1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahoni (Swietenia mahagoni ) Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan
salah satu tanaman
yang dianjurkan untuk pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Ada dua spesies yang cukup dikenal yaitu:
Swietenia macrophyla
(mahoni daun lebar) dan
Swietenia
mahagoni (mahoni daun sempit). Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar dihutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai atau ditanam ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Yuniarti, 2008). Tanaman mahoni tersusun dalam sistematika sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotiledone
Ordo
: Rotales
Genus
: Swietenia
Spesies
: Swietenia mahagoni (Yuniarti, 2008).
Mahoni berasal dari Amerika tengah dan Amerika Selatan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1872 melalui India. Dikembangkan secara luas di pulau Jawa, kurang lebih pada tahun 1892 – 1902 (Ariyantoro, 2006). Buah tanaman mahoni terlihat muncul di ujung-ujung ranting berwarna coklat dan termasuk jenis tanaman pohon tinggi sekitar 10-30 m, percabangannya
banyak, daun majemuk menyirip genap, duduk daun tersebar. Helaian anak daun bulat telur, elips memanjang, ujung daun dan pangkal daun runcing panjangnya sekitar 1-3 cm, berbentuk bola dan bulat telur memanjang berwarna coklat panjangnya 8-15 cm dengan lebar 7-10 cm. Mahoni dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terbuka dan terkena cahaya matahari secara langsung, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Ariyantoro, 2006). Obat asli Indonesia adalah obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman, dan digunakan dalam pengobatan tradisional (Joenoes, 2004). Biji buah mahoni mengandung berbagai zat diantara flavonoid, alkaloid, terpenoid, steroid dan saponin. Kandungan zat utama yang berfungsi sebagai bakteriosit adalah flavonoid dan saponin (W. Kusuma , 2005) 2.2. Flavonoid dan saponin Flavonoid adalah sekelompok senyawa polifenol dengan berat molekul rendah yang terdistribusi luas dalam tanaman, terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Zat ini sering dijumpai di sel epidermis, sebagian besar flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola. Konsumsi flavonoid dalam makanan berkisar antara 50 – 80 mg/ hari (Silalahi, 2006)
Flavonoid bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti karena
3
semua aktifitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh suatu enzim yang merupakan protein. Berhentinya aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri. Flavonoid juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melelui penghambatan sintesis dinding sel bakteri (Trease dan Evans, 1978). Flavonoid terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon Cdan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol Oglikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya, flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3C6 .
( Markham, 1988)
Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun dan mempunyai kemampuan antibakterial. Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Siswandono dan Soekarjo, 1995). Saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan kehancuran kuman ( Dwidjoseputro, 1994). 3.
Salmonella typhi
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluller dan tidak mengandung
struktur
yang
terbatasi
membran
di
dalam
sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas, berbentuk bola, batang atau spiral. Bakteri yang khas berdiameter sekitar 0,5 sampai 1,0 µm dan panjang nya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi terutama dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses aseksual (Michael, 2001). Bakteri
menimbulkan
berbagai
perubahan
kimiawi
pada
substansi yang ditumbuhinya, mereka mampu menghancurkan banyak
zat.
Organisme
ini
amat
penting
untuk
memelihara
lingkungan kita yaitu dengan menghancurkan bahan-bahan yang tertumpuk di atau dalam daratan dan lautan. Beberapa macam menyebabkan
penyakit
pada
binatang
(termasuk
manusia),
tumbuhan, dan protista lainnya (Michael, 2001). Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram negatif berbentuk tongkat, tidak berspora yang mengakibatkan penyakit paratifus, tifus, dan penyakit foodborne. Species-species salmonella bisa bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfide. Salmonella ini diberi nama oleh Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika Serikat, meskipun sebenarnya rekannya Theobald Smith yang pertama kali menemukan bakteri ini pada tahun 1885 pada tubuh babi. Kebanyakan species bergerak dengan flagel peritrih, Salmonella tumbuh cepat pada pembenihan biasa tetapi tidak
5
meragikan sukrosa dan laktosa, tetapi meragikan glukosa dan manosa menjadi asam. Kuman ini bisa hidup dalam air yang dibekukan dengan masa yang lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium dioksikholat. Senyawa ini menghambat kuman koliform dan karena itu bermanfaat untuk isolasi salmonella dari tinja (Johnson, Arthur G.2000) Klasifikasi Salmonella typhi Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Classis
: Gamma proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Familia
: Enterobakteriaceae
Genus
: Salmonella
Species
: Salmonella typhi (Johnson, Arthur G.2000).
3.1.
Sifat fisiologis Salmonella typhi adalah bakteri yang berdasarkan kebutuhan oksigen
bersifat
fakultatif
anaerob,
membutuhkan
suhu
optimal
370C
untuk
pertumbuhannya, memfermentasikan glukosa menghasilkan asam tetapi tidak membentuk gas, oksidase negative, katalase positif, tidak memproduksi indol karena tidak menghasilkan enzim triptofanase yang dapat memecah tryptophan menjadi indol, methyl red (MR) positif menunjukkan bahwa fermentasi glukosa menghasilkan sejumlah asam yang terakumulasi di dalam medium sehingga
menyebabkan pH medium menjadi asam (pH=4,2), dengan penambahan indikator metyl red maka warna medium menjadi merah. Voges-Proskauer (VP) negative, citrat negative, menghasilkan H2S yang dapat ditunjukkan pada media TSIA (Triple Sugar lron Agar). Bakteri menghasilkan H2S yang merupakan produk hasil reduksi dari asam amino yang mengandung sulfur, H2S yang dihasilkan akan bereaksi dengan garam Fe dalam media yang kemudian menjadi senyawa FeS berwarna hitam dan mengendap dalam media. Urease negative, nitrat direduksi menjadi nitrit, lysin dan ornithin dekarboksilase positif, laktosa, sukrosa, salisin dan inositol tidak difermentasi, Uji ONPG negative karena tidak menghasikan enzim betha galaktosidase sehingga bakteri tidak dapat memfermentasikan laktosa, oleh karena itu strain bakteri Salmonella typhi termasuk anggota familia enterobacteriaceae yang bersifat tidak memfermentasikan laktosa (non lactosa fermenter ), Iipase dan deoksiribonuklease tidak diproduksi (Koneman, dkk, 1992) Pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) yang ditanam dengan metode tuang, bentuk koloni bulat, ukuran 1-3 cm, warna jernih-kecoklatan dengan bintik hitam, konsistensi lembek, elevasi cembung dan bagian tepi rata (Talaro dkk, 2002). 3.2.
Patogenesis dan Patologi Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh bakteri
S. typhi. Penyakit ini khusus menyerang manusia, bakteri ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kotoran atau tinja dari seseorang pengidap atau penderita demam tifoid. Bakteri S. typhi masuk melalui mulut dan
7
hanyut ke saluran pencernaan, apabila bakteri masuk ke dalam tubuh manusia, tubuh akan berusaha untuk mengeliminasinya, tetapi bila bakteri dapat bertahan dan jumlah yang masuk cukup banyak, maka bakteri akan berhasil mencapai usus halus dan berusaha masuk ke dalam tubuh yang akhirnya dapat merangsang sel darah putih untuk menghasilkan interleukin dan merangsang terjadinya gejala demam, perasaan lemah, sakit kepala, nafsu makan berkurang, sakit perut, gangguan buang air besar serta gejala lainnya ( Darmawati, 2009) Gejala klinik penyakit ini adalah demam tinggi pada minggu ke 2 dan ke 3, biasanya dalam 4 minggu gejala tersebut telah hilang, meskipun kadang-kadang bertambah lebih lama. Gejala yang lain yang sering ditemukan adalah anoreksia, malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk, bradikardia (slow heart rate) dan konstipasi. Selain itu dapat dijumpai adanya pembesaran hati dan limpa, bintik rose sekitar umbilicus yang kemudian diikuti terjadinya ulserasi pada peyerpatches pada daerah ilium, yang kemudian diikuti terjadinya perdarahan kerena terjadi perforasi. Masa inkubasi demam tifoid umumnya l-3 minggu, tetapi bisa lebih singkat yaitu 3 hari atau lebih lama sampai dengan 3 bulan, waktu inkubasi sangat tergantung pada kuantitas bakteri dan host factor serta karakteristik strain bakteri yang menginfeksi (Maier, dkk, 2000). Dosis infektif rata-rata bagi manusia cukup 106 organisme untuk menimbulkan infeksi klinik atau sub klinik. Pada manusia S. typhi dapat menimbulkan demam enterik, bakterimia dengan lesi lokal dan enterokolitis. Untuk diagnosis laboratorium antara lain dengan cara bakteriologik, serologi dan molekuler. Menurut Hatta (2007) polymerase chain reaction (PCR) menggunakan
satu pasang primer gen flagelin dapat digunakan untuk identifikasi keberadaan Salmonella typhi
di dalam darah, urin dan feses. Adapun sampel untuk
identifikasi bakteri dapat berupa darah, urin, feses, sumsum tulang belakang. Menurut Talaro, dkk (2002) bahwa untuk identifikasi strain bakteri anggota familia Enterobacteriaceae dapat dilakukan serangkaian uji biokimia IMViC (indol, metyl red, Voges Proskauer, citrat) ( Darmawati, 2009). Salmonella typhi bersifat infektif terhadap manusia dan infeksi organisme ini berarti ditularkan dari sumber manusia. Tetapi sebagian besar Salmonella bersifat patogen bagi binatang yang merupakan sumber untuk infeksi bagi manusia. Binatang-binatang ini meliputi unggas, babi, binatang pengerat, sapi, kura-kura sampai burung kakaktua. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella adalah keasaman lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus. Hal ini karena bakteri Salmonella memiliki endotoksin yang menyebabkan berbagai gejala toksis termasuk demam, leucopenia, pendarahan, hipotensi, dan koagulasi intravaskuler yang tersebar. Beberapa mengeluarkan eksotoksin dan punya daya antifagositosis. Juga kemampuan untuk tetap hidup di dalam makrofag tanpa diketahui mekanismenya ( Michael, dkk, 1986 ). Gejala Klinik yang ditimbulkan oleh S. typhi antara lain keracunan lewat makanan karena menelan kuman yang ada di dalam makanan yang tercemar, Salmonella juga dapat melakukan penetrasi ke dalam sel-sel epitel selaput lender dan invasi ke sekitarnya yang menyebabkan terjadinya radang akut. Kolonisasi
9
kuman pada ileum dan cecum, Peningkatan sekresi cairan pada usus kecil dan usus besar ( Michael, dkk, 1986 ).
3.3.
Mekanisme kerja zat antibiotik Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen penginfeksi, namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya. Pemilihan obat yang sesuai dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi (Van Saene HKF,dkk 2005) Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Budiman. 2009) Dasar klasifikasi antibiotik adalah sebagai berikut: 3.3.1.
Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Pada klasifikasi ini penghambatan pertumbuhan bakteri dengan cara
antibiotik berikatan pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysis yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. 2.2.3.2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi.
Antibiotik menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan dengan βsubunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein terganggu atau masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. 2.2.3.3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Antibiotik bekerja dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein, atau antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein. 2.2.3.4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel. 2.2.3.5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Pada cara ini antibiotik bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat, dimana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein (National Cancer Institute. NCI Drug Dictionary: Azaserine. 2009).
11
Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Teori
5.
Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002; h. 69). Dalam penelitian ini, konsep yang ingin diamati atau diukur adalah daya hambat biji buah mahoni terhadap bakteri Salmonella typhi.
Gambar 3. Kerangka Konsep