BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
1.1.
Tinjauan Pustaka
Quality of Service(QoS) pada jaringan ad-hoc bergerak merupakan suatu topik yang menarik dan hingga kini masih terus diteliti. Hal ini terbukti dengan dipublikasikannya berbagai jurnal ilmiah pada topik ini, seperti penelitian tentang penerapan Flexible QoS Model for MANETs (FQMM)[1]danCluster-Based QoS
(CBQoS)[4], untuk mengatur QoS pada jaringan ad-hoc bergerak.
Hannan Xiao, Winston K.G. Seah, Anthony LO, dan Kee Chaing Chua pada [1], mengajukan FQMM sebagai model QoS untuk jaringan ad-hoc bergerak. Model ini diajukan sebagai salah satu karena dinilai mempu mengikuti karakter dan fitur yang terdapat pada jaringan ad-hoc bergerak, seperti node, kapasitas dan kualitas sambungan, dan topologi jaringan yang dinamis. Model ini membagi fungsi suatu node ke dalam tiga kelompok, yaitu ingress nodes, interior nodes, dan egress nodes. Ingress nodes merupakan kelompok node dimana paket data berasal. Interior nodes merupakan kelompok node yang berfungsi untuk meneruskan paket data dari ingress nodes menuju egress nodes. Egress nodes merupakan kelompok node yang menjadi tujuan dari paket data. Pengelompokan ketiga kelompok node tersebut terjadi secara dinamis; dapat berubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Hal ini bergantung pada koneksi lalu lintas data yang dibangun. Sebagai contoh, Gambar1. dan Gambar2. menunjukan dua skenario koneksi yang berbeda pada jaringan yang sama. Fungsi atau pengelompokan tiap node pada dua skenario tersebut ditunjukan oleh Tabel1. Dari kedua skenario tersebut, dapat dilihat bahwa pada FQMM peran suatu node sangat fleksibel; suatu node dapat memiliki dua fungsi yang berbeda. Untuk pengalokasian resource, FQMM mengadaptasikan metode hybrid yang merupakan penggabungan dari prinsip IntServ dan DiffServ. Metode ini mengalokasikan per-flow granurality untuk koneksi dengan prioritas tinggi dan per-class granurality untuk prioritas lainnya.
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
4
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Untuk dapat mengalokasikan resource yang tersedia secara konstan, model
ini menetapkan conditioner yang berkerja pada ingress nodes. Conditioner
tersebut bertugas untuk menentukan connection profile suatu koneksi dan menjaga diferensiasi antar aliran/kelas data agar tetap konstan. Connection profile ini bersifat dinamis; bergantung pada ketersediaan resource pada saat connection
profile tersebut ditentukan.
Gambar1. Skenario I[1]
Gambar2. Skenario II[1]
Tabel 1.Peran Tiap Node dalam Model FQMM [1]
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
5
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Selain FQMM, pada [4] Wesam Almobaideen, Khaled Hushaidan, Azzam
Sleit, Mohammad Qatawneh mengajukan model QoS lain untuk jaringan ad-hoc
bergerak. Model tersebut bernama Cluster-Based QoS (CBQoS).
CBQoS merupakan model QoS pada jaringan ad-hoc bergerak yang
membagi jenis layanan berdasarkan kluster. Pada model ini, node yang berperan
sebagai router akan membagi paket ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah inter-cluster packets, merupakan paket yang ditujukan kepada node di luar cluster. Kelompok kedua adalah intra-cluster packets, merupakan paket yang ditujukan kepada node di dalam cluster. Klasifikasi ini ditunjukan oleh Gambar3.
Tujuan utama model tersebut adalah untuk meningkatkan kinerja jaringan
secara keseluruhan. Hal ini diwujudkan dengan cara memberikan prioritas lebih terhadap inter-cluster packets. Sehingga, probabilitas discarding dan dropping paket (untuk inter-cluster packets) dapat direduksi.
Gambar3. Traffic Clasification pada CBQoS[4] 1.2.
Mobile Ad-Hoc Network (MANET)
Mobile Ad-Hoc Network (MANET) merupakan jaringan nir kawat tanpa infrastruktur (ad-hoc) yang dibangun secara independen oleh node-node bergerak (mobile). Pada jaringan ini, setiap nodedapat bergerak secara dinamis [11]. Pada jaringan ini, setiap node dapat berfungsi sebagai host, router, atau destination. Host merupakan node yang mengirimkan paket. Router merupakan node yang mem-forward paket dari host menuju destination. Destination merupakan node yang menjadi tujuan paket. Adapun sifat-sifat jaringan ini, adalah sebagai berikut: Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
6
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
1. Tidak memerlukan infrastruktur tetap.
2. Menggunakan sambungan nir kawat.
3. Node/node yang digunakan bersifat mobile. 4. Topologi jaringan bersifat dinamis. 5. Setiap node harus mampu me-relay traffic.
6. MANET dapat berperan sebagai jaringan tersendiri atau terhubung dengan jaringan lain.
2.2.1. Sejarah MANET
Pada mulanya, jaringan ini digunakan sebagai jaringan taktikal pada medan
pertempuran. Dimulai pada awal tahun 1972, DARPA Packet Radio Network (PRNet) Project merancang sebuah jaringan yang tediri dari sebuah arsitektur jaringan terdistribusi yang terdiri dari beberapa node radio broadcast dan meminimalisir keberadaan central control.Proyek tersebut mengkombinasikan protokol Aloha dan CSMA channel access untuk mendukung komunikasi nodenode radio tersebut. Proyek ini menggunakan tehnik multi-hop store-and-forward routing, sehingga user dapat berkomunikasi antar satu sama lain pada area yang cukup luas [2]. Selanjutnya pada tahun 1983, DARPA menerbitkan Survivable Radio Network (SURAN). SURAN merupakan penyempurnaan PRnet dari sisi keamanan, scalability, manajemen energi, dan kapabilitas jaringan [2]. Proyek SURAN menghasilkan desain teknologi Low-cost Packet Radio (LPR). LPR merupakan desain radio direct sequence spread spectrum yang terkontrol secara digital dan berbasis packet switch. Kemunculan desain ini diikuti dengan pengembangan protokol manajemen jaringan pada cluster dinamis, peningkatan kemampuan adaptasi radio, keamanan, dan kapabilitas [2]. Teknologi direct sequence spread spectrum pada LPR, terus mengalami pengembangan dan digunakan pada proyek-proyek setelahnya, yaitu pada proyek Global Mobile (GloMo) pada tahun 1994 dan Littoral Battle-space Advanced Concept Technology Demonstration (ELB ACTD) pada tahun 1999. Kedua proyek
tersebut
berhasil
didemonstrasikan
dan
digunakan
untuk
mengkomunikasikan pengguna (users) melampaui kondisi line of sight (LOS)
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
7
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
dengan mengambahkan penggunaan time division multiple access. Bahkan, ELB
ACTD telah berhasil didemonstrasikan untuk sistem komunikasi over the-horizon
(OTH) pada angkatan laut, yaitu antara kapal perang dengan prajurit yang berada di daratan [2].
2.2.2. IEEE 802.11 Sejak awal pengembangannya pada tahun 1972, penggunaan dan pengembangan teknologi nir kawat semakin meluas. Bahkan kini, teknologi tersebut tidak hanya digunakan untuk keperluan militer, tetapi juga digunakan secara komersil [2].
Pada tahun 1997, Institute of Electrical and Electronic Engineers (IEEE)
mengeluarkan standar WirelessLAN (WLAN), yang dikenal sebagai IEEE 802.11. Standar ini dipasarkan ke public dengan nama Wireless Fidelity (Wi-Fi) [3]. IEEE 802.11 memiliki dua mode kerja, yaitu infrastructure-based network dan infrastructure-less network. Infrastructure-based network merupakan mode kerja,
dimana
standar
IEEE
802.11
digunakan
pada
jaringan
tersentralisasi/terstruktur; melibatkan akses poin. Sedangkan, infrastructure-less network merupakan mode kerja dimana standar tersebut digunakan pada jaringan tidak tersentralisasi atau ad-hoc [2]. IEEE 802.11 memuat standar WLAN untuk lapisan pertama dan kedua dari OSI Layer. Untuk lapisan pertama, standar tersebut memuat laju data, frekuensi kerja, lebar pita, kemampuan MIMO, teknik modulasi, dan jangkauan sinyal. Sedangkan untuk lapisan kedua, standar memuat metode akses. Sejak peluncurannya, IEEE 802.11 tersebut mengalami pengkajian dan pengembangan. Hasil pengkajian dan pengembangan tersebut diluncurkan dalam beberapa grup kerja. Grup kerja tersebut direpresentasikan ke dalam huruf, seperti a, b, g, n, dan seterusnya. Setiap grup kerja yang diluncurkan oleh IEEE, memiliki spesifikasi tersendiri. Spesifikasi. Spesifikasi dari masing-masing grup kerja terdapat pada lampiran.
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
8
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
2.2.3. Random Access MAC Protocol
Random access MAC protocol merupakan metode akses acak pada lapisan data
link dan berbasis pada Carrier Sense Multiple Access (CSMA). Sesuai namanya, pada CSMA sebuah frame data baru akan ditransmisikan apabila kanal komunikasi berada pada kondisi idle. Apabila kanal komunikasi terdeteksi berada
dalam kondisi sibuk, maka node transmisi akan membangkitkan angka acak dan menghitung mundur angka tersebut. Ketika proses hitung mundur selesai, barulah proses pentransmisian data dilakukan. Mekanisme tersebut dikenal sebagai Carrier Sense Multiple Access/Collision Avoidance [2].
Pada komunikasi nir kawat, aplikasi CSMA menghasilkan fenomena-
fenomena baru. Fenomena tersebut adalah hidden-station problem dan exposedstation problem. Kedua fenomena ini ditunjukan oleh Gambar 4 dan 5.
Gambar4. Hidden-station Problem[2] Hidden-station problem adalah suatu fenomena dimana dua buah node yang tidak saling mendeteksi, mentransmisikan data ke node yang sama secara bersamaan. Gambar 4 memperlihatkan scenario tersebut, dimana node A dan C berada diluar cakupan masing-masing node dan node B berada pada irisan dari cakupan kedua node tersebut. Node A dan C mentransmisikan data pada saat yang bersamaan, karena node A tidak dapat mendeteksi transmisi data dari node C, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya tubrukan data (collision) di node B [2]. Untuk mengurangi dampak dari hidden-station, IEEE 802.11 menetapkan mekanisme virtual carries-sensing.Mekanisme tersebut meliputi penggunaan dua
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
9
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
frame data, yaitu Request To Send (RTS) dan Clear To Send (CTS). RTS
merupakan sebuah frame kontrol yang ditransmisikan oleh pengirim ke penerima;
mengindikasikan akan adanya pengiriman data oleh penerima. Sedangkan CTS merupakan frame kontrol yang ditransmisikan oleh penerima ke pengirim; mengindikasikan bahwa stasiun penerima sedang berada pada kondisi idle; siap
untuk menerima data [2]. Keduanya (RTS dan CTS) berisikan informasi mengenai interval waktu yang dibutuhkan selama pengiriman. Informasi ini dapat dibaca oleh semua node berada di daerah transmisipengirim maupun penerima. Informasi tersebut yang
digunakan untuk mendeteksi keberadaan hidden-station dan mencegah terjadinya
collision.
Gambar5. Exposed-station Problem[2] Exposed-station problem adalah suatu fenomena dimana sebuah node menunda pentransmisian data dikarena node tersebut mendeteksi pentransmisian data oleh sambungan lain. Fenomena ini diperlihatkan oleh Gambar 5, dimana node C menunda transmisi data ke node D karena node C mendeteksi adanya transmisi lain yang sedang berlangsung. Hal ini terjadi, karena node A dan B berada pada daerah cakupan node C. Sehingga, node C menganggap bahwa kanal komunikasi berada dalam kondisi sibuk dan menunda pentransmisian data menuju node D [2]. Kedua
fenomena
tersebut
merupakan
fenomena
yang
penyebab
kejadiannya terkait dengan Transmission Range (TX_range), Physical Carrier Sensing Range (PCS_range), dan Interference Range (IF_range). TX_range Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
10
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
merupakan jarak tempuh dimana data yang ditransmisikan dapat diterima dengan
baik. PCS_range merupakan area dimana node bisa mendeteksi adanya
sambungan komunikasi atau tidak. Sedangkan IF_range, merupakan area dimana node penerima dapat terpengaruh oleh transmisi dari node lain [2].
2.2.4. MANET Networking dan Routing Imrich Chlamtac, Marco Conti, dan Jennifer J.-N. Liu dalam [2], berpendapat bahwa protokol network pada struktur TCP/IP. Hal ini didasarkan pada topologi MANET
yang
dinamis
dan
node
yang
bersifat
mobile.
Sehingga,
mapping/location service terhadap lokasi node pada jaringan, harus bersifat
dinamis agar menghasilkan layanan yang andal dan performa end-to-end yang baik pada MANET. Untuk mengatasi hal tersebut, Imrich dkk. mengajukan teknik flooding, dimana setiap node akan mem-broadcast informasi mengenai lokasinya. Flooding dilakukan secara periodik, pada MANET berskala kecil. Pengolahan struktur data dan area flooding, digunakan untuk mengontrol dan mengoptimalkan proses pengambilan data. Jumlah hop yang dibutuhkan (untuk sampai ke node tujuan), diperoleh dari hasil flooding [2]. Selain location services, Imrich dkk. juga membahas mengenai teknik perouting-an pada MANET [2]. Pe-routing-an tersebut dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu: unicast, multicast, location aware, dan clustering. Unicast merupakan teknik pe-routing-an, dimana informasi mengenai node hanya ditransmisikan pada node lain yang bertetangga (single hop). Teknik ini terbagi menjadi dua katagori, yaitu proactive routing protocols dan reactive on-demand routing protocols. Proactive routing merupakan pengembangan dari distance-vector dan linkstate protocol. Kedua teknik ini akan menginformasikan informasi pe-routing-an untuk setiap node, secara periodic atau dipicu oleh peristiwa tertentu, ke seluruh jaringan. Beberapa protokol tersebut adalah Destination-Sequenced DestinationVector (DSDV), Optimized Link State Routing (OLSR), dan Topology Dissemination Based on Reverse-Path Forwarding (TBRPF) [2].
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
11
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Berbeda dengan proactive routing, reactive routing tidak memperbaharui
informasi pe-routing-an secara berkala. Pada protokol ini, informasi pe-routing-an
hanya diperbaharui ketika informasi tersebut dibutuhkan. Biasanya diperoleh dari permintaan pengirim untuk memperoleh informasi pe-routing-an. Informasi yang sudah ada, akan dipertahankan selama jangka waktu tertentu atau hingga node-
node yang berkaitan dengan jalur tersebut tidak dapat diakses. Protokol yang bersifat reatif ini, antara lain: Dynamic Source Routing (DSR), Ad Hoc On Demand Distance Vector (AODV), Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA), Associativity Based Routing (ABR), dan Signal Stability Routing (SSR)
[2].
2.2.5. Quality of Services pada MANET Quality of Services mendefinisikan bagaimana perlakuan jaringan terhadap suatu layanan atau aplikasi. Apabila QoS tidak didefinisikan secara khusus, maka semua aplikasi pada jaringan tersebut diberlakukan secara sama. Kondisi ini disebut sebagai Best EffortService. Penjelasan lebih merinci mengenai QoS terdapat pada subbab 2.3 [2]. Pada MANET, QoS selain best effort relatif sulit diaplikasikan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut: 1. lingkungan propagasi dan topologi MANET yang dinamis, 2. node yang bersifat mobile, 3. interferensi pada kanal ISM yang tidak terlisensi sehingga menyulitkan pembatasan penggunaan kanal dari jaringan lain, 4. penggunaan gelombang radio yang relatif rebih rentan terhadap gangguan propagasi alamiah (terutama atmosfer) dibandingkan kabel tembaga atau serat optik, 5. dan probabilitas terputusnya link antar node.
Untuk mengatasi tantangan dari faktor-faktor tersebut, beberapa model QoS pada MANET telah diajukan. Diantaranya adalah FQMM dan CBQos, yang telah dipaparkan pada sub-bab 2.1.
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
12
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Selain kedua model tersebut, terdapat model lain yang diajukan,
diantaranya adalah GAMA/PR dan Black-Burst (BB). Kedua model tersebut,
merupakan mekanisme pengaplikasian QoS pada protokol MAC. Mekanisme tersebut bekerja sama dengan protokol pensinyalan QoS, seperti INSIGNIA, untuk mewujudkan QoS pada MANET secara keseluruhan.
1.3.
Quality of Service (QoS)
Seperti telah disinggung pada sub-subbab 2.2.5, QoS didefinisikan sebagai perlakuan jaringan terhadap aplikasi. Dengan kata lain, QoS akan menentukan
kualitas jaringan yang akan diperoleh/diberlakukan terhadap aplikasi. Kualitas
jaringan tersebut ditentukan oleh beberapa parameter. Paramenter-parameter tersebut adalah rate, latency , jitter, dan realibility. Pengaruh dan definisi dari parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rate didefinisikan sebagai kecepatan akses data yang diperoleh aplikasi pada jaringan. 2. Latency didefinisikan sebagai waktu tempuh paket, dari alamat pengirim ke alamat penerima. 3. Jitter didefinisikan sebagai variasi waktu tempuh. 4. Realibility didefinisikan sebagai persentase paket yang di-drop oleh jaringan/node.
Dalam menentukan keempat parameter tersebut untuk sebuah layanan, Internet Engineering Task Force menetapkan dua protokol QoS. Kedua protokol tersebut adalah Integrated Services (IntServ) dan Differentiated Services (DiffServ)[12].
2.3.1. Integrated Services Integrated services (IntServ)merupaka protokol QoS, dimana setiap node pada jaringan mengimplementasikan parameter flow (flowspec) yang sama. Flowspec merupakan sebuah struktur, yang memuat informasi berkaitan dengan spesifikasi aliran data yang diinginkan/diminta. Flowspec terdiri dari dua bagian, yaitu traffic specification dan request specification[10].
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
13
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Traffic Specification (TSPEC) merupakan bagian flowspec yang memuat
parameter token bucket. Token bucket merupakan algoritma pengontrolan
bandwidth dan ukuran data dalam satu kali pengiriman (burst). Algoritma tersebut diperlihatkan oleh Gambar 6 [10].
Gambar6. Token Bucket Mekanisme token bucket adalah sebagai berikut: 1. Tiket (token) akan ditambahkan ke dalam penampung (bucket) setiap 1 r detik. 2. Penampung akan terus menyimpan tiket, hingga jumlahnya mencapai b token. Apabila penampung sudah penuh, maka tiket yang selanjutnya akan dibuang. 3. Saat paket berukuran n-byte diterima, n buah tiket akan dibuang dari penampung dan paket akan ditranmisikan. 4. Apabila jumlah tiket pada penampung lebih sedikit dari n yang dibutuhkan, maka paket akan ditandai sebagai non-conform.
Paket-paket yang ditandai sebagai non-conform, akan mendapat perlakuan khusus. Perlakuan tersebut dapat berupa penurunan prioritas paket, penundaan paket, atau pembuangan paket. Request Specification (RSPEC) memuat skala prioritas yang diminta oleh aplikasi. Terdapat tiga jenis skala prioritas yang dapat diminta, yaitu: 1. Best-effort. Pada skala ini, semua layanan diberlakukan sama (tidak ada pemberian prioritas tertentu). Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
14
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
2. Controlled Load. Pada skala ini, terdapat jaminan kualitas sambungan,
walaupun masih terdapat dropped packet dalam jumlah yang konstan. Pemrosesan paket dengan skala ini diutamakan dibandingkan best-effort.
3. Guaranteed. Skala ini menjamin kualitas sambungan secara utuh; tidak
ada paket yang dibuang. Pemrosesan paket dengan skala ini, lebih diutamakan dibandingkan best-effort dan controlled load.
Pada RSVP, informasi pada TSPEC dan RSPEC akan disebarluaskan ke seluruh node pada jaringan. Node yang dapat mendukung reservasi, akan
mengaplikasikan flowspec ke dalam jaringannya. Sedangkan node yang tidak
dapat mendukung reservasi, akan mengirimkan pesan penolakan kepada pengirim RSVP [10].
2.3.2. Differentiated Services Differentiated Services (DiffServ) merupakan protokol QoS selain IntServ, yang bekerja pada lapisan ke-3 pada struktur OSI. Protokol ini mengklasifikasikan paket data berdasarkan kode 6-bit, yang dikenal sebagai Differenteated Services Code Point (DSCP) yang terdapat pada IP header. Proses pengklasifikasian tersebut disebut marking[9]. Secara teoritis, DiffServ dapat mengklasifikasikan paket data ke dalam 64 aliran yang berbeda. Namun secara praktis, terdapat empat jenis kelas data. Keempat aliran data tersebut adalah, 1. Default PHB, identik dengan best-effort pada IntServ. 2. Expedited ForwardingPHB, digunakan pada aliran data dengan latency dan persentase packet-loss yang rendah. 3. Assured Forwarding PHB, digunakan pada aliran data yang memerlukan jaminan kualitas jaringan. 4. Class Selector PHB, digunakan pada aliran data yang masih menggunakan type of service (TOS) untuk marking.
Kelas-kelas tersebut direpresentasikan oleh DSCP tertentu. Nilai DSCP dari keempat kelas tersebut adalah,
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
15
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
1. Default PHB 0 (Hex)
Expedited ForwardingPHB 2E (Hex)
Assured Forwarding PHB AF11, AF12, AF13, AF21, AF22, AF23,AF31,
AF32, AF33,AF41, AF42, AF43.
Class Selector PHB ‘xxx000’ ; ‘xxx’ merupakan kombinasi kode TOS.
1.4.
Class Based Queue
Classe Based Queue (CBQ)
merupakan metode antrian (queue) yang
menentukananrian terhadap paket data berdasarkan parameter tertentu. Parameter
tersebut dapat berupa alamat IP, protokol, atau jenis data lain yang terdapat dalam
paket [8]. Teknik ini juga melakukan mekanisme shaping dan link sharing. Shaping merupakan mekanisme dimana kelas yang telah melebihi batas nilai set akan mengalami perampingan kecepatan data. Sedangkan link sharing merupakan mekanisme pembagian bandwidth antar dua kelas yang berbeda. Gambar7 menunjukan model teknik antrian ini.
Gambar7. Model Antrian CBQ Dari Gambar7, dapat dilihat bahwa CBQ memiliki tiga kompunen utama, yaitu classifier, scheduler, dan estimator. Fungsi dan peran komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Classifier berfungsi untuk mengarahkan paket ke kelas yang bersesuaian. 2. Scheduler berfungsi untuk mengatur penjadwalan pengiriman paket tiap kelas. Komponen ini juga berperan sebagai pengatur/pengalokasi bandwidth yang tersedia bagi masing-masing kelas sesuai dengan
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
16
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
peruntukannya. Selain itu, komponen ini juga yang bertugas mengatur link
sharing.
3. Estimator berfungsi untuk mengkalkulasi bandwidth yang digunakan oleh
setiap kelas. Kelas yang telah melebihi nilai set akan ditandai sebagai
overlimit class. Kelas yang telah ditandai sebagai overlimit class, akan mengalami perampingan. Hal ini dilakukan, dengan cara menahan paket
dari kelas yang bersangkutan selama jeda waktu tertentu. Perampingan
dapat juga dilakukan dengan membuang paket dari kelas tersebut, hingga
diperoleh throughputyang sesuai dengan nilai set.
Pijar Muhammad Noer (08334020) Laporan Tugas Akhir Tahun 2012
17