sumber: SNI 15-2049-2004) [7] 2.2.2.2.2. Agregat Kasar Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm – 40 mm (SNI 03-2834-2000) [4]. Agregat kasar pada penelitian kali ini berjenis Kerikil Merapi. Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini: Tabel 2.5. Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar Ukuran Saringan
Persentase Lolos Saringan(%)
2 in (50 mm) 1,5 in (38 mm) 3/4 in (19mm) 3/8 in (9,5mm) No.4 (4,75 mm) (Sumber: ASTM C33-03)[3]
100 95 -100 35 -70 10 -30 0 -5
17
2.2.2.2.3. Agregat Halus Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm (SNI 03-6861.1-2002) [5]. Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.6. Persyaratan Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan
PersentaseLolos Saringan(%)
9,5 mm(3/8 in)
100
4,75 mm(No.4)
95 – 100
2,36 mm(No.8)
80 – 100
1,18 mm(No.16)
50 – 85
600 mm (No.30)
25 – 60
300 mm (No.50)
5 – 30
150 mm (No.100)
0 -10 [3]
(Sumber: ASTM C33-03) 2.2.2.2.4. Air
Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air akan bereaksi dengan semen dan menjadi pasta pengikat agregatdari yang paling besar sampai paling halus dan menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dalam proses pengadukan, penuangan, maupun pemadatan. Dalam SNI 03-6861.1-2002[5] Air yang memenuhi syarat sebagai campuran beton yaitu : 1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. 3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
18
2.2.3. Boraks 2.2.3.1 Pengertian Boraks dan Asam Boriks Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Tetraborat (Na2B4O7) yang mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak lebih 105,0 % Na2B4O7.10H2O dengan sifat hablur transparan, tidak berbau, warna putih sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih larut dalam air panas. Besar daya pengawet mungkin disebabkan senyawa aktif asam boraks. Senyawa boraks ini dikenal sebagai bahan yang mampu membunuh bakteri pembusuk (Handayani, 2007) [14].
Gambar 2.4. Boraks 2.2.3.2. Penggunaan Boraks dan Asam Boriks Hasil penelitian Susilaning, L. dkk (2012) [27], perendaman bambu petung dengan air yang ditambahkan zat boraks dan asam boriks dengan perbandingan 3:2, dengan konsentrasi 10% dalam waktu 5 hari menunjukan kerusakan yang ditimbulkan akibat serangga sebesar 1,36% dan 0,97% pada masing-masing bambu ampel dan petung. Pengawetan dengan merendam bambu dengan air mengalir selama 3 bulan menunjukan kerusakan sebesar 1,01% dan 0,72% pada masing-masing bambu ampel dan petung. Pada penelitian ini, akan dilakukan pengawetan bambu dengan perendaman selama lima hari menggunakan air yang ditambahkan zat boraks dan asam boriks dengan perbandingan 3:2, konsentrasi 10%.
19
2.2.4. Balok 2.2.4.1. Kuat Lentur Balok Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas. Pengujian kuat lentur menggunakan prosedur di SNI 03-4431-2011[8].
P1
P2
h
1/3L
1/3L
1/3L
b
Gambar 2.5. Perletakan dan Pembebanan Balok Uji Rumus-rumus perhitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur beton dengan 2 titik pembebanan adalah sebagai berikut: 1. Pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 2.4 (a), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan:
1
P.L ...................................................................................................(2.9) b.h 2
2. Pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 2.4 (b), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan:
1
3.P.a .................................................................................................(2.10) b.h 2
Dengan: 1
= Kuat lentur benda uji (MPa)
20
P
= Beban tertinggi yang dilanjutkan oleh mesin uji ( pembacaan dalam ton sampai 3 angka dibelakang koma)
L
= Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm)
b
= Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)
h
= Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)
a
= Jarak ratA-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m).
3. Benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan.
Gambar 2.6. Benda uji, perletakan dan pembebanan
21
Gambar 2.7. Patah pada 1/3 bentang tengah
Gambar 2.8. Patah di luar 1/3 bentang tengah pada < 5% dari bentang
Gambar 2.9. Patah di luar 1/3 bentang tengah pada > 5% dari bentang 2.2.4.2. Anggapan-Anggapan Menurut Istimawan (1994)[15], pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut: 1. Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku. 2. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak.
22
3. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan bambu.
Gambar 2.10. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton Perhitungan tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, dapat digunakan persamaan a = β1 x c Dimana :
c
= jarak serat tekan garis terluar ke garis netral
β1
= konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
Menurut SK SNI T-15-1991-03, menetapkan nilai β1 sebagai berikut: fc’
≤
30 MPa
30
< fc’ < 50 MPa
β1 = 0.85 – (fc’ – 30)
fc’
≥
β1 = 0.65
50 MPa
β1 = 0.85
2.2.4.3. Pembatasan Tulangan Tarik Pada perhitungan beton bertulang jumlah tulangan baja tarik, As, memakai jumlah yang telah
ditetapkan sebelumnya sehingga tulangan balance, Asb, tidak
diperhitungkan dalam menentukan As ( luas tulangan Tarik yang dipergunakan)
23
2.2.4.4. Analisis Balok
P maks 1/2 P
1/2 P q
C
D
A
1/15 L
E
F B
1/3 L
1/3 L
1/3 L
1/15 L
Vu (+) (-)
(+)
Mmax
Gambar 2.11. SFD dan BMD
Reaksi Tumpuan: ∑𝑀𝐵 = 0 = −(𝑅𝐴𝑣 𝑥 𝐿) + [𝑞 𝑥 (𝐿 + 1 1 + ( 𝑃 𝑥 𝐿) 2 3 17
𝑅𝐴𝑣 =
1
(30 𝑥 𝑞 𝑥 𝐿2 ) + (2 𝑃 𝑥 𝐿) 𝐿
17 1 𝑅𝐴𝑣 = ( 𝑥 𝑞 𝑥 𝐿) + 𝑃 30 2 𝑅𝐴𝑣 = 𝑅𝐵𝑣
1 1 1 1 2 𝐿 + 𝐿) 𝑥 𝐿] + ( 𝑃 𝑥 𝐿) 15 15 2 2 3
24
Momen: 𝑋 =
1 𝐿 2
1 17 17 1 1 𝐿) − (𝑞 𝑥 𝐿𝑥 𝐿) − ( 𝑃 𝑥 𝐿) 2 30 60 2 6 17 1 1 17 17 1 1 𝑀𝑚𝑎𝑥 = {[( 𝑥 𝑞 𝑥 𝐿) + 𝑃] 𝑥 𝐿} − (𝑞 𝑥 𝐿𝑥 𝐿) − ( 𝑃 𝑥 𝐿) 30 2 2 30 60 2 6 𝑀𝑚𝑎𝑥 = (𝑅𝐴𝑣 𝑥
1
𝑀𝑚𝑎𝑥 = (2
𝑃𝑥𝐿 3
221
) + (1800 𝑥 𝑞 𝑥 𝐿2 )
Gambar 2.12. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika: 𝑓𝑦
εc’ = 0.003 dan εs = εy = 𝐸𝑠
Pada kondisi balance didapat: 𝐶𝑏 =
0,003 × 𝑑 0,003 +
𝑓𝑦 𝐸𝑠
ab
= β * Cb
Cc
= 0.85 fc’ * b * ab
T
= Asb * fy
Karena ∑ H = 0, maka T = Cc
25
Asb * fy = 0.85 * fc’ * b * ab 𝐴𝑠𝑏 = Mn
0,85 ∗ 𝑓𝑐′ ∗ 𝑏 ∗ 𝑎𝑏 𝑓𝑦
= T (d - a/2)
Mu = 0.80 *Mn Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban P yang dapat bekerja pada balok yang berguna untuk menghitung besarnya momen ultimit yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan. 2.2.5. Lendutan pada Balok Lendutan yang terjadi pada balok, berdasarkan metode energi dapat dihitung dengan persamaan:
𝛥=
119 )∗𝑃 1920
(0,1032704 ∗ 𝑄) + ( 𝐸∗𝐼
………………………………….. (2.11)
2.2.6. Perancangan Campuran Beton (Mix Design) Rencana campuran beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran material pembentuk beton agar memenuhi persyaratan umum maupun teknis, sehingga menghasilkan mutu beton sesuai dengan yang direncanakan. Perancangan proporsi campuran beton ini menggunakan metode SNI 03-2834-2000 (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal) [4]. 2.2.7. Uji Statistik Data Uji statistik digunakan untuk mendapatkan sebuah deskripsi data, sehingga mempermudah dalam melakukan analisis terhadap data hasil penelitian. Pengujian statistik dalam penelitian ini menggunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciense) 16. Adapun pengujian statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
26
A. Uji Kenormalan Uji kenormalan digunakan untuk memutuskan apakah sampel berasal dari populasi dengan distribusi normal. B. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui kesamaan dua atau lebih kelompok data. C. Uji Outlier Uji outlier digunakan untuk mengeliminasi data hasil pengujian jika ada data yang bersifat ekstrim terhadap data yang lain. D. Uji One Way Anova Uji one way anova digunakan untuk membandingkan rerata dari dua kelompok sampel independen (bebas). E. Uji Perbandingan Uji perbandingan digunakan untuk menunjukkan adanya perbedaan/persamaan dari dua kelompok sampel independen (bebas).