BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Landasan Teoritis 2.5.1 Perumahan dan permukiman 2.5.1.1
Perumahan Bila dikaji melalui pengertian yang tertuang dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Bagi sebuah daerah perkotaan, kehadiran lingkungan perumahan merupakan sangat penting dan berarti karena bagian terbesar pembentukan struktur ruang perkotaan adalah lingkungan permukiman. oleh karena itu munculnya permasalahan pada suatu permukiman akan menimbulkan dampak langsung terhadap permasalahan perkotaan secara menyeluruh. Hal utama yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan perumahan adalah aspek lingkungan, manajemen lingkungan yang baik dan terarah, karena lingkungan suatu perumahan merupakan faktor yang sangat menentukan dan keberadaanya tidak boleh diabaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena baikburuknya lingkungan akan berdampak terhadap hunian perumahan. 2.5.1.2
Permukiman Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992, permukiman mengandung
pengertian sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik 7
Universitas Sumatera Utara
berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, sekaligus menciptakan interaksi sosial. Permukiman terbentuk dari kesatuan kata isi dan wadah, yaitu kesatuan antara manusia sebagai penghuni (isi) dengan lingkungan hunian (wadah) akan membentuk suatu komunitas yang secara bersamaan dapat membentuk suatu permukiman yang mempunyai dimensi yang sangat luas, dimana batas dari permukiman biasanya berupa batasan geografis yang ada dipermukaan bumi, misalnya suatu wilayah atau benua yang terpisah karena lautan. Menurut Suparno (2006) elemen-elemen permukiman, yaitu isi dan wadah, sebenarnya terdiri dari beberapa unsur, antara lain : 1. Alam, terdiri dari geologi, topografi, tanah, air, tumbu-tumbuhan, hewan dan iklim. 2. Manusia, dalam suatu wilayah permukian, manusia merupakan pelaku utama kehidupan, disamping makhluk hidup lain seperti hewan, tumbuhan, dan lainnya. Sebagai makhluk yang paling sempurna, dalam kehudupannya manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan hidupannya, baik itu kebutuhan bioligis, perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, serta kebutuhan nilai – nilai moral 3. Masyarakat, merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. 4. Bangunan, merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh karena itu dalam perencanaan dan pengembangan perlu mendapatakan perhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung di tempat tersebut. pada
Universitas Sumatera Utara
prinsipnya bangunan yang dapat digunakan sepanjang opersional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi masing-masing yaitu : a. Rumah pelayanan masyarakat (misalnya sekolah, rumah sakit, puskesmas dan lainnya). b. Fasilitas rekreasi (fasilitas hiburan). c. Pusat perbelanjaan (perdagangan) dan pemerintahan. d. Industri. e. Pusat transportasi. 5. Networks, merupakan sistem buatan maupun alam yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman. untuk sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif, dimana antara wilayah permukiman yang satu dengan yang lain tidak harus sama. Sistem buatan yang keberadaanya sangat dibutuhkan di dalam suatu wilayah, anatar lain adalah : a. Sistem jaringan air bersih b. Sistem jaringan listrik c. Sitem transportasi d. Sitem komunikasi e. Drainase dan air kotor f. Tata letak fisik 2.5.2 Kawasan lindung dan kawasan budidaya Kawasan adalah bagian dari bentang alam, yang merupakan wadah atau tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya, yang dicerminkan oleh terjadinya interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yaitu meliputi
Universitas Sumatera Utara
sumberdaya alam, sumberdaya modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya. Kawasan adalah kesatuan geografis yang memiliki fungsi tertentu (Rahardjo, 2010) Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, membangi fungsi kawasan berdasarkan fungsi utamanya menjadi 2 (dua) kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan Permen PU nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, jenis Kawasan Budidaya sebagaimana dalam tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Jenis kawasan budidaya Klasifikasi Kawasan
Ruang Lingkup
Kawasan Hutan Produksi
• • • •
Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan Hutan Produksi Tetap Kawasan Hutan Produksi Konversi Kawasan Hutan Rakyat
Kawasan Pertanian
• • • • • •
Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan Kawasan Peternakan Kawasan Perikanan Darat Kawasan Perikanan Air Payau dan Laut
Kawasan Pertambangan
Kawasan Pertambangan, dibagi menjadi: • Golongan bahan galian strategis • Golongan bahan galian vital • Golongan bahan galian yang tidak termasuk kedua golongan di atas
Kawasan Budidaya Lainnya
• • • • • •
Kawasan Perindustrian Kawasan Pariwisata Kawasan Permukiman Kawasan Perdagangan Kawasan Perdagangan dan Jasa Kawasan Pemerintahan
Sumber : Permen PU No. 41/KPTS/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya
Universitas Sumatera Utara
Dan kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya ini perlu dimanfaatkan secara terencana dan terarah, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi hidup dan kehidupan manusia (Rahardjo, 2010). Kawasan permukiman berada pada kawasan budidaya yang peruntukannya sebagai kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha. 2.5.3 Kriteria kesesuaian lahan perumahan dan permukiman Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Menurut Khadiyanto (2005) dalam Hartadi (2009), Kesesuaian lahan (land suitability) pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat kecocokan (compatibility) suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan bagi pengembangan suatu wilayah atau kawasan harus mempertimbangkan berbagai aspek yaitu kondisi fisik, kondisi sosial ekonomi, aksesbilitas, lingkungan dan ekologi, potensi sumber daya lokal serta faktor politik, yang ditunjukkan dengan tindakan yang selektif dalam pemanfaatan lahan. Suprapto, et al (1990) menyatakan bahwa kesesuaian lahan untuk permukiman berkaitan dengan syarat – syarat lokasi permukiman yang ditentukan
Universitas Sumatera Utara
pada variabel relief (lereng, kerapatan aliran, dan kedalaman alur), proses geomorfologis (banjir, tingkat erosi, dan gerakan masa batuan), dan variabel material batuan (pengatusan, tingkat pelapukan, dan kekuatan batuan, daya dukung, dan kembang kerut). Kondisi fisik dasar lahan mempengaruhi daya dukung lahan yang selanjutnya akan mempengaruhi pula kesesuaian lahan bagi suatu aktivitas pembangunan atau tata guna lahan. Dengan kajian terhadap faktor-faktor fisik lahan dapat diketahui kemampuan lahan sehingga dapat diperkirakan pemanfaatan lahan tersebut tanpa menyebabkan penurunan kualitas lahan tersebut. Seperti dikemukakan oleh Mc Harg (1971) dalam Riyanto (2003) bahwa suatu proses pengembangan wilayah faktor yang sangat menentukan sebelum suatu kebijakan diambil adalah analisis berbagai faktor fisik dasar lahan. Menurut Golany (1976) dalam Hartadi (2009) lahan memiliki kondisi fisik dasar yang berbeda antara satu dengan yang lain, disebabkan oleh perbedaan geologi pada lahan tersebut yang menyebabkan masing-masing lahan mempunyai karakteristik yang berbeda. Kondisi tersebut dapat merupakan pendukung dan penghambat bagi tata guna lahan, tanah yang subur, sumber daya alam yang cukup, morfologi yang landai dan stabil merupakan faktor pendukung bagi pemanfaatan pembangunan. Sementara itu morfologi yang curam dan tidak stabil, daerah rawan bencana dan tanah yang tidak subur adalah merupakan faktor fisik penghambat pembangunan. Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia nomor : 41/PRT/M/2007
tentang
Pedoman
Kriteria
Teknis
Kawasan
Budidaya,
karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk peruntukan ruang permukiman adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%). 2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah. 3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi). 4. Drainase baik sampai sedang 5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata air/ saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan 6. Tidak berada pada kawasan lindung 7. Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga 8. Menghindari sawah irigasi teknis Berdasarkan Kriteria umum dan kaidah perencanaan peruntukan ruang kawasan permukiman sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 41/PRT/M/2007
tentang
Pedoman
Kriteria
Teknis
Kawasan
Budidaya,
pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana dan sarana transportasi, didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik dan utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan dan agama). Menurut Martopo dalam Khadiyanto (2005) menjelaskan bahwa untuk menentukan kemampuan lahan bagi lokasi perumahan, maka maka terhadap masing-masing bentuk lahan yang akan dipergunakan untuk kawasan perumahan
Universitas Sumatera Utara
perlu diadakan pengamatan dan pengujian terhadap parameter seperti kemiringan lereng, kerentanan terhadap banjir, gerakan masa batuan, erosi, daya tumpu tanah, rombakan batuan dan ketersediaan air bersih. 2.5.4 Lokasi pertumbuhan perumahan dan permukiman Budihardjo (2009), mengisyaratkan bahwa dalam menentukan lokasi perumahan yang baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) ditinjau dari segi teknis pelaksanaan : Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan cut and fill; Bukan daerah banjir, Bukan daerah gempa, Bukan daerah angin rebut, bukan daerah rayap; mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti; Tanahnya baik sehingga konstruksi bangunan yang ada dapat direncanakan dengan sistem semurah mungkin; Mudah mendapatakan sumber air bersih, listrik, pembuangan
air
limbah/kotor/hujan
(drainage)
dan
lainnya;
Mudah
mendapatakan bahan-bahan bangunan; (2) Ditinjau dari segi tata guna tanah: Tanah secara ekonomis telah sukar dikembangkan secara produktif, misalnya : (a) bukan daerah persawahan; (b) bukan daerah kebun-kebun yang baik, (c) bukan daerah usaha seperti pertokoan, perkantoran, hotel, pabrik, hotel, pabrik/industri; tidak merusak lingkungan yang ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya; sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, penampung air hujan dan penahan air laut; (3) Dilihat dari segi kesehatan dan kemudahan : loaksi sebaiknya jauh dari lokasi pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan polusi; lokasi sebainya dipilih yang udaranya masih sehat; lokasi sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatakan air minum, listrik, sekolah, pasar, puskesmas dan lainnya; lokasi sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja penghuninya; (4) ditinjau dari segi politis dan ekonomis: mencipatakan
Universitas Sumatera Utara
kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitarnya; dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk membangun rumah dan lingkungan yang sehat, layak dan indah walaupun bahan bangunannya terdiri dari bahan-bahan produksi lokal; mudah dalam pemasarannya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan dapat mendatangkan keuntungan yang wajar dari developernya. 2.5.5 Pendekatan alokasi sumber daya secara spasial Menurut Rahardjo (2010) Prinsip dasar dalam aloksi sumber daya secara spasial (tata ruang) adalah mencapai manfaat secara optimal dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan hidup. Alokasi spasial diformulasikan menggunakan prinsip-prinsip dasar yang saling berkaitan, sebagai berikut (Rahardjo 2010) : 1. Kesesuaian (Suitability) Setiap kegiatan terkait dengan prinsip yang harus mempertimbangkan keserasian antara kebutuhan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dengan kapasitas spasial (lahan/ruang). Berdasarkan prinsip alokasi spasial optimum, kegiatan dapat dilaksanakan, baik langsung maupun tidak langsung pada saat sekarang dan masa yang akan datang diupayakan sebaik mungkin dan menghindari terjadinya berbagai konflik kepentingan diantara kegiatankegiatan dalam pemanfaatan spasial. Pemanfaatan spasial yang serasi seharusnya dan dapat dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi penduduk di daerah / kawasan yang bersangkutan dan sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Kesinambungan sumber daya alam dan lingkungan hidup (the continuty of natural resources and evironment) Fungsi perlindungan (proteksi) seharusnya selalu mengikuti fungsi yang telah dialokasikan pada ruang atau kawasan tertentu menjadi sangat penting tidak hanya karena karakteristik kawasan tersebut, tetapi juga karena memiliki kaitan yang sangat erat dengan kawasan tersebut. Memperhatikan pada prinsip ini, bahwa kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan dalam alokasi ruang adalah untuk menentukan fungsi perlindungan wilayah atau kawasan sebagai fungsi dominan. 3. Demokratisasi alokasi spasial (ruang) Pemanfaatan
ruang
dari
suatu
wilayah/kawasan
seharusnya
mampu
menyediakan aksesbilitas secara proposional bagi setiap anggota masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya dalam wilayah/kawasan yang bersangkutan. Alokasi ruang dari suatu kawasan/wilayah seharusnya direncanakan dan disusun secara optimal sedemikian rupa dapat merupakan pendorong (stimuli) untuk mengmbangkan kegiatan pembangunan yang melibatkan masyarakat lokal (setempat). 4. Sinergi regional (regional synergy) Sinergi regional adalah suatu kondisi dimana kapabilitas suatu wilayah/ kawasan mengembangkan kegiatan pembangunan yang diakibatkan oleh interaksi fungsional secara optimal diantara unit-unit wilayah dan dengan wilayah-wilayah sekitarnya.
2.5.6 Sistem Informasi Geografis
Universitas Sumatera Utara
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer untuk menangkap (capture), menyimpan (store), memanggil kembali (retrieve), menganalisis dan mendisplay data spasial, sehingga efektif dalam menangani permasalahan yang kompleks baik untuk kepentingan penelitian perencanaan, pelaporan maupun untuk pengelolaan sumber daya dan lingkungan. Salah satu keunggulan SIG adalah fungsi analisi dan manipulasinya yang handal, baik secara grafis (spasial) maupun tabular (data berbasis tabel) Ada 2 (dua) jenis model dalam kerangka analisis spasial, yaitu : 1. Model Berbasis Presentatif, yakni model yang mempresentasikan objek di permukaan bumi (landscape), dan 2. Model berbasis proses, yakni model yang mensimulasikan objek-objek di permukaan bumi (seperti bangunan, sungai, jalan, dan hutan) melalui layer data di dalam SIG. Model berbasis proses digunakan untuk menggambarkan interaksi objek yang dimodelkan pada model representatif. Hubungan tersebut dimodelkan menggunakan berbagai alat/tool/model analisis spasial. Analisis spasial dapat dilakukan pada data yang terformat dalam bentuk layer data raster ataupun layer data yang berisi data vektor. Ada beberapa jenis analisis spasial untuk penanganan data vektor yang dibagi menjadi 3 (tiga) : (1) ekstraksi, (2) overlay dan (3) proximity. Tumpang susun (overlay) dalam analisis Sistem Informasi Geografis adalah menggabungkan dua atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis
Universitas Sumatera Utara
baru yang memiliki satuan pemetaan baru. Untuk melakukan overlay maka hasus memenuhi syarat yaitu mempunyai sistem koordinat yang sama antar data. Beberapa metode yang untuk melakukan overlay data grafis pada Sistem Informasi Geografis yaitu identity, intersection, union dan update. Metode Identity adalah tumpang susun dua grafis dengan menggunakan data grafis pertama sebagai acuan batas luarnya, metode intersection adalah metode tumpang susun antara dua data grafis tetapi apabila batas luarnya dua data grafis tersebut tidak sama maka yang dilakukan pemrosesan hanya pada daerah yang bertampalan metode union adalah tumpang susun yang berupa penggabungan antara dua data atau lebih, metode update dengan menghapuskan informasi grafis pada coverage input dan diganti dengan informasi dari informasi converage update 2.5.7 AHP (Analytic Hierarchy Process) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefenisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga pemarsalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Universitas Sumatera Utara
AHP digunakan untuk mengkaji permaslahan yang dimulai dengan mendefenisikan permaslahan tersebut secara seksama kemudian menyusunnya ke dalam suatu hirarki. AHP memasukan nilai-nilai pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu permasalahan dan bergantung pada logika dan pengalaman untuk memberi pertimbangan. Menurut Saaty (1994), prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan permasalahan menggunakan AHP, yaitu : 1. Penyusunan Hirarki Merupakan langkah penyederhanaan masalah ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, kemudian ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hirarki agar lebih jelas, sehingga mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap permasalahan tersebut. 2. Menentukan Prioritas AHP melakukan perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) antara dua elemen pada tingkat yang sama. Kedua elemen tersebut dibandingkan dengan menimbang tingkat preferensi elemen yang satu terhadap elemen yang lain berdasarkan kriteria tertentu. 3. Konsistensi Logis Konsistensi logis merupakan prinsip rasional dalam AHP. Konsistensi berarti ada dua hal, yaitu : a. Pemikiran atau objek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya
Universitas Sumatera Utara
b. Relasi antara objek yang didasarkan pada kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis. Ditambahkan Saaty (1994), hirarki adalah gambaran dari permasalahan yang kompleks dalam struktur banayak tingkat dimana tingkat paling atas adalah tujuan dan diikuti tingkat kriteria/parameter, subkriteria dan seterusnya ke bawah sampai pada tingkat yang paling bawah adalah tingkat alternatif. Hirarki menggambarkan secara grafis saling ketergantungan elemen-elemen yang relevan, memperlihatkan hubungan antara elemen yang homogen dan hubungan dengan sistem sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Struktur hirarki AHP ditunjukan seperti Gambar 2.1 di bawah ini :
Tujuan (100 %)
Parameter 1
Parameter 2
Parameter 3
Parameter n
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Alternatif m
Gambar 2.1 Struktur hirarki AHP Unsur terpenting dalam AHP adalah perbandingan berpasangan guna untuk menentukan susunan prioritas elemen, dengan diawali menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comparison) masing-masing elemen. Tingkat kepentingan masing-masing elemen dapat dilihat skala perbandingannya pada Tabel 2.2 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Skala perbandingan tingkat kepentingan Tingkat Defenisi Kepentingan 1 Kedua elemen sama penting 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lain 5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya Nilai-nilai di antara dua pertimbangan yang berdekatan 𝛼𝑖𝑗 = 1/𝛼𝑗𝑖
Keterangan Dua elemen mempunyai pengaruh sama besar Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemn lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlibat dalam kenyataan Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua komponen di antara dua pilihan Jika untuk aktivitas ke-i mendapat suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas ke-j maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i
Sumber : Saaty (1994)
Sebagai contoh pada penyusunan perbandingan berpasangan yang membentuk matriks, misalnya kriteria A memiliki beberapa elemen di bawahnya yaitu B 1 , B 2 , ..., B n , tabel matriks berpasangan berdasarkan kriteria A pada Tabel 2.4 berikut : Tabel. 2.3. Matriks perbandingan berpasangan A B1 B2 … B1 1 … 𝛼12 B2 1 … 𝛼21 = 1/𝛼12 … … … 1 Bn … 𝛼𝑛1 = 1/𝛼1𝑛 𝛼𝑛2 = 1/𝛼2𝑛
Bn 𝛼1𝑛 𝛼2𝑛 … 1
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana pada tabel di atas, bahwa elemen kolom sebelah kiri selalu dibandingkan dengan elemen baris dengan demikian ketika elemen baris tampil sebagai elemen kolom maka diberi nilai kebalikannya dan juga sebaliknya. Dalam materiks ini terdapat perbandingan dengan elemen itu sendiri pada diagonal utama dengan nilai 1. Untuk mengetahui tingkat konsistensi responden, metode AHP diharus melakukan perhitungan Indeks Konsistensi (consistency index/CI) sebagai berikut: 𝐶𝐼 =
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛 𝑛−1
Setelah diperoleh indeks konsistensi, maka hasilnya dibandingkan dengan Indeks Konsistensi Random (Random Consistency Index/RI) untuk setiap n objek. Hasil perbandingan antara CI dengan RI disebut dengan nilai Rasio Konsistensi (Consistency Ratio/CR). 𝐶𝑅 =
𝐶𝐼 𝑅𝐼
Jika CR < 0,1 (10%) maka derajat konsistensi memuaskan dan jika CR > 0,10 maka berarti ada ketidakkonsistenan saat menetapkan skala perbandingan sepasang kriteria. Random Indeks (RI) matriks berukuran 1 sampai dengan 12 dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini : Tabel 2.4 Random Indeks (RI) n RI
2
3
4
0,00 0,58 0,90
5 1,12
6
7
8
9
10
11
12
1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48
Sumber : Saaty (1994)
2.6
Penelitian Terdahulu
Universitas Sumatera Utara
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah : 1.
Ramzil Hadi (2015), Program Pascasarjana USU, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dalam penelitiannya Analisis Kemampuan Lahan Untuk Pengembangan Permukiman di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, dengan menggunakan analisis spasial yaitu Sistem Informasi Geografis menyimpulkan bahwa perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh beberapa aspek termasuk aspek fisik yang terdiri dari tataguna lahan dan ketersediaan fasilitas fisik (sarana dan prasarana). Tata guna lahan meliputi pengaturan penggunaan lahan itu sendiri untuk mendukung suatu penggunaan tertentu
termasuk
penggunaan
untuk
lahan
permukiman.
Dengan
menggunakan parameter faktor fisik yaitu kemiringan lereng, kerentanan gerakan tanah dan tingkat kemampuan drainase lahan yang sesuai untuk permukiman hanya seluas 2.164,63 Ha dan lahan yang tidak sesuai seluas 7.905,73 Ha. Bila dibandingkan dengan penggunaan lahan kondisi eksisting maka terdapat penggunaan lahan yang tidak sesuai untuk permukiman seluas 17,15 Ha yang berada dalam kawasan penyangga dan lindung. 2.
Hamzah F. Rachman (2010), Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, dalam penelitiannya Kajian Pola Spasial Pertumbuhan Kawasan Perumahan dan Permukiman di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo menyimpulkan bahwa kemudahan akses, pertumbuhan kepadatan bangunan, aktivitas dan jalur jalan mempengaruhi pertumbuhan wilayah Limboto, dimana paling pesat berada di sepanjang jalur jalan utama dan di kawasan perdagangan yakni di Kelurahan Kayubulan dan Kelurahan Hunggaluwa dimana terdapat sarana dan prasarana kota. Kawasan
Universitas Sumatera Utara
dengan pencapaian terhadap jalan yang kurang maksimal, biasanya didominasi oleh aktivitas pertanian dengan jumlah lahan terbangun terbatas dan tingkat kepadatan rendah. Pola tata guna lahan di Kota Limboto membentuk model Zona Von Thunen yakni berupa cincin, dimana terdapat kawasan inti sebagai pusat kegiatan kemudian diikuti oleh kawasan permukiman/perumahan dan perdagangan serta kawasan pertanuian berada di bagian belakang. 3.
Arief Hartadi (2009), Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Perkotaan, Universitas Diponegoro, dalam penelitiannya Kajian Kesesuaian Lahan Perumahan Bedasarakan Karakteristik Fisik Dasar di Kota Fakfak, menyimpulkan bahwa Penyediaan infrastruktur terutama jalan sangat tergantung pada kemiringan lahan dan jenis tanah serta batuan, semakin curam kemiringan semakin sulit penyediaan infrastruktur karena memerlukan konstruksi dan biaya yang tinggi. Penyediaan infrastruktur di Kota Fakfak secara umum mudah dan cukup mudah mencapai 76% wilayahnya, sedangkan sisanya termasuk cukup sulit sampai dengan sangat sulit. Wilayah yang cukup sulit berada di kawasan lindung dan kawasan dengan kepadatan tinggi seperti Gwerpe dan Lusypkeri.
2.7
Variable Penelitian Berdasarkan kajian literatur yang telah disampaikan sebelumnya maka
dalam penentuan potensial kawasan perumahan dan permukiman di Kecamatan Lahomi, Kabupaten Nias Barat dengan menggunakan beberapa parameter yaitu : 1.
Aksesbilitas yaitu pengaruh terhadap jarak dari dan ke jalan utama.
Universitas Sumatera Utara
2.
Layanan Umum yaitu pengaruh terhadap jarak dari dan ke pusat perdagangan (pasar), Rumah Sakit dan Puskesmas.
3.
Kerawanan Bencana yaitu pengaruh terhadap ancaman banjir dan longsor
4.
Perubahan Lahan yaitu untuk mengetahui pengaruh atas perubahan peruntukan lahan dari penggunaan lahan sebelumnya agar tidak terjadi eksploitasi lahan yang berlebihan.
5.
Kemiringan lereng yaitu pengaruh standar teknis untuk pembangunan rumah
6.
Ketersediaan air
7.
Daya dukung tanah
2.8
Kerangka Berpikir Berawal dari pemikiran bahwa dengan Kecamatan Lahomi sebagai ibu
kota Kabupaten Nias Barat dan adanya kegiatan – kegiatan pemerintahan maka akan terjadi peningkatan aktivitas masyarakat dan meningkatnya minat masyarakat untuk bermukim disekitar ibu kota kabupaten, mengakibatkan aktivitas pembangunan perumahan dan permukiman yang terus meningkat. Seiring dengan fenomena tersebut di atas akan semakin meningkatnya kebutuhan lahan permukiman, namun tentu adanya keterbatasan akan kemampuan dan kesesuaian lahan serta adanya persepsi yang berbeda–beda ditengah masyarakat dalam memilih lokasi lahan untuk bermukim di kecamatan lahomi. Oleh karena hal tersebut maka perlu dikaji akan lokasi yang berpotensi dan layak untuk dikembangkan menjadi kawasan permukiman agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang nantinya menimbulkan ancaman atau resiko bagi masyarakat di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemilihan kawasan perumahan dan permukiman yang layak selain dari kondisi fisik lahan seperti kemiringan lereng (topografi) dan daya dukung tanah, tentu sangat dipengaruhi oleh fasilitas/infrastrukur pendukung seperti rumah sakit/puskesmas, pusat pasar dan ketersediaan air. Kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.2 berikut ini:
LOK ASI PEN ELI TIA N
Kecamatan Lahomi, Kabupaten Nias Barat
Program Sejuta Rumah (RPJMN) Peningkatan Aktivitas Penduduk
Peningkatan Jumlah Penduduk Peningkatan Permintaan Hunian
PER MAS ALA HAN
Kondisi Fisik Lahan dan Infrastruktur Terbatas Kriteria Lahan Permukiman
Kawasan Perumahan dan Permukiman yang aman dari bencana, sehat dan mempunyai akses
Kawasan Potensial
Kawasan Prioritas
FAK TOR PEM BAT AS
TUJ UAN PEN ELI TIA N
Gambar 2.2 Kerangka berpikir
Universitas Sumatera Utara