BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Budaya Organisasi 2.1.1.Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi sebagai unit sosial yang didirikan oleh manusia dalam jangka waktu yang relatif lama untuk mencapai tujuan dengan membentuk jiwa yang
kuat
agardapat
menghadapi
tugas-tugas
yang
diberikan
dalam
perusahaan.Selain itu budaya organisasi dapat mengajarkan tentang arti kebersamaan dalam mencapai tujuan dan tidak bersifat individualisme. Menurut Davis (2004:29) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi sehingga mempunyai volume dan beban kerja yang harus diwujudkan guna mencapai tujuan organisasi Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005: 113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal. Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
budaya
organisasi
merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang diyakini dan dijiwai oleh seluruh anggotanya dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.
7
8
2.1.2. Elemen Budaya Organisasi Beberapa ahli telah mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990:215) antara lain : nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar,dan praktek-praktek manajemen serta perilaku Serta Schein (1992:140) yaitu: pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artefak yang ada dalam organisasi. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi dari setiap ahli,maka dari itu dapat diambil secara umum elemen budaya organisasi terdiri yang dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat perilaku. 1. Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-niali individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan pedoman tertulis, tujuannya tidak lain agar ideologi organisasi tetap lestari. 2. Elemen bersifat (perilaku) behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian.
2.1.3. Karakteristik Budaya Organisasi Robbins (2008: 208) menyatakan untuk menilai kualitas Budaya Organisasi Suatu Organisasi dapat dilihat dari sepuluh faktor utama, yaitu :
9
1. Inisiatif
individu
yaitu
tingkat
tanggung
jawab,
kebebasan
dan
independensi yang dipunyai individu. 2.
Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauhmana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
3.
Arah, yaitu sejauhmana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
4.
Integrasi, yaitu tingkat sejauhmana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5. Dukungan Manajemen, yaitu tingkat sejauhmana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka. 6.
Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
7. Identitas, yaitu tingkat sejauhmana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional.
2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi Fungsi budaya organisasi
dapat memberikan batasan-batasan dalam
organisasi di setiap menjalankan unit-unit kerja sehingga dapat memberikan suatu organisasi menjadi lebih baik, serta dapat memberikan stabilitas sistem sosial dalam organisasi. Selain itu Robbins (1998:245 ) membagi lima fungsi budaya organisasi, sebagai berikut : 1. Berperan menetapkan batasan individu dalam organisasi. 2. Mengantarkan suatu perasaan identitas sebagai anggota organisasi.
10
3. Mudah timbulnya komitmen yang luas dari pada kepentingan individual seseorang. 4. Meningkatkan stabilitas system sosial 5. Membantu mempersatukan organisasi. 6. Sebagai mekanisme control dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
2.1.5. Tipe Budaya Organisasi Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2010: 30) mengemukakan adanya 3 (tiga) tipe umum budaya organisasi antara lain: 1. Budaya konstruktif (constructive culture) merupakan budaya di mana pekerja didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan bekerja pada tugas dan proyek dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. 2.
Budaya
pasif-defensif
(passive-defensive
culture)
mempunyai
karakteristik menolak keyakinan bahwa pekerja harus berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak menantang keamanan mereka sendiri. 3.
Budaya
agresif-defensif
(aggressive-defensive
culture)
mendorong
pekerja mendekati tugas dengan cara memaksa dengan maksud melindungi status dan
2.1.6. Menciptakan Budaya Organisasi Robbins (2003: 314) menjelaskan bahwa terciptanya budaya organisasi dimulai dari ide pendiri organisasi. Para pendiri suatu organisasi secara
11
tradisional mempunyai dampak yang besar pada pembentukan budaya organisasi. Para pendiri mempunyai suatu visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Para pendiri tidak dikendalikan oleh kebiasaan ataupun ideologi sebelumnya. Proses pembetukan budaya terjadi dalam tiga cara yaitu: 1. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. 2. Para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan dengan cara berpikir dan merasa mereka. 3.
Akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya
menginternalisasikan
keyakinan,
nilai,
dan
asumsi-asumsi
mereka. Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai satu penentu utama keberhasilan organisasi. Pada titik ini,
keseluruhan
kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi.
2.1.7. Mempertahankan Budaya Organisasi Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik didalam organisasi bertindak Mempertahankan Budaya Organisasi Sekali suatu budaya terbentuk, praktikpraktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para karyawan seperangkat pengalaman yang serupa. Robbins (2003: 315) menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya, yaitu: 1. Praktik Seleksi Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu
yang
mempunyai
pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di
12
dalam suatu organisasi. Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapatkecocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilainilai intinya. 2.
Manajemen Puncak Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang
mengalir
ke
bawah
sepanjang
organisasi,
misalnya
apakah
pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran lain. 3. Sosialisasi Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.
13
2.1.8. Budaya Organisasi Yang Kuat Deal dan kennedi (1992:56)mengemukakan bahwa ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat sebagai berikut. 1. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. 2. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam instansi digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang di dalam instansi sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. 3. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam instansi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi. 4. Organisasi/instansi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan instansi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, misalnya, pemberi saran terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya 5. Memiliki jaringan kulturul yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya. Budaya organisasi yang kuat menjadi mekanisme control dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawansehingga sangat mempengaruhi kinerja, seperti yang di kemukakan oleh Robins (2006:18) melalui beberapa indikator seperti 1. Pengarahan, Pengarahan yaitu setiap organisasi mempunyai arah yang ditentukan oleh pimpinannya dalam mencapai tujuan begitupun dalam instansi swasta,
14
setiap instansi pasti diarahkan pimpinan untuk memperoleh tujuan yang akan dicapai. 2. Inisiatif Inisiatif yaitu kebebasan yang di berikan oleh organisasi terhadap indivudu dalam mengemukakan ide-ide untuk dapat memperoleh kemajuan yang lebih baik, hal ini juga di lakukan oleh perusahaan swasta, dimana setiap pegawai berhak mengemukakan ide-ide yang ada untuk memperoleh kinerja yang baik dalam perusahaan, serta memperoleh kemajuan suatu perusahaan 3. Ketulusan Ketulusan merupakan suatu pekerjaan yang di lakukan secara sungguhsungguh dan iklas dalam menjalani suatu pekerjaan yang di berikan oleh perusahaan 4. Integritas Integritas adalah sikap dan mental yang menujung tinggi nilai kebenaran dalam organisasi. Hal ini perlu dilakukan oleh perusahaan, sebab dalam perusahaan
pada
saat
menjalankan
tugas pegawai/karyawan
dapat
menjalankan tugas berdasrkan prosedur berdasrkan aturan dari perusahaan tersebut. 5. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Dari beberapa indikator tersebut, Thoha (2011:79)mengemukakan secara umum
bahwabudayaorganisasidapat
mempengaruhi
kinerja
melalui
kelompok, individu, dan struktur. Sebab dalam suatu instansi manapunpasti
15
memiliki kelompok, individu, dan strukturyangbekerja guna mencapai tujuan organisasi tersebut. 6. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para pegawai dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran organisasi
2.2. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Budaya organisasi yang kuat akan membantu organisasi dalam memberikan kepastian kepada seluruh pegawai untuk berkembang bersama, tumbuh dan berkembangnya
instansi.
Pemahaman
tentang
budaya
organisasi
perlu
ditanamkan sejak dini kepada pegawai. Bila pada waktu permulaan masuk kerja, mereka masuk ke instansi dengan berbagai karakteristik dan harapan yang berbeda – beda, maka melalui training, orientasi dan penyesuaian diri, pegawai akan menyerap budaya organisasi yang kemudian akan berkembang menjadi budaya kelompok, dan akhirnya diserap sebagai budaya pribadi. Bila proses internalisasi budaya organisasi menjadi budaya pribadi telah berhasil, maka pegawai akan merasa identik dengan instansinya, merasa menyatu dantidak ada halangan untuk mencapai kinerja yang optimal. Ini adalah kondisi yang saling menguntungkan, baik bagi instansi maupun pegawai. Kotter dan Heskett (1997:124) mengatakan bahwa budaya yang kuat dapat menghasilkan efek yang sangat mempengaruhi individu dan kinerja, bahkan dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh tersebut dapat lebih besar dari pada faktor-
faktorlain
seperti
struktur
organisasi,
alat
analisis
keuangan,
16
kepemimpinan dan lain –lain. Budaya organisasi yang mudah menyesuaikan dengan perubahan jaman (adaptif) adalah yang dapat meningkatkan kinerja. Adanya keterkaitan hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja yang dapat dijelaskan dalam model diagnosis budaya organisasi berpengaruh pada kinerja, bahwasemakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baikkinerja organisasi tersebut (Moelyono, 2003 : 42). Seperti yang dikatakan oleh Rogga (2001:17) Hasil penelitian menyatakan bahwa budaya organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Sesungguhnya antar budaya perusahaan dengan kepuasan karyawan terhadap hubungan, dimana budaya (culture) dikatakan memberi pedoman seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai
yang
dibutuhkan
karyawan
dalam
bekerja,
berinteraksi
dengan
kelompoknya, dengan sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasan
2.3. Kinerja 2.3.1. Pengertian Kinerja Kinerja karyawan (job performance) dapat diartikan sebagai sejauh mana seseorang melaksanakan tanggung jawab dan tugas kerjanya. performansi pekerjaan adalah catatan hasil atau keluaran yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Sedangkan pengukuran performansi merupakan cara untuk mengukur tingkat kontribusi individu kepada organisasinya. . Selain Itu Juga menurut Mangkunegara (2001:82) kinerja merupakan Hasil kerja yang telah dicapai secara kualitas oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya
sesuai
tanggung
jawab
yang
diberikan
17
kepadanyadengan tidak melewati batas-batas yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga apa yang telah dicapai oleh individu tersebut berdasarkan nilai-nilai estetika yang berlaku dalam perusahaan tersebut. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
penampilan
kerja
oleh
pegawai
ditempat
kerjanya
dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara kualitas dengan sebaikbaiknya tanpa melanggar etika dan prosedur yang telah ditentukan oleh perusahaan.
2.3.2. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaannya (Handoko, 1992; 193). Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda – beda satu dengan yang lainnya. Adanya ketidakpuasan kerja karyawan seharusnya dapat dideteksi oleh perusahaan. Menurut Muchinsky (1997 ; 424), variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya
kepuasan
kerja
adalah
absenteeism,
turnover,
and
job
performance. Untuk mengetahui indikator apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja, Robins (1997; 431) terdiri dari atas lima indikator, yaitu: (1) Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan
18
pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan; (2) Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk mengunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat
kerja
lebih
menantang.
Pekerjaan
yang
kurang
menantang
menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal; (3) Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar kepuasan kerja yang meningkat; (4) Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin; (5) Kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan.
19
2.3.3. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja yang dilaksanakan dengan baik dan tertib maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas organisasional pada pegawai. Dalam hal ini Soedjono (2005:15) menyebutkan enam kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni 1. Kualitas, Kualitas, Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut 2. Kuantitas, Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan. 3. Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain. 4.
Efektivitas, Efektivitas yaitu Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.
5.
Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan.
6.
Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.
20
Adapun hal yang di lakukan oleh perusahaan dalam melakukan penilaian prestasi kerja secara organisasiyang di kemukakan Samsudin (2006:165) yaitu memiliki Tujuan yang dapat di klasifikasikan sebagai berikut : 1. Administratif Administratif yaitu memberikan arah untuk penetapan promosi, transfer, dan kenaikan gaji pada pegawai, baik pegawai lama maupun pegawai baru 2. Informatif Informatif yaitu memberikan data kepada manajemen tentang prestasi kerja bawahan dan memberikan data kepada individu tentang kelebihan dan kekurangannya 3. Motivasi Motivasi yaitu menciptakan pengalaman belajar yang memotivasi staf untuk mengembangkan diri dan meningkatkan prestasi kerja
2.3.4. Kepemimpinan dan Kinerja Karyawan Berdasarkan hasil observasi, Humphreys (2002) menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang mendominasi industri jasa adalah kepemimpinan transaksional.
Banyak
bukti
empiris
yang
dikutip
Humphreys
(2002)
menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Sejalan dengan kepemimpinan transaksional dalam kehidupan organisasi sehari-hari Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa bawahan akan terpacu untuk memberikan kemampuan terbaiknya apabila besar kecilnya imbalan ditentukan oleh tinggi rendahnya kinerja karyawan. Hasil studi Yammarino (1993) menggunakan datalongitudinal (10 tahun) membuktikan bahwa kepemimpinan transaksional berhubungan positif
21
dengan kinerja. Sedangkan hasil penelitian Bass (2003) menunjukkan bahwa kepemimpinan
transaksional,
khususnya
karakter
contingent
reward,
berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, Yammarino (1993) menyimpulkan terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja karyawan dan hubungan tersebut lebih kuat
jika dibandingkan hubungan
kepemimpinan
karyawan.
transaksional
dengan
kinerja
Hasil
penelitian
Yammarino (1993) membuktikan kepemimpinan transformasional memiliki bobot pengaruh
terhadap
kinerja
karyawan
yang
lebih
kuat
dibandingkan
kepemimpinan transaksional (management by eception). Studi Bass (2003) juga menunjukkan pengaruh yang lebih kuat kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan dibandingkan kepemimpinan transaksional. Bass (2003) menjelaskan kepemimpinan transformasional fokus pada pengembangan diri bawahan, mendorong bawahan berpikir dan bertindak inovatif untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan dan sasaran organisasi, memacu optimisme dan antusiasme terhadap pekerjaan sehingga seringkali kinerja karyawan yang ditunjukkan bawahan melebihi harapan. Kondisi tersebut berlawan dengan gaya kepemimpinan transaksional yang lebih mementingkan target berdasarkan prinsip pertukaran yang justru dapat berdampak negatif dalam jangka panjang. Penelitian Humphreys (2002) dalam lingkup industri jasa lebih jauh membuktikan
peranan
kritikal
kepemimpinan
transformasional
dalam
meningkatkan kinerja karyawan (salesman). secara empiris juga menemukan kepemimpinan transformasional mempengaruhi kinerja karyawan. Kinerja dalam penelitian Bono dan Judge (2003) diukur dari banyak aspek, baik yang bersifat
22
obyektif
maupun
subyektif,
sehingga
mereka
menyimpulkan
bahwa
kepemimpinan transformasional akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam situasi apapun.
2.3.5 Pengertian Kompetensi Sumber Daya Manusia Persoalan kebutuhan untuk memperoleh Sumber Daya Manusia unggul dan profesional sangat diharapkan oleh banyak perusahaan. Persoalan yang dimaksud dalam konteks ini ialah kompetensi sumber daya manusia. Kompetensi merujuk kepada pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau karakteristik kepribadian individual yang secara langsung mempengaruhi kinerja seseorang. Sutrisno (2010: 203) mengemukakan bahwa kompetensi diartikan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilakuperilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Apabila kompetensi diartikan sama dengan kemampuan, maka dapat diartikan pengetahuan memahami tujuan bekerja, pengetahuan dalam melaksanakan kiat-kiat jitu dalam melaksanakan pekerjaan yang tepat dan baik, serta memahami betapa pentingnya disiplin dalam organisasi agar semua aturan dapat berjalan dengan baik. Moeheriono (2009: 3) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu. Berdasarkan dari definisi ini, maka beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
23
1. Karakteristik dasar (underlying characteristic), kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan. 2. Hubungan
kausal
(causally
menyebabkan atau
related),
berarti
kompetensi
dapat
digunakan untuk memprediksikan kinerja
seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebagai akibat). 3. Kriteria (criterian referenced), yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar. Hal ini memberikan penjelasan bahwa kompetensi merupakan sebuah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu
2.3.6. Hubungan Antara Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Kinerja Hubungan antara kompetensi dengan kinerja sangat erat sekali, hal ini tampak pada hubungan dari keduanya, yaitu hubungan sebab-akibat (causally related). Oleh karena itu menurut (1993) dalam Moeheriono (2009: 8), hubungan antara kompetensi karyawan dengan kinerja adalah sangat erat dan penting sekali, relevansinya ada dan kuat, bahkan karyawan apabila ingin meningkatkan kinerja,
seharusnya
memiliki
kompetensi
yang
sesuai
dengan
tugas
pekerjaannya. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia memang
24
harus dikelola secara benar dan seksama agar tujuan dan sasaran organisasi dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya manusia yang optimal. Kemudian ada beberapa tindakan manajemen yang harus dilakukan dalam proses mengelola sumber daya manusia yang meliputi beberapa proses, antara lain organisasi harus mengidentifikasi dan mengembangkan kompetensi individu ke arah kinerja karyawan. Berdasarkan kegiatan tersebut, maka pengelolaan sumber daya manusia harus mengacu dan mengarah pada visi dan misi, strategi serta sasaran organisasi. Kompetensi mempunyai hubungan sebab-akibat jika dikaitkan dengan kinerja seorang karyawan, serta kompetensi yang terdiri dari motif, sifat, konsep diri, dan keterampilan, serta pengetahuan, yang diharapkan dapat memprediksikan perilaku seseorang sehingga pada akhirnya dapat memprediksi kinerja karyawan tersebut. Kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan tertentu yang merupakan dorongan motif atau sifat yang menyebabkan suatu tindakan seseorang untuk memperoleh suatu hasil. Di tempat kerja apabila seseorang mempunyai kompetensi yang baik atau tinggi, jika diintegrasikan dengan kompetensi jabatannya, maka orang tersebut kemungkinan besar akan dapat menghasilkan kinerja yang optimal, sedangkan untuk mengetahui kompetensi seseorang dapat diperoleh melalui beberapa cara atau sumber, yaitu dengan melalui cara berikut: 1. Referensi profesional, yaitu rekomendasi dari orang lain atau para profesional 2. Assesment center, yaitu pengukuran pengetahuan, keterampilan dan sikap atau disebut knowledge, skills, attitude (KSA) melalui tes-tes. 3. Psikotes, yaitu melalui tes dan pengisian lembaran psikotes untuk mengetahui KSA.
25
4. Wawancara, yaitu dengan menanyakan secara langsung kepada karyawan yang bersangkutan. 5. Kuesioner perilaku, yaitu dengan melihat jawaban kuesioner yang diberikan secara langsung kepada karyawan bersangkutan. 6. Penilaian 360 derajat, yaitu dengan melakukan pengukuran kompetensi melalui penilaian atasan langsung, bawahan, teman selevel dan pelanggan yang bersangkutan. 7. Biodata, yaitu dengan melihat biodata yang dibuat oleh karyawan yang bersangkutan.
2.4.Penelitian Terdahulu Penelitian pada umumnya menggunakan korelasi dan regresi dengan menggunakan dua variabel yaitu pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai dengan (X) budaya organisasi dan (Y) kinerja pegawai dan
untuk
mengetahui berapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawaimaka
proses
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
secara
menyeluruh Pratiwi (2012) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar. Sampel yang digunakan adalah sampel jenuh yaitu mengunakan seluruh anggota populasi sebagai sampel yang berjumlah 42 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan kuesioner. Data dianalisis dengan regresi sederhana dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows.Hasil
26
penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar sebesar 32 % dan 68 % dipengaruhi oleh faktor lain Sinaga(2008)melakukan
“Penelitian
Mengenai
Pengaruh
Budaya
Organisasi Dan Reward Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Soelong Laoet Medan.”Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan reward secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Soelong Laoet Medan. Hasil ini menunjukan Nilai koefisien determinasi (R Square) diperoleh sebesar 84,4 % dimana kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel independen budaya organisasi, dan reward sebesar 84,4% dan 15,6 % dijelaskan oleh variabel independen lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel yang dominan dan paling berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan adalah budaya organisasi. Nugraha
(2009) melakukan
penelitian
tentang
pengaruh
budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa budaya organisasi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi berada pada kategori sangat tinggi dengan perhitungan korelasi product moment yaitu sebesar 0,62 (hubungan positif) kemudian dari hasil perhitungan koefisien determinan diperoleh bahwa besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi adalah sebesar 38,44% dan 61,56% selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini. Dari hasil-hasil penelitian terdahulu terdapat perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan seperti Pratiwi (2008) yaitu memiliki kesamaan judul tetapi berbeda pada objek penelitian dan sampel, Sinaga (2008) memiliki perbedaan
27
yaitu tiga variabel serta menggunakan rumus regresi square, Nugraha (2009) yaitu memeiliki perbedaan dengan menggunakan rumus korelasi product moment.
2.5. Kerangka Pikir Kerangka pemikiran adalah suatu tinjauan mengenai apa yang diteliti yang dituangkan dalam sebuah bagan yang menjadi alur pemikiran penelitian.
X
Y
Budaya organisasi
Kinerja
Pengarahan
Kualitas
inisiatif
Kuantitas
Ketulusan
Ketepatan waktu
Integritas
Efektifitas
Pola komunikasi
Kemandirian kerja
Kontrol
komitmen
Sumber :Robins (2006:10)
Soedjono(2005:56)
2.6. Hipotesis Hipotesis yaitu pernyataan yang sementara yang menghubungkan dua variabel
ataui
lebih.
Kesimpulan
yang
tarafnya
rendah
karena
masih
membutuhkan pengujian secara empiris Sugiono (2000:70). Berdasarkan permasalahaan peneliti dikaji teori,maka ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut. “Terdapat Pengaruh Budaya Organisasi berpengaruh positif Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor PT. Mandala Finance Tbk”.